Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Rabu, 23 Februari 2022

Ketika Hati Tersakiti #3

Cerita Bersambung

Gak, ini bukan rasa cemburu, ini cuma rasa khawatir kenapa laki-laki itu bisa berada di sini? Aku memandang kembali ke arah mereka, nampak mereka begitu sangat mesra.

DUA JAM SEBELUMNYA

Di Rumah Faiz nampak begitu gelisah, meskipun perasaan lega telah dirasanya karena telah menceritakan semuanya pada Nada, namun hatinya tetap gelisah karena Nada sedang membuka hatinya untuk laki-laki lain.
"Kenapa aku berat melepaskan dia, padahal sangat jelas kalo dia tak mencintaiku lagi karena perbuatannku. Tapi, kalo dia sudah tidak mencintaiku, kenapa sampai sekarang dia belum memulai hidup barunya. Sepertinya aku harus benar-benar mencari tahu, apakah Nada berkata benar kalo dia sudah tak mencintaiku lagi? Ya aku harus memastikannya," gumam Faiz berusaha meyakinkan dirinya. Laki-laki itu kemudian meraih Hpnya dan menghubungi seseorang.

“Tolong, cari tahu no telpon rumah Pak Gardy, dan cari tahu malam ini dia akan kemana.”

Setengah jam kemudian, setelah menunggu dengan gelisah, akhirnya sebuah pesan masuk dan membuat Faiz tersenyum bahagia. Nada, aku ingin tahu apa kau masih mencintaiku atau tidak. Faiz kemudian menghubungi seseorang kembali.

“Halo, Dita. Maafkan sikapku tadi, malam ini apa kau mau makan malam bersamaku.”
“Mas Faiz, Mas serius mengajakku keluar?”
“Bersiaplah, aku akan menjemputmu.”

Di Restaurant, Faiz dan Dita tiba duluan dari Gardi dan Nada. Faiz kemudian mengecek ke Resepsionist apakah ada pesanan meja atas nama Gardy dan Nada. Setelah mendengar kalo tempatnya benar, Faiz tersenyum senang dan mengajak Dita masuk.
Faiz memilih tempat dekat tempat dansa. Sengaja dilakukannya agar Nada bisa melihatnya ketika dia berdansa dengan Dita nanti.

“Mas, terima kasih sudah mengajakku makan malam. Tempatnya sangat bagus, aku senang sekali.” ucap Dita ketika mereka duduk di sebuah meja.
“Iya, aku cuma mau minta maaf atas sikapku tadi.”
“Gak pa-pa Mas, aku tahu perasaan Mas. Pasti Mas masih sangat terkejut karena bertemu dengan wanita itu setelah waktu yang cukup lama.”
“Mungkin.”
“Tapi Mas, apa aku boleh tau? Apa Mas masih mencintainya?”
“Aku tak ingin membahasnya.”
“Mas, mungkin ada baiknya Mas memecatnya. Bagaimana Mas bisa melupakannya kalo Mas akan bertemu dengannya lagi setiap hari.”

Faiz nampak terkejut mendengar ucapan wanita di hadapannya. Bagaimana mungkin aku memecatnya, sementara aku sangat ingin berada terus di dekatnya, ucap Faiz dalam hati.

“Lima tahun Mas berusaha melupakannya, tapi kenapa Mas mau kembali masuk ke masa lalu lagi, dan sepertinya dia juga sudah tak mencintai Mas dan telah melupakan Mas. Buktinya dia sudah memiliki pasangan.” lanjutnya sembari melihat kearah pintu masuk, membuat Faiz seketika berbalik dan menatap dua orang yang masuk sambil tersenyum.
 
Faiz menatap dengan tidak percaya melihat Nada yang begitu cantik dan anggun. Namun hatinya teriris ketika melihat tangan Nada mengalung di lengan Gardy. Nampak senyum terukir di wajahnya.
Melihat itu membuat Faiz berpikir kembali, apa iya Nada benar sudah tak mencintaiku lagi? Dia sekarang nampak tersenyum bahagia saat ini.
Tidak, aku harus memastikannya lagi agar hatiku tenang.

“Mas, Mas, apa Mas sedang terpesona dengannya?”

Faiz tersadar dan terkejut dengan panggilan Dita.

“Apa Maksudmu?”
“Ya, Malam ini aku akui, wanita itu nampak begitu sangat cantik. Mas pasti terpesona padanya. Buktinya Mas tak berkedip menatapnya.” ucap Dita dengan wajah datar.
“Sudahlah, gak usah dibahas. Apa kau mau berdansa?” ucap Faiz yang sengaja mengajak Dita untuk memulai aksinya.

Dita tersenyum bahagia dan perlahan berjalan mengikuti Faiz. Mereka berdansa dengan perlahan, namun Mata Faiz terus mengamati ke arah Meja Gardy dan Nada.
Nampak mereka tersenyum dan tertawa berbahagia. Faiz semakin merasa emosi melihatnya. Dia terus berdansa dan berharap Nada segera melihatnya, namun Nada terus berbicara dengan Gardy dan tak memperdulikan orang-orang di hadapannya.
Hingga beberapa saat, Faiz sedikit tersenyum bahagia karena Nada menatap ke arah mereka. Faiz pun pura-pura berdansa dengan bahagia. Maafkan Aku Nada, aku hanya ingin tahu perasaanmu.
•••

Aku kembali menatap ke arah pasangan itu dan berusaha meyakinkan hatiku. Apa benar aku cemburu? Apa benar aku masih memiliki perasaan untuknya? Tidak, ini bukan rasa cemburu, ini hanya rasa terkejut saja melihat mereka di sini.
Aku tersenyum ketika tiba-tiba Mas Gardy telah duduk kembali di hadapanku.

“Mas, maaf, kayaknya aku juga ingin ke toilet sebentar.” ucapku sambil tersenyum, namun sejujurnya aku hanya ingin menenangkan hatiku.
Ada apa dengan diriku? Apa karena Mas Faiz mengatakan masih mencintaiku dan aku kembali memikirkannya? Gak, aku tak boleh terjebak dengan perasaanku lagi.

Aku kembali dari Toilet dan terkejut karena Mas Faiz dan Wanita itu telah ikut duduk bersama kami. Sungguh dadaku kembali sesak. Bagaimana mungkin aku akan duduk bersama dengan dua orang yang telah menyakitiku. Rasanya aku ingin segera pulang, Namun jelas itu akan membuat Mas Gardy bingung dan bertanya-tanya.
Akhirnya perlahan aku duduk kembali dengan perasaan campur aduk. Sedikit ku melirik pada Mas Faiz, dia sedang terus menatapku dengan wajah yang aku tak mengerti, sementara wanita itu malah menatapku dengan tatapan tajam, akupun membalas tatapannya dengan wajah yang menantang, siapa dia yang berani memperlakukanku seperti ini.

“Oh Nada, kau pasti terkejut, tadi aku melihat Pak Faiz dan kekasihnya berdansa, terus aku mengajak mereka duduk bersama di sini. Gak pa-pa kan?” ucap Mas Gardy dengan senyum manisnya.
“Oh iya Mas, gak pa-pa.” jawabku sembari membalas senyumnya.
“Oh iya, apa kau sudah mengenal tunangan Mas Faiz?” tanyanya lagi sembari menatap ke arah Dita.

Aku kembali menatap wanita itu dan tersenyum sinis.

“Oh kenal. Bahkan sangat mengenalnya.”

Wanita itu sedikit tersenyum mengejek dan pura-pura senang dengan jawabanku.

“Mas Gardy, pacarnya Nada?” tanya wanita itu tiba-tiba, yang membuat aku terkejut dan kembali menatap tajam padanya.

Mas Gardy sedikit tersenyum sembari melirikku, sementara Mas Faiz hanya diam menatap ke arahku.

“Belum sih, kami baru berkenalan dua hari lalu, aku klien di kantor Mas Faiz, kami sedang merencanakan sebuah Proyek.”
“Oh begitu. Waw beruntung ya wanita yang dekat dengan Mas Gardy, udah kaya, tampan dan baik. Aku harap Mas mendapatkan kekasih yang pantas.” jawab Dita menyindirku yang membuat aku menahan emosi.
Apa maksudnya pantas? Bearti aku dianggap wanita yang tak pantas bagi Mas Gardy? Akan aku tunjukan kalo aku pantas mendapatkan siapa saja.

“Ya, kuharap ada wanita yang mau padaku.” jawab Mas Gardy sembari menatapku. Jujur ada rasa sesak dengan keadaan ini. Aku kembali pamit izin ke toilet membuat Mas Gardy menatapku bingung

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Mas Gardy dengan wajah khawatir.
“Aku gak pa-pa Mas.” jawabku sembari perlahan berdiri dan berjalan menuju toilet.
“Hei, kita ketemu lagi.” ucap Dita yang tiba-tiba sudah berdiri di hadapanku ketika aku keluar dari toilet.
Aku menatapnya dengan tatapan tajam, kali ini aku tak akan diam saja.

“Ya, kita ketemu lagi. Tapi sepertinya tidak ada yang perlu di bahas.” ucapku sembari sedikit mendorong tubuhnya dan mencuci tanganku.
“Iya tadinya seperti itu, tapi sejak kau hadir kembali di hadapan Mas Faiz, kita jadi banyak pembahasan.”
“Oh ya? Pembahasan apa yang kau harapkan? Aku sudah mendengar semuanya dari Mas Faiz.”
“Oh ya? Baguslah kalo gitu. Sekarang kau tau kenapa aku melakukan semua itu.”
“Hei, setelah apa yang kau dan Mas Faiz lakukan padaku, kau masih bisa berbicara seperti itu. Beruntung aku tak memukulmu dan menamparmu atas perbuatanmu padaku.” ucapku dengan wajah marah dan suara yang tinggi.
“Terus kau akan melakukan apa padaku sekarang? Ha? dengar ya. Saat ini aku adalah tunangan Mas Faiz, Bos Kau di kantor, jadi ....”
“Jadi apa? Kau akan melakukan apa padaku? Menyuruh Mas Faiz memecatku? Silakan aja kalo bisa. Atau kau akan melakukan kejahatan apa lagi padaku? Oh iya, aku lupa, Kau adalah wanita jahat yang bisa melakukan apapun.”
“Hei, beraninya kau bicara seperti itu. Apa kau lupa, kenapa aku sampai melakukan itu padamu?”

Kembali aku teringat kejadian dulu, ya mungkin memang dulu aku sangat berlebihan, berteriak dan menunjukan pada orang-orang kalo aku menemukan seorang pencuri. Aku sangat ingat, sebenarnya aku tak ingin melakukan itu, tapi Bosku waktu itu memaksaku untuk melakukannya. Sebenarnya waktu itu aku kasihan dan tak tega mempermalukannya, namun akupun tak mampu menolak permintaan bosku sebagai alasan untuk memberi jera pada orang yang mencuri.

“Kenapa kau mencuri waktu itu? Dilihat penampilanmu sepertinya tak mungkin kau mencuri” tanyaku penasaran.
“Aku bukan ingin mencurinya, aku cuma bercanda dengan teman-temanku kalo aku akan berhasil membawa buku dari toko tanpa mengeluarkan uang.”
“Permainan lagi rupanya? Kenapa kalian orang-orang kaya suka bermain seperti itu? Kalian lihat hasilnya, kau dan aku sama-sama mendapatkan hal yang menyakitkan bukan.”
“Itu tidak akan terjadi, kalo waktu itu kau tidak mempermalukanku.”
“Tapi ...” pembicaraan kami seketika terhenti karena Mas Gardy menelponku dan mengakhawatirkan aku.
 
Aku perlahan berjalan keluar meninggalkan wanita itu yang masih berdiam diri di sana.
Tak berapa lama setelah aku duduk, nampak wanita itu keluar, dari wajahnya nampak aku tahu dia habis menangis. Menangis? Dulu aku melakukan itu cukup lama. Mas Gardy nampak tersenyum ketika aku sudah berada di hadapannya.

“Oh ya, mau berdansa denganku?” ucap Mas Gardy membuyarkan lamunanku sembari perlahan berdiri seolah berharap aku tak menolakknya.
 
Aku sedikit terkejut dan sedikit melirik pada Mas Faiz yang sedari tadi hanya diam, nampak dia menatapku tanpa senyum dan sedikit menegang. Apakah dia marah? Oh sungguh aku tak perduli. Aku perlahan mengangguk dan berdiri mengikuti Mas Gardy menuju tempat dansa.
Di kejauhuan Mas Faiz terus menatap kami, entah apa yang di pikirkannya, apa dia cemburu? Hmm, biarkan saja, tadi dia juga berdansa mesra dengan wanita itu. Eh sebentar, ada apa ini? Kenapa aku berpikir seperti ini? Apa aku sedang berusaha membalas yang dilakukan Mas Faiz tadi? Gak, gak, aku gak punya rasa lagi padanya.

“Mas, kenapa terus menatap padanya?” ucap Dita membuyarkan pandangan Faiz.
“Ayuk kita pulang, aku lelah.”
“Tapi Mas, ada apa? Kita belum makan, dan gak sopan kan meninggalkan teman Mas begitu saja?”
“Terserah, kau mau pulang denganku atau dengan mereka?” ucapnya sambil berdiri dan berjalan keluar. 
 
Dita kemudian hanya bisa ikut berdiri dan berjalan cepat mengejar Faiz yang telah lebih dulu berjalan. Aku menatap bingung pada mereka, dan mengatakan hal itu pada Mas Gardy.

“Gak pa-pa Nada, mungkin mereka gak enak menganggu kita. Lagian mereka juga sudah tunangan, mungkin mereka ingin berdua juga.” jawab Mas Gardy dengan santai.

Berdua? Mereka akan berdua? Kenapa cemburu itu datang lagi? Sejak Mas Faiz mengatakan masih mencintaiku, perasaanku sekarang jadi tak karuan.
•••

“Mas, ada apa sih, kenapa kita pulang seperti ini?” tanya Dita ketika mobil melaju pulang.
“Bukan urusanmu.”
“Jelas ini urusanku, Mas tunanganku, dan Mas yang mengajakku ke Restaurant itu, hingga bertemu dengan mereka, dan makan malam kita bearkhir seperti ini, kemudian Mas masih bilang ini bukan urusanku?” jawab Dita dengan suara meninggi.
“Maafkan aku, aku hanya lelah dan ingin pulang.”
“Mas bukan lelah, Mas cemburu !!!”

Faiz terkejut mendengar ucapan Dita yang sangat benar. 'Aku cemburu melihat Nada bermesraan dengannya. Aku hanya ingin tahu perasaan Nada padaku namun kenapa aku yang malah sakit,' gumam Faiz dalam hatinya.

“Iya aku cemburu, sangat cemburu.”
“Mas!!! tega Mas mengatakan itu. Berarti Mas masih mencintai wanita itu?”
“Ya, aku masih sangat mencintainya. Aku tak bisa melupakannya.” jawab Faiz sembari menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
“Mas, dengar. Sudah kukatakan, Mas bukan mencintainya, Mas hanya memiliki rasa bersalah saja karena telah menyakitinya. Lima tahun sangat tidak mungkin perasaan cinta itu masih ada.”
“Tapi kenyataannya aku masih merasakannya.”
“Mas, jangan terus berpikir seperti itu.”
“Itu bukan ada di pikiranku, itu berada di sini. Di hatiku.” jawab Faiz sambil memegang dadanya dengan suara bergetar.
“Mas, kita sudah bertunangan, aku mohon belajarlah mencintaiku.”
“Beri aku waktu dengan semua ini.”
“Sampai kapan Mas? Aku telah menunggu ini bertahun-tahun. Aku menyukai Mas cukup lama, aku berusaha mendekati Mas agar aku bisa membantu Mas melupakan semua itu.”
“Aku tak tahu sampai kapan perasaanku akan terus ada.”
“Cobalah Mas, aku sangat berharap kali ini, aku mohon. Aku ingin malam ini menjadi awal yang baik untuk hubungan kita. Bagaimanapun kita sudah bertunangan dan enam bulan lagi akan menikah.”

Faiz nampak terkejut mendengar ucapan wanita di hadapannya.

“Tapi aku belum menyetujui waktu pernikahan kita, aku baru menyetujui pertunangan kita saja bukan?”
“Iya benar, tapi itu adalah persetujuan antara Ayah Mas dan Ayahku. Apa Ayah Mas belum menceritakannya?”
“Kita yang akan menikah, kenapa mereka yang menentukan.”
“Ya itu karena Mas terus diam dan seolah tak peduli.”

Faiz hanya diam dan tak melanjutkan pembicaraannya. Dia memilih mengantar Dita pulang dan kembali ke Rumah untuk beristirahat.
Setelah mengantar Dita pulang, di jalan wajah bahagia Nada dan Gardy terbayang kembali membuat Faiz menahan emosi. Dia segera berbalik arah dan menuju kerumah Nada.
Cukup lama dia menunggu di kejahuan hingga yang ditunggupun pulang. Dari jauh dia melihat Nada turun dan melambaikan tangan sambil tersenyum pada laki-laki di mobil tersebut. Ahh sungguh itu menyakitkan bagiku, gumam Faiz. Dia perlahan turun ketika melihat mobil Gardy telah berlalu.

“Nada.”

Aku terkejut mendengar panggilan itu, sangat jelas aku hafal suara itu. Perlahan aku berbalik dan menatap ke arah laki-laki itu yang berdiri dengan wajah tanpa senyum dan berdiri agak jauh dariku, karena aku langsung memintanya untuk tak mendekat.

“apa yang Mas Faiz lakukan di sini?” ucapku dengan wajah terkejut.
“Nada, aku ...”
“Mas mau apa lagi?”
“Nada, aku cuma ingin meyakinkan hatiku. Apa kau akan membuka hatimu untuk Mas Gardy?”
“Ohh, jadi itu yang membuat Mas menungguku di sini? Dengar, aku dan Mas tak ada urusan apapun lagi. Ya, yang Mas katakan benar, aku sedang berusaha membuka hatiku untuk orang lain.”
“Apa kau benar-benar tak mencintaiku lagi?” tanya Faiz pelan dengan wajah penuh harap.

Aku sedikit menarik nafas panjangku dan menatapnya dengan penuh keyakinan.

“Ya, aku sedikitpun tak memiliki cinta di hati ini untuk Mas.” ucapku pelan, namun ada yang aneh kurasa lagi, kenapa aku sakit mengucapkan itu.

Kulihat dia menatapku dengan wajah kecewa.

“Baiklah, setidaknya sekarang aku sudah mendengarnya dua kali bahwa kau tak mencintaiku lagi. Namun kau perlu tahu, kalo aku masih sangat mencintaimu.”

Mendengar ucapan itu, seketika aku langsung emosi, bagaimana mungkin dia bisa berkata seperti itu lagi setelah yang dia lakukan barusan di Restaurant dengan wanita itu.

“Dasar Mas pembohong!!! Mas masih bisa mengatakan mencintaiku padahal tadi Mas berdansa dengan wanita itu dengan sangat dekat.”
“Nada, kau ...”
“Kalo Mas mencintaiku Mas tak kan bermesraan seperti itu dengannya!! Kalo Mas mencintaiku Mas tak akan bersama dengan wanita itu!!” ucapku dengan suara tinggi.
 
Namun seketika aku tersadar kenapa kata-kata itu bisa aku katakan? Kenapa aku bisa berbicara semarah ini.
Faiz perlahan mendekat dan menatapku.

“Nada, apa kau cemburu????”

==========

Aku terkejut mendengar ucapan laki-laki itu. Seperti aku juga sangat terkejut dengan sikap dan ucapan diriku sendiri. Kenapa aku bisa bicara seperti itu dengan perasaan emosi? Apa benar aku cemburu? Apa benar Mas Faiz masih berada di sudut hatiku hingga saat ini. Dia adalah laki-laki yang pertama kali membuat aku jatuh cinta. Tapi tidak, sekalipun aku masih mencintainya, tapi aku tak mau tersakiti lagi.

“Pulanglah Mas, aku lelah.” ucapku mengalihkan pembicaraan sembari berbalik.
“Nada ...”
“Aku mohon, pulanglah Mas. Apa Mas lupa dengan semua yang Mas lakukan padaku?” ucapku sembari berabalik kembali.
“Maaf, aku tahu Nada, aku tak pantas mendapatkan maaf apalagi perasaanmu lagi, tapi aku tak bisa memungkiri perasaanku padamu. Rasa ini masih ada untukmu. Aku tak bisa melupakanmu.”
“Itu bukan urusanku. Perasaan Mas bukan lagi bagian dari dari perasaanku. Perasaanku telah mati untuk Mas. Jadi kumohon pergilah.” ucapku dengan berbalik dan berjalan meninggalkannya.
“Gak, kau bohong. Kau Masih memiliki rasa itu padaku. Aku tahu kau cemburu tadi. Ya kau terlihat sangat marah atas apa yang kulakukan di Restaurant tadi. Kau cemburu melihatku bersama Dita. Kau masih mencintaiku Nada, akuilah Nada.”

Aku perlahan berbalik kembali dan menatapnya.

“Dengar Mas, aku katakan sekali lagi, dan ini yang ketiga kalinya Mas akan dengar, dan besok hingga seterusnya aku akan terus mengatakan hal yang sama. Aku tidak mencintai Mas sama sekali. Cintaku pada Mas sudah habis lima tahun yang lalu. Mas dengar, aku tidak mencintai Mas lagi sedikitpun.” jawabku dengan tatapan tajam.
“Tapi kenapa kau begitu marah ketika melihatku bersama Dita? Aku bisa melihatnya di matamu, kau cemburu.”
“Aku bukan cemburu, aku cuma tak suka mas terus mengatakan masih mencintaiku. Jangan sakiti lagi hatiku Mas, jangan usik lagi hatiku yang telah aku tata kembali. Jangan berusaha masuk lagi ke hatiku, aku sudah menutupnya untuk Mas, dan hanya akan kubuka untuk orang lain.” ucapku sambil merunduk, entah kenapa aku tak mampu menatapnya ketika mengucap semua itu.
“Nada, lihat aku. Tatap mataku, Apa kau benar dan serius dengan semua yang kau katakan barusan? Katakan itu dengan menatap mataku.”

Perlahan aku mengangkat kepalaku dan menatapnya, kemudian menarik nafas panjangku.

“Aku tak mencintai Mas lagi.”

Kulihat dia membalas tatapan dengan pandangan pasrah.

“Baiklah, jika kau merasakan seperti itu, meskipun aku sangat ragu karena tadi aku melihatmu begitu emosi berbicara tentang aku dan Dita. Namun, kau sudah memberikan keputusanmu. Mulai saat ini, aku akhiri semuanya. Kutinggalkan hatiku di sini dan aku melepaskanmu untuk bahagia.”
“Ya, memang itu yang seharusnya Mas lakukan. Pergi jauh dari hidupku.”ucapku sembari berbalik dan meninggalkan laki-laki itu yang terdiam.
 
Aku masuk dan mengunci pintu kemudian masuk ke kamar. Ku duduk di depan cermin dan menatap wajahku, kemudian perlahan akupun menangis. Kenapa dia kembali lagi? Kenapa dia datang lagi setelah aku sudah menata hatiku yang hancur. Kenapa dia masih ingin menyakitiku.
•••

Keesokan paginya

Pagi ini aku masuk ke kantor dengan perasaan tak menentu. Dari jauh aku sudah melihat Diva wanita gosip yang sedang berbicara dengan beberapa pegawai wanita, aku yakin pasti ada berita heboh lagi yang di besar-besarkan wanita itu.
Aku perlahan melepaskan tasku di atas meja dan mulai menghidupkan komputerku.

“Hei Nada. Bagaimana kencan semalam?” tanya Ayu tiba-tiba mengagetkan aku.
“Kencan?” tanyaku bingung.
“Iya, semalam kau berkencan dengan Pak Gardy kan ya? Wah, wah, wah. Beruntung sekali kau bisa mendapatkannya.”
“Oh itu, gak. Itu bukan kencan, itu hanya makan malam biasa saja. Dari mana kau tahu?”
“Dari mana lagi kalo bukan dari Diva. Tapi kalo bukan kencan masa harus berdansa mesra.”
“Ya Alloh, kau masih percaya padanya? Mesra bagaimana? Aku hanya berdansa biasa aja.”
“Ha ha ha, gosip Diva selalu benar, cuma bumbunya selalu salah. Tapi apa kau benar tak ada perasaan pada Pak Gardy?”
“Entahlah, aku gak mau mengatakan tidak, takut besoknya aku jatuh cinta padanya, tapi aku juga tak mau mengatakan iya, takut aku terhempas seperti dulu.”
“Nada, maafkan aku jika mengingatkanmu pada masa lalu, tapi apa kau mau cerita semuanya padaku? Kau hanya bilang kalo kau dulu disakiti oleh laki-laki, tapi kau tak mau cerita padaku dengan lengkap.”
“Bukan aku tak mau cerita, tapi aku tak mau mengingatnya lagi. Cukup aku menyimpannya sendiri.”

Ayu hanya mengangguk dan sedikit tersenyum.

“Oh iya, berita heboh satunya, ternyata Pak Faiz juga sudah mempunyai kekasih, dan mereka ternyata semalam mereka ada di restaurant yang sama denganmu. Apa kau tak bertemu dengan mereka?”
“Pasti Diva lagi yang menceritakannya? Heran, gak di kantor di luarpun dia bisa tahu. Lagian memang Diva gak menceritakan semuanya? Aku bertemu dengan mereka dan sempat ngobrol. Iya, dia bersama tunangannya.”
“Kau serius? Berarti berita itu juga benar. Wah bakal banyak yang patah hati ini. Padahal dulu aku berharap kau bisa merebut hatinya.”
“Aku?” tanyaku bingung.
“Iya, kamu. Soalnya aku merasa Pak Faiz sering melirik dan mencuri-curi pandang ke arahmu, aku sering kok memergokinya. Jadi kurasa dia memiliki hati padamu.”
“Itu cuma perasaanmu saja.”

Tak lama terdengar bisik-bisik beberapa pegawai, ternyata itu karena Mas Faiz tiba dan membuat beberapa pegawai wanita mulai beraksi menarik perhatiannya.
Kulihat dia tersenyum dan membalas sapaan mereka, kemudian tiba-tiba dia menatap ke arahku membuat aku langsung membuang mukaku kembali.

Siangnya Mas Gardy datang dan melakukan pertemuan denganku dan Mas Faiz. Tadinya aku mengkhawatirkan pertemuan itu, takut Mas Faiz akan melakukan hal aneh lagi, memaksaku untuk berbicara tentang perasaan kami, namun setelah pembicaraan kami semalam, ternyata aku salah menduga, laki-laki itu memegang ucapannya, kalo dia tak akan mengangguku lagi, bahkan ketika Mas Gardy berbicara dekat denganku dia memilih berdiri dan meninggalkan kami berdua seolah tak ingin menganggu kami.
Ada rasa lega di hati, namun juga terselip rasa sakit, entah itu rasa sakit karena apa, tapi ku yakinkan diriku kalo semua akan berlalu.
•••

DUA BULAN KEMUDIAN

Dua bulan berlalu, ternyata Mas Faiz tetap memegang ucapannya untuk tak menganggu hidupku lagi. Tak pernah lagi dia berusaha mendekatiku, aku hanya sering mendapatinya sedang meliriku, tapi ketika aku menatapnya, dia langsung membuang mukanya dan pura-pura seolah tak melihatku.
Sejujurnya ada rasa rindu melihatnya, namun aku tak mau hatiku tersakiti lagi dengan cintanya tapi tak bisa dipungkiri juga, hatiku masih ingin melihatnya, meskipun secara diam-diam.
Akupun meminta dipindahkan ke bagian lain dimana aku tak harus selalu bertemu dengan Mas Faiz kecuali saat rapat proyek dengan Mas Gardy. Itu agar perasaan aku tak terusik lagi.
Sementara Dita tunangannya tak pernah terlihat bersamanya setelah pertemuan malam itu, entah kemana dia. Dan Mas Gardy semakin dekat denganku. Bahkan aku telah memperkenalkan dia pada ibuku. Dia juga telah menyatakan cintanya padaku, namun aku masih belum memberikan jawabannya karena aku masih bingung dengan perasaanku.

“Nada, apa kau pernah terluka hingga kau sepertinya sulit menerimaku?” tanyanya dengan pelan seolah takut aku akan marah dengan pertanyaannya.
“Mas Gardy, maaf aku tak ingin membahas masa lalu, biarkan kita jalani seperti ini. Aku belum mengenal Mas dengan baik. Jadi berikan aku sedikit waktu untuk mengenal Mas.”
“Aku sudah cukup mengenalmu Nada, bahkan orang tuaku sudah mengetahui tentang dirimu. Bukalah sedikit tentang masa lalumu agar aku bisa berusaha menjadi terbaik bagimu.”

Aku menatap laki-laki di hadapanku dengan wajah bingung. Ya, Mas Gardy memang sangat baik, dua bulan bersamanya aku tak pernah merasakan kesedihan, dia selalu tahu membuatku tersenyum.
Kita mungkin belum ada ikatan, namun yang dikatakannya benar, aku mungkin bisa sedikit jujur padanya.

“Aku ...”
“Tak apa Nada, jika kau belum siap menceritakan. Aku akan menunggu sampai kau siap.”
“Gak Mas, aku akan sedikit menceritakan tentang masa laluku, kenapa aku belum bisa menerima laki-laki hadir kembali di hatiku. Itu karena aku ...., aku dulu pernah ditinggal menikah Mas.” ucapku pelan, karena memang sangat berat menceritakan luka masa lalu.

Kulihat wajah Mas Gardy begitu terkejut.

“Kau serius Nada. Maaf, Apa dia pergi meninggalkanmu karena wanita lain?”

Air mataku tak terasa mulai menetes. Mas Gardy nampak merasa bersalah, namun aku sudah terlanjur bercerita.

“Dia, meninggalkanku di hari pernikahan kami. Dia pergi dan menghilang.”

Nampak Mas Gardy semakin terkejut dengan ucapanku, dia tak percaya ada laki-laki seperti itu yang tega mempermainkan wanita hingga ke pelaminan.
Melihat aku menangis Mas Gardy mengambil sapu tangannya dan perlahan mengahapus air mataku.

“Maaf, kalo aku telah membuatmu menangis. Sudah, tak perlu dilanjutkan karena hanya akan membuka luka dan menyakiti hatimu.”
“Maafkan aku Mas, aku belum bisa menceritakan semuanya.”
“Iya Nada, aku mengerti. Aku akan menunggu waktu itu dimana hatimu telah siap untuk menceritakannya.” ucapnya sambil tersenyum.
“Oh iya, proyek ini kan berhasil, aku berniat merayakannya dengan mengajakmu menginap di Vilaku.” ucapnya untuk mengalihkan pembicaraan.

Aku menatapnya dengan bingung.

“Maksud Mas apa?” ucapku dengan nada khawatir.
“Oh gak, maksudnya aku mengajak tim yang membantu hingga proyek ini berhasil. Kau pasti berpikir aku akan melakukan hal aneh. Gak Nada, aku akan menunggumu dengan sabar.”
“Iya Mas, maaf. Soalnya Mas mengatakan akan mengajak aku ...”
“Aku mengajak Mas Faiz juga dan tunangannya. Kalian tenang aja, kamar kalian terpisah dari kami. Aku akan menjagamu.”

Mataku membesar seketika? Setelah aku berusaha menjauh, kini Aku akan bersama di satu acara dengan laki-laki itu lagi. Kenapa semakin aku berusaha menghindar, ada saja sesuatu hal yang membuat aku harus bersamanya.

“Mas, berapa lama acaranya?”
“Dua hari aja. Aku udah izin kok sama Mas Faiz dan dia gak masalah.”

Aku hanya sedikit tersenyum. Mas Gardy kemudian menawarkan untuk mengantarkan aku pulang.
Di rumah, Mas Gardy tak langsung pulang karena ibu memintanya untuk bicara, sementara aku ke kamar dan membersihkan diri.

“Nak Gardy, apa kau benar-benar menyukai Nada?” tanya ibu pelan ketika melihatku telah pergi.

Gardy nampak tersenyum senang mendengar pertanyaan ibu.

“Iya, Ibu. Aku bahkan sudah melamarnya, cuma Nada belum menerima lamaranku.”
“Oh ya? Apa dia menceritakan alasannya?”
“Dia hanya bilang minta sedikit waktu untuk mengenalku, mungkin karena trauma masa lalunya.”
“Apa Nada menceritakan tentang masa lalunya?” tanya Ibu yang terkejut mendengar Gardy mengatakan seperti itu.
“Iya Bu, tadi dia sedikit menceritakan tentang masa lalunya, tentang pernikahan itu.”
“Apa dia menceritakan siapa laki-laki yang meninggalkannya?” tanya ibu khawatir, mengingat Nada pernah bercerita kalo Gardy patner kerja Faiz di kantor.
“Gak Bu, aku gak mau memaksanya bercerita. Biarkan semua mengalir seperti ini. Akan aku tunggu waktunya dimana Nada akan menceritakan semuanya atas keinginannya sendiri.”
“Nak Gardy, kau sepertinya anak baik, ibu percaya padamu Nak. Ibu titip Nada ya. Maafkan jika dia masih bersikap acuh terhadap perasaan Nak Gardy. Ibu hanya minta satu hal, jika nanti dia menerima Nak Gardy, tolong jangan sakiti dia, jaga dan perlakukan dia dengan baik.”

Gardy tersenyum bahagia mendengar dia mendapatkan restu dari ibunya Nada. Setelah berbincang cukup lama, Gardypun pamit pulang.
•••

Hari itu kami tiba di Villa Mas Gardy sore hari.
Aku turun dari mobil dan mendapati Mas Faiz yang juga baru turun dari mobil. Ada kerinduan di hati ketika melihatnya. Entah kenapa ada rasa senang ku rasa saat itu. Tapi kenapa dia sendirian? Kemana wanita itu? Apa dia tak mengajaknya? Ah, bukankah itu malah bagus karena aku tak harus bersama wanita itu.
Mas Faiz tiba-tiba menatapku dan tersenyum, aku terkejut dan membalas senyumannya, namun ketika Mas Gardy mendekat padaku, wajah Mas Faiz seketika berubah.

“Lho Mas Faiz, Dita nya mana?”tanya Mas Gardy ketika melihat laki-laki itu sendiri turun dari mobilnya.
“Oh itu, dia udah dua bulan ini kembali ke luar negri melanjutkan kuliahnya.” jawabnya datar sembari melirikku.

Kulihat Mas Gardy hanya tersenyum dan kembali mempersilakan semua untuk masuk.
Mas Faiz sekilas menatapku kemudian perlahan berbalik dan berjalan membawa tasnya. Aku dan Mas Gardy pun berjalan masuk mengikuti yang lain.
Setelah menunjukan kamar masing-masing, kamipun berlalu termasuk aku yang ingin berbaring istirahat karena perjalanan jauh tadi.

Malamnya kami yang wanita mempersiapkan makan malam.
Ketika semua berkumpul di ruang makan, aku teringat kalo harus menghubungi ibu.
Aku izin pamit hendak ke kamar mengambil Hp.
Setelah mengambil Hpku dan berjalan keluar kamar, sebuah tangan menarikku. Aku terkejut karena melihat seseorang yang menarikku barusan.

“Mas Faiz.” ucapku sembari melepas pegangan tangannya.

Aku langsung menatap sekeliling, takut jika ada orang yang melihat kami, atau Mas Gardy yang melihat, takut terjadi salah paham.

“Nada, aku merindukanmu.” ucapnya pelan.

Aku terkejut mendengar ucapannya, tapi lagi-lagi perasaan bahagia itu hadir. Aku tak tahu kenapa aku bahagia mendengar ucapannya? Apa aku merasakan hal yang sama? Merindukannya? Gak, aku gak boleh lemah.

“Maaf Mas, aku harus kembali ke ruang makan.” ucapku berusaha menghindarinya.
“Nada, aku mohon.”
“Mas, bukankah Mas sudah berjanji padaku tak akan mengangangguku lagi?”
“Iya aku tahu, akupun berusaha untuk itu. Kau lihat bukan, dua bulan aku menahan diriku untuk tak mendekatimu lagi, bahkan aku membiarkan dirimu pindah ke bagian yang lain, biar apa? Biar aku bisa perlahan melupakanmu pelan-pelan, tapi apa yang ku rasa, aku tersiksa dengan perasaanku sendiri. Aku tak bisa melupakanmu begitu saja.”
“Dulu aku merasakan itu Mas, tersiksa dengan perasaanku sendiri. Ketika aku dengan tulus mencintai, Mas malah pergi meninggalkan aku dengan perasaanku yang sedang tumbuh. Jangan katakan Mas tersiksa dengan itu, karena itu tak seberapa dengan apa yang ku rasa dulu ketika berusaha melupakan Mas.”
“Nada, masih sebenci itukah kau padaku?”
“Pertanyaan macam apa itu mas? Sebuah hati tersakiti dengan dalam, dan segampang itu Mas berharap aku bisa langsung menerima maaf Mas dan melupakannya?” ucapku sambil menatapnya dengan marah.
“Nada aku tahu ...”
“Maaf, tak ada yang perlu dibahas lagi. Mas lihatkan kalo aku sudah membuka hatiku untuk orang lain. Mas Gardy laki-laki baik, dan aku rasa dia laki-laki yang tepat untukku.”
“Apa kau mencintainya?”

Lidahku seketika tak bisa menjawabnya, entalah aku masih bingung dengan hatiku ini. Dulu setiap bersama Mas Faiz aku selalu berdebar dan berbunga-bunga serta selalu merasa bahagia, sementara ketika bersama Mas Gardy aku belum pernah sekalipun merasakan perasaan seperti itu lagi.

“Mas tak punya hak untuk menanyakan perasaanku lagi.” ucapku sembari berbalik, Namun lagi-lagi Mas Faiz kembali menarik tanganku membuat aku sangat terkejut dan menghempaskannya lagi.

“Nada, aku tahu kalo kau tak mencintai Mas Gardy. Aku tahu masih ada cinta di hatimu untukku.”
Aku menatapnya dengan wajah bingung, “Darimana Mas bisa punya pemikiran seperti itu?”
“Ya aku tahu, meski kau telah pindah ke bagian lain, tapi setiap aku datang ke kantor atau bertemu denganmu, kau selalu mencuri pandang dan menatapku. Kaupun merasakan rindu itu juga bukan?”

Ya Tuhan, kenapa laki-laki ini bisa mengerti perasaanku, padahal aku sudah berusaha menutupinya dengan sikapku, tapi gak, aku tak mau lagi terlena menghancurkan perasaanku sendiri. Laki-laki ini telah menyakitiku, aku tak bisa membiarkan perasaanku terluka lagi.

“Gak, aku sama sekali ga merindukan Mas sedikitpun.” ucapku dengan suara tegas.
“Kau bohong Nada.” ucapnya sembari menatap mataku dengan lembut seolah mencari jawaban.
“Sudah kukatakan gak!! Tak ada rindu maupun cinta untuk Mas lagi.” Jawabku sambil membuang mukaku. Sungguh aku tak bisa menatapnya. Air mataku tertahan di pelupuk mata.

“Jangan bohongi dirimu.”
“Kenapa Mas terus memaksaku?”
“Kenapa kau tak berani menatapku?”
“Kenapa Mas ingin menyakitiku lagi? Apa belum cukup yang Mas lakukan padaku dulu?”
“Nada, aku tak ingin menyakitimu. Aku cuma ingin tahu perasaanmu, dan ...?”
“Dan apa? Dan jika aku masih memiliki perasaan pada Mas, apa Mas berharap itu bisa mengembalikan hubungan kita?”
“Nada ...”
“Gak Mas, gak akan ada yang berubah dengan semua yang terjadi. Mas pikir Mas bisa mengembalikan semua air mataku dan semua kesedihan aku dan ibuku?”
“Nada, aku tahu aku sangat bersalah padamu, aku mohon maafkan aku.”
“Sudah ku katakan, Aku belum memiliki ruang maaf di hatiku untuk Mas.”
“Iya aku tahu, kau sudah mengatakan itu, tapi setelah dua bulan berlalu apa aku belum bisa mendapatkan maafmu?”
“Mas bukan cuma meminta maafku, Mas berharap aku juga menerima Mas kembali. Iya kan ?!!”
 
Nampak wajahnya terkejut dengan ucapanku.

“Iya. Iya, kau benar. Aku masih mengharapkan hubungan kita kembali. Aku tahu aku telah salah meninggalkanmu waktu itu, tapi aku juga merasakan tersiksa dengan semua itu. Aku sudah mencarimu namun takdir belum mempertemukan kita waktu itu. Dan sekarang kita bertemu, perasaan ini tetap ada, bahkan aku merasakan itu semakin besar padamu. Aku berusaha membunuh cinta ini, tapi yang ku rasa aku semakin mencintaimu.”
“Aku tak punya rasa percaya lagi padamu Mas.”
“Maukah kau menikah denganku?”

Mataku seketika membesar mendengar ucapannya. Laki-laki ini telah meninggalkan aku di hari pernikahan kami, dan sekarang dengan gampangnya dia meminta untuk menikah lagi dengannya. Aku perlahan menangis yang sedari ku tahan.

Plaak!! sebuah tamparan kuberikan pada laki-laki ini.

“Mas pikir aku boneka?!! Mas pikir aku gak punya perasaan? Hingga dengan gampang Mas kembali dan mengajakku menikah. Mas egois, Mas hanya memikirkan diri Mas aja.” ucapku dengan air mata yang terus mengalir.
“Nada, tampar aku, pukul aku jika itu bisa membuat kau memaafkan aku. Lakukan semua yang ingin kau lakukan padaku. Aku akan diam dan menerimanya.” jawabnya dengan perasaan bersalah.

Sungguh hatiku dilema dengan semua ini, perasaanku campur aduk.

“Maaf, aku harus pergi.” ucapku sembari menghapus air mataku.
“Kau tak akan pergi kemana-mana Nada, sebelum kau yakinkan diriku kalo kau tak mencintaiku lagi.” ucapnya sembari mendekat.

Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya dengan tajam. Kali ini kami begitu dekat, aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Wajah yang harusnya dulu adalah menjadi wajah pertama yang kulihat ketika aku bangun di pagi hari. Aku perlahan mendorong tubuhnya untuk menjauh.

“Apa Mas butuh bukti kalo aku sudah melupakan Mas?” jawabku dengan nafas menahan marah.
“Ya, buktikan padaku. Buktikan sekarang juga!!”
“Baiklah, jika Mas benar-benar memaksaku.”

Aku menarik nafas panjang dan perlahan meraih Hpku dan menekan sebuah nomor.

“Hallo, Mas Gardy aku terima lamarannya.” ucapku dengan suara bergetar.

Laki-laki itu menatap dengan wajah yang akupun tak mengerti.

Bersambung #4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER