Cerita Bersambung
"Halo, sorry sudah menunggu lama," sapa Aerin begitu masuk ke ruangannya.
Ramai...kursi meja makan full, kursi sofa full bahkan kursi santai di balkon harus dimasukin ke dalam. Pasukannya tampak kewalahan melayani para manager daerah yang berdiskusi banyak hal. Dari 34 orang yang mewakili setiap propinsi, sepertinya hampir 3/4 dari mereka ada disini. Wow!!!
Sosok Aerin langsung disambut riuh, Aerin tertawa lebar dan mulai menyapa para manager satu per satu dengan sangat ramah, seperti keramahan yang mereka berikan saat ia bertugas ke daerah. Pekerjaannya menjadi sangat dimudahkan dengan support penuh dari mereka.
***Jam makan siang, Aerin mengajak semuanya pindah ke cafetaria yang hari ini libur memasak. Sebagai gantinya, ia sudah menyuruh Mario untuk memesan makanan buat semua staf Global yang masuk kerja di hari ini. Suasana cafetaria jadi riuh banget, suara tawa menggema dimana-mana.
Arya yang mendapat info dari Wiwid kalau Aerin mentraktir makan siang buat semua staf, menuju ke cafetaria. Wajah-wajah bahagia stafnya, membuat ia ikutan bahagia.
Aneka menu hidangan khas Padang tertata rapi di atas meja, dengan pelayan yang memakai seragam restoran berukir nama restoran Padang. Sepertinya Aerin memborong semua menu di restoran itu. Tidak hanya itu, ada pilihan minuman juga mulai dari aneka jus siap saji, air mineral dan teh botol, tak ketinggalan puding mangga dengan potongan daging mangga segar yang sangat menggugah selera.
"Pak Arya," bisik Wiwid di sela-sela menikmati Dendeng Batokok yang lezat banget. Aerin hanya mengangguk, dari tadi ia sudah melihat Arya.
"Pak Arya suka mangga sepertinya, liat...dia udah menghabiskan 2 cup puding dan itu nambah lagi."
Wiwid yang aslinya emang heboh, gak konsen lagi menikmati makanannya. Memperhatikan sang bos yang sedang menikmati puding mangga, lebih menggoda minatnya.
Aerin tersenyum dan melirik sekilas ke Arya yang masih menikmati puding mangga. Itulah kenapa di halaman belakang rumahnya ia menanam banyak sekali pohon mangga dari berbagai varietas.
Itu juga kenapa ia meminta Mario untuk memesan puding mangga terlezat di Jakarta. Rasa cinta walaupun tak berbalas, tak menghentikan seseorang untuk membahagiakan orang yang dicintainya.
***
Sementara di kediaman Arya, persiapan buat dinner hampir beres. Indah dan Nadine beserta yang lainnya sudah bisa bersantai. Farah keluar ke taman dan mencari-cari sebuah sosok. Begitu ia melihat sosok Indah, ia langsung melambaikan tangan. Tentu saja Indah dengan senang hati segera menuju ke Mama Arya.
"Iya, tante."
"Tante butuh bantuan kamu, ayo ke kamar tante sebentar."
Indah suprised banget, ada apa gerangan? Kamar tidur adalah ruang yang sangat privacy, kamu tidak akan membiarkan sembarang orang masuk kesana. Pikiran Indah menerawang jauh.
Kamar tidur Tante Farah begitu megah dan luas. Mereka berhenti di meja hias ala Victoria. Diatas meja tertata banyak kotak-kotak perhiasan yang semuanya berisi gelang. Tentu saja semuanya begitu menggoda. Indah jadi nervous.
"Tante pengen menghadiahkan sebuah gelang buat seseorang, tapi tante bingung memilih yang mana. Semua gelang ini model lama, tante khawatir dia tidak suka. Menurut kamu, bagusnya yang mana?" Indah menyembunyikan kekecewaannya.
"Orang itu seperti apa, tante?"
"Dia berumur sekitar 25 tahun lebih, sangat stylist, suka yang simple tapi bernilai tinggi," jawab Farah sambil membayangkan sebuah sosok yang baru pertama kali dijumpainya.
Indah tau Tante Farah pasti sangat menyukai sosok itu, wajahnya berbinar-binar saat menjelaskan seperti apa sosok itu.
Walaupun merasa cemburu, walaupun bukan seperti yang sempat ia bayangkan, Indah tetap fokus memperhatikan satu per satu gelang yang memang semuanya cantik dan klasik.
"Yang ini, tante. Modelnya lebih simple dari yang lain tapi aku yakin ini harganya pasti yang termahal." Farah tertawa.
Pilihan Indah jatuh kepada gelang berhias berlian putih yang kedua ujungnya berbentuk hati. Gelang hadiah dari Arya saat menyelesaikan proyek arsiteknya yang pertama.
"Good choice. Oke, tante akan hadiahkan yang ini. Tapi sebentar, bagaimana dengan yang ini...?"
Farah mengeluarkan sebuah kotak perhiasan yang lebih besar dari dalam laci. Indah terkagum-kagum saat melihat isi kotak perhiasan tersebut. 1 set perhiasan berlian berwarna pink pucat yang terdiri dari kalung, anting, cincin yang sangat menggoda, dan gelang rantai. Cantik dan mewah sekali.
"Cantikan yang ini, tante. Tapi aku rasa, kalau buat hadiah.. gelang yang tadi lebih cocok, lebih simple. Yang ini sangat cantik dan sangat wah, lebih cocok buat hadiah perkawinan." Farah tersenyum lebar.
"Iya, kamu benar. Ini memang dibeli Arya untuk meminang seseorang."
Indah merasakan dadanya berdebar kencang. Arya bahkan sudah mempersiapkan perhiasan untuk meminang seseorang. Apakah yang dimaksud Arya dengan urusan pribadi yang harus dia selesaikan adalah meminang kekasihnya?
Dada Indah terasa sangat nyeri menyadari kemungkinan itu. Ia terlibat aktif dalam persiapan acara ini, salah satu tujuannya adalah untuk bisa lebih sering bersama Arya. Bahkan ia menolak banyak kontrak kerja demi Arya.
Indah memang belum berterusterang kepada Arya kalau ia menyukainya dan ingin memiliki hubungan khusus dengannya. Selama ini ia merasa, ada jarak yang sengaja dijaga Arya. Cara Arya memperlakukan Nadine, lebih tulus dan dekat daripada cara Arya memperlakukannya. Karena itu, Indah belum punya keberanian untuk berterusterang.
==========
🎵I'm a big big girl
In a big big world
It's not a big big thing if you leave me
But I do do feel
That I do do will
Miss you much
Miss you much🎵
Aerin yang sedang beres-beres hendak pulang, melihat ke layar Hpnya. Ada nama Arya disana. Ia membiarkan saja. Hpnya berhenti berdering.
🎵I'm a big big girl, in a...🎵 Hpnya berdering lagi seiring dengan terbukanya pintu masuk ruangan kerjanya. Arya berdiri disana sambil menatapnya.
"Pak Arya, ada yang bisa aku bantu?" Tanyanya dengan formal sekali.
Arya mengangguk, ia tau Aerin sengaja menjaga jarak setelah apa yang terjadi diantara mereka. Sepertinya Aerin memang benar-benar siap melupakan semua yang terjadi. Sikapnya sangat biasa.
"Makasih untuk lunch tadi. Let me pay all expenses."
Arya mengambil dompetnya, mengeluarkan black card dan menaruh diatas meja kerja Aerin.
"Passwordnya..."
"Pak Arya, it's okay. All settled," potong Aerin cepat. Ia mengambil black card bertuliskan American Express itu dan menyerahkannya kembali ke Arya.
"Are you sure? Kamu tidak boleh berkorban terlalu banyak. Hari ini kamu traktir lunch, trus sebelumnya kamu juga tidak mau dibayar untuk jerih payah kamu menyelamatkan Global Bank. Aerin, business is business. Kamu harus mengambil apa yang menjadi hak kamu."
Aerin berpikir sesaat sebelum menjawab. Ia tidak mau, ada pertengkaran lagi.
"I have a lot of money that I myself do not know how to spend it. Jadi membayar lunch tadi, it was nothing for me. Business is business, you are exactly right. But I work here not for money. Is it clear? Can we not discuss this again?"
Arya akhirnya mengangguk. Ia bisa melihat ketulusan di wajah Aerin.
"Alright then, sampai jumpa di dinner nanti. Are you coming?"
"Apa ada alasan untuk tidak datang?" Aerin balas bertanya dengan senyum sedikit menggoda.
Arya tersenyum sendiri menyadari pertanyaannya.
"See you there."
Aerin mengangguk. Ia menatap sosok Arya yang menghilang di sebalik pintu.
Nah, damai begini lebih nyaman. Tidak perlu lagi ada amarah. Mungkin ia memang agak kekanak-kanakan bila itu berhubungan dengan Arya. Mungkin ia ingin Arya memperlakukannya dengan istimewa, padahal Arya sama sekali tidak tau siapa ia.
***
Arya menyetir dengan senyum senang dan perasaan sangat lega. Setelah banyak hal terjadi, bisa berbincang dengan Aerin dalam suasana damai, adalah sebuah anugerah.
Selama ini ia sangat sadar kalau Aerin sering marah-marah tak jelas. Banyak hal yang sebenarnya biasa terjadi di lingkungan kerja, tapi Aerin sering mendramatisir keadaan menjadi sangat rumit yang berujung pada pertengkaran.
Dan itu sebenarnya membuat ia bingung. Membuat ia harus berhati-hati sekali dalam berbicara. Harus sangat sabar dan disaat yang sama juga harus tegas. Entahlah, bila itu orang lain, apakah ia bisa tetap bersabar menghadapinya?
Sri Naik ke lantai 2 kamar Aerin sambil membawa buket bunga mawar merah dan pink yang dikemas dengan wrapping hitam sesuai dengan pesanan Aerin. Aerin yang sedang memilih dress buat dipakai ke acara dinner, tersenyum lebar dengan wajah puas.
"Cakeep banget, Mbak Sri. Thanks ya, sorry udah aku repotin," puji Aerin sambil mencium harumnya kuntum mawar yang ditanam Mbak Sri di taman belakang.
"Repot apanya non...? Tuan rumah cuma 1 orang, ART 3 orang." Keduanya tertawa.
"Non, Pak Rahmat bilang kemarin malam Den Arya ke pos satpam tanyain apa Non Irin ada di rumah. Dia liat ada bayangan dari kamar non." Aerin tertawa geli.
"Ya, itu...makanya aku minta Mbak Sri buat ganti gorden ke warna yang gelap. Mana gordennya?" Tagih Aerin dengan mimik wajah lucu.
"Bentar lagi dipasang. Non ke sebelah dulu, ntar gitu pulang...udah beres semuanya."
"Okeeh... Eh, Mbak Sri gak ke sebelah?"
"Dari pagi sampe pukul 4 sore tadi, kami disana semua. Makanya gorden telat dikit. Bu Farah juga udah kirim makanan kesini."
"Oh okee."
Aerin mengintip sejenak dari jendela kamarnya, halaman rumah Arya sudah dipenuhi banyak orang. Suara tawa bahagia dan candaan terdengar sampai ke kamarnya. Aerin mengambil kotak kecil berbungkus kertas kado merah dan buket mawar, sebelum keluar dari kamarnya.
Sebenarnya jalan tercepat menuju rumah Arya adalah melalui pintu taman samping, penghubung antara kedua rumah. Tapi ada banyak orang yang dikenalnya yang sedang menikmati dinner di taman terbuka, yang tentu aja akan menimbulkan banyak pertanyaan bila melihat ia muncul dari pintu samping.
***
Pak Rahmat berdecak kagum melihat sosok Aerin yang keluar dari pintu depan. Aerin ikutan tersenyum melihat kepolosan wajah Pak Rahmat.
"Udah makan malam, Pak?" Tanya Aerin, setelah Pak Rahmat menekam tombol otomatis untuk membuka pintu gerbang.
"Sudah, non. Mau saya temani jalan ke rumah Den Arya?"
Parkiran mobil undangan yang datang ke rumah sebelah, bahkan sudah memenuhi jalan depan rumah Aerin.
"Nggak usah, pak. Kalau bapak antar, ntar aku ketahuan dong." Keduanya tertawa.
"Baik, non." Pak Rahmat tidak beranjak dari depan gerbang, menunggu sampai Aerin tiba di gerbang rumah sebelah yang berjarak sekitar 300 meter.
***
Aerin merasakan dadanya berdebar-debar saat memasuki gerbang rumah Arya. Ini kali pertama ia berada di dalam kediaman Arya setelah 17 tahun berlalu.
Terakhir ia kemari sebelum ke Surabaya setelah menamatkan SD di Jakarta. Dulu sekali, walaupun Arya sudah tidak tinggal disini, Aerin yang patah hati... tetap bermain di taman rumah Arya untuk sekedar mengobati kerinduannya kepada Arya.
"Aerin...Oh, my girl. You are so gorgeous tonight," sapa Vita dengan suara lumayan keras yang membuat para undangan melihat kearah keduanya yang berpelukan.
Wiwid dan Andy yang melihat keduanya, langsung menghampiri, diikuti oleh beberapa orang yang lain.
Aerin jadi malu sendiri, penyambutan kehadirannya sudah seperti menyambut tamu kehormatan.
"Udah, udah. ayo pada lanjutin dinnernya. Apaan sih?" Protes Aerin yang membuat semua tertawa. Pipi Aerin tampak sedikit memerah. Dress Chloe printed flou berwarna hitam yang dikenakannya sangat indah, didukung dengan Vara Pumps Merah dengan inisial huruf A dari Ferragamo.
***
Nadine yang sedang santai bersama teman-temannya termasuk Arya, ikut memperhatikan sosok Aerin yang masih dikerumuni oleh staf Global. Dari ekspresi wajah Aerin, tampak sekali gadis itu sangat tidak nyaman mendapat banyak perhatian.
"Wow...busyet daaah! Itu dressnya brand Chloe, shoesnya Ferragamo. Amazing!" Nadine geleng-geleng kepala.
Indah yang dari tadi juga memperhatikan Aerin, ikutan tersenyum walaupun agak kecut. Melihat sosok itu, masih membuat ia tidak nyaman. Selain karena pesonanya yang luar biasa, sosok itu juga tak ramah menatapnya. Tidak seperti staf Global lainnya.
"Joko kan tajir, ntar lu suruh beliin sama dia."
Victor menggoda Nadine. Joko adalah tunangan Nadine yang juga pengusaha. Nadine memonyongkan bibirnya.
"Beli itu, bisa-bisa aku gak jadi kawin. Habis modal, nasib dah!" Semua tertawa.
***
Mereka memperhatikan Aerin yang meninggalkan kerumunan teman-temannya dan menuju ke Tante Farah yang juga sedang tersenyum menanti sosoknya mendekat.
"Apa kabar, bu?"
"Baik. Call me, Tante." Aerin tersenyum lebar. Matanya tampak berkaca-kaca. Keduanya berpelukan.
"Tante Farah, happy wedding anniversary. Ini buat tante."
Farah suprised banget, selain buket bunga... ternyata Aerin juga memberinya kado mungil.
"Makasih. Ayo masuk ke dalam, tante juga punya sesuatu buat kamu."
Farah tertawa kecil melihat mata Aerin yang berbinar-binar, ia seperti merasa dejavu. Dulu sekali, Irin kecil akan berekspresi seperti itu setiap ia memberikannya hadiah.
Keduanya memasuki ruang depan rumah Arya. Aerin menunggu di ruang keluarga. Tatapannya terpaku pada photo keluarga di dinding ruangan. Photo Tante Farah, Om Ferdinand dan Arya remaja yang masih bertubuh gemuk. Sepertinya Tante Farah belum sempat mengganti dengan photo baru.
Aerin melangkah ke sudut lain ruangan, photo-photo dalam frame kecil, seperti dulu masih tergantung rapi disana. Dan, tentu saja ada banyak photo kecilnya bersama Arya. Aerin memperhatikan satu-persatu photo-photo itu dengan perasaan campur aduk. Antara senang karena Tante Farah masih menggantungnya, dan sedih karena cintanya pada Arya tak kesampaian.
Bersambung #19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel