Cerita Bersambung
Begitupun dengan diriku, seluruh tubuhku ikut bergetar seolah tak percaya dengan ucapan yang keluar dari bibirku sendiri.
Laki-laki ini telah membuat aku mengambil keputusan besar ini, sungguh aku tak tahu jika keputusan ini benar atau salah, aku harus bagaimana? Aku tak mungkin menarik kata-kataku lagi.
“Hallo Nada, apa kau serius? Sekarang kau di mana? Aku akan ke sana.” jawab Mas Gardy membuatku tersadar dari lamunanku.
“Gak usah Mas, aku akan segera ke sana dan kita akan bicara.” Jawabku sembari menutup telpon
“Nada, kau menerima lamarannya?”“Mas lihat? Aku sudah membuktikan kalo aku telah melupakan Mas, aku tak memiliki cinta lagi untuk Mas. Sekarang akan ada orang lain yang masuk ke hatiku.”
“Apa kau mencintainya?”
“Kenapa Mas terus bertanya seperti itu? Sudah ku katakan Mas tak punya hak untuk bertanya tentang perasaanku.”
“Aku cuma ingin kau mengambil keputusan besar itu karena mengikuti hatimu, bukan mengikuti emosi dan amarahmu. Aku tahu aku menyembabkan kau begitu emosi hingga ...”
“Hingga aku mengambil keputusan ini? Ya, Mas benar, semua karena Mas, tapi itu telah membantu aku mengambil keputusan karena perasaanku yang masih bimbang kemarin.”
“Perasaan bimbang? Kenapa? Apa karena sebenarnya kau masih memiliki perasaan padaku? iya kan?”
“Mas, apa pembuktian tadi belum cukup? Mungkin memang aku bimbang, tapi akhirnya aku tahu keputusanku, aku tak mencintai Mas lagi.”
“Kau hanya emosi Nada, aku tahu.”
“Jangan bersikap seperti Mas mengenalku.”
“Maaf, itu ...”
“Nadaaa, kau di sana rupanya.” panggil Mas Gardy tiba-tiba muncul dan berjalan mendekat ke arah kami sembari menatap bingung ke arah Mas Faiz.
“Iya Mas tadi aku mau mengambil Hp terus ketemu Mas Faiz.”
“Lho Mas, kenapa ke atas, kamar laki-laki kan semua di bawah.” tanya Mas Gardy seperti menyelidik.
Faiz dan aku nampak sedikit bingung. Kami sedikit saling melirik mencoba mencari jawaban.
“Oh itu aku cuma lagi jalan-jalan melihat-lihat villanya. Villanya sangat bagus.” jawab Faiz berbohong.
“Ohh, ini Villa keluarga, kalo di bandingkan punya Mas Faiz pasti lebih bagus. Ya sudah, ayuk ngumpul bareng yang lain. Dan Nada, aku ingin bicara berdua dengamu. Aku ingin mendengar langsung ucapanmu di telpon tadi.” ucapnya dengan pelan sambil tersenyum bahagia, namun sangat jelas itu terdengar oleh Mas Faiz yang nampak raut wajahnya seketika langsung berubah.
“Hallo Nada, apa kau serius? Sekarang kau di mana? Aku akan ke sana.” jawab Mas Gardy membuatku tersadar dari lamunanku.
“Gak usah Mas, aku akan segera ke sana dan kita akan bicara.” Jawabku sembari menutup telpon
“Nada, kau menerima lamarannya?”“Mas lihat? Aku sudah membuktikan kalo aku telah melupakan Mas, aku tak memiliki cinta lagi untuk Mas. Sekarang akan ada orang lain yang masuk ke hatiku.”
“Apa kau mencintainya?”
“Kenapa Mas terus bertanya seperti itu? Sudah ku katakan Mas tak punya hak untuk bertanya tentang perasaanku.”
“Aku cuma ingin kau mengambil keputusan besar itu karena mengikuti hatimu, bukan mengikuti emosi dan amarahmu. Aku tahu aku menyembabkan kau begitu emosi hingga ...”
“Hingga aku mengambil keputusan ini? Ya, Mas benar, semua karena Mas, tapi itu telah membantu aku mengambil keputusan karena perasaanku yang masih bimbang kemarin.”
“Perasaan bimbang? Kenapa? Apa karena sebenarnya kau masih memiliki perasaan padaku? iya kan?”
“Mas, apa pembuktian tadi belum cukup? Mungkin memang aku bimbang, tapi akhirnya aku tahu keputusanku, aku tak mencintai Mas lagi.”
“Kau hanya emosi Nada, aku tahu.”
“Jangan bersikap seperti Mas mengenalku.”
“Maaf, itu ...”
“Nadaaa, kau di sana rupanya.” panggil Mas Gardy tiba-tiba muncul dan berjalan mendekat ke arah kami sembari menatap bingung ke arah Mas Faiz.
“Iya Mas tadi aku mau mengambil Hp terus ketemu Mas Faiz.”
“Lho Mas, kenapa ke atas, kamar laki-laki kan semua di bawah.” tanya Mas Gardy seperti menyelidik.
Faiz dan aku nampak sedikit bingung. Kami sedikit saling melirik mencoba mencari jawaban.
“Oh itu aku cuma lagi jalan-jalan melihat-lihat villanya. Villanya sangat bagus.” jawab Faiz berbohong.
“Ohh, ini Villa keluarga, kalo di bandingkan punya Mas Faiz pasti lebih bagus. Ya sudah, ayuk ngumpul bareng yang lain. Dan Nada, aku ingin bicara berdua dengamu. Aku ingin mendengar langsung ucapanmu di telpon tadi.” ucapnya dengan pelan sambil tersenyum bahagia, namun sangat jelas itu terdengar oleh Mas Faiz yang nampak raut wajahnya seketika langsung berubah.
Aku hanya mengangguk serta berjalan mengikuti Mas Gardy dan meninggalkan laki-laki itu sendirian. Seketika sesak di hati muncul lagi, ada apa ini, kenapa sekarang aku seperti tak tega telah menyakiti Mas Faiz? Apa aku telah salah mengambil keputusan?
Kami semua berkumpul di ruang makan untuk menikmati makam malam. Aku duduk bersebelahan dengan Mas Gardy, dan Mas Faiz duduk tepat di hadapanku. Dia terus menatapku dengan tatapan yang aku tak memgerti. Pikiranku juga tak tenang mengenai keputusan tadi. Apa aku terlalu terburu-buru?
“Ayuk Makan yang banyak, habis makan, kita akan membahas ucapanmu tadi.” ucap Mas Gardy sambil meletakan makanan di piringku.
Aku mengangguk bingung dan hanya bisa tersenyum sembari menatap ke arah Mas Faiz yang menatapku tanpa senyum.
“Maaf, hari ini aku sangat lelah dan ingin istirahat. Aku ke atas sebentar, nanti jika sudah enakan aku akan turun kembali.” ucap Faiz yang langsung berdiri dan meninggalkan kami.
Kami semua berkumpul di ruang makan untuk menikmati makam malam. Aku duduk bersebelahan dengan Mas Gardy, dan Mas Faiz duduk tepat di hadapanku. Dia terus menatapku dengan tatapan yang aku tak memgerti. Pikiranku juga tak tenang mengenai keputusan tadi. Apa aku terlalu terburu-buru?
“Ayuk Makan yang banyak, habis makan, kita akan membahas ucapanmu tadi.” ucap Mas Gardy sambil meletakan makanan di piringku.
Aku mengangguk bingung dan hanya bisa tersenyum sembari menatap ke arah Mas Faiz yang menatapku tanpa senyum.
“Maaf, hari ini aku sangat lelah dan ingin istirahat. Aku ke atas sebentar, nanti jika sudah enakan aku akan turun kembali.” ucap Faiz yang langsung berdiri dan meninggalkan kami.
Aku terkejut mendengarnya, namun aku tahu laki-laki itu hanya berusaha menghindari melihat yang dilakukan Mas Gardy padaku.
Selesai makan semua berkumpul di ruang tengah dan berbincang-bincang sekalian merayakan kesuksesan proyek kami yang berhasil.
Selesai makan semua berkumpul di ruang tengah dan berbincang-bincang sekalian merayakan kesuksesan proyek kami yang berhasil.
Nampak Mas Gardy tertawa bahagia, dan aku tak pernah melihat dia sebahagia ini, entah karena proyek yang berhasil atau karena ucapanku di telpon tadi.
Aku semakin bingung dengan hatiku, setelah ini Mas Gardy pasti akan bertanya semuanya kembali, aku harus bagaimana, semua itu terjadi begitu cepat.
Hingga menjelang tengah malam semua memutuskan untuk istirahat sementara Mas Gardy sudah menahanku untuk bicara.
“Nada, maaf. Apa aku bisa mendengar kembali yang kau ucapkan di telpon tadi? Jujur aku sangat terkejut, tapi aku sangat bahagia jika ternyata itu benar kau mengatakannya.”
Aku menatap laki-laki di hadapanku dengan perasaan bersalah, perasaan bingung bercampur menjadi satu, sebuah keputusan telah aku ambil dengan terburu-buru, entah itu menyakiti aku atau Mas Faiz, tapi semua sudah terjadi, ucapan itu sudah terucap dan aku tak mungkin menarik kata-kataku dan mengatakan kalo semua itu hanya bercanda.
“Mas, yang aku katakan tadi semuanya benar. Aku terima lamaran Mas.” ucapku pelan menahan sesak, karena sejujurnya ada rasa sakit ku rasa.
“Apa kau serius? Boleh aku tahu kenapa kau tiba-tiba menerima lamaranku?”
“Aku gak punya alasan apapun, aku hanya merasa mungkin sudah waktunya aku membuka hatiku untuk orang lain setelah dulu pernah terluka.” jawabku pelan, meskipun bukan itu jawaban sebenarnya kenapa aku menerima lamarannya.
“Apa kau sudah memikirkannya matang-matang? Aku masih bisa menunggumu dengan sabar jika kau memang belum siap.”
“Gak Mas, aku rasa memang ini sudah waktunya. Aku tak mungkin terus membiarkan Mas menunggu.”
Laki-laki itu menatapku dengan wajah haru.
“Nada, kau membuatku bahagia, aku tak percaya, ketika aku berhasil dengan proyekku akupun mendapatkan kau yang akan menjadi teman hidupku. Aku masih tak percaya dengan semua ini. Setelah dua bulan aku menunggu akhirnya aku akan memilikimu.” ucapnya dengan wajah berbinar.
“Tapi Mas, apa bisa ini menjadi rahasia kita dulu? Mas tahu kan tentang masa laluku hingga aku ...”
“Nada, akan aku turuti semua permintaanmu, asalkan kau sudah bersedia mau menikah denganku, itu sudah cukup bagiku”
Aku menatap laki-laki itu yang sedang sangat bahagia itu.
“Nada, maaf. Apa aku bisa mendengar kembali yang kau ucapkan di telpon tadi? Jujur aku sangat terkejut, tapi aku sangat bahagia jika ternyata itu benar kau mengatakannya.”
Aku menatap laki-laki di hadapanku dengan perasaan bersalah, perasaan bingung bercampur menjadi satu, sebuah keputusan telah aku ambil dengan terburu-buru, entah itu menyakiti aku atau Mas Faiz, tapi semua sudah terjadi, ucapan itu sudah terucap dan aku tak mungkin menarik kata-kataku dan mengatakan kalo semua itu hanya bercanda.
“Mas, yang aku katakan tadi semuanya benar. Aku terima lamaran Mas.” ucapku pelan menahan sesak, karena sejujurnya ada rasa sakit ku rasa.
“Apa kau serius? Boleh aku tahu kenapa kau tiba-tiba menerima lamaranku?”
“Aku gak punya alasan apapun, aku hanya merasa mungkin sudah waktunya aku membuka hatiku untuk orang lain setelah dulu pernah terluka.” jawabku pelan, meskipun bukan itu jawaban sebenarnya kenapa aku menerima lamarannya.
“Apa kau sudah memikirkannya matang-matang? Aku masih bisa menunggumu dengan sabar jika kau memang belum siap.”
“Gak Mas, aku rasa memang ini sudah waktunya. Aku tak mungkin terus membiarkan Mas menunggu.”
Laki-laki itu menatapku dengan wajah haru.
“Nada, kau membuatku bahagia, aku tak percaya, ketika aku berhasil dengan proyekku akupun mendapatkan kau yang akan menjadi teman hidupku. Aku masih tak percaya dengan semua ini. Setelah dua bulan aku menunggu akhirnya aku akan memilikimu.” ucapnya dengan wajah berbinar.
“Tapi Mas, apa bisa ini menjadi rahasia kita dulu? Mas tahu kan tentang masa laluku hingga aku ...”
“Nada, akan aku turuti semua permintaanmu, asalkan kau sudah bersedia mau menikah denganku, itu sudah cukup bagiku”
Aku menatap laki-laki itu yang sedang sangat bahagia itu.
Ya, mungkin memang ini jodohku. Mungkin Alloh sengaja memisahkan aku dan Mas Faiz karena ternyata akan ada Mas Gardy sebagai jodohku sebenarnya.
Akupun perlahan ikut tersenyum senang, namun tiba-tiba aku menangkap sesosok di balik pintu yang sedang bersembunyi dan mencuri dengar, ya sosok yang aku kenal, Mas Faiz, dia menatapku dengan wajah yang menangis, ya laki-laki itu menangis.
Benarkah dia menangis? Apakah dia benar-benar terluka dengan semua ini, tapi tidak, aku tak boleh memikirkan perasaannya lagi.
Bukankah dulu laki-laki itu tak memikirkan perasaanku dan hatiku yang terluka? Air matanya tak bisa menggantikan air mataku yang dulu keluar menangis karenanya.
Tidak, aku tak boleh terkecoh lagi dengan sikapnya.
Setelah menatapku dengan wajah sedih perlahan Mas Faiz berbalik dan menghilang di balik pintu.
Keesokan paginya ketika kami berkumpul, aku tak mendapati Mas Faiz bersama kami, mataku berkeliling mencari sosok laki-laki itu.
Keesokan paginya ketika kami berkumpul, aku tak mendapati Mas Faiz bersama kami, mataku berkeliling mencari sosok laki-laki itu.
Entah kenapa dia belum keluar dari kamarnya. Selang beberapa lama akhirnya laki-laki itu muncul, namun dia sudah siap dengan tasnya, membuat kami semua bingung.
“Maaf, aku sepertinya tak bisa berlama-lama di sini. Ada urusan yang harus aku selesaikan hari ini.” ucapnya sembari pamit pada Mas Gardy yang hanya bisa mengiyakan karena tak bisa menahannya.
“Maaf, aku sepertinya tak bisa berlama-lama di sini. Ada urusan yang harus aku selesaikan hari ini.” ucapnya sembari pamit pada Mas Gardy yang hanya bisa mengiyakan karena tak bisa menahannya.
Aku sangat terkejut mendengar ucapannya, sangat jelas aku tahu kalo dia hanya ingin menghindar, mungkin karena tadi malam dia sudah mendengar langsung aku dan Mas Gardy bicara.
Mas Faiz hanya tersenyum dan sedikit menatapku. Wajahnya begitu sayu dan menyimpan kesedihan yang dalam, dan lagi-lagi perasaan rasa bersalah itu muncul.
Mas Faiz hanya tersenyum dan sedikit menatapku. Wajahnya begitu sayu dan menyimpan kesedihan yang dalam, dan lagi-lagi perasaan rasa bersalah itu muncul.
Entahlah akupun merasa sakit melihatnya seperti itu. Apa aku terlalu kejam karena tak mau memaafkannya? Tapi bukankah dia dulu lebih kejam mempermainkan perasaanku.
Entahlah aku semakin bingung dan resah dengan semua yang kurasa.
“Boleh aku bicara dengan Nada sebentar?” tanya Mas Faiz sembari menatap pada Gardy seolah-olah meminta izinnya.
“Oh ya, boleh Mas, biar bagaimanapun dia juga pegawaimu. Mungkin ada yang harus di bahas.”
Aku terkejut mendengar ucapan Mas Gardy yang menyuruhku keluar bersama Mas Faiz. Aku hanya mengangguk bingung dan berjalan mengikuti langkah Mas Faiz menuju mobilnya.
“Masuklah, aku ingin bicara.” ucapnya datar tanpa senyum.
“Boleh aku bicara dengan Nada sebentar?” tanya Mas Faiz sembari menatap pada Gardy seolah-olah meminta izinnya.
“Oh ya, boleh Mas, biar bagaimanapun dia juga pegawaimu. Mungkin ada yang harus di bahas.”
Aku terkejut mendengar ucapan Mas Gardy yang menyuruhku keluar bersama Mas Faiz. Aku hanya mengangguk bingung dan berjalan mengikuti langkah Mas Faiz menuju mobilnya.
“Masuklah, aku ingin bicara.” ucapnya datar tanpa senyum.
Tak nampak lagi wajah tegang seperti biasanya kalo kami bertemu dan berbicara.
Aku perlahan masuk ke mobil dan mengikuti keinginannya. Ya, ada baiknya aku menyelesaikan semua saat ini, aku akan menikah dengan orang lain, mungkin aku sebaiknya aku memaafkannya dan melupakan semua masa lalu.
Aku akan menatap masa depanku tanpa rasa sakit lagi. Ya itu hanya dengan memaafkannya.
“Nada, jelas kau tau aku sudah mendengar semuanya. Aku tak punya kata-kata lagi saat ini. Kau sudah memilih kebahagianmu, dan aku tak mungkin lagi memaksamu untuk bersamaku. Tapi bolehkah aku mendapatkan ....”
“Aku memaafkanmu Mas.” ucapku pelan sembari merunduk, jujur ada kelegaan ketika kata maaf itu terucap untuknya, mungkin sudah waktunya semua rasa sakit ini ku lupa demi masa depanku yang baru.
Nampak laki-laki sedikit tersenyum, entalah apa maksud senyumnya yang hanya nampak sekilas, aku tak mengerti, tapi dia tak menunjukan rasa terkejutnya sedikitpun.
“Terima kasih untuk maafnya.” jawabnya tanpa memandangku.
Aku sangat bingung melihat sikapnya yang biasa saja ketika aku mengatakan memaafkannya, bukankah itu yang diinginkannya? Kenapa dia hanya menjawab seolah-olah itu bukan hal yang penting.
“Nada, jelas kau tau aku sudah mendengar semuanya. Aku tak punya kata-kata lagi saat ini. Kau sudah memilih kebahagianmu, dan aku tak mungkin lagi memaksamu untuk bersamaku. Tapi bolehkah aku mendapatkan ....”
“Aku memaafkanmu Mas.” ucapku pelan sembari merunduk, jujur ada kelegaan ketika kata maaf itu terucap untuknya, mungkin sudah waktunya semua rasa sakit ini ku lupa demi masa depanku yang baru.
Nampak laki-laki sedikit tersenyum, entalah apa maksud senyumnya yang hanya nampak sekilas, aku tak mengerti, tapi dia tak menunjukan rasa terkejutnya sedikitpun.
“Terima kasih untuk maafnya.” jawabnya tanpa memandangku.
Aku sangat bingung melihat sikapnya yang biasa saja ketika aku mengatakan memaafkannya, bukankah itu yang diinginkannya? Kenapa dia hanya menjawab seolah-olah itu bukan hal yang penting.
Aku perlahan menatapnya dan terkejut karena diapun tiba-tiba menatapku. Wajah sedihnya nampak begitu jelas.
Melihatnya seperti itu tak terasa air mataku menetes. Apa aku sedih telah menyakitinya? Apa benar perasaanku masih ada untuknya namun aku tak menyadarinya karena tertutup rasa benci.
“Nada, kau menangis?”
Aku terus diam dan tak menjawabnya. Tanganku perlahan terangkat hendak memegang wajahnya yang yang sedih, kenapa aku begitu sakit melihat dia terluka. Mas Faiz sangat terkejut melihat aku akan melakukan hal itu.
“Nada, kau ...”
Seketika aku tersadar dan menarik tanganku kembali.
“Maaf Mas, aku sudah memaafkanmu. Jadi berbahagialah.” ucapku yang langsung turun dan meninggalkannya dengan perasaan bercampur aduk, antara malu, resah dan sedih.
“Nada, kau menangis?”
Aku terus diam dan tak menjawabnya. Tanganku perlahan terangkat hendak memegang wajahnya yang yang sedih, kenapa aku begitu sakit melihat dia terluka. Mas Faiz sangat terkejut melihat aku akan melakukan hal itu.
“Nada, kau ...”
Seketika aku tersadar dan menarik tanganku kembali.
“Maaf Mas, aku sudah memaafkanmu. Jadi berbahagialah.” ucapku yang langsung turun dan meninggalkannya dengan perasaan bercampur aduk, antara malu, resah dan sedih.
Terdengar dia memanggilku sekali, namun aku tak perduli, aku sudah memutuskan pilihan hidupku dan tak ada yang perlu di rubah.
•••
Di perjalanan, Faiz sangat gelisah, teringat kembali kejadian barusan.
•••
Di perjalanan, Faiz sangat gelisah, teringat kembali kejadian barusan.
Wajah sedih Nada yang menangis, dan tindakan Nada yang hendak memegang pipinya.
'Aku tahu Nada pasti terluka, aku tahu dia menyesal mengambil keputusan itu, aku harus bagaimana?' gumam Faiz dengan perasaan bimbang.
'Ya, Ibu Nada, aku rasa dia bisa membantuku', ucapnya pelan dan memacuh mobilnya ke Rumah Nada.
“Nak Faiz?” ucap Ibu Nada dengan wajah terkejut ketika membuka pintu.
“Ibu, aku mohon. Aku ingin bicara.”
“Maaf Nak, ibu tak punya waktu.” ucap Bu Nada berusaha menghindar.
“Nak Faiz?” ucap Ibu Nada dengan wajah terkejut ketika membuka pintu.
“Ibu, aku mohon. Aku ingin bicara.”
“Maaf Nak, ibu tak punya waktu.” ucap Bu Nada berusaha menghindar.
Ya, wanita ini tak mau menyakiti hati anaknya jika dengan mudah memaafkan laki-laki yang menyakiti mereka.
“Ibu, Nada sudah memaafkanku. Sekarang akupun berharap maaf dari ibu juga.” ucapnya dengan wajah memohon.
Bu Nada nampak begitu terkejut mendengarnya. Apa benar Nada sudah memaafkan laki-laki ini. Bu Nada akhirnya menyuruh Faiz masuk dan ingin mendengar semuanya.
“Terima kasih karena sudah mengizinkan aku masuk dan bicara. Ibu, apa Nada sudah menceritakan kenapa aku meninggalkannya waktu itu?”
Bu Nada menatap Faiz dengan perasaan sedih.
“Semuanya sudah Nada ceritakan. Kenapa Nak Faiz bisa setega itu, mempermainkan dia? Harusnya Nak Faiz tak perlu mengajak menikah dan menaruh harapan padanya.”
“Iya Bu, aku tahu aku sangat salah dengan semua itu. Aku tahu aku laki-laki jahat yang tak pantas mendapatkan Maaf.”
“Nak Faiz dulu melakukan itu karena keisengan saja bukan, jadi harusnya Mas Faiz tak perlu ke sini dan meminta maaf.”
“Tidak Bu, rasa bersalah menyakiti ibu dan Nada terus menghantuiku dan membuatku tak tenang.”
“Untuk apa? Toh Nak Faiz juga tidak mencintai Nada.”
“Aku..., aku masih mencintai Nada sampai saat ini Bu.”
“Masih?”
“Ya Bu, dulu keisenganku ternyata menghadirkan cinta di hatiku. Aku pikir aku bisa melupakannya, tapi ternyata aku semakin tersiksa dengan perasaanku. Aku mohon Bu maafkan aku.”
Bu Nada melihat kearah Faiz yang duduk di hadapannya sedang tertunduk menangis.
“Nak Faiz, apa kau menangis?”
“Tangisku tak seberapa dibandingkan dengan tangisan Ibu dan Nada akibat perbuatanku.”
Melihat keadaan di hadapannya, membuat Bu Nada ikut menangis.
“Sudahlah Nak, ibu sudah memaafkanmu.”
Faiz mengangkat wajahnya dan tersenyum kemudian menghapus air matanya.
“Terima kasih Bu. Terima kasih untuk kesempatan ini.”
“Iya nak, tapi kesempatan apa Nak?”
Faiz menatap Bu Nada dengan wajah penuh harap.
“Ibu, aku masih sangat mencintai Nada, bolehkah aku memilikinya kembali?”
“Apa Maksud Nak Faiz?” tanya Ibu dengan wajah bingung.
“Aku ingin menikahi Nada Bu.”
Wanita tua itu nampak terkejut dan tak percaya mendengar permintaaan Faiz.
“Maafkan Ibu, Nada sudah di lamar oleh laki-laki lain, dan ibu rasa Nak Faiz mengenalnya.”
“Iya Bu aku tahu, makanya aku sangat berharap ibu membantuku. Aku tahu Nada masih mencintaiku.”
“Darimana Nak Faiz punya pikiran seperti itu? Nada sudah melupakan Nak Faiz, nyatanya dia sudah membuka hatinya untuk orang lain.”
“Aku tahu Bu, aku tahu Nada masih mencintaiku, aku bisa merasakannya.”
“Nak Faiz, maafkan. Ibu tak bisa membantumu. Perasaan Nada tak bisa di paksakan. Saat ini Ibu melihat dia sudah cukup bahagia dengan kehidupannya sekarang.”
“Tapi Bu ...”
“Nak, Ibu mohon, jangan ganggu Nada lagi, biarkan dia berbahagia. Nak Faiz silakan mencari kebahagian juga.”
“Tapi kebahagianku saat ini adalah Nada Bu.”
“Nak, maaf ibu tak bisa membantumu. Semua keputusan ada di tangan Nada. Ibu tak ingin dia sakit dan kecewa lagi.”
“Tapi kali ini aku berjanji tak akan membuatnya sakit dan kecewa.”
“Kata-kata itu pernah Nak Faiz ucapkan ketika berjanji pada Ibu dulu.”
“Iya Bu. Aku ...”
“Pulanglah Nak, kau sudah mendapatkan maaf Ibu dan Nada. Jadi sekarang berbahagialah dengan kehidupanmu dan tak perlu berharap lagi pada Nada.”
“Tapi Bu ...”
“Nak Faiz, jika Nada jodohmu dia pasti akan kembali padamu.”
Faiz menatap Ibu Nada dengan perasaan hancur, harapan satu-satunya untuk membantunya tak bisa membantunya.
“Ibu, Nada sudah memaafkanku. Sekarang akupun berharap maaf dari ibu juga.” ucapnya dengan wajah memohon.
Bu Nada nampak begitu terkejut mendengarnya. Apa benar Nada sudah memaafkan laki-laki ini. Bu Nada akhirnya menyuruh Faiz masuk dan ingin mendengar semuanya.
“Terima kasih karena sudah mengizinkan aku masuk dan bicara. Ibu, apa Nada sudah menceritakan kenapa aku meninggalkannya waktu itu?”
Bu Nada menatap Faiz dengan perasaan sedih.
“Semuanya sudah Nada ceritakan. Kenapa Nak Faiz bisa setega itu, mempermainkan dia? Harusnya Nak Faiz tak perlu mengajak menikah dan menaruh harapan padanya.”
“Iya Bu, aku tahu aku sangat salah dengan semua itu. Aku tahu aku laki-laki jahat yang tak pantas mendapatkan Maaf.”
“Nak Faiz dulu melakukan itu karena keisengan saja bukan, jadi harusnya Mas Faiz tak perlu ke sini dan meminta maaf.”
“Tidak Bu, rasa bersalah menyakiti ibu dan Nada terus menghantuiku dan membuatku tak tenang.”
“Untuk apa? Toh Nak Faiz juga tidak mencintai Nada.”
“Aku..., aku masih mencintai Nada sampai saat ini Bu.”
“Masih?”
“Ya Bu, dulu keisenganku ternyata menghadirkan cinta di hatiku. Aku pikir aku bisa melupakannya, tapi ternyata aku semakin tersiksa dengan perasaanku. Aku mohon Bu maafkan aku.”
Bu Nada melihat kearah Faiz yang duduk di hadapannya sedang tertunduk menangis.
“Nak Faiz, apa kau menangis?”
“Tangisku tak seberapa dibandingkan dengan tangisan Ibu dan Nada akibat perbuatanku.”
Melihat keadaan di hadapannya, membuat Bu Nada ikut menangis.
“Sudahlah Nak, ibu sudah memaafkanmu.”
Faiz mengangkat wajahnya dan tersenyum kemudian menghapus air matanya.
“Terima kasih Bu. Terima kasih untuk kesempatan ini.”
“Iya nak, tapi kesempatan apa Nak?”
Faiz menatap Bu Nada dengan wajah penuh harap.
“Ibu, aku masih sangat mencintai Nada, bolehkah aku memilikinya kembali?”
“Apa Maksud Nak Faiz?” tanya Ibu dengan wajah bingung.
“Aku ingin menikahi Nada Bu.”
Wanita tua itu nampak terkejut dan tak percaya mendengar permintaaan Faiz.
“Maafkan Ibu, Nada sudah di lamar oleh laki-laki lain, dan ibu rasa Nak Faiz mengenalnya.”
“Iya Bu aku tahu, makanya aku sangat berharap ibu membantuku. Aku tahu Nada masih mencintaiku.”
“Darimana Nak Faiz punya pikiran seperti itu? Nada sudah melupakan Nak Faiz, nyatanya dia sudah membuka hatinya untuk orang lain.”
“Aku tahu Bu, aku tahu Nada masih mencintaiku, aku bisa merasakannya.”
“Nak Faiz, maafkan. Ibu tak bisa membantumu. Perasaan Nada tak bisa di paksakan. Saat ini Ibu melihat dia sudah cukup bahagia dengan kehidupannya sekarang.”
“Tapi Bu ...”
“Nak, Ibu mohon, jangan ganggu Nada lagi, biarkan dia berbahagia. Nak Faiz silakan mencari kebahagian juga.”
“Tapi kebahagianku saat ini adalah Nada Bu.”
“Nak, maaf ibu tak bisa membantumu. Semua keputusan ada di tangan Nada. Ibu tak ingin dia sakit dan kecewa lagi.”
“Tapi kali ini aku berjanji tak akan membuatnya sakit dan kecewa.”
“Kata-kata itu pernah Nak Faiz ucapkan ketika berjanji pada Ibu dulu.”
“Iya Bu. Aku ...”
“Pulanglah Nak, kau sudah mendapatkan maaf Ibu dan Nada. Jadi sekarang berbahagialah dengan kehidupanmu dan tak perlu berharap lagi pada Nada.”
“Tapi Bu ...”
“Nak Faiz, jika Nada jodohmu dia pasti akan kembali padamu.”
Faiz menatap Ibu Nada dengan perasaan hancur, harapan satu-satunya untuk membantunya tak bisa membantunya.
Faiz akhirnya pamit dengan perasaan sedih.
Di mobil semua bayangan dulu ketika bersama dengan Nada muncul lagi di pikirannya.
Sejuta rasa menyesal dirasa oleh Faiz. Dia terus berpikir dan akhirnya memilih mengihklaskan Nada.
•••
Seminggu telah berlalu dari acara itu, aku tak melihat Mas Faiz seminggu ini di kantor, entah kemana dia.
•••
Seminggu telah berlalu dari acara itu, aku tak melihat Mas Faiz seminggu ini di kantor, entah kemana dia.
Ada yang aneh ku rasa, Pak Adi Ayah kembali masuk ke kantor dan memimpin perusahaan lagi. Ada kebingungan di dalam hati, entah benar bingung atau rasa rindu yang terselip karena tak melihatnya.
Siang itu Mas Gardy mengajakku makan siang.
Siang itu Mas Gardy mengajakku makan siang.
Aku tadinya tak ingin keluar, pikiranku sedang tak menentu. Bagaimana kabar Mas Faiz? Dimana dia? Ya Tuhan, aku sangat ingin melihatnya.
“Nada, apa kita sudah bisa menentukan tanggal pernikahan kita? Kemarin aku sudah bicara dengan orang tuaku, dan mereka mengikuti apapun dan kapanpun aku menginginkannya.” ucap Mas Gardy.
Aku terkejut mendengarnya. Apakah harus secepat ini? Hatiku masih sangat bimbang dengan semua ini.
“Mas, itu aku ....”
“Nada, kau tahu, aku sangat ingin segera memilikimu. Lagian apa kau tahu kalo Mas Faiz akan segera menikah juga? Dia memajukan tanggal pernikahannya menjadi dua bulan lagi.”
Aku terkejut mendengar berita yang diceritakan laki-laki di hadapanku.
“Dari mana Mas tahu tentang semua itu?” ucapku bingung. Jujur ada sesak di dada mendengar semua itu.
“Pak Adi yang mengatakan langsung padaku, soalnya aku bingung kenapa Mas Faiz tak terlihat lagi, dan kata Pak Adi, Faiz lagi di luar negeri bertemu tunangannya dan mempersiapkan pernikahannya. Ya, tapi kau tak usah cerita ke siapa-siapa. Soalnya Pak Adi bilang itu permintaan Mas Faiz.”
Aku diam mencerna semua yang diceritakan Mas Gardy.
“Nada, apa kita sudah bisa menentukan tanggal pernikahan kita? Kemarin aku sudah bicara dengan orang tuaku, dan mereka mengikuti apapun dan kapanpun aku menginginkannya.” ucap Mas Gardy.
Aku terkejut mendengarnya. Apakah harus secepat ini? Hatiku masih sangat bimbang dengan semua ini.
“Mas, itu aku ....”
“Nada, kau tahu, aku sangat ingin segera memilikimu. Lagian apa kau tahu kalo Mas Faiz akan segera menikah juga? Dia memajukan tanggal pernikahannya menjadi dua bulan lagi.”
Aku terkejut mendengar berita yang diceritakan laki-laki di hadapanku.
“Dari mana Mas tahu tentang semua itu?” ucapku bingung. Jujur ada sesak di dada mendengar semua itu.
“Pak Adi yang mengatakan langsung padaku, soalnya aku bingung kenapa Mas Faiz tak terlihat lagi, dan kata Pak Adi, Faiz lagi di luar negeri bertemu tunangannya dan mempersiapkan pernikahannya. Ya, tapi kau tak usah cerita ke siapa-siapa. Soalnya Pak Adi bilang itu permintaan Mas Faiz.”
Aku diam mencerna semua yang diceritakan Mas Gardy.
Apa ini? Kenapa Mas Faiz ingin membalasku seperti ini? Hatiku terasa sakit dan sesak, aku cemburu, aku sakit, aku sekarang menyadari ternyata aku masih mencintainya. Tapi semua tak mungkin di rubah lagi, bukankah aku yang menyuruhnya berbahagia.
Ya, kami akan mengapai masa depan kami dengan orang lain.
“Nada, ada apa? Apa yang kau pikirkan?”
Aku tersadar dari lamunanku ketika mendengar panggilan Mas Gardy.
“Oh, maaf, itu aku sedang memikirkan tanggal yang tepat untuk pernikahan kita.”
“Apa kau serius? Aku pikir kau sedang memikirkan pernikahan Mas Faiz.”
“Ehh, gak Mas, jadi mau kapan?” ucapku yang terkejut mendengar ucapan Mas Gardy.
“Aku mengikuti kapanpun keputusannmu.”
“Tapi Mas, bukankah Orang tua Mas sekarang lagi di luar negeri, karena Ayah Mas sedang melakukan terapy?”
“Iya Nada, tapi aku sudah bicara dengan mereka, dan mereka malah menyuruhku untuk secepatnya menikah, karena sepertinya mereka akan sangat lama di sana. Kata mereka, aku bisa menikah tanpa kehadiran mereka, mengingat Ibuku tak bisa meninggalkan Ayah sendirian.”
“Tapi apa itu baik kalo kita menikah ketika orang tuamu ada yang sakit?”
“Ibuku yang memintanya langsung, dia tak ingin segera ada yang menemaniku di Rumah. Kau tahu kan aku anak satu-satunya, aku tak bisa ikut menjaga Ayah di sana karena tidak ada yang memimpin perusahaannya. Makanya Ibuku sangat ingin aku segera menikah agar aku tak sendiri lagi di Rumah.”
“Mas, akupun sebenarnya punya permintaan.”
“Apa itu?”
“Apa boleh kita menikah akad saja, disertai penghulu dan saksi dan wali hakim saja? Dan tanpa diketahui orang lain? Mas sudah mengetahui sedikit masa laluku bukan? Aku memiliki rasa trauma akan pernikahan, aku takut jika pernikahan akan kembali gagal dan menyisakan malu dan luka yang dalam.”
“Nada, aku ikuti semua keinginanmu. Apa yang membuatmu nyaman aku ikuti.”
“Terima kasih Mas.”
“Iya Nada, lagian orang tuaku juga sedang sakit, kita bisa mengumunkan pernikahan kita sekalian mengadakan pesta ketika orang tuaku kembali.”
Aku mengangguk dan tersenyum melihat Mas Gardy yang tersenyum bahagia. Akupun memutuskan pernikahan akan dilaksanakan bulan depan.
“Nada, ada apa? Apa yang kau pikirkan?”
Aku tersadar dari lamunanku ketika mendengar panggilan Mas Gardy.
“Oh, maaf, itu aku sedang memikirkan tanggal yang tepat untuk pernikahan kita.”
“Apa kau serius? Aku pikir kau sedang memikirkan pernikahan Mas Faiz.”
“Ehh, gak Mas, jadi mau kapan?” ucapku yang terkejut mendengar ucapan Mas Gardy.
“Aku mengikuti kapanpun keputusannmu.”
“Tapi Mas, bukankah Orang tua Mas sekarang lagi di luar negeri, karena Ayah Mas sedang melakukan terapy?”
“Iya Nada, tapi aku sudah bicara dengan mereka, dan mereka malah menyuruhku untuk secepatnya menikah, karena sepertinya mereka akan sangat lama di sana. Kata mereka, aku bisa menikah tanpa kehadiran mereka, mengingat Ibuku tak bisa meninggalkan Ayah sendirian.”
“Tapi apa itu baik kalo kita menikah ketika orang tuamu ada yang sakit?”
“Ibuku yang memintanya langsung, dia tak ingin segera ada yang menemaniku di Rumah. Kau tahu kan aku anak satu-satunya, aku tak bisa ikut menjaga Ayah di sana karena tidak ada yang memimpin perusahaannya. Makanya Ibuku sangat ingin aku segera menikah agar aku tak sendiri lagi di Rumah.”
“Mas, akupun sebenarnya punya permintaan.”
“Apa itu?”
“Apa boleh kita menikah akad saja, disertai penghulu dan saksi dan wali hakim saja? Dan tanpa diketahui orang lain? Mas sudah mengetahui sedikit masa laluku bukan? Aku memiliki rasa trauma akan pernikahan, aku takut jika pernikahan akan kembali gagal dan menyisakan malu dan luka yang dalam.”
“Nada, aku ikuti semua keinginanmu. Apa yang membuatmu nyaman aku ikuti.”
“Terima kasih Mas.”
“Iya Nada, lagian orang tuaku juga sedang sakit, kita bisa mengumunkan pernikahan kita sekalian mengadakan pesta ketika orang tuaku kembali.”
Aku mengangguk dan tersenyum melihat Mas Gardy yang tersenyum bahagia. Akupun memutuskan pernikahan akan dilaksanakan bulan depan.
Ibu sangat senang mendengarnya, lamaran orang tua Mas Gardy pun hanya bisa di lakukan via telpon, namun ibuku tak masalah, karena dia hanya ingin aku anaknya cepat mendapatkan kebahagian.
Aku tersenyum melihat ibuku yang nampak sangat bahagia, ya aku tak harus memikirkan Mas Faiz lagi. Dia juga sebentar lagi akan menikah dan berbahagia, pasti kami sama-sama akan saling melupakan.
•••
Sebulan berlalu, besok hari pernikahanku. Aku berbaring dan memandang sekeliling.
•••
Sebulan berlalu, besok hari pernikahanku. Aku berbaring dan memandang sekeliling.
Terbayang kembali pernikahanku yang dulu. Air mataku perlahan menetes, ada rasa sesak terasa, entah kenapa aku tak merasakan kebahagian seperti waktu aku akan menikah dengan Mas Faiz dulu, dulu ada rasa cinta yang besar sehingga hatiku begitu bahagia menyambut pernikahanku tapi entah kenapa kali ini pikiranku malah dipenuhi laki-laki itu.
Apa kabarnya dia? Terselip rindu untuk melihatnya, tapi aku mencoba menepisnya.
Ya, tak boleh lagi ada hati untuk Mas Faiz, malam ini aku harus membuangnya karena besok adalah hari penting bagi hidupku. Air mataku terus menetes, sungguh ternyata masih ada air mata untuk Laki-laki itu.
•••
Keesokan paginya.
Aku menatap wajahku di cermin. Seperti yang dulu, karena ini hanya pernikahan akad saja, jadi tak banyak yang harus di siapkan.
•••
Keesokan paginya.
Aku menatap wajahku di cermin. Seperti yang dulu, karena ini hanya pernikahan akad saja, jadi tak banyak yang harus di siapkan.
Yang beda hanya suasana hatiku. Kalo dulu aku begitu sangat bahagia, namun kali ini hatiku masih tak menentu. Aku berusaha tersenyum, ya, harus tersenyum demi Mas Gardy calon suamiku, laki-laki yang akan melindungi dan menjagaku nanti.
“Nak, ayuk keluar. Penghulu, saksi dan wali udah ada. Sebaiknya kau menunggu Mas Gardy di luar.”
“Lho emang Mas Gardy belum datang?” tanyaku bingung.
“Belum Nak, mungkin sedang di perjalanan.”
Aku mengangguk dan menyuruh ibu keluar duluan, padahal ada rasa gelisah, takut kejadian dulu terulang kembali. Aku buru-buru menepis pikiranku karena tak takut dengan banyangan masa lalu.
Aku duduk di hadapan penghulu menunggu Mas Gardy. Tiga puluh menit telah berlalu dari jadwal akadku. Wajahku mulai terasa kaku, bayangan kejadian dulu mulai menghantuiku. Tidak, jangan sampai terulang lagi. Aku meraih Hpku dan berusaha menghubunginya, namun apa yang ku dapat Hp Mas Gardy gak aktif. Aku menelponnya terus menerus dengan perasaan campur aduk, namun hasilnya sama. Ibu memelukku dan mulai terisak namun buru-buru ditahannya. Dia pasti memiliki rasa takut yang sama sepertiku, takut jika kejadian itu terulang dan aku tersakiti lagi. Mas Gardy kenapa kau lakukan ini? Apa yang terjadi padamu? Kemana kau Mas? Aku berusaha menghubungi rekan kerjanya yang lain, namun mereka tidak mengetahui, ya itu karena mereka tak tahu jika Mas Gardy akan menikah hari ini.
“Ibu, Aku bingung kenapa ini bisa terjadi lagi. Aku merasa semua ini seperti akan berulang kembali.” ucapku pelan dengan suara bergetar menahan sesak.
Ibu menatapku yang nampak gelisah dan sedih, begitupun wajah ibuku yang nampak terluka, ya orang tua mana yang tak terluka melihat keadaan anaknya seperti ini lagi, namun dia berusaha menyembunyikannya dan tak ingin memperlihatkan kesedihannya padaku.
“Kita tunggu sebentar lagi ya Nak, kamu tenang aja, Nak Gardy orang yang baik. Dia sudah berjanji tak akan menyakitimu. Dia pasti datang.”
Aku mengngguk dan memeluknya. Dua jam berlalu kembali namun bayangan Mas Gardy belum terlihat. Aku berusaha menghubunginya lagi, tapi mendapati hal yang sama. Rasa takut itu sekarang benar-benar muncul, ya kejadian itu sekarang terulang kembali. Kenapa hidupku bisa seperti ini? Aku tak percaya, kenapa aku tak bisa mendapatkan kebahagian?
“Nak, maaf, kapan pengantin laki-lakinya datang? Kami tak bisa menunggu lama, siang ini kami juga ada acara yang lain.” tanya penghulu yang membuyarkan lamunanku.
Aku menatap dengan wajah dan perasaan hancur. Ini terjadi lagi, pertanyaan ini terulang lagi di hadapanku. Apa salahku hingga harus mengalami hal yang sama. Perlahan menarik nafas panjang dan berusaha tetap tegar meskipun air mataku sangat ingin menetes.
“Pulanglah Pak, pernikahan ini di batalkan.” ucapku dengan suara bergetar.
“Tapi Nada, tunggulah ....”
“Gak Ibu, aku tak mau menunggu lagi. Batalkan pernikahan ini.” ucapku sambil berdiri dan hendak meninggalkan tempat itu.
“Pernikahan ini tak akan batal, aku yang akan menjadi pengantin prianya.” ucap seseorang yang barusan masuk. Jelas aku sangat mengenal suaranya. Suara yang akhir-akhir ini membuat perasaanku kacau. Aku perlahan berbalik dan menatapnya.
“Mas Faiz.”
Kulihat dia berjalan mendekat dan memandangku dengan perasaan teduh. Perasaanku entah kenapa seketika bahagia melihatnya. Namun meskipun begitu, aku tak ingin terbuai lagi dengan perasaaan masa laluku.
“Nada, menikahlah denganku.”ucapnya sembari menatapku dengan penuh harap.
Aku terkejut mendengar ucapanya. Perasaan bingung hadir kembali, tapi tidak, aku tak boleh bingung. Aku sudah berjanji akan menikah dengan Mas Gardy, aku tak tahu apa yang terjadi padanya, Aku harus mencari tahu kenapa Mas Gardy melakukan ini padaku.
“Maaf Mas, aku tak bisa.” ucapku dengan suara berat sembari berbalik dan hendak meninggalkan mereka.
“Nada kau akan tetap menikah hari ini.” ucap ibu sembari menarik tanganku dan menyuruhku duduk kembali.
Aku terkejut dan bingung melihat ibu melakukan itu padaku.
“Ibu, tapi Mas Gardy ...”
“Kau bukan akan menikah dengan Nak Gardy, kau akan menikah dengan Nak Faiz.”
“Tapi Bu ...”
“Maaf Nada, kali ini Ibu tak mau lagi kau mengalami hal yang sama. Ibu tak mau kau menangis lagi. Ibu tak mau kau terluka lagi, ibu tak mau kau jatuh lagi dalam pernikahan yang gagal. Kau akan menikah dengan Nak Faiz. Entah kenapa Ibu merasa dia adalah jodohmu.” ucap ibuku pelan sembari menangis dan memelukku.
“Nak, ayuk keluar. Penghulu, saksi dan wali udah ada. Sebaiknya kau menunggu Mas Gardy di luar.”
“Lho emang Mas Gardy belum datang?” tanyaku bingung.
“Belum Nak, mungkin sedang di perjalanan.”
Aku mengangguk dan menyuruh ibu keluar duluan, padahal ada rasa gelisah, takut kejadian dulu terulang kembali. Aku buru-buru menepis pikiranku karena tak takut dengan banyangan masa lalu.
Aku duduk di hadapan penghulu menunggu Mas Gardy. Tiga puluh menit telah berlalu dari jadwal akadku. Wajahku mulai terasa kaku, bayangan kejadian dulu mulai menghantuiku. Tidak, jangan sampai terulang lagi. Aku meraih Hpku dan berusaha menghubunginya, namun apa yang ku dapat Hp Mas Gardy gak aktif. Aku menelponnya terus menerus dengan perasaan campur aduk, namun hasilnya sama. Ibu memelukku dan mulai terisak namun buru-buru ditahannya. Dia pasti memiliki rasa takut yang sama sepertiku, takut jika kejadian itu terulang dan aku tersakiti lagi. Mas Gardy kenapa kau lakukan ini? Apa yang terjadi padamu? Kemana kau Mas? Aku berusaha menghubungi rekan kerjanya yang lain, namun mereka tidak mengetahui, ya itu karena mereka tak tahu jika Mas Gardy akan menikah hari ini.
“Ibu, Aku bingung kenapa ini bisa terjadi lagi. Aku merasa semua ini seperti akan berulang kembali.” ucapku pelan dengan suara bergetar menahan sesak.
Ibu menatapku yang nampak gelisah dan sedih, begitupun wajah ibuku yang nampak terluka, ya orang tua mana yang tak terluka melihat keadaan anaknya seperti ini lagi, namun dia berusaha menyembunyikannya dan tak ingin memperlihatkan kesedihannya padaku.
“Kita tunggu sebentar lagi ya Nak, kamu tenang aja, Nak Gardy orang yang baik. Dia sudah berjanji tak akan menyakitimu. Dia pasti datang.”
Aku mengngguk dan memeluknya. Dua jam berlalu kembali namun bayangan Mas Gardy belum terlihat. Aku berusaha menghubunginya lagi, tapi mendapati hal yang sama. Rasa takut itu sekarang benar-benar muncul, ya kejadian itu sekarang terulang kembali. Kenapa hidupku bisa seperti ini? Aku tak percaya, kenapa aku tak bisa mendapatkan kebahagian?
“Nak, maaf, kapan pengantin laki-lakinya datang? Kami tak bisa menunggu lama, siang ini kami juga ada acara yang lain.” tanya penghulu yang membuyarkan lamunanku.
Aku menatap dengan wajah dan perasaan hancur. Ini terjadi lagi, pertanyaan ini terulang lagi di hadapanku. Apa salahku hingga harus mengalami hal yang sama. Perlahan menarik nafas panjang dan berusaha tetap tegar meskipun air mataku sangat ingin menetes.
“Pulanglah Pak, pernikahan ini di batalkan.” ucapku dengan suara bergetar.
“Tapi Nada, tunggulah ....”
“Gak Ibu, aku tak mau menunggu lagi. Batalkan pernikahan ini.” ucapku sambil berdiri dan hendak meninggalkan tempat itu.
“Pernikahan ini tak akan batal, aku yang akan menjadi pengantin prianya.” ucap seseorang yang barusan masuk. Jelas aku sangat mengenal suaranya. Suara yang akhir-akhir ini membuat perasaanku kacau. Aku perlahan berbalik dan menatapnya.
“Mas Faiz.”
Kulihat dia berjalan mendekat dan memandangku dengan perasaan teduh. Perasaanku entah kenapa seketika bahagia melihatnya. Namun meskipun begitu, aku tak ingin terbuai lagi dengan perasaaan masa laluku.
“Nada, menikahlah denganku.”ucapnya sembari menatapku dengan penuh harap.
Aku terkejut mendengar ucapanya. Perasaan bingung hadir kembali, tapi tidak, aku tak boleh bingung. Aku sudah berjanji akan menikah dengan Mas Gardy, aku tak tahu apa yang terjadi padanya, Aku harus mencari tahu kenapa Mas Gardy melakukan ini padaku.
“Maaf Mas, aku tak bisa.” ucapku dengan suara berat sembari berbalik dan hendak meninggalkan mereka.
“Nada kau akan tetap menikah hari ini.” ucap ibu sembari menarik tanganku dan menyuruhku duduk kembali.
Aku terkejut dan bingung melihat ibu melakukan itu padaku.
“Ibu, tapi Mas Gardy ...”
“Kau bukan akan menikah dengan Nak Gardy, kau akan menikah dengan Nak Faiz.”
“Tapi Bu ...”
“Maaf Nada, kali ini Ibu tak mau lagi kau mengalami hal yang sama. Ibu tak mau kau menangis lagi. Ibu tak mau kau terluka lagi, ibu tak mau kau jatuh lagi dalam pernikahan yang gagal. Kau akan menikah dengan Nak Faiz. Entah kenapa Ibu merasa dia adalah jodohmu.” ucap ibuku pelan sembari menangis dan memelukku.
Aku memelukknya dengan perasaan sedih, aku tahu ibuku sangat terluka dengan kejadian dulu karena melihat kegagalanku. Namun bagaimana dengan Mas Gardy? Ibu terus menatapku dengan wajah penuh harap, Melihatnya seperti ini akupun tak tega, akhirnya aku mengangguk dan diam mengikuti ibuku.
“Ayolah Nak Faiz, duduk di sini.” ucap ibuku memanggilnya. Faiz berlahan mendekat dan duduk di sampingku. Jantungku berdegub kencang, entah apa yang kurasa, hatiku sebenarnya bahagia, namun pikiranku di penuhi Mas Gardy, di mana kau Mas. Apa yang terjadi padamu, kenapa kau lakukan ini padaku?
“Sah.” terdengar jawaban saksi yang membuat aku tersadar dari lamunanku. Sah? Apa aku telah menjadi istri Mas Faiz?
Di sisi lain
“Dokter, pasien yang kecelakaan tadi, sudah sadarkan diri.”
==========
Sehari sebelumnya
[Pak, pernikahan mereka akan dilaksanakan besok pagi.] sebuah pesan masuk ke Hp Faiz.
Mereka benar-benar akan menikah rupanya. Tapi kenapa Ayah tak mengabariku akan ada pernikahan Mas Gardy? Apa mereka benar akan menikah? Atau Nada meminta pernikahan sederhana seperti kami dulu tanpa diketahaui orang lain? Tapi tujuannya apa jika mereka hanya menikah diam-diam? Entahlah, Sebulan ini aku hanya bisa menyuruh orang mengawasinya dari jauh.
“Ayolah Nak Faiz, duduk di sini.” ucap ibuku memanggilnya. Faiz berlahan mendekat dan duduk di sampingku. Jantungku berdegub kencang, entah apa yang kurasa, hatiku sebenarnya bahagia, namun pikiranku di penuhi Mas Gardy, di mana kau Mas. Apa yang terjadi padamu, kenapa kau lakukan ini padaku?
“Sah.” terdengar jawaban saksi yang membuat aku tersadar dari lamunanku. Sah? Apa aku telah menjadi istri Mas Faiz?
Di sisi lain
“Dokter, pasien yang kecelakaan tadi, sudah sadarkan diri.”
==========
Sehari sebelumnya
[Pak, pernikahan mereka akan dilaksanakan besok pagi.] sebuah pesan masuk ke Hp Faiz.
Mereka benar-benar akan menikah rupanya. Tapi kenapa Ayah tak mengabariku akan ada pernikahan Mas Gardy? Apa mereka benar akan menikah? Atau Nada meminta pernikahan sederhana seperti kami dulu tanpa diketahaui orang lain? Tapi tujuannya apa jika mereka hanya menikah diam-diam? Entahlah, Sebulan ini aku hanya bisa menyuruh orang mengawasinya dari jauh.
Ya, mengetahui kabarnya saja sudah cukup membuatku senang, dan ternyata besok, jika pernikahan mereka benar terjadi bearti besok adalah hari dimana aku akan kehilangan Nada selamanya, ucap Faiz sembari mengutuk dirinya yang belum bisa melupakan Nada.
Aku tak mungkin lagi punya kesempatan memilikinya, Ya, Nada memang pantas mendapatkan laki-laki yang lebih baik dariku, ucap Faiz lagi sembari berbaring.
Berjam-jam faiz tenggelam dalam pikirannya, perasaan yang sakit mengingat wanita yang di cintainya besok akan jadi milik orang lain membuatnya sangat gelisah.
Berjam-jam faiz tenggelam dalam pikirannya, perasaan yang sakit mengingat wanita yang di cintainya besok akan jadi milik orang lain membuatnya sangat gelisah.
Tidak, sepertinya aku harus pulang dan melihatnya terakhir kalinya, setidaknya ketika mereka telah menikah hati ini akan punya alasan kuat untuk melupakannya, ucapnya lagi sambil mempersiapkan segalanya.
•••
Faiz tiba di rumah Nada lebih awal, namun dia menatap bingung melihat keadaanya yang nampak sepi seperti tak akan ada pernikahan. Ada apa ini? Apa mereka benar akan menikah? Atau Pernikahan inipun hanya akan seperti aku dulu? Tak ada pesta dan undangan? Apa aku harus turun dan bertanya? Tapi tidak, Nada dan ibu pasti akan sangat terkejut, lebih baik aku terus menunggu di mobil, gumamnya.
Selang beberapa waktu nampak sebuah mobil datang, terlihat penghulu, wali dan saksi turun dari mobil. Melihat mereka, jelas Faiz tahu siapa mereka.
Ternyata pernikahan itu memang ada, tapi kenapa mereka menikah seperti ini? Mas Gardy dari keluarga yang cukup kaya. Ada apa sebenarnya? gumam Faiz bingung, tapi itu bukan masalah saat ini, yang terpenting sekarang aku hanya ingin memastikan Nada bahagia dengan pilihannya.
Ya, aku harus menunggu mereka akad sehingga aku bisa datang mengucapkan selamat berbahagia dan ucapan selamat tinggal pada Nada, gumam Faiz yang terus menatap ke arah rumah Nada. Meskipun hatinya begitu sakit, namun dia tahu, mengihklaskan Nada adalah yang terbaik.
Faiz terus menunggu hingga dua jam kedepan.
Mungkin akadnya telah selesai, aku akan turun sekarang dan mengucapkan selamat, ucap Faiz pelan sembari membuka pintu hendak turun. Namun Faiz menutup kembali pintunya karena terkejut melihat ibu Nada nampak gelisah.
Ibu Nada bolak balik berdiri di depan pintu dan menatap keluar seperti mencari seseorang. Ada apa ini? Apa ada masalah? Atau apa Mas Gardy belum datang? kemana dia? Apa yang terjadi? Aku harus memastikannya, ucap Faiz yang perlahan turun kembali dan berjalan mendekat ke pintu rumah Nada.
Faiz hendak masuk, namun tiba-tiba dia mendengar semuanya dengan jelas, rasa terkejut bercampur dengan rasa kasihan, ya Tuhan, apa ini? Kenapa ini terulang lagi padanya? Kenapa harus seperti ini lagi? Kemana kau Mas Gardy? Meskipun aku telah jahat meninggalkan Nada, namun aku tak mau dia mendapatkan hal yang sama lagi.
Dia wanita yang sangat ku cintai, aku tak mau dia terluka lagi, gumam Faiz sembari mengambil Hp nya dan berusaha menghubungi Gardy berkali-kali, namun hasilnya mendapatkan jawaban yang sama, Hp Gardy tak aktif.
Faiz mengintip kembali ke dalam rumah dan mendapati Nada dan ibunya sedang berpelukan menahan tangis. Hatinya pun terasa sakit melihat itu, Mas Gardy, aku akan buat perhitungan denganmu.
Meskipun Faiz begitu emosi, namun di jauh di lubuk hatinya dia bahagia karena Nada tak menjadi milik orang lain.
Seketika Faiz terkejut dari lamunannya ketika mendengar ucapan Nada yang ingin membatalkan pernikahannya, hingga membuat Faiz tak berpikir panjang lagi.
'Kali ini aku tak mau dia terluka lagi, kali ini aku tak akan meninggalkannya seperti dulu.
Ya dulu, aku meninggalkannya karena masih memikirkan harta dan kekaayaan Ayah, tapi kini aku tak akan meninggalkanya sendiri, aku tak peduli dengan semua harta Ayah, aku tak perduli dengan apapun lagi. Aku masih diberi kesempatan lagi berada di sini, kesempatan untuk menebus kesalahanku dan menepati janjiku serta kembali untuk merajut cintaku yang terhenti,' ucap Faiz dalam hati sembari berjalan masuk.
“Pernikahan ini tak akan batal, aku yang akan menjadi pengantin prianya.” ucap Faiz membuat semuanya terkejut.
•••
Aku menatap ke arah laki-laki disebelahku yang ternyata sudah sah menjadi suamiku. Benarkah aku telah menikah dengannya? Benarkah impian pernikahanku yang dulu terjadi saat ini? Perasaan dan pikiranku bertambah bingung, ketika aku mengingat Mas Gardy, Apa ini? Aku memang bahagia melihatnya, tapi bukan seperti ini yang aku inginkan, kemana Mas Gardy? Tidak, ini salah, aku belum tahu kenapa Mas Gardy meninggalkan aku. Apa yang telah kulakukan ini? Bagaimana ternyata jika Mas Gardy bukan meninggalkan aku? Bagaimana jika telah terjadi apa-apa padanya? Jika seperti itu, jelas aku menyakitinya? Bagaimana ini? Aku harus mencari tahu semuanya.
“Ayo pakaikan cincinnya.” ucap Penghulu yang kembali membuyarkan lamunanku.
Aku hanya diam mematung karena masih bingung dengan semua ini, tapi tak bisa dipungkiri lagi, saat ini aku sudah menikah, tapi bagaimana dengan Mas Gardy, aku gak tahu kenapa aku membiarkan semuanya bisa terjadi seperti ini, entahlah, semua terjadi begitu cepat, saat ini Mas Faiz telah sah menjadi suamiku, dan aku tak mungkin bisa membatalkannya.
“Nada ...” Panggil Faiz perlahan dan membuyarkan lamunanku kembali. Laki-laki itu memandangku dengan pandangan yang aku tak mengerti, aku perlahan menatapnya kemudian melihat ke arah tangan Mas Faiz yang sedang memegang cincin tersebut.
“Maaf, aku tak bisa memakainya.”
“Nada ...” ucap Faiz pelan.
“Cincin itu bukan milik Mas Faiz, itu milik Mas Gardy.” Jawabku pelan sembari menatapnya bingung. Ya, aku bingung dengan semua ini, dan juga bingung kenapa laki-laki ini bisa hadir di sini disaat seperti ini.
Faiz nampak terkejut dan membenarkan ucapanku.
“Iya, kau benar Nada, ini bukan cincinku.” ucapnya sambil merunduk.
“Ibu masih menyimpan cincin pernikahan kalian yang dulu, entah itu masih cukup di jari kalian atau tidak, tapi setidaknya cincin itu tertera nama Nak Faiz.” ucap ibu yang perlahan berjalan menuju kamarnya dan mengambil sebuah kotak perhiasan.
Kami berdua sangat terkejut mendengarnya? Aku tak percaya ibu menyimpannya, padahal waktu itu aku sudah menyuruh ibu membuangnya.
“Kenapa Ibu masih menyimpannya?” tanyaku pelan ketika ibu telah kembali dan mendekat pada kami.
“Entahlah Nak, waktu itu Ibu hendak membuangnya , namun perasaan ibu mengatakan kalo suatu saat ini akan kembali pada pemiliknya.”
“Ibu ...”
“Sudahlah, tak usah membahas masa lalu. Ayuk Nak Faiz coba pakaikan cincinya apa masih pas.” ucap ibuku sambil menyodorkan cincin tersebut pada Mas Faiz.
Faiz meraih tanganku, membuat tubuhku bergetar, perasaan deg-degan dan hati yang rindu kembali ku rasa. Cincin itu ternyata masih pas di jariku. Aku terus memandang cincin yang telah melingkar di jari manisku? Benarkah yang telah kulakukan?
“Nada, sekarang giliranmu.” ucap ibu membuatku terkejut.
Akupun perlahan memgambil cincin yang satunya dan meraih tanganya dan memakaikan di jarinya. Sama sepertiku, aku dan Mas Faiz tak menyangka kalo cincin ini masih pas dengan kami.
Perlahan aku merasakan Mas Faiz mendekat dan mencium keningku. Perasaanku menjadi tak menentu, bagaimana aku bisa menganggap laki-laki ini sebagai suamiku, kalo aku belum mengetahui alasan Mas Gardy meninggalkan aku.
Setelah Akad, penghulu dan yang lainnya pamit dan meninggalkan kami bertiga. Aku hanya diam mematung dan bingung yang harus dilakukan. Ibu perlahan mendekat ke arah kami dan memeluk kami.
“Ibu percaya dengan jodoh kalian. Semoga Nak Faiz bisa menjaga Nada. Ibu senang pernikahan kali ini tak batal. Terima kasih Nak Faiz, karena datang di saat yang tepat. Ibu tak tahu bagaimana jadinya jika Nak Faiz gak datang, pasti pernikahan Nada yang kedua akan batal kembali. Ibu takut sekali jika Nada akan terluka. Ibu gak mau kejadian itu terulang kembali, ibu sangat takut.” ucap Ibu sambil menahan tangis.
Mas Faiz mencium tangan ibuku dengan mata berkaca-kaca.
“Terima kasih sudah percaya padaku lagi, aku berjanji tak akan membuat air mata lagi bagi Nada dan Ibu. Tolong bantu aku memperbaiki semua kesalahanku yang dulu, aku berjanji akan membahagiakan Nada. Ibu nampak tersenyum bahagia dan memeluk Mas Faiz.
“Mas, bisa tinggalkan aku dan ibuku. Aku ingin bicara.” ucapku pelan. Dia perlahan berdiri hendak keluar, namun ibuku memanggilnya kembali.
“Kau tak perlu menunggu di luar, kau sekarang suami Nada, kau bisa menuggu di kamarnya.” ucap ibuku yang membuat aku terkejut. Di kamar? Ya Tuhan, benar Mas Faiz suamiku, bearti malam nanti aku akan mulai tidur dengannya.
Mas Faiz sedikit tersenyum kemudian memandangku seolah meminta persetujuanku. Aku sebenarnya masih sangat terkejut dengan semua ini, aku belum siap jika harus sekamar dengannya, karena sampai tadi pagi, bayanganku adalah Mas Gardy yang akan menjadi laki-laki yang akan menemaniku setiap malam. Namun kenyataannya, saat ini Mas Faiz adalah suamiku dan dia yang akan bersamaku.
Ibu memandangku dengan penuh tanda tanya, melihat pandangan ibu membuat aku tak ingin dia kecewa, akupun perlahan mengangguk mengiyakan dia untuk masuk ke kamarku.
“Ibu ...” panggilku pelan setelah kepergian Mas Faiz.
Ibu seketika menatapku dengan wajah serius seolah mengerti maksudku.
“Nada, Ibu tahu kenapa kau ingin bicara. kau pasti marah pada ibu, karena tanpa berpikir panjang menyuruhmu menikah dengan Nak Faiz. Maafkan ibu, itu karena ibu takut Nak, takut kau menjadi seperti dulu lagi. Tolong maafkan ibu.”
“Bukan seperti itu ibu, aku cuma masih bingung dengan semua ini. Kenapa semua bisa terjadi seperti ini.”
“Nada, tadi ibu begitu sangat takut. Sebagai seorang ibu, jelas ibu tak ingin kejadian pahit terjadi lagi padamu Nak. Ibu minta maaf sudah memaksamu.”
“Aku tahu ibu, aku juga tak ingin ibu terluka lagi melihat keadaanku. Ibu tak usah memikirkan perasaanku. Aku bisa melewatinya semuanya. Lihatkan aku sudah menikah, ibu tak perlu sesedih itu.” ucapku menenangkan wanita tua yang telah melahirkanku dan membesarkanku dengan cintanya.
“Iya Nak, sekali lagi maafkan Ibu. Ibu gak tahu kenapa Nak Gardy meninggalkanmu, namun ibu hanya percaya, jodoh tak kan kemana. Meskipun kau memghindar sejauh apapun, jika memang Nak Faiz jodohmu, kau tak akan bisa menolak, karena akan ada yang membawanya kembali mendekat padamu.”
Aku terdiam mendengarkan ucapan Ibu, yang dikatakannya sangat benar, jodoh memang tak bisa dihindari. Sekejap bayangan Mas Gardy kembali terbayang, rasa bersalah dan rasa khawatir menjadi satu. Aku mengambil Hp ku kembali dan berharap mendapatkan kabar dari Mas Gardy, namun sama.
“Nada, bukan ibu melarangmu, tapi sebaiknya kau tak mencari Nak Gardy lagi. Dia telah meninggalkanmu Nak.”
“Bagaimana ibu bisa seyakin itu kalo Mas Gardy setega itu? Bagaimana jika ternyata dia bukan meninggalkanku? Aku takut kalo ternyata aku yang menyakitinya.”
“Maafkan ibu yang tak memikirkan Nak Gardy. Perasaan takut ibu membuat ibu tak berpikir jalan lain lagi. Ibu juga tak tahu bagaimana bisa dia melakukan ini padamu, padahal jelas dia tahu kau pernah tersakiti.”
“Ibu, aku bingung dengan semua ini.”
“Nada, apa kau mencintai Nak Gardy?”
Pertanyaan ibu membuatku terkejut sekaligus bingung. Aku tak tahu saat ini bagaimana perasaanku. Jauh di lubuk hatiku aku sebenarnya bahagia karena perasaan cintaku berlabuh pada orang yang masih kucintai, tapi rasa bersalah dan rasa tak ingin menyakiti membuat perasaanku sakit.
“Ibu, aku ...”
“Dengan kau berpikir lama seperti itu, jelas ibu tahu siapa yang kau cintai. Perasaan lama yang kau miliki ternyata masih ada bukan? Kau masih mencintai Nak Faiz kan?”
“Ibu, kau wanita yang paling mengerti aku. Tapi saat ini bukan perasaan cinta yang aku pikirkan, tapi rasa bersalah. Bagaimana jika Mas Gardy bukan meninggalkan aku, mungkin ada sesuatu yang membuat dia tak bisa ke sini, dan jika ternyata dia bukan meninggalkanku, aku harus bagaimana ibu? Aku dulu ditinggal menikah, apa iya harus ada orang lain mengalami hal yang sama sepertiku, ditinggal saat hari pernikahannya? Bahkan aku lebih menyakitinya, bukan hanya meninggalkannya tapi aku menikah dengan orang lain, dan bagaimana dengan orang tuanya?”
Ya, kenapa aku tak berpikir orang tuanya. Pasti keluarganya akan sangat hancur mengetahui semua ini, tapi aku harus berbuat apa? Sementara Mas Gardy benar-benar tak bisa aku tanya? Di mana dia saat ini? Apa maksud semua ini? Apa dia baik-baik saja?
“Nada, ibu mengerti perasaanmu. Namun saat ini semua tak bisa dirubah lagi. Saat ini kau dan Nak Faiz sudah sah menjadi suami istri. Kita akan membahasnya lagi jika ada berita dari Nak Gardy. Terima kasih karena kau tak marah pada ibu, dan sekarang bicara lah dengan Nak Faiz, ibu rasa banyak yang harus kalian bicarakan.”
Aku mengangguk dan mengikuti ajakan ibu yang mengantarku ke kamarku. Perasaanku tak menentu. Aku perlahan masuk dan mendapati laki-laki itu sedang duduk di kursi sebelah kasurku.
“Nada.” Panggilnya yang seketika langsung berdiri dan mendekat ketika melihatku masuk.
“Mas, banyak hal yang ingin aku tanyakan.” ucapku yang berusaha menghindar dan duduk di kasur.
Laki-laki itupun mendekat dan hendak duduk di kasur, namun dia mengurungkan niatnya karena tatapan mataku yang terkejut dengan sikapnya.
“Iya Nada. Apa yang ingin kau tanyakan.”
“Kenapa Mas ada disini saat ini? Bukankah Mas ada di luar negri dan sedang bersiap untuk menikah?”
Laki-laki itu perlahan duduk di sofa dan menatapku.
“Iya, aku tadinya ke sini, hanya ingin melihatmu terakhir kali, itu untuk meyakinkan hatiku agar aku bisa lebih yakin melepaskanmu, tapi kenyataan yang kudapat aku melihat kejadian ini, sungguh aku tak percaya Mas Gardy akan melakukan ini padamu.”
“Lucu bukan? Dulu Mas melakukan ini padaku, dan sekarang Mas merasa hal itu sangat menyakitkan.”
“Nada ...”
“Mas, aku tak tahu kenapa Mas Gardy tak datang di hari pernikahan kami, tapi aku masih sangat berharap dia punya alasan yang bisa aku terima kenapa dia melakukan itu.”
“Apa kau masih berharap dia akan kembali?”
“Aku takut aku menyakitinya.”
“Apa maksudnya Nada? Bukan kau yang menyakitinya, tapi dia. Dia yang tak datang di hari pernikahan kalian.”
“Bagaimana kalo ternyata dia bukan meninggalkanku? Bagaimana kalo ternyata ada sesuatu yang membuat dia tak datang? Bukankah aku yang menyakitinya? Meninggalkannya dan menikah dengan orang lain. Aku dulu di tinggal di hari pernikahanku, dan sekarang aku yang melakukan itu.”
“Tapi kau tak punya niat untuk menyakitinya, jelas berbeda dengan diriku dulu.” jawabnya sambil merunduk.
“Kenapa Mas mau menikah denganku?”
“Nada, bagaimana bisa kau masih bertanya seperti itu? Aku masih sangat mencintaimu.”
“Bukankah Mas juga akan menikah?”
Laki-laki itu nampak menarik nafas panjangnya dan mendekat dan duduk di pinggir kasur.
“Ya, itu ....”
“Ya apa Mas? Mas melakukan hal itu lagi, Mas meninggalkan seorang wanita lagi yang sudah punya harapan dengan pernikahan ini.”
Dia menatapku dengan wajah yang menegang. Nampak wajahnya sangat serius.
“Nada, Aku tak peduli dengan semua itu lagi. Aku tak perduli dengan pernikahanku. Saat ini aku hanya perduli padamu. Cukup aku merasakan tersiksa dengan perasaanku selama lima tahun. Kali ini aku tak peduli dengan semua itu!!!”
“Mas tak bisa seegois itu.”
“Apa kau berharap aku menikah dengan yang lain? Apa kau benar tak mencintaiku lagi?”
“Aku tak ingin menjawab pertanyaan itu.”
Perasaanku dan pikiranku sedang di penuhi dengan rasa was-was dan khawatir pada Mas Gardi.”
“Jadi, apa keinginanmu sekarang?”
“Aku ...”
“Nada, apa kau masih menunggu Mas Gardy?” tanya Faiz pelan membuat Aku terkejut. Jelas dia tahu jawabannya, tapi kenapa dia masih bisa bertanya seperti itu.
“Aku belum mengetahui alasan dia meninggalkanku, wajar jika aku masih berharap mengetahui alasannya. Aku sangat ingin bertemu dengannya agar mengetahui alasannya.”
Faiz nampak terkejut mendengar ucapanku.
“Untuk apa kau mencarinya? Apa kau lupa kalo saat ini kau telah jadi istriku?”
Sekejap aku tersadar dari perasaan bersalahku yang membuat aku lupa kalo laki-laki di hadapanku telah menjadi suamiku.
“Tapi aku punya hak untuk mengetahui alasannya?”
“Untuk apa?”
“Untuk memastikan semuanya.”
“Memastikan apa? Apa jika ternyata benar dia bukan meninggalkamu lantas pernikahan kita akan berubah?”
“Itu aku ...”
“Jangan katakan, jika ternyata Mas Gardy tidak meninggalkamu dan kau akan berpikir kembali padanya.”
Aku menatap dengan wajah tak percaya mendengar ucapannya.
“Mas, apa Mas pikir aku adalah wanita yang mempermainkan pernikahan? Aku bukan Mas yang dengan santai meninggalkan aku begitu saja? saat ini aku cuma takut melakukan itu pada Mas Gardy. Aku tak mau dia mengalami hal seperti aku.”
“Nada maafkan aku. Aku mengerti perasaanmu, tapi kenyataannya saat ini tidak ada yang bisa di rubah. Aku adalah suamimu dan kau istriku. Kecuali ...”
“Kecuali apa?”
“Kecuali jika kau ingin mengakhiri pernikahan ini.” ucapnya pelan.
“Sudah ku kakatan, aku bukan wanita seperti itu. Aku hanya ingin ....”
“Jika kau bukan wanita seperti itu, berhentilah bicara seolah-olah kau tak mengharapkan pernikahan ini.”
“Tapi memang kenyataannya bukan pernikahan ini yang kuharapkan.”
Laki-laki kembali terkejut dengan ucapanku.
“Jadi benar, kau tak memiliki hati untukku sedikitpun. Baiklah, katakan keinginanmu sekarang.”
Sebuah panggilan telpon masuk ke HP Mas Faiz yang membuat kami berhenti berbicara seketika. Mas Faiz perlahan menjauh dan mengangkat telpon tersebut. Nampak wajahnya begitu terkejut, entah apa yang di dengarnya. Setelah menutup telpon laki-laki itu perlahan mendekat kembali padaku.
“Nada, Mas Gardy...”
“Mas Gardy kenapa?” tanya dengan wajah terkejut karena mendengar Mas Faiz menyebut namanya.
“Mas Gardy, dia..., kecelakaan.” jawabnya pelan.
Seketika tubuhku lemas mendengar berita itu. Yang kutakutkan ternyata terjadi. Mas Gardy bukan meninggalkanku.
“Apa yang telah kulakukan.” ucapku pelan.
“Nada tenanglah.” ucapnya sembari mendekat.
“Aku sudah menjadi wanita jahat. Aku menyakiti seseorang.”
“Nada, aku mohon tenanglah.”
“Kenapa kau kembali Mas? Kenapa kau kembali?.”
“Nada ...”
“Kalo kau tak kembali, pernikahan ini jelas tak akan terjadi, dan aku tak akan menyakiti perasaan laki-laki lain yang telah begitu baik padaku.”
“Nada, kenapa kau katakan itu lagi. Semua sudah terjadi.”
“Kenapa aku bisa sejahat ini. Kenapa?!!!” ucapku dengan perasaan yang tak menentu.
“Nada, jangan bicara seperti itu.”
“Kenapa Mas membuat aku menjadi wanita jahat? Kenapa?”
“Nada ....”
“Kau menjadikanku wanita jahat Mas. Aku wanita jahat.” ucapku yang perlahan jatuh ke lantai. Perasaanku campur aduk tak menentu, hingga membuat tubuhku semua lemas.
Mas Faiz perlahan mendekat dan berusaha membantu ku berdiri, namun aku menolaknya dan mendorongnya dengan kuat, tapi Faiz tak bergeming, laki-laki itu malah kembali mendekat dan memelukku dengan erat agar aku tenang. Entah apa yang kurasa, namun pelukannya begitu nyaman.
Akupun menumpahkan air mataku di dadanya.
“Kau bukan wanita jahat. Kau hanya manusia sepertiku yang tak tahu masa depan kita. Hanya Alloh yang tahu kenapa semua ini terjadi.” ucapnya pelan sembari membelai kepalaku.
Tangisannku semakin deras, saat ini aku hanya ingin menangis. Menangis mengeluarkan semua sesak yang ku rasa.
“Semua kesalahanku, hingga membuat hatimu sangat tersakiti seperti ini. Aku yang membuat kau memiliki trauma ini. Hatimu begitu takut hal ini yang terjadi pada orang lain. Luka itu begitu dalam. Izinkan aku mengobatinya. Beri aku ruang untuk membuat luka itu sembuh. Aku berjanji akan di sini menata hatimu kembali.” ucapnya lagi.
•••
Faiz tiba di rumah Nada lebih awal, namun dia menatap bingung melihat keadaanya yang nampak sepi seperti tak akan ada pernikahan. Ada apa ini? Apa mereka benar akan menikah? Atau Pernikahan inipun hanya akan seperti aku dulu? Tak ada pesta dan undangan? Apa aku harus turun dan bertanya? Tapi tidak, Nada dan ibu pasti akan sangat terkejut, lebih baik aku terus menunggu di mobil, gumamnya.
Selang beberapa waktu nampak sebuah mobil datang, terlihat penghulu, wali dan saksi turun dari mobil. Melihat mereka, jelas Faiz tahu siapa mereka.
Ternyata pernikahan itu memang ada, tapi kenapa mereka menikah seperti ini? Mas Gardy dari keluarga yang cukup kaya. Ada apa sebenarnya? gumam Faiz bingung, tapi itu bukan masalah saat ini, yang terpenting sekarang aku hanya ingin memastikan Nada bahagia dengan pilihannya.
Ya, aku harus menunggu mereka akad sehingga aku bisa datang mengucapkan selamat berbahagia dan ucapan selamat tinggal pada Nada, gumam Faiz yang terus menatap ke arah rumah Nada. Meskipun hatinya begitu sakit, namun dia tahu, mengihklaskan Nada adalah yang terbaik.
Faiz terus menunggu hingga dua jam kedepan.
Mungkin akadnya telah selesai, aku akan turun sekarang dan mengucapkan selamat, ucap Faiz pelan sembari membuka pintu hendak turun. Namun Faiz menutup kembali pintunya karena terkejut melihat ibu Nada nampak gelisah.
Ibu Nada bolak balik berdiri di depan pintu dan menatap keluar seperti mencari seseorang. Ada apa ini? Apa ada masalah? Atau apa Mas Gardy belum datang? kemana dia? Apa yang terjadi? Aku harus memastikannya, ucap Faiz yang perlahan turun kembali dan berjalan mendekat ke pintu rumah Nada.
Faiz hendak masuk, namun tiba-tiba dia mendengar semuanya dengan jelas, rasa terkejut bercampur dengan rasa kasihan, ya Tuhan, apa ini? Kenapa ini terulang lagi padanya? Kenapa harus seperti ini lagi? Kemana kau Mas Gardy? Meskipun aku telah jahat meninggalkan Nada, namun aku tak mau dia mendapatkan hal yang sama lagi.
Dia wanita yang sangat ku cintai, aku tak mau dia terluka lagi, gumam Faiz sembari mengambil Hp nya dan berusaha menghubungi Gardy berkali-kali, namun hasilnya mendapatkan jawaban yang sama, Hp Gardy tak aktif.
Faiz mengintip kembali ke dalam rumah dan mendapati Nada dan ibunya sedang berpelukan menahan tangis. Hatinya pun terasa sakit melihat itu, Mas Gardy, aku akan buat perhitungan denganmu.
Meskipun Faiz begitu emosi, namun di jauh di lubuk hatinya dia bahagia karena Nada tak menjadi milik orang lain.
Seketika Faiz terkejut dari lamunannya ketika mendengar ucapan Nada yang ingin membatalkan pernikahannya, hingga membuat Faiz tak berpikir panjang lagi.
'Kali ini aku tak mau dia terluka lagi, kali ini aku tak akan meninggalkannya seperti dulu.
Ya dulu, aku meninggalkannya karena masih memikirkan harta dan kekaayaan Ayah, tapi kini aku tak akan meninggalkanya sendiri, aku tak peduli dengan semua harta Ayah, aku tak perduli dengan apapun lagi. Aku masih diberi kesempatan lagi berada di sini, kesempatan untuk menebus kesalahanku dan menepati janjiku serta kembali untuk merajut cintaku yang terhenti,' ucap Faiz dalam hati sembari berjalan masuk.
“Pernikahan ini tak akan batal, aku yang akan menjadi pengantin prianya.” ucap Faiz membuat semuanya terkejut.
•••
Aku menatap ke arah laki-laki disebelahku yang ternyata sudah sah menjadi suamiku. Benarkah aku telah menikah dengannya? Benarkah impian pernikahanku yang dulu terjadi saat ini? Perasaan dan pikiranku bertambah bingung, ketika aku mengingat Mas Gardy, Apa ini? Aku memang bahagia melihatnya, tapi bukan seperti ini yang aku inginkan, kemana Mas Gardy? Tidak, ini salah, aku belum tahu kenapa Mas Gardy meninggalkan aku. Apa yang telah kulakukan ini? Bagaimana ternyata jika Mas Gardy bukan meninggalkan aku? Bagaimana jika telah terjadi apa-apa padanya? Jika seperti itu, jelas aku menyakitinya? Bagaimana ini? Aku harus mencari tahu semuanya.
“Ayo pakaikan cincinnya.” ucap Penghulu yang kembali membuyarkan lamunanku.
Aku hanya diam mematung karena masih bingung dengan semua ini, tapi tak bisa dipungkiri lagi, saat ini aku sudah menikah, tapi bagaimana dengan Mas Gardy, aku gak tahu kenapa aku membiarkan semuanya bisa terjadi seperti ini, entahlah, semua terjadi begitu cepat, saat ini Mas Faiz telah sah menjadi suamiku, dan aku tak mungkin bisa membatalkannya.
“Nada ...” Panggil Faiz perlahan dan membuyarkan lamunanku kembali. Laki-laki itu memandangku dengan pandangan yang aku tak mengerti, aku perlahan menatapnya kemudian melihat ke arah tangan Mas Faiz yang sedang memegang cincin tersebut.
“Maaf, aku tak bisa memakainya.”
“Nada ...” ucap Faiz pelan.
“Cincin itu bukan milik Mas Faiz, itu milik Mas Gardy.” Jawabku pelan sembari menatapnya bingung. Ya, aku bingung dengan semua ini, dan juga bingung kenapa laki-laki ini bisa hadir di sini disaat seperti ini.
Faiz nampak terkejut dan membenarkan ucapanku.
“Iya, kau benar Nada, ini bukan cincinku.” ucapnya sambil merunduk.
“Ibu masih menyimpan cincin pernikahan kalian yang dulu, entah itu masih cukup di jari kalian atau tidak, tapi setidaknya cincin itu tertera nama Nak Faiz.” ucap ibu yang perlahan berjalan menuju kamarnya dan mengambil sebuah kotak perhiasan.
Kami berdua sangat terkejut mendengarnya? Aku tak percaya ibu menyimpannya, padahal waktu itu aku sudah menyuruh ibu membuangnya.
“Kenapa Ibu masih menyimpannya?” tanyaku pelan ketika ibu telah kembali dan mendekat pada kami.
“Entahlah Nak, waktu itu Ibu hendak membuangnya , namun perasaan ibu mengatakan kalo suatu saat ini akan kembali pada pemiliknya.”
“Ibu ...”
“Sudahlah, tak usah membahas masa lalu. Ayuk Nak Faiz coba pakaikan cincinya apa masih pas.” ucap ibuku sambil menyodorkan cincin tersebut pada Mas Faiz.
Faiz meraih tanganku, membuat tubuhku bergetar, perasaan deg-degan dan hati yang rindu kembali ku rasa. Cincin itu ternyata masih pas di jariku. Aku terus memandang cincin yang telah melingkar di jari manisku? Benarkah yang telah kulakukan?
“Nada, sekarang giliranmu.” ucap ibu membuatku terkejut.
Akupun perlahan memgambil cincin yang satunya dan meraih tanganya dan memakaikan di jarinya. Sama sepertiku, aku dan Mas Faiz tak menyangka kalo cincin ini masih pas dengan kami.
Perlahan aku merasakan Mas Faiz mendekat dan mencium keningku. Perasaanku menjadi tak menentu, bagaimana aku bisa menganggap laki-laki ini sebagai suamiku, kalo aku belum mengetahui alasan Mas Gardy meninggalkan aku.
Setelah Akad, penghulu dan yang lainnya pamit dan meninggalkan kami bertiga. Aku hanya diam mematung dan bingung yang harus dilakukan. Ibu perlahan mendekat ke arah kami dan memeluk kami.
“Ibu percaya dengan jodoh kalian. Semoga Nak Faiz bisa menjaga Nada. Ibu senang pernikahan kali ini tak batal. Terima kasih Nak Faiz, karena datang di saat yang tepat. Ibu tak tahu bagaimana jadinya jika Nak Faiz gak datang, pasti pernikahan Nada yang kedua akan batal kembali. Ibu takut sekali jika Nada akan terluka. Ibu gak mau kejadian itu terulang kembali, ibu sangat takut.” ucap Ibu sambil menahan tangis.
Mas Faiz mencium tangan ibuku dengan mata berkaca-kaca.
“Terima kasih sudah percaya padaku lagi, aku berjanji tak akan membuat air mata lagi bagi Nada dan Ibu. Tolong bantu aku memperbaiki semua kesalahanku yang dulu, aku berjanji akan membahagiakan Nada. Ibu nampak tersenyum bahagia dan memeluk Mas Faiz.
“Mas, bisa tinggalkan aku dan ibuku. Aku ingin bicara.” ucapku pelan. Dia perlahan berdiri hendak keluar, namun ibuku memanggilnya kembali.
“Kau tak perlu menunggu di luar, kau sekarang suami Nada, kau bisa menuggu di kamarnya.” ucap ibuku yang membuat aku terkejut. Di kamar? Ya Tuhan, benar Mas Faiz suamiku, bearti malam nanti aku akan mulai tidur dengannya.
Mas Faiz sedikit tersenyum kemudian memandangku seolah meminta persetujuanku. Aku sebenarnya masih sangat terkejut dengan semua ini, aku belum siap jika harus sekamar dengannya, karena sampai tadi pagi, bayanganku adalah Mas Gardy yang akan menjadi laki-laki yang akan menemaniku setiap malam. Namun kenyataannya, saat ini Mas Faiz adalah suamiku dan dia yang akan bersamaku.
Ibu memandangku dengan penuh tanda tanya, melihat pandangan ibu membuat aku tak ingin dia kecewa, akupun perlahan mengangguk mengiyakan dia untuk masuk ke kamarku.
“Ibu ...” panggilku pelan setelah kepergian Mas Faiz.
Ibu seketika menatapku dengan wajah serius seolah mengerti maksudku.
“Nada, Ibu tahu kenapa kau ingin bicara. kau pasti marah pada ibu, karena tanpa berpikir panjang menyuruhmu menikah dengan Nak Faiz. Maafkan ibu, itu karena ibu takut Nak, takut kau menjadi seperti dulu lagi. Tolong maafkan ibu.”
“Bukan seperti itu ibu, aku cuma masih bingung dengan semua ini. Kenapa semua bisa terjadi seperti ini.”
“Nada, tadi ibu begitu sangat takut. Sebagai seorang ibu, jelas ibu tak ingin kejadian pahit terjadi lagi padamu Nak. Ibu minta maaf sudah memaksamu.”
“Aku tahu ibu, aku juga tak ingin ibu terluka lagi melihat keadaanku. Ibu tak usah memikirkan perasaanku. Aku bisa melewatinya semuanya. Lihatkan aku sudah menikah, ibu tak perlu sesedih itu.” ucapku menenangkan wanita tua yang telah melahirkanku dan membesarkanku dengan cintanya.
“Iya Nak, sekali lagi maafkan Ibu. Ibu gak tahu kenapa Nak Gardy meninggalkanmu, namun ibu hanya percaya, jodoh tak kan kemana. Meskipun kau memghindar sejauh apapun, jika memang Nak Faiz jodohmu, kau tak akan bisa menolak, karena akan ada yang membawanya kembali mendekat padamu.”
Aku terdiam mendengarkan ucapan Ibu, yang dikatakannya sangat benar, jodoh memang tak bisa dihindari. Sekejap bayangan Mas Gardy kembali terbayang, rasa bersalah dan rasa khawatir menjadi satu. Aku mengambil Hp ku kembali dan berharap mendapatkan kabar dari Mas Gardy, namun sama.
“Nada, bukan ibu melarangmu, tapi sebaiknya kau tak mencari Nak Gardy lagi. Dia telah meninggalkanmu Nak.”
“Bagaimana ibu bisa seyakin itu kalo Mas Gardy setega itu? Bagaimana jika ternyata dia bukan meninggalkanku? Aku takut kalo ternyata aku yang menyakitinya.”
“Maafkan ibu yang tak memikirkan Nak Gardy. Perasaan takut ibu membuat ibu tak berpikir jalan lain lagi. Ibu juga tak tahu bagaimana bisa dia melakukan ini padamu, padahal jelas dia tahu kau pernah tersakiti.”
“Ibu, aku bingung dengan semua ini.”
“Nada, apa kau mencintai Nak Gardy?”
Pertanyaan ibu membuatku terkejut sekaligus bingung. Aku tak tahu saat ini bagaimana perasaanku. Jauh di lubuk hatiku aku sebenarnya bahagia karena perasaan cintaku berlabuh pada orang yang masih kucintai, tapi rasa bersalah dan rasa tak ingin menyakiti membuat perasaanku sakit.
“Ibu, aku ...”
“Dengan kau berpikir lama seperti itu, jelas ibu tahu siapa yang kau cintai. Perasaan lama yang kau miliki ternyata masih ada bukan? Kau masih mencintai Nak Faiz kan?”
“Ibu, kau wanita yang paling mengerti aku. Tapi saat ini bukan perasaan cinta yang aku pikirkan, tapi rasa bersalah. Bagaimana jika Mas Gardy bukan meninggalkan aku, mungkin ada sesuatu yang membuat dia tak bisa ke sini, dan jika ternyata dia bukan meninggalkanku, aku harus bagaimana ibu? Aku dulu ditinggal menikah, apa iya harus ada orang lain mengalami hal yang sama sepertiku, ditinggal saat hari pernikahannya? Bahkan aku lebih menyakitinya, bukan hanya meninggalkannya tapi aku menikah dengan orang lain, dan bagaimana dengan orang tuanya?”
Ya, kenapa aku tak berpikir orang tuanya. Pasti keluarganya akan sangat hancur mengetahui semua ini, tapi aku harus berbuat apa? Sementara Mas Gardy benar-benar tak bisa aku tanya? Di mana dia saat ini? Apa maksud semua ini? Apa dia baik-baik saja?
“Nada, ibu mengerti perasaanmu. Namun saat ini semua tak bisa dirubah lagi. Saat ini kau dan Nak Faiz sudah sah menjadi suami istri. Kita akan membahasnya lagi jika ada berita dari Nak Gardy. Terima kasih karena kau tak marah pada ibu, dan sekarang bicara lah dengan Nak Faiz, ibu rasa banyak yang harus kalian bicarakan.”
Aku mengangguk dan mengikuti ajakan ibu yang mengantarku ke kamarku. Perasaanku tak menentu. Aku perlahan masuk dan mendapati laki-laki itu sedang duduk di kursi sebelah kasurku.
“Nada.” Panggilnya yang seketika langsung berdiri dan mendekat ketika melihatku masuk.
“Mas, banyak hal yang ingin aku tanyakan.” ucapku yang berusaha menghindar dan duduk di kasur.
Laki-laki itupun mendekat dan hendak duduk di kasur, namun dia mengurungkan niatnya karena tatapan mataku yang terkejut dengan sikapnya.
“Iya Nada. Apa yang ingin kau tanyakan.”
“Kenapa Mas ada disini saat ini? Bukankah Mas ada di luar negri dan sedang bersiap untuk menikah?”
Laki-laki itu perlahan duduk di sofa dan menatapku.
“Iya, aku tadinya ke sini, hanya ingin melihatmu terakhir kali, itu untuk meyakinkan hatiku agar aku bisa lebih yakin melepaskanmu, tapi kenyataan yang kudapat aku melihat kejadian ini, sungguh aku tak percaya Mas Gardy akan melakukan ini padamu.”
“Lucu bukan? Dulu Mas melakukan ini padaku, dan sekarang Mas merasa hal itu sangat menyakitkan.”
“Nada ...”
“Mas, aku tak tahu kenapa Mas Gardy tak datang di hari pernikahan kami, tapi aku masih sangat berharap dia punya alasan yang bisa aku terima kenapa dia melakukan itu.”
“Apa kau masih berharap dia akan kembali?”
“Aku takut aku menyakitinya.”
“Apa maksudnya Nada? Bukan kau yang menyakitinya, tapi dia. Dia yang tak datang di hari pernikahan kalian.”
“Bagaimana kalo ternyata dia bukan meninggalkanku? Bagaimana kalo ternyata ada sesuatu yang membuat dia tak datang? Bukankah aku yang menyakitinya? Meninggalkannya dan menikah dengan orang lain. Aku dulu di tinggal di hari pernikahanku, dan sekarang aku yang melakukan itu.”
“Tapi kau tak punya niat untuk menyakitinya, jelas berbeda dengan diriku dulu.” jawabnya sambil merunduk.
“Kenapa Mas mau menikah denganku?”
“Nada, bagaimana bisa kau masih bertanya seperti itu? Aku masih sangat mencintaimu.”
“Bukankah Mas juga akan menikah?”
Laki-laki itu nampak menarik nafas panjangnya dan mendekat dan duduk di pinggir kasur.
“Ya, itu ....”
“Ya apa Mas? Mas melakukan hal itu lagi, Mas meninggalkan seorang wanita lagi yang sudah punya harapan dengan pernikahan ini.”
Dia menatapku dengan wajah yang menegang. Nampak wajahnya sangat serius.
“Nada, Aku tak peduli dengan semua itu lagi. Aku tak perduli dengan pernikahanku. Saat ini aku hanya perduli padamu. Cukup aku merasakan tersiksa dengan perasaanku selama lima tahun. Kali ini aku tak peduli dengan semua itu!!!”
“Mas tak bisa seegois itu.”
“Apa kau berharap aku menikah dengan yang lain? Apa kau benar tak mencintaiku lagi?”
“Aku tak ingin menjawab pertanyaan itu.”
Perasaanku dan pikiranku sedang di penuhi dengan rasa was-was dan khawatir pada Mas Gardi.”
“Jadi, apa keinginanmu sekarang?”
“Aku ...”
“Nada, apa kau masih menunggu Mas Gardy?” tanya Faiz pelan membuat Aku terkejut. Jelas dia tahu jawabannya, tapi kenapa dia masih bisa bertanya seperti itu.
“Aku belum mengetahui alasan dia meninggalkanku, wajar jika aku masih berharap mengetahui alasannya. Aku sangat ingin bertemu dengannya agar mengetahui alasannya.”
Faiz nampak terkejut mendengar ucapanku.
“Untuk apa kau mencarinya? Apa kau lupa kalo saat ini kau telah jadi istriku?”
Sekejap aku tersadar dari perasaan bersalahku yang membuat aku lupa kalo laki-laki di hadapanku telah menjadi suamiku.
“Tapi aku punya hak untuk mengetahui alasannya?”
“Untuk apa?”
“Untuk memastikan semuanya.”
“Memastikan apa? Apa jika ternyata benar dia bukan meninggalkamu lantas pernikahan kita akan berubah?”
“Itu aku ...”
“Jangan katakan, jika ternyata Mas Gardy tidak meninggalkamu dan kau akan berpikir kembali padanya.”
Aku menatap dengan wajah tak percaya mendengar ucapannya.
“Mas, apa Mas pikir aku adalah wanita yang mempermainkan pernikahan? Aku bukan Mas yang dengan santai meninggalkan aku begitu saja? saat ini aku cuma takut melakukan itu pada Mas Gardy. Aku tak mau dia mengalami hal seperti aku.”
“Nada maafkan aku. Aku mengerti perasaanmu, tapi kenyataannya saat ini tidak ada yang bisa di rubah. Aku adalah suamimu dan kau istriku. Kecuali ...”
“Kecuali apa?”
“Kecuali jika kau ingin mengakhiri pernikahan ini.” ucapnya pelan.
“Sudah ku kakatan, aku bukan wanita seperti itu. Aku hanya ingin ....”
“Jika kau bukan wanita seperti itu, berhentilah bicara seolah-olah kau tak mengharapkan pernikahan ini.”
“Tapi memang kenyataannya bukan pernikahan ini yang kuharapkan.”
Laki-laki kembali terkejut dengan ucapanku.
“Jadi benar, kau tak memiliki hati untukku sedikitpun. Baiklah, katakan keinginanmu sekarang.”
Sebuah panggilan telpon masuk ke HP Mas Faiz yang membuat kami berhenti berbicara seketika. Mas Faiz perlahan menjauh dan mengangkat telpon tersebut. Nampak wajahnya begitu terkejut, entah apa yang di dengarnya. Setelah menutup telpon laki-laki itu perlahan mendekat kembali padaku.
“Nada, Mas Gardy...”
“Mas Gardy kenapa?” tanya dengan wajah terkejut karena mendengar Mas Faiz menyebut namanya.
“Mas Gardy, dia..., kecelakaan.” jawabnya pelan.
Seketika tubuhku lemas mendengar berita itu. Yang kutakutkan ternyata terjadi. Mas Gardy bukan meninggalkanku.
“Apa yang telah kulakukan.” ucapku pelan.
“Nada tenanglah.” ucapnya sembari mendekat.
“Aku sudah menjadi wanita jahat. Aku menyakiti seseorang.”
“Nada, aku mohon tenanglah.”
“Kenapa kau kembali Mas? Kenapa kau kembali?.”
“Nada ...”
“Kalo kau tak kembali, pernikahan ini jelas tak akan terjadi, dan aku tak akan menyakiti perasaan laki-laki lain yang telah begitu baik padaku.”
“Nada, kenapa kau katakan itu lagi. Semua sudah terjadi.”
“Kenapa aku bisa sejahat ini. Kenapa?!!!” ucapku dengan perasaan yang tak menentu.
“Nada, jangan bicara seperti itu.”
“Kenapa Mas membuat aku menjadi wanita jahat? Kenapa?”
“Nada ....”
“Kau menjadikanku wanita jahat Mas. Aku wanita jahat.” ucapku yang perlahan jatuh ke lantai. Perasaanku campur aduk tak menentu, hingga membuat tubuhku semua lemas.
Mas Faiz perlahan mendekat dan berusaha membantu ku berdiri, namun aku menolaknya dan mendorongnya dengan kuat, tapi Faiz tak bergeming, laki-laki itu malah kembali mendekat dan memelukku dengan erat agar aku tenang. Entah apa yang kurasa, namun pelukannya begitu nyaman.
Akupun menumpahkan air mataku di dadanya.
“Kau bukan wanita jahat. Kau hanya manusia sepertiku yang tak tahu masa depan kita. Hanya Alloh yang tahu kenapa semua ini terjadi.” ucapnya pelan sembari membelai kepalaku.
Tangisannku semakin deras, saat ini aku hanya ingin menangis. Menangis mengeluarkan semua sesak yang ku rasa.
“Semua kesalahanku, hingga membuat hatimu sangat tersakiti seperti ini. Aku yang membuat kau memiliki trauma ini. Hatimu begitu takut hal ini yang terjadi pada orang lain. Luka itu begitu dalam. Izinkan aku mengobatinya. Beri aku ruang untuk membuat luka itu sembuh. Aku berjanji akan di sini menata hatimu kembali.” ucapnya lagi.
Kini ku rasa laki-laki itu mencium kepalaku dengan lembut. Setelah beberapa saat setelah menangis, aku menarik tubuhku dari pelukannya.
“Nada.” panggilnya pelan.
Perlahan dia mengeluarkan sapu tanganya dan mulai menghapus sisa airmataku.
Aku hanya diam dan membiarkan dia melakukan itu.
“Aku ingin ke Rumah Sakit.” ucapku tanpa memandangnya.
“Apa kau sudah baikan? Jika kau masih terasa lemas, istirahatlah. Biar aku yang melihatnya dan mengabarimu.”
“Gak Mas, aku harus melihatnya sendiri.”
“Baiklah, aku akan mengantarmu.” ucapnya sembari membantuku berdiri. Mas Faiz memberitahukan hal itu pada Ibu, setelah itu kami bertiga segera menuju ke Rumah sakit.
•••
Tiga jam sebelum pernikahan
Gardy begitu bahagia akan menikah di hari ini. Dia memacuh mobilnya dengan rasa gembira. Ketika tiba di jalan mendekati Rumah Nada, Gardy terkejut melihat mobil Faiz, jelas dia tahu, karena Dia beberapa kali menaikinya waktu proyek kemarin.
'Mobil Mas Faiz? Apa yang dia lakukan di sini? Apa Nada mengundangnya? Tapi bukankah Nada yang memintaku untuk tak mengundang siapapun? Atau apa benar kecurigaanku selama ini? Apa Mas Faiz laki-laki yang meninggalkan Nada dulu di hari pernikahannya? Ah, itu cuma pikiranku saja, tapi Jika bukan dia, apa yang dia lakukan di sini saat ini? Tidak, tidak mungkin,' gumam Gardy berusaha menenangkan hatinya.
Semua terbayang kembali, bagaimana di Villa ketika dia mendapati mereka berdua, termasuk ketika sikap Mas Faiz yang berubah ketika melihat dirinya dan Nada bersama, dan yang terakhir, ketika melihat Nada menangis setelah turun dari mobil Faiz.
'Ya, mereka punya hubungan, kenapa aku tak menyadarinya? Sekarang aku tahu kenapa Nada begitu berat menerimaku, itu karena laki-laki yang menyakitinya itu berada di dekatnya, di hadapannya.
Dia masih mencintai Faiz, sangat jelas itu terlihat di matanya', gumam Gardy dalam hatinya.
Perasaan Gardy tak menentu, dia bingung dengan keadaan ini.
Apa yang harus aku lakukan sekarang? Sekejap kemudian Gardy merasa dia tahu apa yang harus dilakukannya.
Maafkan aku Nada, aku harus mencari tahu dulu semuanya untuk meyakinkan diriku, aku tak ingin kau menikah namun hatimu milik orang lain, sekali lagi maafkan aku, aku harus melakukan ini untuk mengetahui perasaanmu padaku, ucap Gardy sembari memacuh mobilnya dan menjauh dari rumah Nada.
•••
“Dokter, pasien yang kecelakaan tadi, sudah sadarkan diri.” ucap seorang perawat.
Dokter nampak sedikit tersenyum.
“Tinggalkan kami, dia urusanku.”
Setelah perawat itu pergi, Gardy perlahan bangun dan tersenyum.
“Pura-pura pingsan gak enak.” ucap Gardy pada Dokter yang ternyata sahabatnya.
“Kau bukan pura-pura pingsan, aku sengaja menyuntikmu dengan obat tidur.”
Bersambung #5
Aku hanya diam dan membiarkan dia melakukan itu.
“Aku ingin ke Rumah Sakit.” ucapku tanpa memandangnya.
“Apa kau sudah baikan? Jika kau masih terasa lemas, istirahatlah. Biar aku yang melihatnya dan mengabarimu.”
“Gak Mas, aku harus melihatnya sendiri.”
“Baiklah, aku akan mengantarmu.” ucapnya sembari membantuku berdiri. Mas Faiz memberitahukan hal itu pada Ibu, setelah itu kami bertiga segera menuju ke Rumah sakit.
•••
Tiga jam sebelum pernikahan
Gardy begitu bahagia akan menikah di hari ini. Dia memacuh mobilnya dengan rasa gembira. Ketika tiba di jalan mendekati Rumah Nada, Gardy terkejut melihat mobil Faiz, jelas dia tahu, karena Dia beberapa kali menaikinya waktu proyek kemarin.
'Mobil Mas Faiz? Apa yang dia lakukan di sini? Apa Nada mengundangnya? Tapi bukankah Nada yang memintaku untuk tak mengundang siapapun? Atau apa benar kecurigaanku selama ini? Apa Mas Faiz laki-laki yang meninggalkan Nada dulu di hari pernikahannya? Ah, itu cuma pikiranku saja, tapi Jika bukan dia, apa yang dia lakukan di sini saat ini? Tidak, tidak mungkin,' gumam Gardy berusaha menenangkan hatinya.
Semua terbayang kembali, bagaimana di Villa ketika dia mendapati mereka berdua, termasuk ketika sikap Mas Faiz yang berubah ketika melihat dirinya dan Nada bersama, dan yang terakhir, ketika melihat Nada menangis setelah turun dari mobil Faiz.
'Ya, mereka punya hubungan, kenapa aku tak menyadarinya? Sekarang aku tahu kenapa Nada begitu berat menerimaku, itu karena laki-laki yang menyakitinya itu berada di dekatnya, di hadapannya.
Dia masih mencintai Faiz, sangat jelas itu terlihat di matanya', gumam Gardy dalam hatinya.
Perasaan Gardy tak menentu, dia bingung dengan keadaan ini.
Apa yang harus aku lakukan sekarang? Sekejap kemudian Gardy merasa dia tahu apa yang harus dilakukannya.
Maafkan aku Nada, aku harus mencari tahu dulu semuanya untuk meyakinkan diriku, aku tak ingin kau menikah namun hatimu milik orang lain, sekali lagi maafkan aku, aku harus melakukan ini untuk mengetahui perasaanmu padaku, ucap Gardy sembari memacuh mobilnya dan menjauh dari rumah Nada.
•••
“Dokter, pasien yang kecelakaan tadi, sudah sadarkan diri.” ucap seorang perawat.
Dokter nampak sedikit tersenyum.
“Tinggalkan kami, dia urusanku.”
Setelah perawat itu pergi, Gardy perlahan bangun dan tersenyum.
“Pura-pura pingsan gak enak.” ucap Gardy pada Dokter yang ternyata sahabatnya.
“Kau bukan pura-pura pingsan, aku sengaja menyuntikmu dengan obat tidur.”
Bersambung #5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel