Cerita Bersambung
Sudah jam 11 malam, lampu ruang dapur rumah Aerin sudah dimatikan dan itu tandanya Mbak Sri mungkin sudah tidur. Arya yang bermaksud hendak membunyikan bel, mengurungkan niatnya.
Ia melangkah kearah kanan rumah, tepat ke posisi kamar Aerin. Lampu masih hidup tapi bayangan yang tadi diliatnya sudah tidak tampak atau mungkin tidak tampak karena ia melihat dari bawah. Akhirnya Arya memutuskan untuk bertanya ke satpam.
"Den Arya..." Sapa Pak Rahmat begitu melihat sosok Arya yang memakai piyama muncul dari dalam perkarangan rumah majikannya. Tapi itu hal yang biasa, pintu pagar penghubung antar 2 rumah, memang tak diperbolehkan untuk dikunci dari sebelum ia bekerja disini karena hubungan akrab pemiliknya. Jadi tidak heran begitu sosok Arya muncul tiba-tiba.
"Pak Rahmat, apa Irin ada disini?"
Pak Rahmat langsung menggeleng dengan wajah sangat yakin, ia harus menjaga rahasia.
"Tapi aku liat ada orang di kamar Irin."
"Bener den, tapi itu bukan Non Irin. Itu anaknya Den Chandra, Non Clara yang sore tadi baru nyampe dari Surabaya." Pak Rahmat melihat kekecewaan di wajah Arya.
"Oh...okay. Sorry aku udah ganggu Pak Rahmat malam-malam."
"Ah, ndak apa den."
"Ya udah, aku balik dulu ya Pak."
Arya melangkah dengan lemas, ia bisa merasakan keringat dingin membasahi piyamanya karena berlari tadi. Apa lagi yang harus ia lakukan untuk bisa bertemu dengan Irin?
Tentu saja selain opsi ke Surabaya, bertanya langsung ke orang tua Irin. Tapi itu adalah pilihan terakhir saat ia menyerah kalah dengan usahanya sendiri. Sekarang ia masih sangat optimis bahwa ia akan menemukan keberadaan Aerin dengan usahanya sendiri.
Aerin tadi juga sempat melihat sosok Arya yang berdiri balkon. Lampu balkon kamar Arya sangat terang sehingga dari balik gorden kamarnya yang agak transparan, ia bisa melihat jelas sosok Arya. Dan, Aerin menyadari itu sangat riskan, besok ia harus minta Mbak Sri mengganti gorden kamarnya ke warna yang gelap.
Malam itu Aerin sangat sibuk menginstall semua peralatan komputernya dan memasang sistem pengaman sehingga ia tidak sempat berlama-lama memperhatikan apalagi memikirkan Arya.
***
Saat pagi tiba, Aerin melihat kesibukan di taman rumah Arya. Persiapan buat dinner ntar malam sudah dimulai, tenda besar juga sudah dipasang dari kemarin. Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi saat Aerin memutuskan untuk ke kantor, ia kangen dengan pasukannya yang hampir seminggu tidak bertemu.
Di kantor ternyata banyak orang, para manager dari daerah semuanya hadir dengan kepentingan masing-masing. Para direktur juga hadir, mereka memanfaatkan waktu jelang makan malam buat berdiskusi dan menyelesaikan beberapa urusan administrasi yang belum beres.
Aerin cukup suprised begitu mendapat info dari Wiwied yang juga hadir, bahwa beberapa manager daerah bahkan sudah menunggunya di ruang IT.
Aerin yang sama sekali tidak tahu kalau ia sudah ditunggu, segera buru-buru berlari kecil menuju ke lift khusus yang pintunya hampir tertutup... tapi begitu mengenali sosok yang ada di dalam yang juga sedang menatapnya, Aerin berhenti.
Arya segera menahan pintu lift.
"Ikut?" Tanyanya dengan nada ramah yang dalam penglihatan Aerin, seolah tidak ada kejadian apa-apa diantara mereka.
Tentu saja, Arya sudah memintanya melupakan kejadian ciuman itu. Ingat itu, Aerin jadi sangat emosi. Ia masih sangat marah.
"No!" Arya tau ada kemarahan dari jawaban Aerin. Sepertinya mereka harus berbicara untuk menjernihkan insiden ciuman itu.
"Okay. See you," respon Arya akhirnya sambil menekan tombol menutup pintu lift.
Aerin yang melihat kearah lain, bahkan tidak berpaling menatapnya sampai pintu lift tertutup sempurna.
***
Mood Aerin yang semula sangat bagus, berubah drastis. Melihat Arya, bisa tiba-tiba membuat emosinya membara. Rasanya tadi ia ingin berteriak keras kepada Arya, memprotes banyak hal yang telah Arya lakukan terhadapnya.
Memprotes Arya akan sikapnya yang kasar saat ia kecil. Memprotes Arya karena tidak pernah membalas satupun kartu ucapan ulang tahun yang ia kirimkan. Memprotes Arya karena tidak mencarinya saat Arya telah kembali ke Jakarta. Memprotes Arya karena telah mencuri ciuman pertamanya lalu meminta ia untuk melupakan kejadian itu.
Tak terasa airmata menetes dipipinya. Begitu lift terbuka, Aerin segera melangkah buru-buru ke dalam lift. Ia tidak ingin seorang pun melihat ia menangis. Tapi...
"Are you okay?"
Aerin kaget banget mendengar suara yang tiba-tiba bertanya padanya, lebih kaget lagi setelah ia tau itu suara siapa tanpa perlu berpaling.
Arya yang semula bermaksud balik ke basement karena ia lupa membawa dokumen dari mobilnya, mengurungkan niatnya dan ikut naik lift lagi.
"Kamu masih marah?" Arya bertanya lagi karena Aerin tidak menjawab. Air mata Aerin semakin deras mengalir, gadis cantik itu menangis tanpa suara.
"Aerin..." Arya mendekat, kali ini Aerin berpaling melihatnya.
"Stay away from me!" ucapnya dengan nada lemah.
Rasanya ingin saja Arya memeluk gadis itu, mendekap tubuh langsingnya, membiarkan dia menangis di dada bidangnya.
"We have to talk. Kita bekerja di satu perusahaan, sering bertemu...kita tidak mungkin seperti ini setiap bertemu. Let's talk about what happened that night," nada suara Arya sangat tegas.
Saat lift berhenti di lantai 14, Arya segera memegang erat tangan Aerin agar Aerin tidak keluar. Aerin diam saja, tidak protes.
***
Begitu tiba di lantai 15, Arya menarik Aerin untuk keluar bersamanya dan membawanya ke ruang kerjanya. Hanya ada mereka berdua di lantai 15, Vita tidak masuk hari ini karena ikut mempersiapkan acara dinner ntar malam.
Arya melepaskan pegangan tangannya begitu mereka berada di dalam ruang kerjanya. Ia menuju ke dapur dan menuangkan segelas air buat Aerin.
Aerin yang sudah tidak menangis menatap setiap pergerakan Arya dengan takjub. Moodnya sudah berangsur kembali lagi, melihat Arya membawa segelas air putih untuknya, sungguh membuat ia bahagia.
Arya meraih tangan kanan Aerin dan menggenggamkan gelas yang berisi air hangat. Aerin merasakan tubuhnya ikut menghangat. Ia segera meminumnya dengan tatapan teduh dari Arya.
"Makasih," ucapnya setengah berbisik dengan wajah agak tersipu.
Arya mengangguk sambil tersenyum melihat perubahan ekspresi wajah Aerin yang menjadi lebih ramah. Aerin minum lagi, menghabiskan sisa air di gelas.
Kenapa air putih ini rasanya bisa lezat sekali? Aerin memperhatikan dengan teliti tetes terakhir air di gelas...tidak ada yang aneh! Warnanya bening seperti air putih biasa dan dari brand yang sama dengan air mineral di ruang kerjanya
==========
"Sudah banyak orang yang mencium keningku, I will forgive you for that part. Tapi aku tidak bisa memaafkan kamu karena kamu mencium bibirku, it was the first time for me."
Arya masih bengong.
"Bagiku, ciuman bibir itu maknanya dalam banget dan aku hanya ingin melakukannya with someone I love and love me. Tapi kamu menggagalkannya! Kamu menciumku di saat aku begitu kelelahan dan antara sadar dan tidak."
Tentu saja Aerin sedikit berbohong. Malam itu ia memang sangat kelelahan tapi ia masih sangat sadar saat Arya menciumnya dan sangat sadar saat ia menyambut ciuman Arya.
"I'm really sorry. Itu terjadi secara reflek karena aku sangat senang saat itu makanya aku memeluk dan mencium kening kamu. Maaf, aku..."
Arya menghentikan apa yang ingin ia katakan, bila ia berterusterang bahwa ia mencium bibir Aerin karena malam itu ia tak kuasa menahan gejolak kelelakiannya... Aerin pasti akan mengamuk. Aerin menatapnya dengan penuh selidik.
"Aku juga tidak tau kenapa bisa berlanjut mencium bibir kamu. Tapi kamu membalasnya sebelum tertidur." Arya juga berbohong. Aerin tertawa getir.
"Jadi kamu mencium aku tanpa sadar? Bagaimana mungkin? Seharusnya hanya aku yang tidak sadar because I was really tired!"
Aerin tidak tau harus protes seperti apa lagi. Jawaban Arya membuatnya kehilangan pikiran waras. Ia sadar, tapi ia berbohong. Tapi benarkah Arya tak sadar juga? Atau apakah Arya sadar, tapi berbohong juga?
Arya jadi serba salah melihat Aerin yang kini menatapnya dengan penuh kecurigaan. Gadis pintar itu, pasti mencium kebohongan dalam penjelasannya.
"Aku tidak percaya kamu tidak sadar!" Aerin melihat kekagetan di mata Arya.
Ia melangkah sangat dekat ke posisi Arya berdiri. Sangat dekat bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas berat Arya yang nervous. Arya merasakan dadanya mulai berdebar kencang.
"I want to take it back and I apologize for the girl you love." Aerin menyentuh dada bidang Arya dan seketika ia menyembunyikan kekagetannya saat merasakan debaran kencang dada Arya. Apa ini artinya?
"There is only one way to prove whether you were completely unconscious..."
Aerin menjinjitkan kakinya sedikit, bibirnya mengecup lembut bibir Arya. Ia diam sesaat sebelum melepaskan kecupannya.
Arya yang sangat kaget dengan tindakan tiba-tiba Aerin tadi, tak kuasa menolak. Ia menikmati sentuhan lembut di bibirnya.
Aerin tau ia sudah berhasil menggoda Arya, kali ini ia akan membuat Arya tidak bisa melupakannya.
Aerin kembali menjinjitkan kakinya dan menyerang Arya dengan ciuman yang sebenarnya...penuh gairah, bahkan ia melingkarkan kedua tangannya di leher Arya. Dan... Arya membalasnya. Mereka saling melumat lidah, merasakan gairah yang timbul dari sensasi saat lidah keduanya saling menari erotis.
***
Entah berapa lama mereka berciuman sampai Aerin berusaha melepaskan diri karena kesusahan bernapas. Arya melepaskannya, membiarkan ia bernapas dengan lega sebentar, sebelum mulai menciumnya kembali.
Kali ini lebih dahsyat bahkan Arya memindahkan ciuman ke lehernya, ia jadi panik sendiri. Ia tidak bisa lagi mengontrol Arya, bahkan ia merasakan bagian lelaki Arya yang mengeras.
"It's enough!"
Arya mendengar bisikan lembut Aerin di telinganya. Sebenarnya ia tak sanggup berhenti, kelelakiannya sudah begitu terangsang. Sepanjang umurnya baru kali ini ia mencium seorang gadis sedalam itu.
Arya menghentikan ciumannya, menatap lembut Aerin dengan penuh cinta sambil merapikan rambut ikal Aerin yang agak berantakan. Lalu ia memeluk erat Aerin yang diam membisu.
"I'm sorry," ucapnya sambil melepaskan pelukan. Aerin tersenyum, kali ini ia tidak marah. Ia tau ia telah berhasil membuat Arya susah untuk melupakannya. Wanita dewasa tau saat pria bertekuk lutut dihadapannya.
"Let's forget everything. I have reclaimed my kiss. Kita impas. See you, Pak Arya." Mendengar itu diucapkan Aerin setelah dahsyatnya mereka berciuman, membuat Arya sangat kecewa.
Mungkin itu juga yang dirasakan Aerin saat ia meminta Aerin melupakan ciuman malam itu. Tapi ia mengatakan itu sebagai antisipasi karena ekspresi Aerin terlihat sangat menyesal. Ekspresi Aerin telah membuat harga dirinya sebagai lelaki berada di titik terendah. Bagaimana mungkin, ada gadis yang menyesal berciuman dengannya?
"Aerin..."
Aerin yang sudah sampai di depan pintu, tak lagi berpaling. Ia merasa sudah cukup, ia sudah puas dengan reaksi Arya. Ia tidak akan menganggu Arya karena Arya sudah punya seseorang yang dicintainya. Bukankah tujuan kepulangan Arya ke Jakarta untuk menikahi gadis yang dicintainya? Dan, ia tidak ingin menjadi penghalang diantara keduanya. Amarahnya dengan Arya sudah selesai.
Begitu sosok Aerin menghilang di sebalik pintu, Arya menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan tubuh lemah. Kepalanya juga cukup pusing karena ransangan saat berciuman tadi.
Arya meluruskan tubuhnya dan mencoba untuk sesaat memejamkan matanya, beristirahat. Tapi...wajah dan desahan lembut Aerin saat berciuman tadi terus memenuhi pikirannya. Sadar kalau usahanya untuk istirahat sejenak tak berhasil, Arya segera bangkit, mengambil kotak rokok dari laci meja kerjanya dan menuju ke balkon. Merokok masih menjadi cara efektif untuk menghilangkan kegalauan.
***
Aerin singgah sebentar di rest room lantai 14 sebelum masuk ke ruangannya. Tentu saja ia harus sedikit membersihkan diri karena ciuman tadi. Arya sempat berulang-ulang menjilati lehernya. Aerin tersenyum sendiri sambil menatap sosok begonya di cermin.
Apa yang telah ia lakukan? Di satu sisi, ia sangat puas karena ia tau Arya dalam keadaan sangat sadar saat menciumnya malam itu, tapi Arya berbohong. Tapi disisi lain, berciuman kembali dengan Arya... sebenarnya malah bisa menyiksa dirinya. Walaupun tadi ia sangat menikmati setiap detik keintiman mereka.
Mungkin saja ia akan lebih menderita karena ini, tapi setidaknya ia melakukannya dengan pria yang ia cintai. Pria yang telah membuat ia menunggu tanpa kepastian. Pria yang mungkin akan selamanya tak tergantikan.
Bersambung #18
Begitu sosok Aerin menghilang di sebalik pintu, Arya menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan tubuh lemah. Kepalanya juga cukup pusing karena ransangan saat berciuman tadi.
Arya meluruskan tubuhnya dan mencoba untuk sesaat memejamkan matanya, beristirahat. Tapi...wajah dan desahan lembut Aerin saat berciuman tadi terus memenuhi pikirannya. Sadar kalau usahanya untuk istirahat sejenak tak berhasil, Arya segera bangkit, mengambil kotak rokok dari laci meja kerjanya dan menuju ke balkon. Merokok masih menjadi cara efektif untuk menghilangkan kegalauan.
***
Aerin singgah sebentar di rest room lantai 14 sebelum masuk ke ruangannya. Tentu saja ia harus sedikit membersihkan diri karena ciuman tadi. Arya sempat berulang-ulang menjilati lehernya. Aerin tersenyum sendiri sambil menatap sosok begonya di cermin.
Apa yang telah ia lakukan? Di satu sisi, ia sangat puas karena ia tau Arya dalam keadaan sangat sadar saat menciumnya malam itu, tapi Arya berbohong. Tapi disisi lain, berciuman kembali dengan Arya... sebenarnya malah bisa menyiksa dirinya. Walaupun tadi ia sangat menikmati setiap detik keintiman mereka.
Mungkin saja ia akan lebih menderita karena ini, tapi setidaknya ia melakukannya dengan pria yang ia cintai. Pria yang telah membuat ia menunggu tanpa kepastian. Pria yang mungkin akan selamanya tak tergantikan.
Bersambung #18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel