Dan malam pun tiba. Aerin menunggu di kamar dekat ballroom, menunggu Mas Ricky memanggil namanya. Hm...seperti di drama-drama saja. Dari dalam, Aerin mendengar banyak sekali suara orang-orang yang saling menyapa.
"Assalammualaikum, selamat malam semuanya. Terimakasih sudah berkenan hadir di acara khusus keluarga kami malam ini." Terdengar suara Mas Ricky membuka acara.
"Malam ini, kami mengundang saudara dan rekan-rekan sekalian untuk memperkenalkan adik perempuan kami. Adik kandung saya dan Chandra, yang berbeda ibu," terang Ricky tanpa ada rasa kikuk.
"Mama kedua kami sudah meninggal saat adik perempuan kami berumur 5 tahun, dan itu sudah 24 tahun yang lalu."Ricky sengaja berhenti bicara sebentar, ia menatap mama yang berdiri di samping papa dengan tangan saling menggenggam. Wajah mama tersenyum, tak ada lagi luka yang sangat lama dipendamnya bila ada yang menyinggung almarhumah Saras, mami Aerin.
Aerin tak kuasa menahan tangisnya saat Mas Ricky menyebut 'mama kedua kami.' Tak ada rasa sungkan apalagi marah. Pada akhirnya, almarhumah maminya juga ikut diterima di dalam keluarga ini.
"Adik kami banyak menghabiskan masanya di Jakarta, SMA di London, kuliah di Massachusetts USA dan sekarang bekerja di Jakarta. Makanya tidak beredar di Surabaya," canda Ricky yang membuat para undangan ikutan tertawa.
"So, please welcome adik kami... Aerin Alessandra Bramantio."
Sorot lampu beralih ke kamar tempat Aerin menunggu. Aerin menyeka air mata di pipinya dan beranjak keluar. Ia tersenyum menampakkan gigi putihnya yang tersusun rapi. Aerin sedikit membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada para undangan.
Ruangan terasa sangat sepi, semua mata menatap suprised melihat sosok indahnya.
Ricky, Chandra, papa dan mama saling menatap, lalu tertawa kecil.
Sudah bisa ditebak akan seperti apa reaksi para undangan. Sosok Aerin yang memakai gaun malam silver off shoulder bak putri raja. Sikapnya terlihat sangat santun dengan body language sewajarnya bikin para undangan terpesona.
"Assalammualaikum, selamat malam," sapa Aerin yang berdiri di samping Ricky.
Nada suaranya agak bergetar, ada rasa nervous melihat banyak sekali mata yang terpana menatapnya.
"Aerin besok ulang tahun, jadi acara ini sekalian buat merayakan ulang tahun Aerin yang ke 29 tahun. Masih single, yang masih lajang... boleh mendekat," canda Ricky yang membuat banyak lajang tersenyum bahagia. Itu info yang ditunggu-tunggu dari tadi.
"Aerin besok ulang tahun, jadi acara ini sekalian buat merayakan ulang tahun Aerin yang ke 29 tahun. Masih single, yang masih lajang... boleh mendekat," canda Ricky yang membuat banyak lajang tersenyum bahagia. Itu info yang ditunggu-tunggu dari tadi.
Aerin menutup mata dengan sebelah tangannya. Ampun dah Mas Ricky, kenapa bisa seterus terang itu? Wajah Aerin sedikit merona karena malu.
Mengumumkan status lajang di usia yang ke 29 tahun di depan banyak orang, sungguh terlalu. Ricky mengerdipkan sebelah matanya menatap Aerin. Aerin membalas dengan tatapan protes.
"Okay, silahkan menikmati hidangan. Sekali lagi terimakasih banyak sudah berkenan hadir di kediaman kami."
Ada banyak menu makanan yang dihidangkan, suasana hening berubah menjadi penuh tawa dan candaan sana-sini.
Acaranya persis seperti acara kawinan dan Aerin adalah pengantinnya. Tak terhitung berapa banyak undangan yang harus ia sapa dan membalas sapaan, belum lagi melayani pembicaraan yang bisa berujung kemana-mana.
Menjadi bagian resmi dari anggota Keluarga Bramantio, menyandang tanggungjawab yang besar. Seperti Mas Chandra, Mas Ricky beserta istri dan anak-anak mereka yang sangat menjaga perilaku di depan publik.
Aerin juga harus lebih siap untuk mulai terekspos ke publik tentang dirinya. Akan banyak acara-acara penting yang mengharuskan ia untuk hadir, yang selama ini sangat ia hindari untuk menghindar gosip tentang mami.
Aerin menarik napas lega, sekarang bila ada yang bertanya namanya...ia akan sangat bangga untuk menyebut 'Aerin Alessandra Bramantio' bukan 'Aerin Alessandra' saja seperti yang selalu ia sebutkan. Ia sedapat mungkin menyembunyikan nama Bramantio. Bahkan di data staf Global, ia hanya menulis nama akhir papa dari 'Subroto' menjadi 'Broto' saja.
Mas Chandra menghampiri Aeirin.
“Irin, ini kenalin...Direktur Perencanaan di BraDia. Aku kesana dulu ya." Aerin menatap pria yang berdiri di samping Mas Chandra yang tersenyum kepadanya.
"Aerin."
"Bian." Keduanya saling berjabatan tangan.
"Mas Bian sudah lama di BraDia?" Tanya Aerin berbasa-basi supaya terlihat sopan.
Mengumumkan status lajang di usia yang ke 29 tahun di depan banyak orang, sungguh terlalu. Ricky mengerdipkan sebelah matanya menatap Aerin. Aerin membalas dengan tatapan protes.
"Okay, silahkan menikmati hidangan. Sekali lagi terimakasih banyak sudah berkenan hadir di kediaman kami."
Ada banyak menu makanan yang dihidangkan, suasana hening berubah menjadi penuh tawa dan candaan sana-sini.
Acaranya persis seperti acara kawinan dan Aerin adalah pengantinnya. Tak terhitung berapa banyak undangan yang harus ia sapa dan membalas sapaan, belum lagi melayani pembicaraan yang bisa berujung kemana-mana.
Menjadi bagian resmi dari anggota Keluarga Bramantio, menyandang tanggungjawab yang besar. Seperti Mas Chandra, Mas Ricky beserta istri dan anak-anak mereka yang sangat menjaga perilaku di depan publik.
Aerin juga harus lebih siap untuk mulai terekspos ke publik tentang dirinya. Akan banyak acara-acara penting yang mengharuskan ia untuk hadir, yang selama ini sangat ia hindari untuk menghindar gosip tentang mami.
Aerin menarik napas lega, sekarang bila ada yang bertanya namanya...ia akan sangat bangga untuk menyebut 'Aerin Alessandra Bramantio' bukan 'Aerin Alessandra' saja seperti yang selalu ia sebutkan. Ia sedapat mungkin menyembunyikan nama Bramantio. Bahkan di data staf Global, ia hanya menulis nama akhir papa dari 'Subroto' menjadi 'Broto' saja.
Mas Chandra menghampiri Aeirin.
“Irin, ini kenalin...Direktur Perencanaan di BraDia. Aku kesana dulu ya." Aerin menatap pria yang berdiri di samping Mas Chandra yang tersenyum kepadanya.
"Aerin."
"Bian." Keduanya saling berjabatan tangan.
"Mas Bian sudah lama di BraDia?" Tanya Aerin berbasa-basi supaya terlihat sopan.
Ntah sudah berapa pria yang dikenalkan kepadanya malam ini, ia hampir kehabisan topik pertanyaan.
"Hampir 10 tahun," jawab Bian sambil mengambil segelas cocktail dari tangan waiter dan menyodorkan ke Aerin.
"Thanks. Wow...sudah lama sekali."
"Kamu tidak berencana bergabung di BraDia?"
Aerin tertawa kecil, Bian yang berkacamata minus menatapnya dengan agak malu-malu.
"Mungkin suatu hari nanti. Sekarang aku masih ingin berpetualang."
"Berpetualang dan ingin menancapkan sayapnya sendiri?" Tanya Bian yang membuat Aerin tertawa.
"Ya...kurang lebih seperti itu. Mas Bian sudah menancapkan sayap?"
Bian tertawa kecil mendengar serangan balik. Ia tau gadis itu sangat pintar.
"Aku rasa, sudah. Aku bergabung dengan BraDia saat aku selesai kuliah dan aku tidak berencana untuk menancapkan sayap di tempat lain."
Aerin menatap wajah serius itu. Tampak sangat serius bagi yang pertama melihat, tapi sangat asyik buat teman ngobrol setelah beberapa lama kenal. Diantara semua pria yang mengenalkan diri dan diperkenalkan kepadanya, Bian adalah salah satu dari kelompok kecil yang menatapnya sewajarnya. Salah satu hal yang membuat Aerin sangat nyaman di perkenalan pertama dengan seorang pria.
Chandra dan Ricky mengawasi keduanya yang menuju ke meja panjang tempat makanan terhidang.
"Waah, mantap Si Bian...bisa lanjut ke makan bersama."
Chandra tertawa mendengar nada suprised dari Ricky. Dari tadi mereka berdua tak pernah lepas memperhatikan Aerin dan pria-pria disekelilingnya.
"Calon brother in law yang perfect kan?" Ricky mengangguk.
"Tapi aku yakin Irin sudah punya seseorang di hatinya. Cara dia memandang Bian dan pria lainnya, itu bukan sorot pandang tertarik. Hanya memandang untuk terkesan sopan saja."
"Ah, kamu...sok teung," ucap Chandra sambil melingkarkan tangannya ke bahu Ricky.
Keduanya memang sangat dekat karena sejak remaja mereka selalu berdua, hidup di Brisbane tanpa kehadiran orang tua.
***
Hampir jam 12 malam saat tamu pada pulang. Semuanya berkumpul di ruang keluarga. Mbak Wati, salah satu pembantu yang tinggal di rumah, masuk ke ruang keluarga sambil membawa kue ulang tahun berbentuk hati berwarna putih yang diatasnya dihias bunga mawar berwarna ungu.
"Wah..cantik banget," seru Clara yang langsung mengambil kesempatan buat selfie dengan kue ulang tahun.
"Ma, aku udah bilang...gak mau pake kue. Aku udah 29 tahun, maluuu," protes Aerin yang membuat semua tertawa.
"Mbak Alissa dan Mbak Vania nih yang maksa harus ada kue ulang tahun. Eh, ini made in mereka loh." Alissa dan Vania tersenyum bangga.
"Makasih mbak, aku udah ngerepotin." Aerin jadi gak enak hati udah protes.
"Ini welcome gift dari kami, kakak perempuan kamu."
Mata Aerin berkaca-kaca dan airmata sukses mengalir di pipinya.
"Makasih mbak. I love you both." Ketiganya saling memeluk.
"Happy birthday, Tante Aerin," ucap para keponakan serentak.
Dan Aerin pun menerima pelukan dan ciuman dari semua anggota keluarga. Aerin sangat bersyukur di usianya yang ke 29 tahun, akhirnya ia memiliki keluarga yang utuh, keluarga yang sebenarnya.
==========
Pagi senin, Aerin dan mama terbang ke Singapore untuk menemani mama melakukan check up kanker ususnya. 3 bulan yang lalu mama sudah menjalani kemoterapi. Hasil pemeriksaan sampai dengan check up terakhir bulan lalu, kanker mama sudah sembuh tapi mama tetap harus melakukan check up ulang setiap bulannya. Biasanya mama ditemani Mbak Alissa atau Mbak Vania. Kali ini, Aerin mendapat kehormatan untuk menemani mama.
Sementara itu di FF Global Cell, suasana tegang dimulai sejak pagi hari. Sang CEO baru dikabarkan akan datang hari ini. Pagi-pagi kantor sudah ramai. Para direktur dan manager harap-harap cemas dengan perubahan yang akan terjadi.
Tidak ada yang pernah bertemu dengan Arya Ferdinand, apalagi mengenal wajahnya. Mereka hanya tau wajah Pak Ferdinand dan Ibu Farah dari photo yang tergantung di bekas ruang kerja Pak Rasyid, itupun photo yang diambil sekitar 22 tahun yang lalu, saat Global Cell didirikan.
--- Twinkle twinkle Little star... ---
Vita melihat ke hp nya. Suara merdu Aska, putra kecilnya...memecah ketegangan di lobby Global. Telepon masuk dari nomor tak dikenal.
"Selamat pagi. Vita, Global Cell," sapa Vita dengan mata menatap beberapa kurir yang masuk ke lobby sambil membawa buket bunga dan kado.
Vita mencoba mengingat sesuatu...tanggal berapa ini? Kenapa ada banyak buket bunga dan kado yang datang? Apakah untuk menyambut CEO baru? Tapi sepertinya tidak mungkin, dari jauh terlihat buket bunga yang kebanyakan mawar pink.
"Hai, aku Arya Ferdinand. I am on my way to Global. Are you in the office?" 5
Suara ngebass dari seberang, terdengar sexy banget. Bisa menggetarkan hati yang mendengar. Vita melongo, sambil memberi kode kepada direktur dan manager yang juga semuanya sedang berada di lobby, stand by.
"Hai, Pak Arya. Kami semua sudah ada di Global. Kami tunggu di lobby, Pak."
"Alright, see you there." Hubungan terputus. Semua menarik napas panjang. 1
Ada keramaian di meja resepsionis. Kurir yang datang semakin bertambah. Vita menuju kesana, mengecek apa yang terjadi.
"Banyak banget ini udah, mbak. Aku bagikan ke semua ruangan aja?" Tanya Wiwid sambil menandatangani tanda terima barang.
Vita melihat ke nama di buket, lalu tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala.
"Iya, atur aja deh. Aku mau buket yang tercantik buat dibawa pulang ya. Dan jangan lupa, coklatnya aku mau juga...yang paling mahal. Okay?"
Wiwid ikutan tertawa. Ah, Mbak Vita selalu begitu.
"Rebes, mbak. Makanan yang lain aku bagi-bagikan juga?"
"Yup...pesta besar kita hari ini?" Goda Vita sambil melangkah kembali ke deretan petinggi Global yang duduk menunggu di sofa tunggu lobby.
***
Tak beberapa lama, sebuah mobil Hammer putih memasuki halaman depan Global. Mereka saling menatap.
"Sepertinya ini..." Semua melihat ke Pak Sandy, Direktur Keuangan.
Mobil Hammer berhenti tak jauh dari pintu masuk lobby. Dan keluarlah sesosok cowok berbadan atletis berkulit coklat dengan rambut agak gondrong yang dibiarkan tergerai bebas tapi rapi. Memakai kemeja berwarna navy dengan lengan digulung, dipadu dengan celana jins biru dan sepatu kulit hitam. Wajahnya yang sempurna dengan tatapan tajam, menatap sebentar ke gedung Global sebelum menuju pintu lobby.
Semua menahan napas, menanti pintu didorong dari luar. Suasana hening begitu sosok itu masuk ke dalam lobby dengan sorot mata tajam melihat ke sekeliling.
Ada rombongan staf berpakaian jas lengkap yang sedang menatap kearahnya dengan ekspresi penuh selidik. Sementara di meja resepsionis ada kesibukan yang lain. Banyak buket bunga mawar yang ditumpuk dan kotak-kotak berbungkus kertas warna warni seperti kado.
Vita menuju ke sosok pria muda berumur sekitar 30 an itu, yang masih asyik memperhatikan sekeliling terutama ke kesibukan di meja resepsionis.
"Maaf, Pak Arya ya?" Tanyanya. Arya tersenyum sambil mengangguk. Ekspresinya yang jadi melembut, membuat Vita merasa nyaman.
"Vita?" Suaranya beneran ngebass banget.
"How do you do?"
Arya mengulurkan tangannya, menjabat tangan wanita yang sepertinya lebih tua darinya.
"Pleased to meet you Pak Arya. Welcome," ucap Vita sambil menjabat tangan Arya.
"Mari saya kenalkan dengan direktur dan manager disini."
Keduanya menuju ke tempat yang lain menunggu. Arya menjabat tangan satu persatu para petinggi Global sambil mendengarkan nama dan jabatan yang disebutkan Vita.
"Aku butuh sekitar 1 jam untuk briefing dengan Vita dan Pak Zulfan. Kita bertemu lagi di meeting room pukul 09.30. Is it okay?" Semuanya mengangguk.
"Okay, makasih," ucap Arya tulus yang memberikan kesan mendalam di pertemuan pertama.
***
Vita, Pak Zulfan wakil CEO dan Arya menuju ke lift khusus lantai 15, tempat kantor CEO dan bagian sekretariat berada.
"Ada acara apa? Kenapa banyak yang kirim buket bunga?" Tanya Arya yang agak penasaran.
"Hampir 10 tahun," jawab Bian sambil mengambil segelas cocktail dari tangan waiter dan menyodorkan ke Aerin.
"Thanks. Wow...sudah lama sekali."
"Kamu tidak berencana bergabung di BraDia?"
Aerin tertawa kecil, Bian yang berkacamata minus menatapnya dengan agak malu-malu.
"Mungkin suatu hari nanti. Sekarang aku masih ingin berpetualang."
"Berpetualang dan ingin menancapkan sayapnya sendiri?" Tanya Bian yang membuat Aerin tertawa.
"Ya...kurang lebih seperti itu. Mas Bian sudah menancapkan sayap?"
Bian tertawa kecil mendengar serangan balik. Ia tau gadis itu sangat pintar.
"Aku rasa, sudah. Aku bergabung dengan BraDia saat aku selesai kuliah dan aku tidak berencana untuk menancapkan sayap di tempat lain."
Aerin menatap wajah serius itu. Tampak sangat serius bagi yang pertama melihat, tapi sangat asyik buat teman ngobrol setelah beberapa lama kenal. Diantara semua pria yang mengenalkan diri dan diperkenalkan kepadanya, Bian adalah salah satu dari kelompok kecil yang menatapnya sewajarnya. Salah satu hal yang membuat Aerin sangat nyaman di perkenalan pertama dengan seorang pria.
Chandra dan Ricky mengawasi keduanya yang menuju ke meja panjang tempat makanan terhidang.
"Waah, mantap Si Bian...bisa lanjut ke makan bersama."
Chandra tertawa mendengar nada suprised dari Ricky. Dari tadi mereka berdua tak pernah lepas memperhatikan Aerin dan pria-pria disekelilingnya.
"Calon brother in law yang perfect kan?" Ricky mengangguk.
"Tapi aku yakin Irin sudah punya seseorang di hatinya. Cara dia memandang Bian dan pria lainnya, itu bukan sorot pandang tertarik. Hanya memandang untuk terkesan sopan saja."
"Ah, kamu...sok teung," ucap Chandra sambil melingkarkan tangannya ke bahu Ricky.
Keduanya memang sangat dekat karena sejak remaja mereka selalu berdua, hidup di Brisbane tanpa kehadiran orang tua.
***
Hampir jam 12 malam saat tamu pada pulang. Semuanya berkumpul di ruang keluarga. Mbak Wati, salah satu pembantu yang tinggal di rumah, masuk ke ruang keluarga sambil membawa kue ulang tahun berbentuk hati berwarna putih yang diatasnya dihias bunga mawar berwarna ungu.
"Wah..cantik banget," seru Clara yang langsung mengambil kesempatan buat selfie dengan kue ulang tahun.
"Ma, aku udah bilang...gak mau pake kue. Aku udah 29 tahun, maluuu," protes Aerin yang membuat semua tertawa.
"Mbak Alissa dan Mbak Vania nih yang maksa harus ada kue ulang tahun. Eh, ini made in mereka loh." Alissa dan Vania tersenyum bangga.
"Makasih mbak, aku udah ngerepotin." Aerin jadi gak enak hati udah protes.
"Ini welcome gift dari kami, kakak perempuan kamu."
Mata Aerin berkaca-kaca dan airmata sukses mengalir di pipinya.
"Makasih mbak. I love you both." Ketiganya saling memeluk.
"Happy birthday, Tante Aerin," ucap para keponakan serentak.
Dan Aerin pun menerima pelukan dan ciuman dari semua anggota keluarga. Aerin sangat bersyukur di usianya yang ke 29 tahun, akhirnya ia memiliki keluarga yang utuh, keluarga yang sebenarnya.
==========
Pagi senin, Aerin dan mama terbang ke Singapore untuk menemani mama melakukan check up kanker ususnya. 3 bulan yang lalu mama sudah menjalani kemoterapi. Hasil pemeriksaan sampai dengan check up terakhir bulan lalu, kanker mama sudah sembuh tapi mama tetap harus melakukan check up ulang setiap bulannya. Biasanya mama ditemani Mbak Alissa atau Mbak Vania. Kali ini, Aerin mendapat kehormatan untuk menemani mama.
Sementara itu di FF Global Cell, suasana tegang dimulai sejak pagi hari. Sang CEO baru dikabarkan akan datang hari ini. Pagi-pagi kantor sudah ramai. Para direktur dan manager harap-harap cemas dengan perubahan yang akan terjadi.
Tidak ada yang pernah bertemu dengan Arya Ferdinand, apalagi mengenal wajahnya. Mereka hanya tau wajah Pak Ferdinand dan Ibu Farah dari photo yang tergantung di bekas ruang kerja Pak Rasyid, itupun photo yang diambil sekitar 22 tahun yang lalu, saat Global Cell didirikan.
--- Twinkle twinkle Little star... ---
Vita melihat ke hp nya. Suara merdu Aska, putra kecilnya...memecah ketegangan di lobby Global. Telepon masuk dari nomor tak dikenal.
"Selamat pagi. Vita, Global Cell," sapa Vita dengan mata menatap beberapa kurir yang masuk ke lobby sambil membawa buket bunga dan kado.
Vita mencoba mengingat sesuatu...tanggal berapa ini? Kenapa ada banyak buket bunga dan kado yang datang? Apakah untuk menyambut CEO baru? Tapi sepertinya tidak mungkin, dari jauh terlihat buket bunga yang kebanyakan mawar pink.
"Hai, aku Arya Ferdinand. I am on my way to Global. Are you in the office?" 5
Suara ngebass dari seberang, terdengar sexy banget. Bisa menggetarkan hati yang mendengar. Vita melongo, sambil memberi kode kepada direktur dan manager yang juga semuanya sedang berada di lobby, stand by.
"Hai, Pak Arya. Kami semua sudah ada di Global. Kami tunggu di lobby, Pak."
"Alright, see you there." Hubungan terputus. Semua menarik napas panjang. 1
Ada keramaian di meja resepsionis. Kurir yang datang semakin bertambah. Vita menuju kesana, mengecek apa yang terjadi.
"Banyak banget ini udah, mbak. Aku bagikan ke semua ruangan aja?" Tanya Wiwid sambil menandatangani tanda terima barang.
Vita melihat ke nama di buket, lalu tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala.
"Iya, atur aja deh. Aku mau buket yang tercantik buat dibawa pulang ya. Dan jangan lupa, coklatnya aku mau juga...yang paling mahal. Okay?"
Wiwid ikutan tertawa. Ah, Mbak Vita selalu begitu.
"Rebes, mbak. Makanan yang lain aku bagi-bagikan juga?"
"Yup...pesta besar kita hari ini?" Goda Vita sambil melangkah kembali ke deretan petinggi Global yang duduk menunggu di sofa tunggu lobby.
***
Tak beberapa lama, sebuah mobil Hammer putih memasuki halaman depan Global. Mereka saling menatap.
"Sepertinya ini..." Semua melihat ke Pak Sandy, Direktur Keuangan.
Mobil Hammer berhenti tak jauh dari pintu masuk lobby. Dan keluarlah sesosok cowok berbadan atletis berkulit coklat dengan rambut agak gondrong yang dibiarkan tergerai bebas tapi rapi. Memakai kemeja berwarna navy dengan lengan digulung, dipadu dengan celana jins biru dan sepatu kulit hitam. Wajahnya yang sempurna dengan tatapan tajam, menatap sebentar ke gedung Global sebelum menuju pintu lobby.
Semua menahan napas, menanti pintu didorong dari luar. Suasana hening begitu sosok itu masuk ke dalam lobby dengan sorot mata tajam melihat ke sekeliling.
Ada rombongan staf berpakaian jas lengkap yang sedang menatap kearahnya dengan ekspresi penuh selidik. Sementara di meja resepsionis ada kesibukan yang lain. Banyak buket bunga mawar yang ditumpuk dan kotak-kotak berbungkus kertas warna warni seperti kado.
Vita menuju ke sosok pria muda berumur sekitar 30 an itu, yang masih asyik memperhatikan sekeliling terutama ke kesibukan di meja resepsionis.
"Maaf, Pak Arya ya?" Tanyanya. Arya tersenyum sambil mengangguk. Ekspresinya yang jadi melembut, membuat Vita merasa nyaman.
"Vita?" Suaranya beneran ngebass banget.
"How do you do?"
Arya mengulurkan tangannya, menjabat tangan wanita yang sepertinya lebih tua darinya.
"Pleased to meet you Pak Arya. Welcome," ucap Vita sambil menjabat tangan Arya.
"Mari saya kenalkan dengan direktur dan manager disini."
Keduanya menuju ke tempat yang lain menunggu. Arya menjabat tangan satu persatu para petinggi Global sambil mendengarkan nama dan jabatan yang disebutkan Vita.
"Aku butuh sekitar 1 jam untuk briefing dengan Vita dan Pak Zulfan. Kita bertemu lagi di meeting room pukul 09.30. Is it okay?" Semuanya mengangguk.
"Okay, makasih," ucap Arya tulus yang memberikan kesan mendalam di pertemuan pertama.
***
Vita, Pak Zulfan wakil CEO dan Arya menuju ke lift khusus lantai 15, tempat kantor CEO dan bagian sekretariat berada.
"Ada acara apa? Kenapa banyak yang kirim buket bunga?" Tanya Arya yang agak penasaran.
Bahkan saat mereka masuk ke lift, kurir masih terus berdatangan. Vita dan Pak Zulfan saling tersenyum.
"Hari ini, hari ulang tahun IT Expert. Tiap tahunnya selalu begini, ramai banget yang kirimi buket bunga dan hadiah," info Pak Zulfan.
"Female?" Tanya Arya.
Rombongan yang menunggunya hanya Vita seorang yang wanita. Kalau IT Expert adalah wanita juga, ia seharusnya ada di dalam rombongan tadi.
"Iya. Sorry, bos. IT Expert on leave karena ada yang urgent urusan keluarga. Senin depan sudah masuk, ntar di briefing ada asistennya yang mewakili."
"Hm...okay."
Arya mengikuti Vita masuk ke ruang kerja CEO. Ruangannya luas banget dengan dekorasi minimalis.
"Semoga Pak Bos suka. Kami melakukan sedikit perombakan karena Pak Rasyid bilang Pak Bos masih sangat muda jadi tidak cocok dengan dekor ruangan lama yang taste orangtua," terang Vita yang membuat ketiganya tertawa.
"Well, I like it. Thanks."
Ada kamar buat istirahat, ruang dapur lengkap dan meja makan mini, ruangan rapat kecil buat 2-4 orang, 1 set sofa putih buat menerima tamu dan yang paling Arya suka...ruangan balkon yang dipenuhi tanaman hijau dengan pemandangan Kota Jakarta dari lantai 15. A perfect place untuk istirahat dari segala kepenatan.
"Pak Zulfan sudah lama bekerja di Global?"
Pak Zulfan yang berumur 50 an mengangguk.
"Sudah hampir 7 tahun, saya ikut bersama Pak Rasyid."
"Vita?"
"Hampir 15 tahun."
"Wow..." Arya suprised banget. Vita tertawa.
"Aku bergabung disini begitu tamat kuliah, menikah dan punya anak." Ketiganya tertawa.
"Kebanyakan staf disini sudah bekerja 5 tahun lebih. Jarang sekali ada yang mengajukan resign. Penambahan staf baru biasanya karena memang butuh tambahan, bukan menggantikan yang resign," info Pak Zulfan dengan nada bangga.
"Bagian IT, Tekhnik, Operator, Resepsionis, Customer Service itu bagian yang paling banyak fresh graduate."
"Good. Jadi tingkat loyalitas sangat tinggi. Sorry, baru sekarang aku bisa kembali ke Global. Staf disini sangat luar biasa. Thank you for your hardwork." Vita dan Pak Zulfan semakin bahagia.
Bersambung #5
"Hari ini, hari ulang tahun IT Expert. Tiap tahunnya selalu begini, ramai banget yang kirimi buket bunga dan hadiah," info Pak Zulfan.
"Female?" Tanya Arya.
Rombongan yang menunggunya hanya Vita seorang yang wanita. Kalau IT Expert adalah wanita juga, ia seharusnya ada di dalam rombongan tadi.
"Iya. Sorry, bos. IT Expert on leave karena ada yang urgent urusan keluarga. Senin depan sudah masuk, ntar di briefing ada asistennya yang mewakili."
"Hm...okay."
Arya mengikuti Vita masuk ke ruang kerja CEO. Ruangannya luas banget dengan dekorasi minimalis.
"Semoga Pak Bos suka. Kami melakukan sedikit perombakan karena Pak Rasyid bilang Pak Bos masih sangat muda jadi tidak cocok dengan dekor ruangan lama yang taste orangtua," terang Vita yang membuat ketiganya tertawa.
"Well, I like it. Thanks."
Ada kamar buat istirahat, ruang dapur lengkap dan meja makan mini, ruangan rapat kecil buat 2-4 orang, 1 set sofa putih buat menerima tamu dan yang paling Arya suka...ruangan balkon yang dipenuhi tanaman hijau dengan pemandangan Kota Jakarta dari lantai 15. A perfect place untuk istirahat dari segala kepenatan.
"Pak Zulfan sudah lama bekerja di Global?"
Pak Zulfan yang berumur 50 an mengangguk.
"Sudah hampir 7 tahun, saya ikut bersama Pak Rasyid."
"Vita?"
"Hampir 15 tahun."
"Wow..." Arya suprised banget. Vita tertawa.
"Aku bergabung disini begitu tamat kuliah, menikah dan punya anak." Ketiganya tertawa.
"Kebanyakan staf disini sudah bekerja 5 tahun lebih. Jarang sekali ada yang mengajukan resign. Penambahan staf baru biasanya karena memang butuh tambahan, bukan menggantikan yang resign," info Pak Zulfan dengan nada bangga.
"Bagian IT, Tekhnik, Operator, Resepsionis, Customer Service itu bagian yang paling banyak fresh graduate."
"Good. Jadi tingkat loyalitas sangat tinggi. Sorry, baru sekarang aku bisa kembali ke Global. Staf disini sangat luar biasa. Thank you for your hardwork." Vita dan Pak Zulfan semakin bahagia.
Bersambung #5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel