Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Jumat, 25 Februari 2022

Ketika Hati Tersakiti #5

Cerita Bersambung

“Apa? Kau serius? Aku cuma ingin pura-pura kecelakaan dan melihat reaksi calon istriku.”
“Haha, kau tak mengatakan itu, kau hanya bilang harus membuatnya meyakinkan.”
“Jadi kau menyuntikku tadi bukan vitamin yang biasa aku minta?”
“Iya bukan. Kau memintaku untuk mengatakan kau pingsan karena kecelakaan, tapi kenapa kau malah meminta vitamin agar bugar.”
“Iya, tapi kan sudah kujelaskan semua padamu tadi.”
“Aku bingung dengan dirimu, katanya mau menikah, tapi kok meminta hal seperti ini.”
“Ya, aku cuma ingin tahu saja, jika apa benar masa lalu dari calonku orang yang ku duga selama ini.”“Aneh, kau akan menikah dengannya, kenapa harus memikirkan masa lalu.”
“Iya, itu karena aku merasa dia masih mencintai laki-laki di masa lalunya. Aku hanya ingin memastikannya.”
“Memastikan bagaimana?”
“Aku hanya ingin memastikan saja apa laki-laki itu, yang kuduga selama ini, benar dari masa lalunya.”
“Jika cuma itu alasannya, kenapa kau tak bertanya langsung padanya?”
“Ya itu, karena dia tak mau menceritakan masa lalunya.”
“Kalo dia sudah menerimamu, bukankah itu berarti dia sudah melupakan masa lalunya.”
“Tidak, aku tidak yakin dengan itu, aku merasa dia menerimaku karena terpaksa. Setiap bersamaku dia tertawa tapi tak nampak bahagia.”
“Aku rasa itu cuma perasaanmu saja. Kau terlalu takut terluka lagi karena masa lalumu.”
“Aku sudah melupakan masa laluku.”
“Tapi aku tak yakin kau telah melupakannya.”
“Aku tak ingin membahasnya.”
“Ayolah, aku jelas tahu tentang cintamu yang bertepuk sebelah tangan, tapi bukan berarti kau jadi takut jika cintamu yang lain tak berbalas lagi.”
“Tapi sepertinya hal itu terulang lagi.”
“Apa kau tahu, ketakutanmu bisa saja telah menyakiti wanita itu. Mana tahu ternyata dia memiliki perasaan padamu.”
“Nah, maka dari itu aku ingin tahu perasaannya.”
“Terus, tujuan kau melakukan ini apa?”
“Ya itu, niatku aku pura-pura kecelakaan, karena ingin tahu, jika aku tak datang di pernikahan aku, apa laki-laki itu akan menunjukkan dirinya sebagai pengganti aku dan calonku akan menerimanya atau tidak”
“Terus, jika memang ternyata laki-laki itu benar dari masa lalunya kau akan melakukan apa?”
“Ya jika benar, aku jadi tahu alasan dan perasaannya selama ini.”
“Terus kenapa harus berpura-pura seperti ini? Kan kau tinggal pergi saja tanpa harus bersandiwara seperti ini.”
“Ya, aku harus melakukan ini, karena jika laki-laki itu muncul dan calonku menolaknya karena mengingat aku, berarti aku punya sedikit harapan cinta di hatinya.”
“Dan jika ternyata dia tak mau menikah dengan laki-laki itu dan mencarimu lagi, maka itu akan membuatmu yakin kalo wanita itu sudah punya perasaan padamu?”
“Ya, bisa dibilang seperti itu.”
“Dasar aneh, tinggal menikah tapi melakukan hal bodoh.”
“Ya, ini memang bodoh, tapi semua demi kebaikan kami. Aku hanya sangat ingin tahu siapa laki-laki di masa lalu calonku, dan juga aku ingin tahu perasaannya. Jika aku tak pura-pura kecelakaan, dia pasti berpikir aku meninggalkannya. Tapi jika begini keadaannya, jelas dia tak akan marah padaku.”
“Tapi bagaimana, jika laki-laki itu telah menggantikanmu di pelaminan tadi.”
“Gak, gak mungkin. Aku baru sejam di sini. Pasti calonku sedang kesini untuk melihatku.”
“Siapa yang bilang kau baru sejam, kau sudah tiga jam tertidur.”
“Apa? Tiga jam? Dan selama itu belum ada yang melihatku?”
“Hmm, belum, Hpmu Mati dan aku tak berani mengaktifkannya.”
“Bearti tadi sia-sia usahaku. Bukannya tadi ku bilang saat aku pura-pura pingsan kau harus langsung menghubunginya.”
“Iya, itu setelah kau tertidur, aku hendak menghubunginya tapi Hp mu mati. Aku tak berani menghidupkannya.”

Gardy begitu terkejut mendengar ucapan sahabatnya. Kemudian buru-buru meraih Hp nya dan meminta sahabatnya mengabari Nada, namun Gardy berpikir kembali dan memilih mengabari ke Faiz, dia ingin tahu semuanya saat ini.
Apa benar laki-laki itu yang dari masa lalu Nada, laki-laki yang berdiam diri di pinggir rumah tadi.

Setelah temannya menelpon dan memberitahukan kecelakaannya, Gardy perlahan berbaring, dan berpikir.
~Tiga jam aku tertidur? Apa yang telah terjadi di sana, dia pasti kecewa aku tak datang ? Dia pasti sangat marah dan menganggap aku telah meninggalkannya~, gumam Gardy.
~Aku telah menyakitinya, tapi semua demi kebaikan kita berdua Nada, aku tak mau menyakitimu dan mengabaikan perasaanmu.~
~Sekali lagi maafkan aku, bukan aku ingin menyakitimu seperti dulu, tapi aku hanya tak ingin kejadian di hidupku terulang lagi, mencintai tapi tak dicintai~.
•••

Faiz, Nada dan ibu berlari cepat mencari kamar Gardy setelah bertanya pada petugas jaga. Setelah menemukan kamarnya, Nada mengintip dan melihat Gardy dengan perasaan sedih. Nada perlahan masuk dan mendekat.

“Maaf, anda siapa?” tanya Dokter dengan wajah dibuat meyakinkan.
“Aku ...., aku teman dekatnya Dok.”

Dada Gardy menahan sesak mendengar ucapan Nada. Kenapa dia tak mengakui kalo aku adalah calon suaminya.

“Baiklah, tapi anda hanya bisa melihat sebentar saja.”
“Bagaimana keadaanya?” tanya Faiz dengan wajah khawatir juga.

Mendengar suara Faiz, membuat Gardy terkejut kembali, bagaimana tidak ternyata yang di pikirkan selama ini adalah benar, Faiz telah kembali, dia benar ada saat ini.

“Dia tak apa-apa, hanya terbentur dan pingsan. Mungkin saat ini sebaiknya biarkan dia beristirahat, kalian bisa menunggu di luar.”ucap Dokter lagi.
“Apa keluarganya tahu Dok?” tanyaku yang sangat begitu khawatir.
“Oh itu, sudah. Tadi beberapa orang sudah datang dan menghubungi keluarganya.” ucap Dokter dengan wajah meyakinkan.

Aku perlahan mendekat dan menatap laki-laki itu dengan perasaan bersalah.

“Mas Gardy.” panggilku pelan.

Ku lihat Mas Gardy perlahan membuka matanya. Air mataku hendak menetes namun aku berusaha menahannya.

“Nada, kau datang.” ucapnya pelan menatapku sembari melihat ke arah ibu dan Faiz.
“Iya Mas, aku datang.”
“Nada, maafkan aku ...”
“Gak pa-pa Mas, sekarang mas istirahat aja dulu. Kita akan bicara nanti kalo Mas udah baikan.”
“Tapi Nada pernikahan kita ...”

Sekejap aku terkejut karena Mas Faiz tiba-tiba mendekat.

“Mas Faiz, terima kasih sudah datang, tapi kenapa bisa bersama Nada?” tanya Mas Gardy menyelidik.
“Oh itu, tadi ada yang menelponku dan memberitahukan kalo kau kecelakaan, dan kebetulan tadi aku berada di rumah Nada, jadi aku bisa bersamanya.”

Gardy menatap Faiz dengan tatapan yang mulai menemukan jawaban. Ya, sangat jelas kau pasti bersamanya. Karena benar, di mobil tadi adalah Mas Faiz.
Ibu perlahan mendekat dan memandang Mas Gardy dengan perasaan rasa bersalah.

“Nak, maafkan ibu.”
“Gak Bu, aku yang harus minta maaf karena tak datang pas pernikahan kami. Jangan marah padaku.”
“Gak Nak, ibu akan terus meminta maaf padamu, tapi kata dokter sebaiknya kau istirahat dulu. Kita akan membahasnya kalo kau sudah baikan.”
“Aku akan di sini menjaganya. Keluarganya jauh, pasti Mas Gardy sendirian.” ucapku yang membuat Mas Gardy tersenyum bahagia, namun tidak dengan Mas Faiz, dia perlahan mendekat dan berbisik.
“Aku ingin bicara.” ucapnya pelan di telingaku.

Aku perlahan berbalik, mengikuti Mas Faiz keluar dari ruangan dan meninggalkan ibu menemaninya.

“Kau harus pulang denganku.” ucap Mas Faiz ketika kami sudah berada di luar.
“Tapi Mas ...”
“Tapi apa? Apa kau lupa saat ini aku suamimu. Apa iya aku akan membiarkan istriku bersama laki-laki lain.”
“Tapi sampai tadi pagi dia bukan laki-laki lain.”
“Namun kenyataannya, saat ini aku adalah suamimu, bukan dia, dan aku punya hak untuk melarang istriku bersama laki-laki lain.”
“Tapi Mas, siapa yang akan menjaganya di sini? Dia sendirian.”
“Ibu yang akan menjaganya. Kalian pulang saja.” ucap Ibuku yang tiba-tiba muncul di hadapan kami.
“Tapi Bu ...”
“Nada, Nak Faiz suamimu saat ini. Dia punya hak untuk menjagamu. Jadi sekarang pulanglah kalian. Besok kalian bisa kesini lagi dan menjemput ibu.”

Aku tadinya bersikukuh hendak tinggal, namun Mas Faiz dengan cepat memegang tanganku dan mengajakku pulang.

“Nak Faiz, tolong jaga Nada ya.”

Fais mengangguk dan tersenyum kemudian meninggalkan Ibu. Aku hanya bisa mengikutinya dari belakang dan naik ke mobilnya.

“Kita akan kemana?” tanyaku bingung ketika mobil berjalan bukan ke arah rumahku.
“Ke rumahku.” Jawabnya dengan sedikit senyum.
“Ke rumah Mas? Ngapain? Aku mau pulang.”
“Apa kau lupa, kau istriku. Rumah itu juga sekarang adalah rumahmu.”
“Apa maksudnya?” tanyaku sembari menatapnya yang terus menatap ke depan tanpa melihatku.
“Aku ingin kita tinggal di sana.”

Mataku seketika membesar mendengar permintaannya.

“Apa? Aku gak mau. Aku punya rumah sendiri, aku gak mau meninggalkan Ibu.”
“Kita akan mengajak ibu juga nanti.”
“Gak Mas, aku belum siap dengan semua ini. Aku masih terkejut dengan pernikahan kita yang tiba-tiba.”
“Tapi, kau harus menerima kenyataan itu.”
“Aku belum bisa Mas, apa lagi bertemu dengan Pak Adi ayahmu. Rasanya aku belum mampu mengakui pernikahan ini.”
“Ayahku tak ada di sini, jika aku kembali, dia akan pergi ke luar negri memimpin usaha kami di sana dan aku mengantikannya di sini. Lagian aku juga harus memberitahukan pernikahan kita bukan?”
“Maaf Mas, aku benar-benar belum siap dengan semuanya. Semua ini terjadi begitu cepat.”
“Jadi kau maunya seperti apa?”
“Aku ingin pernikahan kita tanpa diketahui orang lain. Biarkan waktu yang membuat pernikahan kita diketahui orang lain. Apa lagi dengan kondisi Mas Gardy seperti ini, aku tak tega jika dia langsung mengetahui kalo kita sudah menikah.”

Kulihat Mas Faiz nampak kecewa, namun perlahan menarik nafas panjanganya.

“Baiklah, tapi cepat atau lambat dia pasti akan mengetahuinya.”
“Terus, bagaimana dengan tunangan Mas? Aku dengar Mas memajukan pernikahan kalian, bearti sebulan lagi bukan.”
“Ya, dulu aku sangat emosi dan memilih melakukan itu, tapi saat ini aku sudah memilikimu jadi aku akan segera menyelesaikan semuanya secepatnya. Siapa yang bisa tahu takdirnya seperti apa.”

Aku hanya diam karena tak tahu harus bicara apa lagi. Perasaan bingung masih bercampur di pikiranku. Mobil perlahan masuk di sebuah rumah mewah, aku menatap kagum, rumah mewah dengan pagar yang tinggi dan halaman yang luas. Melihat seperti ini, jelas aku tahu perasaannya waktu ibunya meninggal, kesepian yang dalam karena dia sulit untuk berinteraksi ke luar.

“Ayuk turun.” ucapnya pelan.
“Sudah ku bilang Mas aku belum siap dengan semua ini.”
“Nada, aku cuma ingin mengambil pakaianku saja. Bukankah kau bilang kau belum ingin tinggal di sini? Berarti aku yang akan tinggal di rumahmu.”

Glek, lidahku terasa keluh, ya Mas Faiz suamiku, sangat jelas dia akan terus bersamaku.

“Pergilah Mas, aku tunggu di sini saja.”
“Apa kau tak ingin masuk dan melihat ke dalam.”

Aku mengeleng pelan, laki-laki itu nampak turun dengan wajah kecewa. Aku memandang sekeliling halaman, suasananya begitu asri dan nyaman, seketika mataku tertuju pada sebuah taman yang indah dipenuhi bunga-bunga yang berwarna indah.
Aku perlahan turun dan berjalan ke taman tersebut. Memandang bunga-bunga tersebut yang terawat rapi, jelas bunga-bunga ini sangat mahal, karena aku jarang melihatnya.

“Apa kau suka taman bunga ini?” tanya Faiz tiba-tiba muncul dan memelukku dari belakang, membuat aku terkejut dan berusaha melepaskannya, ya itu karena aku belum terbiasa dengan keadaan seperti ini.

“Jangan menolakku. Aku mohon. Izinkan aku menebus kesalahanku.” ucapnya pelan di telingaku.
“Mas, aku ...”
“Nada, bukalah sedikit hatimu untukku lagi. Jika memang kau benar-benar tak memiliki sedikitpun perasaan lagi padaku, setidaknya biarkan aku menumbuhkan benih cinta yang pernah ada di hatimu. Aku akan berjanji akan menyiraminya dengan cinta. Aku berjanji tak akan membiarkan kau menangis.” lanjutnya lagi yang masih memelukku dengan erat.

Aku akhirnya hanya diam dan membiarkan laki-laki itu terus memelukku. Namun jauh di lubuk hatiku, tak bisa di pungkiri hatiku memiliki rasa bahagia dengan semua ini.
Sejenak aku melupakan rasa bersalahku pada Mas Gardy dan menikmati kebahagian yang mulai ku rasa.

“Kau tahu, taman ini punya ibuku. Dia yang membuatnya dan menatanya seperti ini. Sejak ibuku meninggal Ayah menyuruh dua orang khusus hanya untuk merawat taman ini. Ini kenangan indah bagiku, dulu aku sering memetik bunga disini dan memberikannya pada ibu.” Lanjutnya sembari melepas pelukannya dan perlahan berjongkok memetik sebuah bunga.

“Aku harap, kelak kau akan di sini, menjadi wanita yang merawat taman bunga ini. Hingga aku bisa memberimu bunga ketika kau bangun di pagi hari.” ucapnya sembari memberiku sebuah bunga dan mengecup keningku. Mataku terpejam menahan haru, jujur aku sangat bahagia, namun seketika bayangan Mas Gardy kembali hadir membuat aku tersadar dari kebahagianku.

“Ayuk kita pulang Mas.” ucapku pelan.

Laki-laki itu mengangguk dan tersenyum kemudian perlahan mengenggam tanganku dan membawaku menuju mobilnya.
•••

“Ibu, seharusnya tak perlu menungguku. Aku baik-baik saja.” ucap Gardy pelan.

Ibu nampak tersenyum dan perlahan mendekat.

“Kenapa kau lakukan ini Nak Gardy?”

Gardy nampak terkejut mendengar ucapan Ibu Nada.

“Apa maksud ibu?”
“Kenapa kau berbohong?”
“Berbohong apa?”
“Tentang kecelakaan ini.”
“Ibu ...”
“Ibu tahu kau berbohong, tadi ibu percaya, namun melihat keadaan ini sepertinya Nak Gardy sengaja melakukannya”
“Maafkan aku Bu, pasti ibu berpikir kalo aku sengaja meninggalkan Nada di hari pernikahannya.” ucap Gardy sembari bangun dan duduk.
“ya, dan waktu itu ibu sangat kecewa dan marah padamu.”
“Apa sekarang ibu masih marah padaku.”
“Untuk apa ibu marah lagi, ibu percaya jodoh tak akan kemana.”
“Apa maksud ibu?”
“Nada yang berhak menceritakannya.”
“Ibu, tolong jangan ceritakan hal ini pada Nada, dia pasti akan sangat marah padaku.”
“Ibu tak tahu tujuan Nak Gardy melakukan ini. Tapi semua sudah terjadi. Ibu tak akan menceritakan semua ini pada Nada, karena itu harusnya kewajiban Nak Gardy menceritakannya pada Nada.”
“Iya Bu, tapi ibu bisa pulang saja. Tak mungkin ibu tidur di sini.”
“Ibu akan di sini sampai besok pagi. Kalo tidak, Nada pasti akan kesini karena khawatir, dan ibu tak ingin dia melakukan itu.”
“Apa maksud ibu? Apa Nada tak boleh mengkahwatirkan aku lagi? Ada apa?”
“Nada pasti akan menceritakannya semua padamu.”

Gardy hanya diam tak bisa berkata lagi. Saat ini dia di penuhi perasaan bingung. Bingung dengan semua ucapan ibu.
•••

Kami tiba di Rumah, Mas Faiz langsung masuk ke kamar dan langsung menuju kamar mandi, dia bersikap seolah-seolah sudah terbiasa di sini.
Aku hanya diam dengan perasaan bingung. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku menatap tas yang berisi pakaian Mas Faiz dan perlahan meraihnya. Membukanya dan menatanya ke lemariku yang kosong.
Ya, dia suamiku semua di dalam kamar ini sekarang menjadi haknya. Ketika aku mengambil beberapa baju sebuah foto wanita yang cantik dan anggun jatuh ke lantai. Wajahnya begitu mirip dengan Mas Faiz, aku langsung mengenalinya kalo ini pasti foto ibunya.

“Dia cantik bukan? Sama sepertimu.” ucapnya sembari memelukku dari belakang. Ya dia melakukan hal itu lagi membuat aku terkejut, aroma tubuhnya yang wangi membuat aku sedikit terbuai.

“Iya, dia sangat cantik.”
“Coba kau balik fotonya.”

Aku perlahan membalikan foto tersebut dan membaca sebuah tulisan.

~Teruntuk menantuku. Aku titipkan anakku Faiz untukmu, siapapun kau disana dan telah menjadi istri anakku, aku percaya kau adalah cerminan diriku.~

Aku tertegun membaca tulisan itu. Entah bahagia atau apa yang kurasa aku tak tahu. Mas Faiz perlahan membalikan tubuhkan dan menatapku.

“Kau tahu, di taman tadi ketika kau mengagumi bunga-bunga itu, aku semakin yakin apa yang di tulis ibuku adalah benar. Kau cerminan ibuku.” jawabnya pelan.

Aku cuma merunduk karena tak tahu apa yang bisa aku katakan.
Perlahan laki-laki itu mengangkat, sejenak memandang mataku dan hendak menciumku, tubuhku bergetar hebat, namun aku seketika menghindar, jujur aku masih sangat terkejut dengan semua ini, sampai tadi pagi mas Gardy masih terbayang akan menjadi suamiku namun ternyata aku bersamanya saat ini.

“Maaf Mas, aku belum terbiasa dengan semua ini.”

Faiz nampak berusaha tersenyum dengan penolakanku. Dia perlahan meraih tanganku dan menciumnya.

“Aku mengerti, aku akan menunggu hingga waktumu siap. Aku tak akan memaksamu. Kita akan melakukannya itu kelak dengan keinginan kita sendiri bukan paksaan.”

Aku mengangguk dan pamit untuk mandi. Di kamar mandi semua terbayang kembali, apa benar semua yang ku lakukakan ini? Bagaimana aku harus menjelaskan semua ini pada Mas Gardy? Entah berapa lama aku di kamar mandi, ketika aku keluar, kulihat laki-laki itu telah terlelap di kasur. Aku perlahan mendekat dan memandangnya.
"Maafkan aku Mas, beri aku waktu untuk semua ini, tapi asal kau tahu, cintaku padamu masih ada dan masih utuh sampai saat ini", ucapku sambil berbaring disampingnya dan tidur.
•••

Keesokan paginya aku bangun, namun tak menemukan Mas Faiz disampingku. Aku bangun dan perlahan berjalan ke arah kamar mandi, namun tak menemukannya.
Kemana dia sepagi ini? Aku berjalan keluar dan terkejut mendapati Mas Faiz yang sudah berpakaian lengkap siap ke kantor, namun yang paling mengejutkan dia sedang menyiapkan sarapan.

“Mas, apa yang mas lakukan?” ucapku sembari mendekat dan menatapnya bingung.

Laki-laki itu sedikit terkejut dan perlahan menatapku.

“Kau sudah bangun? Aku membuatkan sarapan untukmu, tapi aku gak tahu kau suka atau tidak.”

Aku terkejut mendengar ucapannya, bagaimana tidak, tugas itu harusnya aku yang melakukannya tapi kenapa dia rela melakukan semua ini untukku, sebegitu besarkah usahanya untuk membuat aku kembali mencintainya.

“Kenapa bengong? Mandi dulu deh, kan kita harus ke kantor. Kemarin pasti kamu cuma izin sehari kan?”

Aku sedikit mengangguk dan perlahan berbalik dengan perasaan bingung dan meninggalkannya yang sedang mempersiapkan sarapan kami.
Selesai mandi aku kembali ke meja dan melihatnya sudah duduk tapi belum menyentuh makanannya.

“Kau sangat cantik.” ucapnya pelan membuatku sejujurnya hatiku berbunga-bunga.

Aku sedikit tersenyum dan duduk di sampingnya.

“Kenapa Mas belum makan?”
“Oh ini, aku tak mau makan jika tak bersama istriku. Aku sudah berjanji pada diriku.”
“Tapi kan ....”
“Sudahlah, ayuk makan.” ucapnya sembari mengambilkan aku makanan, membuat aku merasa semakin bersalah di perlakukan seperti ini.
“Mas, ini tugas aku, bukan tugas Mas.” jawabku berusaha menolak.
“Gak Nada, tugas kita sama, yaitu saling melengkapi.”

Aku tersenyum dan mulai makan masakannya, jujur aku tak percaya, laki-laki seperti ini bisa masak seenak ini.

“Masakannya enak.” ucapku dengan wajah malu.
“Benarkah, kalo kau menyukainya aku akan sering masak untukmu.”

Aku sedikit tersenyum melihat wajah bahagianya, namun seketika aku teringat Ibu dan harus menjemputnya dan juga aku ingin tahu keadaan Mas Gardy.

“Mas, ibu ...”
“Kita akan menjemputnya nanti.”
“Kita? Aku bisa ...”
“Iya kita, aku gak mau kau disana bersama Mas Gardy.”
“Tapi aku tak akan melakukan apa-apa, aku hanya ingin mengetahui keadannya.”
“Iya, aku juga ingin tahu keadaannya. Jadi gak masalah bukan jika kita pergi bersama kesana. Oh iya mulai hari ini kita akan berangkat ke kantor bersama.”
“Tapi Mas, bukankah kemarin aku bilang aku belum terbiasa dengan semua ini.”
“Bearti mulai hari ini kau harus belajar untuk terbiasa.”
“Maaf Mas, aku mohon beri aku waktu.”
“Jadi maksudnya kau ingin kita ke kantor secara terpisah?”
“Iya Mas, biarkan semua berjalan seperti biasanya.”
“Baiklah jika itu keinginanmu. Tapi apa kau masih ingin pergi ke kantor naik motor?”
“Iya Mas, aku sudah terbiasa.”
“Tapi saat ini aku tak mau lagi.”
“Kenapa?”
“Aku hanya mengkhawatirkan keselamatanmu.” ucapnya sembari mengambil hp dan menelpon seseorang.
“Dua jam lagi mobilmu datang. Ada supir juga yang akan mengantarmu kemana saja.”
“Tapi Mas...”
“Aku sudah mengiyakan keinginanmu untuk tak bersamaku ke kantor, sekarang kau tak boleh menolak permintaanku.”

Aku hanya diam dan tak mampu berkata-kata lagi.

“Kalo begitu, aku berangkat duluan. Kau harus menunggu mobilnya datang baru kau berangkat, aku pastikan kau tak akan dimarahi, dan tolong jangan berbohong.” ucapnya perlahan berdiri dan mendekat kemudian mencium kepalaku dengan lembut.
•••

Di kantor, aku tiba dengan terlambat, ya itu karena harus menunggu mobil pesanan Mas Faiz. Dari jauh nampak beberapa pegawai wanita berbisik-bisik, dan ditengahnya ada Diva si biang gosip.
Aku perlahan berjalan melewati mereka dan duduk di kursiku.

“Nada, kau kemarin izin gak masuk kenapa? Apa kau sakit?” tanya Ayu yang tiba-tiba muncul dihadapanku dan membuatku terkejut.
“Gak, itu aku cuma ingin istirahat. Ngomong-ngomong itu ada apa? Kok mereka pada ngumpul?”
“Oh iya, aku mau memberitahukan sesuatu, berita yang sangat mengejutkan.”
“Apa?” tanyaku bingung
“Tunangan Pak Faiz tadi pagi datang dan memperkenalkan dirinya kalo dia akan bekerja di kantor ini.”

==========

Mataku seketika membesar. Tunangan Mas Faiz? Dita? Dia berada di sini?

“Kau serius?”
“Apa aku terlihat bercanda. Aku berdiri paling depan ketika dia memperkenalkan dirinya. Tuh yang lagi ngumpul pada ngegosipin itu.”
“Terus, Mas Faiz, maksud aku, Pak Faiz sekarang dimana?”
“Dia sedang rapat.”
“Maksudnya?”
“Ya wanita itu tadi datang ketika Pak Faiz sedang rapat.”
“Jadi Pak Faiz belum bertemu dengannya?”
“Sepertinya belum.”
“Sekarang Dita ada dimana?”
“Dita? Kau sudah mengenalnya? Dari mana kau tahu? Bukankah kau baru datang?”
“Oh itu, bukankah ku pernah cerita kalo pernah bertemu Pak Faiz dan tunangannya ketika aku makan malam dengan Mas Gardy.”

Kulihat Ayu cuma mengangguk berusaha mengingat. Menyebut nama Mas Gardy seketika membuat aku teringat rasa bersalahku.
Aku perlahan menyandarkan tubuhku dan meminta Ayu meninggalkanku. Siang ini aku akan menjemput ibu, apa yang harus aku lakukan jika Mas Gardy bertanya lagi tentang pernikahan ini, sangat jelas dia tak meninggalkanku, aku yang menyakitiku.
Lamunanku terhenti ketika hpku berbunyi dan sebuah pesan masuk. Aku membukanya dan sedikit tersenyum.

{istriku yang cantik, kalo melamun terus nanti cantiknya nambah lho dan aku akan semakin cinta. Emoticon love}

Aku sedikit tersenyum dan berusaha mencari dimana laki-laki itu berada, jelas dia pasti sedang mengawasiku hingga tahu apa yang ku lakukan.
Mataku seketika terhenti ketika melihat laki-laki itu sedang berdiri di depan ruang rapat sambil tersenyum.

Aku sedikit tersipu malu, rasanya tak percaya, baru sehari menikah tapi laki-laki itu sudah bisa membuatku sering tersipu malu, ya meskipun rasa bersalah pada Mas Gardy masih sangat terasa tapi rasa bahagia dengan sikap Mas Faiz membuatku merasa senang.
Ku lihat dia perlahan berjalan hendak ke mejaku, namun aku menggeleng mengisyaratkan untuk tidak mendekat, membuat laki-laki itu nampak kecewa dan perlahan berjalan masuk ke ruangannya, seketika itu aku kembali teringat Dita, ya kenapa aku bisa lupa? Gara-gara mengingat Mas Gardy aku malah melupakan Dita.
Apa Mas Faiz hari ini akan jujur padanya dan mengakhiri pertunangannya hari ini? itu bagus bukan? Tapi tunggu dulu, bukankah jika Mas Faiz jujur dan mengakui pernikahan ini, maka akan sangat mungkin Dita akan marah besar dan menceritakan semuanya pada siapapun, jelas itu pasti akan sampai di telinga Mas Gardy.
Gak, Mas Gardy belum harus tau tentang pernikahanku, setidaknya sampai dia benar-benar sembuh.

Aku harus bicara dengan Mas Faiz sekarang juga. Aku hendak menuju ruangannya, namun urung kulakukan, jelas akan terjadi kehebohan jika aku masuk kesana, wanita itu pasti akan terkejut melihatku lagi dan bicara yang tidak-tidak.
Aku sebaiknya mengajak Mas Faiz untuk bicara di luar. Aku meraih Hpku dan mengirimkan sebuah pesan.
•••

“Dita apa yang kau lakukan di sini?” tanya Faiz ketika melihat Dita sedang duduk di kursinya.
“Aku yang harusnya bertanya seperti itu? Apa yang Mas lakukan di sini? Kenapa kemarin Mas pulang ke sini diam-diam tanpa memberitahuku?”
“Bukan urusanmu.”
“Bukan urusanku? Jelas urusanku. Mas tunanganku dan sebulan lagi kita akan menikah, dan Mas yang meminta pernikahan kita di majukan. Jangan bilang Mas menyesal dengan keputusan itu.”
“Dita, maafkan aku, tapi kau benar.”
“Apa maksud Mas dengan aku benar?”
“Duduklah di sini aku ingin bicara penting.”

Sebuah pesan masuk di Hp Faiz, dia langsung membukanya karena melihat nama yang tertera di layar.

{Mas, aku tahu wanita itu ada di dalam bersama Mas saat ini, maka dari itu bisakah kita bicara sebentar, sebelum Mas mengatakan semuanya padanya. }

Fais sedikit mengangkat alisnya karena merasa bingung, namun dia sudah berjanji akan selalu mengikuti permintaan Nada.

“Maaf, kita akan bicara nanti, aku ada urusan di luar.”
“Gak Mas, tadi apa maksudnya ucapan Mas, kalo ucapanku benar?”
“Kita akan membahasnya nanti. Saat ini aku ada urusan.”
“Apa ada yang lebih penting dari urusan kita saat ini?”
“Sudah kukatakan, kita akan bicara lagi nanti.”
“Aku ikut, aku lapar, kau harus mentraktirku.”
“Maaf, aku tak bisa mengajakmu. Aku ada urusan penting saat ini. Kau bisa meminta makanan pada Fina sekrtarisku. Dia kan memesankannya padamu.”

Dita hendak memaksa, namun melihat wajah Faiz yang nampak mulai marah, dia memilih untuk tinggal.

“Baiklah, aku akan menunggumu. Banyak yang harus kita bicarakan.”

Faiz mengangguk dan berjalan keluar. Di luar tak nampak terlihat Nada. Ya, Nada memilih pergi duluan agar tak terlihat keluar bersama Faiz.
Faiz tiba di sebuah cafe dan melihat sekeliling mencari wanita yang dicintainya, sedikit tersenyum terlihat di wajahnya ketika wanita yang dicarinya sedang tersenyum padanya.

“Sayang, kenapa berwajah serius?”ucap Faiz ketika duduk di hadapanku.
“Maaf, kalo membuat Mas Khawatir, ada yang ingin aku bahas.”
“Apakah penting?”
“Ya, ini mengenai wanita itu. Tunangan Mas.”
“Jangan menyebutnya tunanganku, aku sudah beristri dan aku sangat mencintai istriku.”

Aku sedikit tersenyum mendengar rayuannya.

“Tapi saat ini kalian masih tunangan bukan? Mas tak bisa menganggapnya seperti tak ada hubungan apa-apa.”

Mas Faiz nampak mulai berwajah serius ketika mendengar ucapanku.

“Nada, dengar, aku tahu, aku mungkin akan menjadi laki-laki jahat lagi, karena akan mengakhiri pertunangan ini dan menyakitinya, tapi aku hanya ingin mendapatkan kebahagianku. Sudah cukup bertahun-tahun aku tak merasakan kasih sayang dan cinta sebenarnya. Ibuku yang hanya bisa memberikan kasih sayangnya sampai aku SMP, setelah itu aku tak pernah merasakan lagi. Hingga akhirnya aku mencintaimu, meskipun aku terlambat menyadari cintaku padamu hingga menyakitimu, tapi saat ini aku sudah mendapatkannya, dan aku tak perduli dengan apapun lagi. Apa lagi saat ini kau sudah menjadi istriku, kau adalah prioritas utama dalam hidupku. Aku tak mau yang lain, bahkan jika aku harus kehilangan semua yang kumiliki saat ini, aku tak perduli. Aku memilikimu dan itu sudah cukup bagiku.” ucap Mas Faiz sembari memegang tanganku.

Mendengar ucapannya, sungguh aku begitu terharu.

“Mas, aku akan berusaha mengerti keadaanmu, tapi bisakah saat ini Mas juga mengerti keadaanku?”
“Keadaan bagaimana maksudnya?”
“Ya, Mas tahu kan kalo Mas Gardy ...”
“Apa hubungannya dia dengan semua ini?”
“Iya, Mas Gardy sedang sakit, aku hanya tak ingin dia mengetahui pernikahan kita secepat ini dalam kondisi seperti itu.”
“Apa maksudnya? Tak ada yang tahu pernikahan kita, dan aku sudah berjanji padamu bukan? Apa kau masih tak percaya padaku? Atau kecuali Ibu yang menceritakannya padanya.”
“Ibu tak mungkin menceritakan hal sepenting itu tanpa persetujuanku.”
“Jadi?”

Aku menarik nafas panjangku, rasa khawatir jika nanti Mas Faiz akan marah dengan permintaanku.

“Bisakah Mas jangan membatalkan dulu tunangan Mas dengan wanita itu?”

Mas Faiz nampak menatap bingug.

“Kenapa?”
“Iya, itu jika Mas membatalkan pertungan Mas, akan jelas Dita akan mencari tahu alasannya, dan Mas tak punya alasan lain selain mengakui pernikahan kita bukan? Dan jika dia tahu karena itu, bukan tidak mungkin dia akan menceritakan pada orang lain tentang pernikahan kita, dan pastinya berita itu bisa sampai ke telinga Mas Gardy.”
“Dan kau khawatir Mas Gardy akan marah padamu?” ucapnya dengan wajah nampak mulai marah.
“Mas ...”
“Apa kau lebih memikirkan perasaannya dari pada aku?”
“Bukan begitu Mas, aku cuma ingin dia tak bertambah terluka. Biarkan beberapa saat sampai dia sembuh, dan aku yang akan mengatakan tentang pernikahan ini padanya.”
“Kau lebih memikirkan perasaanya, tapi kau tak memikirkan perasaanku yang terluka.”
“Mas ...”
“Aku juga terluka harus menyimpan pernikahan kita, aku juga terluka harus melanjutkan pertunangan dengannya. Aku gak mau.”
“Mas, bukankah semua ini terjadi bukan keinginanku. Mas tiba-tiba hadir dan mengantikan Mas Gardy, aku tak bisa seegois itu menyakitinya.”
“Nada ...”
“Aku mohon Mas, beri aku waktu menyelesaikan rasa bersalahku, akupun memberikan Mas waktu menyelesaikan pertunangan Mas, jadi biarkan semua seperti tak terjadi apa-apa.” ucapku yang kemudian memegang tangannya dengan erat untuk meyakinkannya.

Dia agak terkejut melihat aku mau memegang tangannya, namun terlihat senyum di bibirnya yang menandakan dia menyetujuinya.

“Baiklah, aku mengikuti keinginanmu.”
“Terima kasih Mas. Oh iya, bisakah habis ini kita langsung menjemput ibu?”
“Menjemput Ibu atau kau ingin melihat Mas Gardy?” ucapnya dengan wajah dibuat kesal.
“Mas, apa kita akan membahasnya lagi?”

Laki-laki itu akhirnya tersenyum kembali dan mengangguk.
•••

“Nak Gardy, mungkin sebentar lagi Nada akan menjemput Ibu, jadi mungkin ada baiknya Nak Gardy pulang saja dulu sekarang.”
“Tapi Bu, jika Nada ke sini dan tak melihatku bukankah dia akan bingung dan bertanya aku dimana? Bahkan itu akan membuat dia curiga”
“Dia tidak akan curiga, toh kemarin kata dokter, Nak Gardy hanya sedikit terbentur dan pingsan, jadi tak ada yang terluka parah bukan?”
“Ibu, kenapa ibu sepertinya tak ingin Nada bertemu denganku lagi?”
“Jika Nada sudah menceritakan padamu, kau akan tahu kenapa Ibu bersikap seperti ini.”

Gardy diam memikirkan semua ucapan Ibu, ya dari kemarin ucapan dan bicara ibu sangat aneh dan mencurigakan.

~Apa Nada dan Mas Faiz telah menikah? Apa kemarin Mas Faiz mengantikan aku? Gak, gak mungkin, bukankah dia sebulan lagi akan menikah juga? Gak mungkin dia tega meninggalkan tunangannya dan Aku rasa dia juga tak akan seberani itu melakukan hal penting seperti itu~, gumam Gardy dalam hatinya.

“Baiklah Bu, tapi aku sangat ingin bertemu dengan Nada dan berbicara saat ini.”
“Ya, waktu itu akan ada, tapi saat ini Nak Gardy pulang saja dulu agar Nada tahu Nak Gardy butuh istirahat, aku yakin setelah beberapa hari ke depan Nak Gardy bisa bertemu Nada.”
“Baiklah jika itu yang ibu inginkan, tapi jujur aku sangat ingin tahu apa yang telah terjadi kemarin.”
“Nada akan menceritakan semuanya nanti. Oh iya, apa orang tua Nak Gardy tau semua ini?”
“Iya Bu, pagi sebelum pernikahan aku memberitahukan semuanya, mereka sedikit terkejut dengan keputusannku, tapi seperti biasa, mereka mempercayakan semua keputusan hidupku pada diriku sendiri. Bahkan mereka merasa malu dan bersalah pada Ibu.”
“Ibu tak masalah, bukankah Nak Gardy yang mau melakukan semua ini? sampaikan salam pada orang tua Nak Gardy. Maaf jika pernikahannya tak jadi terlaksana.”
“Ibu ...”
“Bersiaplah, sebelum Nada datang menjemput Ibu.”
“Apa ibu marah padaku? Apa ibu merasa kalo aku telah mempermainkan perasaan Nada?”
“Tadinya Ibu sangat marah, tapi setelah kejadian kemarin, tak ada yang perlu ibu marah padamu, meskipun jujur Ibu sangat kecewa, tapi semuanya sudah terjadi.”
“Ibu tolong maafkan kesalahan aku.”
“Sudahlah tak ada yang perlu di maafkan, sekarang bersiaplah, sebentar lagi Nada akan datang menjemput Ibu.”

Gardy tak bisa berkata-kata lagi selain akhirnya mengangguk dengan perasaan dan hati yang berat.
•••

“Ibu, di mana Mas Gardy?” tanyaku bingung ketika mendapati ruang Mas Gardy kosong.
“Nak Gardy sudah pulang Nak.”
“Lho kok bisa Bu? Apa dia sudah sembuh?” tanya Mas Faiz dengan wajah bingung.
“Iya, tadi kata dokter bilang dia sebaiknya beristirahat di rumah, dan tadi beberapa orang juga sudah menjemputnya.”
“Tapi aku ingin bicara dengannya.” ucap Nada pelan.
“Nada, saat ini bukan waktu yang tepat untuk bicara dengannya. Dia butuh istirahat. Lagian sekarang kau bukan tunangan dia lagi, kau istri Nak Faiz.”

Aku diam tak bisa mengatakan apa-apa. Jujur aku begitu bingung dan khawatir, tapi ibu benar, Mas Gardy butuh istirahat, dan aku akan memberikan waktu untuknya, dan kurasa itu juga bagus untukku agar punya waktu untuk memikirkan semua ini.

Di perjalanan pulang, pikiranku hanya memikirkan Mas Gardy, bagaimana mungkin aku bisa seegois ini dan melupakan dia begitu saja, padahal sangat jelas dia tak menyakitiku, aku yang menyakitinya, bahkan saat ini aku tak tahu keadaannya.
Aku harus bertanya keadaanya, minimal itu bisa mengurangi rasa bersalahku.
Tiba di rumah Mas Faiz hanya menungguku di mobil, aku mengatakan akan mengantar ibu ke dalam, tapi aku merasa ini adalah sedikit kesempatan aku untuk bertanya pada Mas Gardy.

Setelah ibu masuk ke kamar, akupun segera mengambil Hp ku dan mengirim sebuah pesan.

{Mas, bagaimana keadaanmu? Apa kau sudah baikan? Maaf jika tadi aku tak sempat melihatmu.}

Aku menunggu dengan gelisah, berharap Mas Gardy segera membalasnya. Selang beberapa lama pesan balasan masuk.

{Nada, terima kasih kau masih perhatian padaku, aku sangat senang. Alhamdulillah saat ini aku sudah baikan, aku lagi di rumah dan beristirahat. Nada maafkan kesalahanku di hari pernikahan kita. Apa kau masih marah padaku?}

Sebelum aku membalasnya sebuah panggilan telpon masuk dari Mas Gardy, jelas dia pasti ingin membahas ini, tapi ini bukan waktu yang tepat menurutku. Akupun hanya membiarkan telpon itu terus berdering dan berhenti sendiri.

{Maaf Mas, aku tak bisa bicara sekarang. Tak usah dipikirkan Mas, jika aku marah, pasti aku tak akan menghubungi Mas, lagian Mas kan kecelakaan jadi bukan kesengajaan Mas meninggalkan aku bukan?}

Cukup lama aku menunggu balasannya, entah apa yang dipikirkannya, hingga tiba-tiba sebuah pesan masuk kembali.

{Nada aku merindukanmu, apa kau rindu padaku?}

Aku terkejut membaca balasan pesannya, ya meskipun aku senang karena dia ternyata baik-baik saja, tapi aku tak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaannya . Aku terdiam dengan kebingungan, aku tak ingin tambah menyakitinya.

“Jelas kau rindu padanya bukan?” ucap Mas Faiz yang tiba-tiba berada di belakangku dan ternyata telah membaca pesanku yang membuat aku sangat terkejut.
“Eh Mas, aku gak tahu Mas masuk, aku pikir Mas di mobil.” ucapku dengan gugup dan berusaha menyembunyikan Hpku.
“Kalo aku masih di mobil, entah berapa lama lagi kalian akan bermesraan seperti itu , saling melepas rindu. Aku sudah membacanya, kau tak perlu menyembunyikannya.” ucapnya dengan wajah menahan marah.
“Mas, bukan seperti itu.”
“Apa kau merindukannya?”
“Gak Mas, aku cuma ingin tahu keadaannya.”
“Kau tak perlu berbohong, jika hanya ingin mengetahui keadaanya, harusnya kau bisa melakukan hal itu di depanku, tanpa bersembunyi seperti ini.”
“Mas, aku takut Mas marah.”
“Apa itu penting bagimu? Sepertinya yang penting itu adalah Mas Gardy.”
“Mas tolong dengarkan aku.”
“Nada, kau istriku, aku punya hak untuk melarangmu melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang wanita bersuami.”

Aku memandang laki-laki itu dengan sedikit emosi, bisa-bisanya dia tak memikirkan perasaanku.

“Mas dengar. Mungkin Mas benar kalo seorang istri harusnya tahu bagaimana bersikap pada laki-laki lain, tapi kita baru menikah dua hari, dan semua itu terjadi diluar dugaanku, dan di sana, ada laki-laki yang harusnya menjadi suamiku, namun aku menyakitinya dan berbohong padanya, aku tak mungkin langsung menghilang dari hidupnya seperti aku dan dia tak pernah saling tahu.”
“Sampai kapan aku harus membiarkan keadaanya seperti ini? Selama dia tak tahu dengan pernikahan ini, semunya akan terus seperti ini.”
“Kemarin kita sudah membahasnya Mas, beri sedikit waktu hingga dia benar-benar sehat dan aku bisa menceritakannya.”
“Nada ...”
“Mas aku bukan wanita egois, aku menyakitinya saat ini, aku tak bisa bayangkan bagaimana perasaannya ketika dia tahu pernikahan kita. Pasti hatinya hancur, padahal itu bukan keinginanya meninggalkan aku di hari pernikahan kami.”
“Entahlah, tapi hatiku begitu sakit melihat keadaan ini. Dulu kita belum menikah, melihat kalian dekat saja hatiku sudah begitu terluka, dan saat ini, ketika kau telah menjadi milikku, apa kau tak bisa merasakan rasa cemburuku yang besar padanya?”
“Mas, aku mohon.”
“Istirahatlah. Kau tak perlu kembali ke kantor hari ini.” ucapnya yang perlahan keluar.
“Mas, jangan seperti ini.” ucapku sembari mengejarnya dan ikut naik ke mobilnya.

Kulihat matanya merah seperti menahan tangis. Laki-laki ini begitu cemburu, sebegitu besarkah cintamu padaku Mas.
Melihatnya seperti ini akupun merasa hatiku sakit mengetahui hatinya terluka.
Perlahan aku mengenggam tangannya, dan entah apa yang mendorongku akupun mencium pipinya dengan lembut.

“Maafkan aku, aku janji akan selalu jujur pada Mas.”

Laki-laki itu sangat terkejut dengan tindakanku, perlahan ku rasa dia menggengam tanganku dengan lembut dan tersenyum.

“Terima kasih telah percaya padaku.” ucapnya sambil tersenyum bahagia.
•••

Di kantor, Dita nampak gelisah, dia berkali-kali menelpon namun Faiz tak mengangkatnya.
~Kemana dia? Apa dia sedang membohongiku lagi? Atau dia sedang bertemu dengan wanita itu? Eh bukankah dia dulu bekerja di sini? Aku harus mencari tahu~, gumam Dita dengan perasaan jengkel, diapun perlahan memanggil Fina sekretaris Faiz.

“Kau jelas sudah tahu aku siapa bukan?” ucap Dita ketika Fina berdiri di hadapannya.
“Iya Ibu, anda adalah tunangan Pak Faiz.”
“Jangan panggil aku Ibu, aku belum menikah dengannya. Panggil aku Mbak.”
“Baik Mbak Dita, ada apa?”
“Ada yang ingin kutanya, apa pegawai bernama Nada masih bekerja di sini?”
“Apa mbak Dita mengenalnya?”
“Jawab saja pertanyaanku.”
“Oh iya, maaf, iya Mbak, dia masih bekerja di sini.”

Wajah Dita seketika merah menahan marah. Wanita itu, masih berani berada di sini? Sangat jelas dia ingin mendekati Mas Faiz lagi, dan merusak hubunganku dengan Mas Faiz, gumamnya.

“Tapi kenapa tadi aku tak melihatnya?”
“Sepertinya tadi dia datang terlambat.”
“Terlambat? Apa dia sering seperti itu?”
“Gak juga Mbak, cuma dia dengar-dengar sedang dekat dengan salah satu klien kita, namanya Pak Gardy.”
“Pak Gardy? Sepertinya aku pernah mengetahuinya. Tapi dimana ya? Oh ya, aku pernah bertemu dengannya di Restaurant ketika aku makan malam dengan Mas Faiz.”
“Apa mereka sudah menikah?”
“Sepertinya belum.”
“Terus sekarang dia di mana?”
“Aku rasa dia belum kembali, tadi aku melihatnya keluar sekitar dua jam yang lalu.”
“Keluar? Dua jam yang lalu?”

Arrggh pasti Mas Faiz sedang bertemu dengannya, Mas Faiz juga meninggalkanku dua jam yang lalu, gumam Dita dengan perasaan emosi.

“Mbak Dita, maaf sebelumnya, tapi Nada disini salah satu karyawan yang sombong”

Dita mengeryitkan matanya bingung.

“Sombong?”
“Iya sombong, dia merasa kalo dia adalah satu karyawan yang pintar dan cantik di sini.”
“Oh ya?” ucap Dita berbinar-binar karena melihat cara bicaranya Fina, jelas dia tahu kalo wanita ini tak menyukai Nada.

Dita sangat senang karena telah menemukan teman yang bisa di jadikan alat mencari tahu semuanya.
Mendapat sambutan yang bagus, membuat Fina semangat menceritakan semuanya tentang Nada. Dita merasa senang karena kini dia memiliki tim untuk membantunya.
•••

“Mas kemana kita? Kenapa bukan ke arah kantor?” ucapku bingung karena mobil melaju ke arah berlawanan dari jalur menuju kantor.
“Aku ingin menikmati hari ini bersamamu.” ucapnya sambil tersenyum tanpa melihat ke arahku.
“Maksudnya?”
“Pokoknya kau ikut aja, aku akan mengajakmu ke suatu tempat.”
“Tapi Mas, kita kan harus bekerja.”
“Apa ada yang bisa melarangku tak masuk di kantorku sendiri.”
“Ya, itu Mas, bukan aku. Aku hanya ...”
“Kau juga punya hak yang sama denganku. Apa kau lupa aku suamimu. Jelas perusahaan itu milikmu juga.”
“Tapi, pernikahan kita tidak ada yang tahu? Jadi tidak mungkin aku mendapat hak itu.”
“Kau yang menginginkan hal itu bukan. Aku ingin mengakuinya tapi kau yang tak ingin aku melakukannya.”

Aku hanya diam dan tak bisa berkata-kata lagi. Mobil perlahan masuk ke sebuah Mall. Aku hanya merunduk dan tak ingin membahasnya lagi, namun seketika teringat ucapan Ayu, kalo wanita itu akan bekerja di sana, bearti aku akan bertemu dengan wanita itu setiap saat.

“Hei, tenanglah, aku pastikan kau tak akan dipecat atau dimarahi.” ucapnya ketika melihatku nampak gelisah.
“Sekarang bukan itu masalah.”
“Maksudnya?”
“Mas, apa benar tunangan Mas akan bekerja di kantor kita?”
“Sudah ku katakan, aku tak punya tunangan. Aku sudah beristri, tolong jangan menyiksaku dengan kata-kata itu."
“Tapi kenyataannya masih begitu bukan?”
“Biarkan saja dia mengangap seperti itu, bagiku tidak. Aku akan menjaga jarak dengannya.”
“Mas ...”
“Sudahlah, aku tak ingin membahasnya. Oh iya siapa yang mengatakan padamu dia akan bekerja di kantor kita?”
“Ayu, Mas.”
“Dan dia mendapatkan info itu dari mana?”
“Dari wanita itu langsung. Katanya tadi pagi dia memperkenalkan dirinya pada semua orang di kantor kalo dia tunangan Mas, dan juga bilang akan bekerja disana.”
“Aku tak pernah mendengar itu, aku akan bertanya padanya nanti. Sekarang lupakan tentang dia, aku ingin memberimu sebuah hadiah.”
“Hadiah apa?”
“Ayuk turun.” ucapnya yang perlahan turun duluan dan membuka pintu mobilku dan menarik tanganku. Aku hanya bisa mengikuti dengan perasaan bingung. Mas Faiz terus berjalan dan mengandeng tanganku dan masuk ke dalam Mall, jujur aku punya perasaan takut jika ada yang melihatku dan membuat semuanya terbongkar.

Kami masuk pada sebuah toko, aku memandang papan tulisan nama toko tersebut, Toko Mas dan berlian. Apa yang akan kita lakukan di sini. Beberapa pelayan Toko menyambut kami dengan ramah. Dari sambutan mereka sepertinya Mas Faiz sudah terbiasa di sini.

“Hallo Pak Faiz, apa anda kesini mau mengambil pesanan anda?”
“Iya Mbak, apa sudah selesai.”

Pelayan itu mengangguk dan tersenyum sembari mengeluarkan sebuah kotak. Mas Faiz tersenyum sembari membuka kotak tersebut.

“Ayuk dicoba kalungnya.” ucapnya padaku yang membuat aku sangat bingung.
“Tapi Mas untuk apa hadiah ini?”
“Ini kalung ibuku, dulu dia memberikan padaku dan berkata, jika nanti aku menikah, aku harus memberikan kalung ini pada istriku. Semalam aku menyuruh orang untuk mengantarnya kesini dan memperbaikinya sedikit biar agak sedikit modern. Apa kau suka?” ucapnya sembari memakaikan kalung itu di leherku.
“Kalungnya bagus, maaf apa ini tunangan Pak Faiz?”
“Dia istriku, kami menikah dua hari yang lalu.” Jawabnya santai.

Aku terkejut mendengar ucapannya.

“Mas ...”
“Gak pa-pa sayang, mereka tak mengenal Mas Gardy.” ucapnya bercanda.
“Selamat ya Pak, semoga bahagia selalu, istrinya anda sangat cantik.”
“Terima kasih mbak. Oh iya bisa siapakan semuanya sekarang?”
“Oh baik pak, saya akan mempersiapkan semuanya. Apa kalungnya akan di pakai sekarang?”
“Gak mbak, aku harus ke kantor lagi.”
“Tapi sayang ...”

Aku menggeleng karena jelas aku tak mau di kantor mengunakan perhiasan semahal itu, bisa jadi bahan gosipan Diva aku. Sementara menunggu, Mas Faiz izin ke toilet sebentar aku duduk sembari membuka-buka majalah yang telah di siapkan. Hingga seseorang mengangetkanku.

“Nada.” ucap Diva yang telah berdiri di hadapanku hingga membuat aku terkejut

Aku menatap wajah wanita yang tadi sempat aku khawatirkan.

“Diva? Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau harusnya di kantor? ucapku dengan wajah khawatir.

“Kau juga, apa yang kau lakukan di sini? Aku tadi izin karena ada urusan.”
“Itu, aku ...”
“Apa kau membeli berlian?”

Aku bingung harus menjawab apa, bagaimana kalo Mas Faiz kembali dan dia masih ada disini pasti dia akan menceritakan ke semua orang tentang pertemuan ini.
Aku harus mengajaknya keluar dari sini sebelum Mas Faiz kembali, tapi tiba-tiba sesuatu membuat aku tak bisa bicara lagi.

“Nyonya Faiz, ini barangnya sudah selesai kami siapkan.”

Kulihat mata Diva sekejap membesar memandang dan mendengar tak percaya. Aku buru-buru mengambil tas itu dari tangan pelayan itu, namun bukan Diva jika dia tak akan mencari tahu.

“Maaf Mbak, sebentar. Siapa yang Mbak maksud Nyonya Faiz?”
“Oh, ini teman anda bukan. Nyonya Faiz, tadi dia datang bersama Pak Faiz, dan Pak Faiz mengatakan kalo Mbak ini istrinya.”ucap pelayan itu sambil menatap ke arahku yang tak bisa berkata-kata lagi.

Bersambung #6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER