Cerita Bersambung
[POV. Nyonya Rabiah]
Alhamdulillah aku sudah mulai normal. Ini berkat ketelatenan Insani. Dia juga menyadarkanku, untuk kembali pada Alloh. Dia begitu telaten, sabar, rajin dan tekun, dalam ibadahpun demikian. Dia gadis yang manis, ceria, kadang konyol, pemberani, tegas. Wajahnya lumayan cantik, mukanya oval, mata lebar, bulumata keriting eh lentik, hidung mbangir, gadis Jawa banget. Kalau dipandang, tidak membosankan, kalau pakai baju apapun, selalu luwes dan pantes.
Aku berpikir untuk menjadikannya menantu. Aku ingin menjadikannya istri kedua Khalil. Aku menyayanginya, Insani adalah sosok menantu idaman, tidak seperti Siska, wanita murahan dan tak tahu diri, dia yang membuatku seperti ini.
Lalu bagaimana caranya ya? Kalau langsung bicara ke Khalil, kuyakin dia tidak akan mau. Dia di bawah kendali Siska, dan Siska pun tidak akan setuju, bisa-bisa, dia berbuat jahat padaku.
***
[Kembali ke Author]
Aku terbangun tengah malam, rasanya haus, air putih di kamar habis, aku harus ke dapur. Saat aku membuka pintu kamar, kudengar ada suara berisik, apa itu? Kucari sumber suara.
Astaga, Nyonya Siska? Kututup kedua tanganku. Apa yang dia lakukan? Dia sedang mabuk-mabukan dengan laki-laki yang tak kukenal. Aku sembunyi dibalik tembok. Kemana Tuan Khalil, oh ya Tuan tadi sempat bilang, hari ini ke luar kota.
Rupanya seperti ini kelakuanmu Nyonya, ketika Tuan ndak ada, Anda mesra-mesraan dengan lelaki lain. Kudengar mereka mengobrol, tak sengaja aku mendengarnya.
“Siska, kemana laki lo.” Tanya laki-laki itu.
“Robert, ngapain lo nanya-nanya laki gue, dia gak berguna, mending kita nikmati malam ini berdua,” kata Siska sambil memegang gelas berisi alkohol.
Rupanya laki-laki itu namanya Robert.
“Sepuluh tahun nikah, dia gak bisa kasih gue keturunan, berarti kan dia gak ada gunanya,” lanjutnya lagi.
_'Astaghfirullah… kok ngomong kaya gitu sih, wah, rupanya selama ini sikap Nyonya Siska begitu, karena menyalahkan Tuan Khalil yang mandul? Dan Tuan Khalil hanya diam saja, Kasian.'_
“Ok Siska, kita nikmati malam ini berdua mumpung laki lo gak ada, hahaha,” ucap Robert, keadaannya setengah sadar.
Gila, siapa Robert itu, apakah laki-laki simpanan Nyonya Siska? Sepertinya mereka sudah lama kenal.
Memang ganteng banget si Robert itu, mirip bule.'
Huft, aku tak berani keluar, khawatir mereka tahu keberadaanku. Apa yang harus kulakukan ya. Eh gila, mereka masuk kamar, ngapain? Waduh, gawat, tak bisa kubiarkan ini, aku bisa kena dosa, aduh gimana ini, mau bangunin Nyonya Rabiah, ndak mungkin. Tuhan, tolong keajaibanMu.
Pintu kamar ditutup, waduh, aku bolak-balik, ini dosa, aku harus mencegahnya. Tapi gimana caranya.
Tiba-tiba kudengar deru mobil. Hah, Tuan Khalil pulang, Alhamdulillah... tapi waw bakalan ada perang dunia kedua ini. Aku sembunyi lagi. Kulihat Tuan Khalil masuk dan membawa kopernya, kenapa pulang secepat ini? Bukankah dia keluar kota?
Dia membuka pintu kamar dan?
“Siska!!” Teriak Tuan Khalil.
Dia kaget, Bagaimana tidak, saat membuka kamar, dia melihat istrinya sedang bercumbu dengan laki-laki lain.
Ku lihat Nyonya Siska hanya menutup tubuhnya dengan kain.
“Apa yang kamu lakukan Siska, jadi begini kelakuanmu, menjijikkan! Hay kamu,” sambil menunjuk ke Robert, dan
*Bugg!*
Satu hantaman mengenai perut Robert.
“Gue tahu, lo selingkuhan istri gue, tapi gue biarkan selama gak ketahuan gue, tapi hari ini, gue gak akan membiarkan lo bebas, gue akan bunuh lo.” Lanjut Khalil, emosi, marah, tapi dicegah Siska.
“Mas, cukup Mas, cukup,” ucap Siska sambil memegang tangan Khalil.
“Siska, lo udah ngekhianatin gue, apa mentang-mentang gue gak bisa ngasih lo keturunan, lalu lo berbuat begini?” Teriak Tuan Khalil dengan nada tinggi.
“Lo memang gak ada gunanya,” ucap Robert sambil senyum merendahkan.
_'Waduh, kalau dekat aku, sudah kutampar tuh mulut, ndak punya otak.'_
“Pergi lo sebelum kesabaran gue habis, cepat pergi brengsek!” Teriak Tuan Khalil.
Dan Robert memakai pakaiannya lalu pergi melenggang tanpa dosa, jalannya sedikit sempoyongan, masih ada pengaruh miras.
Sesaat setelah kepergian Robert, mereka hanya terdiam, Tuan Khalil masih berdiri tak bergeming dan Nyonya Siska masih duduk di sisi ranjang. Aku masih melihat dibalik tembok.
“Jadi begini perbuatanmu padaku Siska,” ucap Tuan Khalil memulai pembicaraan, matanya merah menahan amarah.
Siska terdiam.
“Selama ini aku tahu tingkahmu di luaran sana, tapi aku masih bisa memaafkanmu selama aku belum melihatnya langsung, tapi kali ini, aku benar-benar kecewa padamu.” Ucap Tuan Khalil.
Nyonya Siska seperti merasa tidak bersalah.
“Mas, aku perempuan, aku pingin punya anak,” jawab Siska.
“Tapi bukan begini caranya!” Jawab Tuan Khalil emosi.
Kita bisa periksa ke dokter, aku sudah periksa, dan hasilnya normal, sedang kamu, kenapa kamu tidak mau periksa.
“Dan sekarang, aku sangat kecewa sama kamu, selama ini aku hanya diam, tapi hari ini, aku tidak bisa memaafkanmu. Aku talak kamu Siska, sekarang, kemasi barangmu dan pergi dari sini, cepat!” Ucap Tuan Khalil dengan nada tinggi, matanya memerah.
_'Wah, benar juga Tuan Khalil, tegas, suruh pergi aja tuh wanita murahan. Cantik-cantik tapi murah.'_
“Owh, jadi begitu, kamu mengusirku? Baiklah, kamu pikir aku bahagia hidup denganmu, no no no, aku muak, aku bosan, apalagi lihat Ibumu, sakit-sakitan, ingat! Kamu sudah mengusirku, jangan sampai menyesal, karena setelah ini, tidak akan ada wanita yang mau dengan laki-laki tak berguna sepertimu,” balas Nyonya Siska.
Matanya melotot, tangannya menunjuk ke arah Tuan Khalil.
“Ingat, aku wanita normal, dan aku juga pernah hamil, jadi aku ini subur, yang bermasalah adalah kamu!” Lanjut Siska.
Setelah itu, dia mengemasi pakaiannya dan memasukkan ke koper.
_'Gila, kalau gue jadi Tuan Khalil sudah ku tonjok tuh mulut, kuremukkan giginya, penghinaan yang luar biasa. Waduh, Nyonya Siska pergi, mau kemana dia, dia bawa koper dan menuju garasi lalu pergi, wah…'_
Tuan Khalil, dia masih mematung, perlahan dia duduk di sisi ranjang, dia pegang kepalanya dengan kedua tangannya, kulihat, air matanya menetes, dia tergugu, menangis.
Ya Alloh, baru kali ini aku melihat laki-laki menangis, sepertinya terpukul sekali hatinya. Terluka… ingin rasanya kudekati dan menjadi sandarannya, cieeee, ish, dia kan batu.
Aku tidak jadi ke dapur, dah ndak haus lagi.
Aku masuk kamar, aku kaget, rupanya Nyonya Rabiah bangun, dan, oh dia menangis tergugu, aku bingung, kenapa ya… apa beliau melihat kejadian tadi?
“Nyonya, Nyonya kenapa?” Tanyaku.
“Insani, aku melihat semua, aku melihat semua kejadian tadi, hu hu hu...” Jawab Nyonya Rabiah, masih dengan tergugu, ada gurat kesedihan dimatanya dia tumpahkan semua perasaannya.
“Insani, kau tahu, dulu Siska yang menjebak anakku, dia hamil dengan orang lain, tapi menuduh anakku yang menghamilinya. Saat itu anakku mau mengakuinya karena memang dia mencintai Siska, dulu anakku tergila-gila dengan Siska, karena memang Siska sangat cantik, pintar dan supel. Akhirnya mereka menikah.
Setelah kehamilan 4 bulan, Alloh mengambilnya, dia keguguran. Setelah itu, setahun, dua tahun, tiga tahun berlalu, dia tak kunjung hamil. Dia menuduh Khalil mandul. Khalil tak terima karena dulu diawal, Siska menuduh bahwa Khalil yang menghamilinya.
Akhirnya Siska jujur, bahwa dulu yang menghamilinya bukan Khalil, tapi Robert, selingkuhan Siska sampai sekarang.
"Khalil sempat marah, tapi Siska menyudutkan bahwa nyatanya sampai sekarang belum hamil juga.” Kata Nyonya Rabiah.
Beliau menjelaskan kisah rumah tangga Khalil.
Kudengarkan dengan seksama.
Sungguh miris, kasihan sekali Tuan Khalil. Ternyata, dibalik sikapnya yang dingin, arogan dan judes tersembunyi kisah memilukan…
==========
Sejak kejadian malam itu, Nyonya Siska tidak pernah kembali, hanya sekali saja waktu itu untuk mengambil semua barang miliknya. Tuan Khalil sendiri sekarang jarang pulang, terkadang pulang larut malam dengan kondisi mabuk.
Nyonya Rabiah, tak bisa berbuat apapun. Namun, kesehatannya sudah baik, semua sudah normal.
Waktunya aku kembali ke Jogja, anakku bentar lagi masuk SD.
Tumben Tuan Khalil di rumah, aku mau menemuinya sekarang, aku mau berpamitan. Dia ada di teras belakang sambil ngopi, ada juga Nyonya Rabiah. Rupanya mereka sedang bercakap-cakap.
“Pagi Tuan, pagi Nyonya Rabiah,” sapaku.
Mereka memandangku, Nyonya Rabiah tersenyum, sedang Tuan Khalil, hanya diam, seperti biasa tanpa ekspresi.
“Eh Insani, sini duduk,” kata Nyonya Rabiah.
“Ada apa?” Tanyanya lagi.
Beliau mempersilahkanku untuk duduk.
Akupun duduk di sebelahnya.
“Begini Nyonya, Tuan Khalil, Ehm sekarang Nyonya Rabiah sudah sembuh dan normal, sudah saatnya saya kembali ke kampung.” Ucapku.
Nyonya Rabiah terkejut.
“Tidak Insani, kamu gak boleh pergi, mau apa kamu di kampung?” Jawab Nyonya Rabiah.
Nampaknya dia sangat keberatan jika aku pergi. Tuan Khalil hanya diam, dia masih asyik menikmati secangkir kopi ditangannya. Pandangannya kedepan ke arah taman belakang.
“Nyonya, mungkin nanti saya mau cari kerja disana saja, lagipula anak saya butuh perhatian saya. Tuan Khalil, saya izin pulang ya, saya mengundurkan diri, Nyonya Rabiah sudah sembuh.” Ucapku.
Kulihat Nyonya Rabiah menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju, sementara Tuan Khalil meletakkan cangkir kopi di meja.
“Udik, eh siapa namamu, Insani, iya Insani, mau kamu tetap disini atau tidak, itu hakmu gak ngaruh buatku, tapi ummiku melarangmu, maka turuti kata Ummiku.” Katanya datar, sempat dia melihatku, tatapan kami bertemu.
Ish, edan, tatapannya sangat tajam, dingin dan seram, sama sekali tak ada senyumnya.
“Tapi Tuan…” Ucapku.
Nyonya Rabiah memotong ucapanku.
“Insani, Khalil, sudah lama aku ingin bicara sama kalian berdua, cuma waktunya belum ada.” Kata Nyonya Rabiah.
Dilihatnya satu persatu, aku dan Khalil.
Khalil agak terkejut.
“Mungkin ini waktu yang tepat untuk bicara.”
Nyonya Rabiah sejenak berhenti, lalu mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan.
“Ehm, begini Khalil, Insani, aku bermaksud ingin menikahkan kalian berdua, sekarang Khalil sudah duda.” Lanjut Nyonya Rabiah penuh harap.
Aku dan Khalil spontan berdiri dan sama-sama bilang ;
“Apa?”
Spontan pula kami berdua menggeleng-gelengkan kepala, dan bersama-sama berkata:
“Tidak”
Lalu kami duduk.
“Nyonya, maafkan aku, bukannya aku menolak, tapi aku ndak bisa, eh aku, itu Nyonya, ehm, tak mungkin aku menikah dengan batu, eh, maaf maksudnya aku mau pulang kampung, di kampung aku mau usaha.” Jawabku gelagapan.
Khalil tiba-tiba melototi ku. Bodo amat, ndak peduli, hehehe lagian aku disuruh nikah sama batu, ogah amat, mending ndak usah nikah daripada nikah sama laki-laki yang judesnya amit-amit. Ganteng sih ya, mirip-mirip sama artis siapa ya, lupa.
Nyonya Rabiah sepertinya kecewa.
“Ummi, maafkan Khalil ya, bukannya Khalil tidak mau, tapi Khalil masih ingin sendiri. Khalil belum siap menikah mengingat pengalaman rumah tangga Khalil kemarin.” Jawab Khalil ramah dan sopan.
Dipandangnya wajah Umminya lembut. Nampak raut wajah Nyonya Rabiah kecewa.
Diih sama Umminya bisa lembut banget, aneh, sama aku kok ngeselin yah.
“Nyah, besok pagi saya pulang, saya sudah beli tiket.” Ucapku menegaskan.
“Tidak, tetep tidak boleh, kamu harus disini, kalau perlu bawa anakmu kesini, biar aku yang menyekolahkan,” kata Nyonya Rabiah.
Waduh, aku ndak boleh pergi, nanti lama-lama aku dipaksa kawin sama anaknya, kayaknya aku harus kabur, nanti malam saat yang tepat untuk pergi. Aku iyain saja, pokoknya nanti malam, aku kabur.
“Baik Nyonya,” jawabku.
Dia tersenyum. Tuan Khalil hanya melirikku.
Malam tiba, tepat jam 02.00 dini hari, aku ke luar kamar. Travel bag sudah kukeluarkan sejak sore, kuletakkan di pojok ruang tamu, sepertinya ndak ada yang melihat.
Sepi, tapi jam segini, kota Jakarta sudah ramai kendaraan. Aku pesan ojek online menuju jalan raya. Bus berangkat jam 06.00 pagi. Perjalanan dari sini ke terminal sekitar dua jam, jadi ada waktu untuk istiurahat disana.
Ojol datang, aku langsung naik menuju jalan raya. Dari jalan raya, aku nunggu bus menuju terminal. Tak berapa lama menunggu, bus pun datang. Aku segera naik dan dua jam kemudian sampailah aku di terminal.
***
[POV-Nyonya Rabiah]
Adzan subuh sayup-sayup terdengar, aku bangun dan menuju kamar mandi bersiap subuhan, tak kudapatkan Insani, kemana dia, ah paling juga mandi, tapi kok kamar mandi kosong, jangan-jangan … Waduh, jangan-jangan ini anak kabur.
“Khalil!” Aku berteriak sekencang-kencangnya, berharap Khalil mendengarkan panggilanku.
Tapi gak kunjung datang.
“Khalil!” Kupanggil lagi.
Mbok Tinah datang tergopoh-gopoh.
“Ada apa Nyonya,” tanyanya.
“Panggil Khalil, cepat, panggil Khalil,” perintahku.
Mbok Tinah langsung pergi menuju kamar Khalil. Tak berapa lama Khalil datang, sepertinya masih ngantuk, dia mengucek matanya.
“Ada apa Ummi, pagi-pagi gini teriak-teriak.” Tanyanya lembut.
“Eh Khalil, cepat cari Insani, dia pergi, cepat cari sebelum jauh, ayo Khalil.” Perintahku.
Dia terkejut dan berdecak.
“Cari gara-gara denganku dia. Rupanya dia berani melawan perintah Ummiku, awas kalau ketemu,” rutuknya.
“Cepat cari, jangan diem saja,” kataku.
“Coba cari di terminal Pulau Gadung, cari bus yang menuju ke Jogja. Bus berangkat jam 06.00 pagi, jadi masih ada waktu untuk mengejarnya,” kataku.
Kudorong Khalil agar segera bersiap mencari Insani.
“Jangan kembali sebelum kamu bawa Sani,” lanjutku lagi.
Sani, jangan pergi kamu, aku cocok sama kamu. Kamu sangat sabar merawatku, aku menyayangimu. Aku menangis. Memang semenjak dirawat Sani, aku merasakan ada harapan yang indah, harapan baru untuk bersemangat menjalani kehidupan ini.
***
[POV-Khalil Al Fatih]
Dasar Udik, merepotkan saja. Huh, pergi kemana kamu, sial. Apa sih istimewanya kamu sampai Ummiku mementingkan mu, sampai gue gak boleh pulang sebelum menemukanmu. Ku akui, kamu memang sangat berjasa padaku, kamu merawat Ummiku dengan sabar, kamu menjaganya bahkan membimbingnya, padahal kamu hanya seorang pembantu, bukan siapa-siapaku. Berbeda dengan Siska.
Kemana harus gue cari, jam segini Bus Jogja pasti sudah berangkat, apakah gue harus ke Jogja? Huft…
Kulajukan mobilku cepat menuju terminal, butuh dua jam perjalanan.
Sial, macet, ini jam kerja.
Namanya Insani Anugrah, ehm nama yang bagus, orangnya sangat konyol, berani, dan lumayan cantik meski tak secantik Siska, ah Siska itu kecantikannya luar biasa hingga aku rela melakukan apa saja demi mendapatkannya. Tapi, hatinya seperti ular, dasar gue bodoh. Berbeda dengan Insani, meski sederhana, tapi kalau diperhatikan, lama-lama tambah cantik dan tidak membosankan, hatinya juga baik.
Ingat saat awal bertemu di Bundaran depan rumah, hahaha konyol, lucu.
Ish, kenapa gue ngebayangin dia yah. Dia bilang gue kayak batu, judes, sombong, ehm. Mungkin iya.
Akhirnya sampai juga, langsung aku masuk ke terminal, kucari bus arah Yogyakarta, tapi tak satupun kutemukan. Coba kutanya ke petugas parkir.
“Bang bus arah Yogyakarta apakah sudah jalan?”
“Sudah Mas, dari tadi, sejam yang lalu,” kata tukang parkir.
Huh, telat, apa yang harus kulakukan? Apa gue harus ke Jogja, mimpi apa gue, tapi ini demi Ummiku, aku gak mau ngecewain Ummi.
Tujuh tahun sakit stroke, dan sekarang sudah sembuh, aku harus benar-benar menjaganya. Dan membahagiakannya.
Tapi gimana caranya? Alamatnya saja gak ada. Coba kukirim pesan ke Ummi.
[Ummi, maafkan Khalil, Khalil terlambat, Bus yang dinaiki Insani sudah jalan]
Kutunggu jawaban Ummi. Dan Kringg… Ummi nelpon, kuangkat dulu.
‘Halo assalamu’alaikum Ummi’ Sapaku.
_‘Wa’alaikumussalam Khalil, Khalil, Ummi gak mau tahu, pokoknya kamu harus cari Insani sampai ketemu, kalau perlu kamu ke Jogja.’_ Jawab Ummi diseberang sana.
Nadanya sedikit marah. Waduh, segitu sayangnya kah Ummi pada Insani? Apa sih keistimewaannya?
Mau gak mau gue harus bisa bawa dia pulang. Ini untuk menebus kesalahan gue sama Ummi, karena selama ini, gue menyia-nyiakan.
'Iya Mi, iya, tapi Khalil gak punya alamatnya, harus dicari kemana?’ Tanyaku.
_‘Ummi ada, nanti Ummi kirim alamatnya.’_
‘Baik Mi, Assalamu’alaikum.’
Aku langsung meluncur ke Jogja, ini yang kedua kalinya aku kesana, pertama dulu saat kunjungan kerja.
Kemungkinan malam baru sampai, jadi nginep dulu di hotel, besok pagi baru mencari alamat.
Bersambung #4
Memang ganteng banget si Robert itu, mirip bule.'
Huft, aku tak berani keluar, khawatir mereka tahu keberadaanku. Apa yang harus kulakukan ya. Eh gila, mereka masuk kamar, ngapain? Waduh, gawat, tak bisa kubiarkan ini, aku bisa kena dosa, aduh gimana ini, mau bangunin Nyonya Rabiah, ndak mungkin. Tuhan, tolong keajaibanMu.
Pintu kamar ditutup, waduh, aku bolak-balik, ini dosa, aku harus mencegahnya. Tapi gimana caranya.
Tiba-tiba kudengar deru mobil. Hah, Tuan Khalil pulang, Alhamdulillah... tapi waw bakalan ada perang dunia kedua ini. Aku sembunyi lagi. Kulihat Tuan Khalil masuk dan membawa kopernya, kenapa pulang secepat ini? Bukankah dia keluar kota?
Dia membuka pintu kamar dan?
“Siska!!” Teriak Tuan Khalil.
Dia kaget, Bagaimana tidak, saat membuka kamar, dia melihat istrinya sedang bercumbu dengan laki-laki lain.
Ku lihat Nyonya Siska hanya menutup tubuhnya dengan kain.
“Apa yang kamu lakukan Siska, jadi begini kelakuanmu, menjijikkan! Hay kamu,” sambil menunjuk ke Robert, dan
*Bugg!*
Satu hantaman mengenai perut Robert.
“Gue tahu, lo selingkuhan istri gue, tapi gue biarkan selama gak ketahuan gue, tapi hari ini, gue gak akan membiarkan lo bebas, gue akan bunuh lo.” Lanjut Khalil, emosi, marah, tapi dicegah Siska.
“Mas, cukup Mas, cukup,” ucap Siska sambil memegang tangan Khalil.
“Siska, lo udah ngekhianatin gue, apa mentang-mentang gue gak bisa ngasih lo keturunan, lalu lo berbuat begini?” Teriak Tuan Khalil dengan nada tinggi.
“Lo memang gak ada gunanya,” ucap Robert sambil senyum merendahkan.
_'Waduh, kalau dekat aku, sudah kutampar tuh mulut, ndak punya otak.'_
“Pergi lo sebelum kesabaran gue habis, cepat pergi brengsek!” Teriak Tuan Khalil.
Dan Robert memakai pakaiannya lalu pergi melenggang tanpa dosa, jalannya sedikit sempoyongan, masih ada pengaruh miras.
Sesaat setelah kepergian Robert, mereka hanya terdiam, Tuan Khalil masih berdiri tak bergeming dan Nyonya Siska masih duduk di sisi ranjang. Aku masih melihat dibalik tembok.
“Jadi begini perbuatanmu padaku Siska,” ucap Tuan Khalil memulai pembicaraan, matanya merah menahan amarah.
Siska terdiam.
“Selama ini aku tahu tingkahmu di luaran sana, tapi aku masih bisa memaafkanmu selama aku belum melihatnya langsung, tapi kali ini, aku benar-benar kecewa padamu.” Ucap Tuan Khalil.
Nyonya Siska seperti merasa tidak bersalah.
“Mas, aku perempuan, aku pingin punya anak,” jawab Siska.
“Tapi bukan begini caranya!” Jawab Tuan Khalil emosi.
Kita bisa periksa ke dokter, aku sudah periksa, dan hasilnya normal, sedang kamu, kenapa kamu tidak mau periksa.
“Dan sekarang, aku sangat kecewa sama kamu, selama ini aku hanya diam, tapi hari ini, aku tidak bisa memaafkanmu. Aku talak kamu Siska, sekarang, kemasi barangmu dan pergi dari sini, cepat!” Ucap Tuan Khalil dengan nada tinggi, matanya memerah.
_'Wah, benar juga Tuan Khalil, tegas, suruh pergi aja tuh wanita murahan. Cantik-cantik tapi murah.'_
“Owh, jadi begitu, kamu mengusirku? Baiklah, kamu pikir aku bahagia hidup denganmu, no no no, aku muak, aku bosan, apalagi lihat Ibumu, sakit-sakitan, ingat! Kamu sudah mengusirku, jangan sampai menyesal, karena setelah ini, tidak akan ada wanita yang mau dengan laki-laki tak berguna sepertimu,” balas Nyonya Siska.
Matanya melotot, tangannya menunjuk ke arah Tuan Khalil.
“Ingat, aku wanita normal, dan aku juga pernah hamil, jadi aku ini subur, yang bermasalah adalah kamu!” Lanjut Siska.
Setelah itu, dia mengemasi pakaiannya dan memasukkan ke koper.
_'Gila, kalau gue jadi Tuan Khalil sudah ku tonjok tuh mulut, kuremukkan giginya, penghinaan yang luar biasa. Waduh, Nyonya Siska pergi, mau kemana dia, dia bawa koper dan menuju garasi lalu pergi, wah…'_
Tuan Khalil, dia masih mematung, perlahan dia duduk di sisi ranjang, dia pegang kepalanya dengan kedua tangannya, kulihat, air matanya menetes, dia tergugu, menangis.
Ya Alloh, baru kali ini aku melihat laki-laki menangis, sepertinya terpukul sekali hatinya. Terluka… ingin rasanya kudekati dan menjadi sandarannya, cieeee, ish, dia kan batu.
Aku tidak jadi ke dapur, dah ndak haus lagi.
Aku masuk kamar, aku kaget, rupanya Nyonya Rabiah bangun, dan, oh dia menangis tergugu, aku bingung, kenapa ya… apa beliau melihat kejadian tadi?
“Nyonya, Nyonya kenapa?” Tanyaku.
“Insani, aku melihat semua, aku melihat semua kejadian tadi, hu hu hu...” Jawab Nyonya Rabiah, masih dengan tergugu, ada gurat kesedihan dimatanya dia tumpahkan semua perasaannya.
“Insani, kau tahu, dulu Siska yang menjebak anakku, dia hamil dengan orang lain, tapi menuduh anakku yang menghamilinya. Saat itu anakku mau mengakuinya karena memang dia mencintai Siska, dulu anakku tergila-gila dengan Siska, karena memang Siska sangat cantik, pintar dan supel. Akhirnya mereka menikah.
Setelah kehamilan 4 bulan, Alloh mengambilnya, dia keguguran. Setelah itu, setahun, dua tahun, tiga tahun berlalu, dia tak kunjung hamil. Dia menuduh Khalil mandul. Khalil tak terima karena dulu diawal, Siska menuduh bahwa Khalil yang menghamilinya.
Akhirnya Siska jujur, bahwa dulu yang menghamilinya bukan Khalil, tapi Robert, selingkuhan Siska sampai sekarang.
"Khalil sempat marah, tapi Siska menyudutkan bahwa nyatanya sampai sekarang belum hamil juga.” Kata Nyonya Rabiah.
Beliau menjelaskan kisah rumah tangga Khalil.
Kudengarkan dengan seksama.
Sungguh miris, kasihan sekali Tuan Khalil. Ternyata, dibalik sikapnya yang dingin, arogan dan judes tersembunyi kisah memilukan…
==========
Sejak kejadian malam itu, Nyonya Siska tidak pernah kembali, hanya sekali saja waktu itu untuk mengambil semua barang miliknya. Tuan Khalil sendiri sekarang jarang pulang, terkadang pulang larut malam dengan kondisi mabuk.
Nyonya Rabiah, tak bisa berbuat apapun. Namun, kesehatannya sudah baik, semua sudah normal.
Waktunya aku kembali ke Jogja, anakku bentar lagi masuk SD.
Tumben Tuan Khalil di rumah, aku mau menemuinya sekarang, aku mau berpamitan. Dia ada di teras belakang sambil ngopi, ada juga Nyonya Rabiah. Rupanya mereka sedang bercakap-cakap.
“Pagi Tuan, pagi Nyonya Rabiah,” sapaku.
Mereka memandangku, Nyonya Rabiah tersenyum, sedang Tuan Khalil, hanya diam, seperti biasa tanpa ekspresi.
“Eh Insani, sini duduk,” kata Nyonya Rabiah.
“Ada apa?” Tanyanya lagi.
Beliau mempersilahkanku untuk duduk.
Akupun duduk di sebelahnya.
“Begini Nyonya, Tuan Khalil, Ehm sekarang Nyonya Rabiah sudah sembuh dan normal, sudah saatnya saya kembali ke kampung.” Ucapku.
Nyonya Rabiah terkejut.
“Tidak Insani, kamu gak boleh pergi, mau apa kamu di kampung?” Jawab Nyonya Rabiah.
Nampaknya dia sangat keberatan jika aku pergi. Tuan Khalil hanya diam, dia masih asyik menikmati secangkir kopi ditangannya. Pandangannya kedepan ke arah taman belakang.
“Nyonya, mungkin nanti saya mau cari kerja disana saja, lagipula anak saya butuh perhatian saya. Tuan Khalil, saya izin pulang ya, saya mengundurkan diri, Nyonya Rabiah sudah sembuh.” Ucapku.
Kulihat Nyonya Rabiah menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju, sementara Tuan Khalil meletakkan cangkir kopi di meja.
“Udik, eh siapa namamu, Insani, iya Insani, mau kamu tetap disini atau tidak, itu hakmu gak ngaruh buatku, tapi ummiku melarangmu, maka turuti kata Ummiku.” Katanya datar, sempat dia melihatku, tatapan kami bertemu.
Ish, edan, tatapannya sangat tajam, dingin dan seram, sama sekali tak ada senyumnya.
“Tapi Tuan…” Ucapku.
Nyonya Rabiah memotong ucapanku.
“Insani, Khalil, sudah lama aku ingin bicara sama kalian berdua, cuma waktunya belum ada.” Kata Nyonya Rabiah.
Dilihatnya satu persatu, aku dan Khalil.
Khalil agak terkejut.
“Mungkin ini waktu yang tepat untuk bicara.”
Nyonya Rabiah sejenak berhenti, lalu mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan.
“Ehm, begini Khalil, Insani, aku bermaksud ingin menikahkan kalian berdua, sekarang Khalil sudah duda.” Lanjut Nyonya Rabiah penuh harap.
Aku dan Khalil spontan berdiri dan sama-sama bilang ;
“Apa?”
Spontan pula kami berdua menggeleng-gelengkan kepala, dan bersama-sama berkata:
“Tidak”
Lalu kami duduk.
“Nyonya, maafkan aku, bukannya aku menolak, tapi aku ndak bisa, eh aku, itu Nyonya, ehm, tak mungkin aku menikah dengan batu, eh, maaf maksudnya aku mau pulang kampung, di kampung aku mau usaha.” Jawabku gelagapan.
Khalil tiba-tiba melototi ku. Bodo amat, ndak peduli, hehehe lagian aku disuruh nikah sama batu, ogah amat, mending ndak usah nikah daripada nikah sama laki-laki yang judesnya amit-amit. Ganteng sih ya, mirip-mirip sama artis siapa ya, lupa.
Nyonya Rabiah sepertinya kecewa.
“Ummi, maafkan Khalil ya, bukannya Khalil tidak mau, tapi Khalil masih ingin sendiri. Khalil belum siap menikah mengingat pengalaman rumah tangga Khalil kemarin.” Jawab Khalil ramah dan sopan.
Dipandangnya wajah Umminya lembut. Nampak raut wajah Nyonya Rabiah kecewa.
Diih sama Umminya bisa lembut banget, aneh, sama aku kok ngeselin yah.
“Nyah, besok pagi saya pulang, saya sudah beli tiket.” Ucapku menegaskan.
“Tidak, tetep tidak boleh, kamu harus disini, kalau perlu bawa anakmu kesini, biar aku yang menyekolahkan,” kata Nyonya Rabiah.
Waduh, aku ndak boleh pergi, nanti lama-lama aku dipaksa kawin sama anaknya, kayaknya aku harus kabur, nanti malam saat yang tepat untuk pergi. Aku iyain saja, pokoknya nanti malam, aku kabur.
“Baik Nyonya,” jawabku.
Dia tersenyum. Tuan Khalil hanya melirikku.
Malam tiba, tepat jam 02.00 dini hari, aku ke luar kamar. Travel bag sudah kukeluarkan sejak sore, kuletakkan di pojok ruang tamu, sepertinya ndak ada yang melihat.
Sepi, tapi jam segini, kota Jakarta sudah ramai kendaraan. Aku pesan ojek online menuju jalan raya. Bus berangkat jam 06.00 pagi. Perjalanan dari sini ke terminal sekitar dua jam, jadi ada waktu untuk istiurahat disana.
Ojol datang, aku langsung naik menuju jalan raya. Dari jalan raya, aku nunggu bus menuju terminal. Tak berapa lama menunggu, bus pun datang. Aku segera naik dan dua jam kemudian sampailah aku di terminal.
***
[POV-Nyonya Rabiah]
Adzan subuh sayup-sayup terdengar, aku bangun dan menuju kamar mandi bersiap subuhan, tak kudapatkan Insani, kemana dia, ah paling juga mandi, tapi kok kamar mandi kosong, jangan-jangan … Waduh, jangan-jangan ini anak kabur.
“Khalil!” Aku berteriak sekencang-kencangnya, berharap Khalil mendengarkan panggilanku.
Tapi gak kunjung datang.
“Khalil!” Kupanggil lagi.
Mbok Tinah datang tergopoh-gopoh.
“Ada apa Nyonya,” tanyanya.
“Panggil Khalil, cepat, panggil Khalil,” perintahku.
Mbok Tinah langsung pergi menuju kamar Khalil. Tak berapa lama Khalil datang, sepertinya masih ngantuk, dia mengucek matanya.
“Ada apa Ummi, pagi-pagi gini teriak-teriak.” Tanyanya lembut.
“Eh Khalil, cepat cari Insani, dia pergi, cepat cari sebelum jauh, ayo Khalil.” Perintahku.
Dia terkejut dan berdecak.
“Cari gara-gara denganku dia. Rupanya dia berani melawan perintah Ummiku, awas kalau ketemu,” rutuknya.
“Cepat cari, jangan diem saja,” kataku.
“Coba cari di terminal Pulau Gadung, cari bus yang menuju ke Jogja. Bus berangkat jam 06.00 pagi, jadi masih ada waktu untuk mengejarnya,” kataku.
Kudorong Khalil agar segera bersiap mencari Insani.
“Jangan kembali sebelum kamu bawa Sani,” lanjutku lagi.
Sani, jangan pergi kamu, aku cocok sama kamu. Kamu sangat sabar merawatku, aku menyayangimu. Aku menangis. Memang semenjak dirawat Sani, aku merasakan ada harapan yang indah, harapan baru untuk bersemangat menjalani kehidupan ini.
***
[POV-Khalil Al Fatih]
Dasar Udik, merepotkan saja. Huh, pergi kemana kamu, sial. Apa sih istimewanya kamu sampai Ummiku mementingkan mu, sampai gue gak boleh pulang sebelum menemukanmu. Ku akui, kamu memang sangat berjasa padaku, kamu merawat Ummiku dengan sabar, kamu menjaganya bahkan membimbingnya, padahal kamu hanya seorang pembantu, bukan siapa-siapaku. Berbeda dengan Siska.
Kemana harus gue cari, jam segini Bus Jogja pasti sudah berangkat, apakah gue harus ke Jogja? Huft…
Kulajukan mobilku cepat menuju terminal, butuh dua jam perjalanan.
Sial, macet, ini jam kerja.
Namanya Insani Anugrah, ehm nama yang bagus, orangnya sangat konyol, berani, dan lumayan cantik meski tak secantik Siska, ah Siska itu kecantikannya luar biasa hingga aku rela melakukan apa saja demi mendapatkannya. Tapi, hatinya seperti ular, dasar gue bodoh. Berbeda dengan Insani, meski sederhana, tapi kalau diperhatikan, lama-lama tambah cantik dan tidak membosankan, hatinya juga baik.
Ingat saat awal bertemu di Bundaran depan rumah, hahaha konyol, lucu.
Ish, kenapa gue ngebayangin dia yah. Dia bilang gue kayak batu, judes, sombong, ehm. Mungkin iya.
Akhirnya sampai juga, langsung aku masuk ke terminal, kucari bus arah Yogyakarta, tapi tak satupun kutemukan. Coba kutanya ke petugas parkir.
“Bang bus arah Yogyakarta apakah sudah jalan?”
“Sudah Mas, dari tadi, sejam yang lalu,” kata tukang parkir.
Huh, telat, apa yang harus kulakukan? Apa gue harus ke Jogja, mimpi apa gue, tapi ini demi Ummiku, aku gak mau ngecewain Ummi.
Tujuh tahun sakit stroke, dan sekarang sudah sembuh, aku harus benar-benar menjaganya. Dan membahagiakannya.
Tapi gimana caranya? Alamatnya saja gak ada. Coba kukirim pesan ke Ummi.
[Ummi, maafkan Khalil, Khalil terlambat, Bus yang dinaiki Insani sudah jalan]
Kutunggu jawaban Ummi. Dan Kringg… Ummi nelpon, kuangkat dulu.
‘Halo assalamu’alaikum Ummi’ Sapaku.
_‘Wa’alaikumussalam Khalil, Khalil, Ummi gak mau tahu, pokoknya kamu harus cari Insani sampai ketemu, kalau perlu kamu ke Jogja.’_ Jawab Ummi diseberang sana.
Nadanya sedikit marah. Waduh, segitu sayangnya kah Ummi pada Insani? Apa sih keistimewaannya?
Mau gak mau gue harus bisa bawa dia pulang. Ini untuk menebus kesalahan gue sama Ummi, karena selama ini, gue menyia-nyiakan.
'Iya Mi, iya, tapi Khalil gak punya alamatnya, harus dicari kemana?’ Tanyaku.
_‘Ummi ada, nanti Ummi kirim alamatnya.’_
‘Baik Mi, Assalamu’alaikum.’
Aku langsung meluncur ke Jogja, ini yang kedua kalinya aku kesana, pertama dulu saat kunjungan kerja.
Kemungkinan malam baru sampai, jadi nginep dulu di hotel, besok pagi baru mencari alamat.
Bersambung #4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel