Cerita Bersambung
Arya berdehem, melihat Aerin yang sangat serius melihat photo-photo kecilnya. Gadis itu pasti suprised melihat sosoknya yang overweight saat kecil.
"Hm..."
Arya berdehem lagi karena Aerin tidak mendengar. Aerin yang kaget langsung berbalik, dan ia lebih kaget lagi. Perlu waktu sekian detik sebelum ia bisa mengucapkan sesuatu.
"Pak Arya..." Arya tersenyum.
"Arya, kamu ngangetin tamu. Aerin, come here."
Rupanya Tante Farah juga sudah lama kembali ke ruang keluarga dan melihat Arya yang berdehem-dehem. Arya tertawa. Aerin tersenyum sambil menuju ke sofa.
"Ini buat kamu."
Mata Aerin mendelik.
"Tante kasih aku hadiah juga?" Farah tersenyum sambil mengangguk.
Dari kotak kecil yang diberikan oleh mamanya ke Aerin, Arya tau pasti mamanya sudah menyiapkan kado itu sebelumnya. Dan Aerin memanggil mamanya dengan sebutan 'tante.' Pantas saja keduanya terlihat sangat akrab.
"Ayo kita buka hadiahnya."
Farah tak sabar membuka kado mungil dari Aerin. Aerin senyum-senyum sendiri melihat tingkah Tante Farah. Masih seperti dulu.
"Wow...cantik sekali."
Arya melihat ke kalung berwarna gold dengan hiasan liontin bulat bermata berlian kecil. Tentu saja cantik sekali. Mamanya tampak sangat bahagia.
"Ini amulettede Cartier kan?" Tanya Tante Farah, masih sukar untuk percaya. Aerin mengangguk.
"Tante suka?" Tante Farah mengangguk cepat.
"Sure, liontin impian yang belum sempat kebeli." Keduanya tertawa.
"Ayo buka hadiah dari tante." Aerin melirik ke Arya, ia agak segan.
"Iya, tante."
Aerin membuka hadiahnya. Seketika ia menutup mulutnya supaya tidak menjerit kesenangan. Gelang berhias berlian putih dengan kedua ujungnya berbentuk hati...sangat indah.
"Tante, makasih. Ini cantik sekali."
Arya yang melihat gelang yang dipegang Aerin, langsung melihat ke mamanya dengan pandangan sedikit protes.
Bagaimana mungkin mamanya menghadiahkan gelang pemberiannya kepada orang lain? Gelang yang dibelinya dari hasil proyek pertama arsiteknya. Farah tersenyum tak mengubris pandangan Arya.
"Sini tante pakaiin."
"Makasih, tante."
Arya menatap keduanya dengan pandangan penuh cinta. Seandainya Aerin adalah Irin, semua akan menjadi begitu sempurna.
Arya menarik napas panjang, meninggalkan keduanya yang masih saling mengagumi hadiah masing-masing. Ia melewati sudut tempat photo-photo masa kecilnya yang berjajar rapi, melihat sekilas ke sosok Irin kecil dengan pandangan putus asa.
Dimana lagi ia harus mencari? Sepertinya jalan satu-satunya adalah datang ke Surabaya untuk bertemu langsung dengan Pak Bramantio. Ia sudah meminta temannya mencari data tentang 'Aerin Saraswati', nama yang diberitahukan Mbak Sri, tapi masih buntu juga.
***
Suasana makan malam benar-benar sangat menyenangkan. Ini beneran makan malam untuk mengakrabkan diri dengan owner FF Group. Makanan yang disajikanpun begitu lezat, semuanya merasa sangat tersanjung.
Vita, Wiwid dan Aerin duduk bertiga menikmati banyak makanan. Mereka mengambil semua makanan yang disediakan dan mencobanya.
"Aku hampir full, udah gak kuat." Vita dan Wiwid tertawa ngakak. “Tapi ini dimsumnya enaaak banget loh, coba sebiji aja."
Wiwid mengambil sebuah dimsum dengan sumpitnya dan menyodorkan ke mulut Aerin. Aerin langsung menggeleng, tapi Wiwid gak menyerah.
"Alright, only 1 piece okay?"
Aerin membuka mulutnya dan mengunyah dengan pelan. Matanya terbelalak begitu lidahnya merasakan sensasi pedas yang luar biasa. Secara reflek Aerin memuntahkan semua makanan yang ada di dalam mulutnya.
"Wiwid! Are you crazy?" Protesnya dengan suara cukup keras.
Mata Aerin sampai berair, bibirnya jadi merah. Wiwid dan Vita tertawa geli melihat wajah cantik Aerin yang ikutan merona merah, semakin menggemaskan. Udah lama sekali mereka tidak mengerjai Aerin yang emang gak kuat dengan makanan pedas.
Wiwid segera bangkit mengambil jus jeruk dan mengisinya dengan banyak es kristal, lalu memberikan kepada Aerin yang langsung menghabiskan semuanya. Bahkan Aerin sampai mengunyah es karena masih kepedasan.
***
Teman-teman Arya yang melihat insiden kepedasan itu, pada tertawa geli.
"Liat? Bahkan saat dia menderita kepedasanpun, wajahnya begitu menarik. Oh, man...gak kuat gue."
Victor menarik napas panjang dengan dua tangan menompang dagu dan pandangan lurus memperhatikan Aerin yang masih mengomel-ngomel sebel ke kedua temannya.
Arya menahan senyumnya, ia tak tega untuk tertawa seperti yang lainnya. Walaupun wajah Aerin sangat mengemaskan di saat kepedasan tapi Arya tau, Aerin pasti sangat menderita.
Walaupun dia mengomel-ngomel, tapi cara dia memandang Vita dan Wiwid tetap dengan penuh cinta. Bahkan dia menyuruh keduanya mengambil kipas tukang sate untuk mengipas bibirnya. Yang melihat masih tak bisa menahan tawa.
Farah muncul dari dalam rumah membawa secangkir susu. Pemandangan itu tentu saja membuat suprised semua yang hadir. Aerin tersenyum lebar.
"Makasih, tante," ucapnya sambil meminum susu. Farah mengangguk.
"Agak mendingan?"
Aerin terdiam sesaat. Dulu sekali, Arya pernah mengerjainya dengan memasukkan cabe ke dalam risol dan ia sampai menangis histeris karena kepedasan. Dan Tante Farah datang, membawakannya segelas susu.
"Iya, pedasnya berkurang. Makasih, tante."
"Oke, tante tinggal dulu ya."
Aerin menggulung lengan panjang dressnya karena berkeringat. Kilauan berlian dari gelang yang dihadiahkan Tante Farah yang tadi tertutupi lengan dressnya, menarik perhatian Indah yang cukup merasakan sesak di dada setelah menyadari bahwa gadis yang dimaksud Tante Farah adalah Aerin.
***
"Wah...calon mantu idaman," goda Baldi setelah melihat kedekatan Aerin dan Mama Arya. Arya tersenyum lebar.
"Iya, gue ngerasa gitu juga. Ah, mama lu tau aja mana bibit bagus," sambung Imam yang membuat mereka tertawa.
Indah berusaha tersenyum sambil dengan serius memperhatikan wajah Arya yang sedikit grogi.
"Paas banget, aku dukung kamu teman."
Nadine menepuk-nepuk pundak Arya yang membuat lainnya tertawa. Arya geleng-geleng kepala
"Kalian ini kurang kerjaan. Impossible!"
"Hei...setia sih boleh aja, tapi lu mau setia bagaimana? Jumpa anak kecil itu aja, juga belum."
Semua tertawa lagi kecuali Indah yang bengong, tidak mengerti.
"Anak kecil siapa?" Tanya Indah penasaran. Semua tersenyum.
"Lu ingat anak kecil yang dulu suka ngekor kemanapun Arya pergi?" Tanya Sandy yang membuat Indah berpikir sesaat.
"Anak kecil yang suka nangis itu? Yang sering sebel liat aku?"
Semua tertawa. Tentu saja Indah menjadi musuh anak kecil itu, dulu. Arya nyengir mengingat wajah sebel Irin setiap melihat Indah yang dulu disukainya.
"Iya, Irin...tetangga sebelah, anaknya Pak Bramantio," sambung Nadine.
"So..." Indah masih belum mengerti.
"Aku balik ke Jakarta dengan tujuan utama untuk mencari dia," jawab Arya cepat dengan mata menatap Indah yang tampak kaget dan langsung terdiam.
Arya tau Indah menyukainya, sikap Indah selama ini membuat Arya menjaga jarak. Ini bukan tentang dendam di masa lalu karena Indah menolak cinta pertamanya. Ini hanya karena hatinya yang berubah.
Indah berusaha menguasai dirinya, ia tidak mau Arya dan teman-temannya melihat wajah kecewanya. Pernyataan Arya sudah sangat jelas, walaupun kecewa...
Indah tau posisinya dimana. Apakah seperangkat perhiasan yang ia liat tadi adalah untuk meminang Irin?
==========
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, sebagian sudah pulang dan ada sebagian lagi yang masih asyik mengobrol, menikmati kebersamaan dalam suasana berbeda.
Termasuk pasukan Aerin yang duduk lesehan diatas rumput taman yang beralaskan tikar. Aerin ikut bergabung bersama mereka. Tuan rumah bahkan sampai memesan kopi untuk menghangatkan suasana.
Aerin sebenarnya sudah mengantuk berat, tapi ia juga tidak ingin melewatkan saat-saat santai seperti ini bersama orang-orang yang selalu bersamanya. Udara malam yang mulai dingin, membuat Aerin memeluk erat kedua lengannya. Dress yang ia kenakan bahan silknya agak tipis, tidak kuat menahan hembusan angin malam.
"Aerin."
Semua melihat ke sosok Arya yang melangkah mendekati Aerin.
"Iya, Pak Arya."
Aerin melihat ke mantel bulu berwarna abu-abu muda yang dipegang Arya.
"Ini! Mama suruh kamu pakai ini."
Semua yang mendengar ucapan Arya, berusaha menahan senyum. Aerin tampak tertegun.
"Oh...Thanks."
Dada Aerin berdebar kencang, ia bermaksud untuk bangkit, tapi Arya sudah melangkah ke dekatnya dan memakaikan mantel ke bahunya. Suara suitan menggoda terdengar dari sekitar mereka apalagi wajah putih Aerin tampak sedikit merona.
"Thanks," ucap Aerin sambil menatap Arya yang mengangguk dengan senyum tertahan.
***
Arya tersenyum lebar begitu tiba di meja tempat teman-temannya masih berkumpul. Wajahnya terlihat bahagia banget seolah telah menyelesaikan satu tugas berat.
"Mama suruh kamu pakai ini... I love you, man," ucap Sandy yang meninju lembut bahu Arya. Arya tertawa.
"Beneran, mamaku yang suruh." Arya membela diri.
"Romantic banget, aku rasa dia tergoda. Liat, dia masih senyum-senyum.
Semua melirik Aerin yang masih terus digoda oleh pasukannya.
Indah ikutan tersenyum, walaupun ada perih di dadanya. Benar, adegan tadi memang terlihat sangat romantis. Tatapan Arya kepada Aerin sudah cukup jelas kalau ada ketertarikan yang sangat dalam. Lantas, bagaimana dengan Irin? Kalau Arya tertarik kepada Aerin, kenapa dia masih mencari Irin?
***
Arya melepas satu-persatu stafnya yang hendak pulang. Sudah pukul 12 malam. Ia menjabat erat dan tak berhenti mengucapkan terimakasih atas kehadiran mereka.
Aerin berdiri memperhatikan pasukannya yang tampak sangat happy berjabat tangan dengan CEO. Teman-teman Arya juga ikut berdiri di dekatnya.
"Hai, kamu bawa kenderaan?" Tanya Sandy, mencoba peruntungan.
Mendengar pertanyaan Sandy, serentak membuat teman-temannya menahan senyum.
"Kenapa, mau antar aku?"
Sandy gelagapan sendiri karena Aerin tanpa basa basi balik bertanya. Suara tawa meledekpun terdengar yang membuat wajah Sandy memerah.
"Makasih, aku bawa kenderaan!" Jawab Aerin tegas sambil mengerdipkan sebelah matanya yang membuat jantung Sandy hampir copot.
Indah menepuk-nepuk bahu Sandy memberi kekuatan, walaupun ia juga tak bisa menahan tawa.
Aerin mengulurkan tangannya kearah Sandy yang langsung menyambutnya.
"Makasih, Mas. Makasih sudah mempersiapkan acara dinner ini dengan sangat sempurna."
"Makasih, Mbak Indah."
Indah menyambut uluran tangan gadis yang sebelumnya ia anggap sombong karena sangat cuek saat mereka bertemu di Global. Siapa sangka, gadis itu bahkan mengingat namanya.
"You're welcome," jawabnya dengan senang hati.
"Mbak Nadine, makasih. I love your design, aku bahkan punya beberapa dress etnik rancangan mbak."
Nadine sampai membuka mulutnya sangking suprisednya.
"Waah, you're welcome dear. Kamu bisa ingat namaku?" Tanya Nadine karena ia mendengar kalau Aerin punya kelemahan dalam mengingat wajah orang yang baru dikenalnya. Sedangkan mereka hanya pernah berjumpa dan baru saat ini saling berbicara.
Aerin tertawa lebar. Rupanya berita cepat menyebar tentang kelemahannya dalam mengingat wajah orang yang baru dikenalnya.
"Kelemahanku itu, sangat spesifik. Aku hanya lupa wajah pria yang baru aku kenal, khusus pria saja. Tapi otakku berfungsi dengan baik, bila itu wanita. Aku bisa mengingat nama dan wajah mereka, walaupun hanya pernah melihat mereka di gambar.”
"Wajah Mbak Nadine pernah aku liat di storenya mbak, trus kita pernah berjumpa beberapa kali...tapi aku ingat."
"Mengapa harus pria?" Tanya Arya yang cukup penasaran. Memang sudah lama ia ingin tau tapi belum ada saat yang pas untuk bertanya.
Aerin terdiam sesaat.
"Well, it's a long story," jawab Aerin dengan senyum tertahan.
How stupid! Pertanyaan seperti itu malah muncul dari pria yang telah membuatnya tak bisa mengingat wajah pria lain. Haruskah ia tertawa atau menangis?
"Okay, thanks untuk malam ini. Aku pamit dulu ya. Pak Arya, salam buat tante dan om. Senin aku kembaliin mantelnya." Arya mengangguk.
"Safe drive, my dear," ucap Nadine sambil melambaikan tangannya.
"Thanks, mbak. See you ya." Aerin meninggalkan mereka. Semuanya belum beranjak sampai sosok Aerin menghilang di sebalik pagar.
***
Suara alarm dari HP membangunkan Aerin dari tidur tak nyenyaknya. Makan terlalu banyak di acara dinner tadi malam, membuat ia susah tidur. Aerin menguap lebar dan melihat ke Hpnya. Ada note yang muncul disana 'kunjungan ke makam Rama dan Emir'. Aerin menarik napas berat, setiap tahunnya dia memang harus kesana.
Tak lama, Mas Anton dan Mas Hendra... dua bodyguardnya muncul di rumah. Hari ini mereka akan menemaninya ke Bandung. Tahun ini Aerin memutuskan untuk ditemani mereka, menghindari kejadian dramatis seperti tahun-tahun sebelumnya saat ia berada di makam.
Perjalanan ke Bandung lumayan padat dan lama. Aerin membeli 2 buket bunga sebelum mereka tiba di pemakaman keluarga yang tak terlalu luas, di tengah hujan rintik-rintik pagi itu. Suasana begitu sepi, masih terlalu pagi untuk berkunjung.
Kedua makam yang letaknya berdampingan itu tampak bersih, seperti tahun-tahun yang lalu. Aerin meletakkan buket di masing-masing makam, sebelum diam terpaku menatap pusara yang bertuliskan 'Rama Saputra' dan 'Emir Rinaldi.'
Mereka adalah bagian kelam dari perjalanan hidupnya, yang ia tak bisa hindari. Peristiwa tragis yang menimpa mereka, membuat ia untuk pertama kalinya menyesali fisiknya yang terlalu menarik. Tak terasa air mata Aerin menetes, kejadian 14 tahun yang lalu saat ia baru duduk di bangku kelas 1 SMA di Surabaya, kembali terlintas.
Di sekolah terdengar kabar duka meninggalnya dua orang siswa kelas tiga karena bertabrakan saat balapan motor. Saat itu balapan motor antar pelajar SMA memang sedang marak-maraknya dan membuat banyak pihak prihatin. Tak sedikit yang meninggal karena kecelakaan.
Hal yang biasa, seharusnya. Setiap balapan motor pasti beresiko pada kecelakaan yang bisa membuat nyawa melayang. Tapi kecelakaan tersebut menjadi hal yang luar biasa setelah pihak keluarga akhirnya tau bahwa keduanya yang ternyata masih saudara sepupuan itu, melakukan balap motor karena memperebutkan seorang siswi kelas 1 yang bernama Aerin Alessandra.
Bersambung #20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel