Cerita Bersambung
Pagipun tiba, hari yang membuatku tak karuan. Bagaimana tidak, hari ini aku akan menikah untuk yang kedua kalinya. Meski demikian, perasaan dag dig dug itu ada.
Semua sudah siap, meski persiapan cuma dua hari, tapi karena hanya akad nikah saja, maka tak perlu banyak persiapan.
Ayah cuma mengundang kerabat dekat dan tetangga rumah, tak lupa perangkat desa dan sesepuh.
Akad nikah dilangsungkan di pendapa rumah.
Tuan Khalil dan Nyonya Rabiah belum datang, mungkin karena Nyonya Rabiah baru tadi malam sampai, dan akad nikah juga masih nanti jam 14.00.
Sedang aku, aku berada di kamar, kamarku pun tak ku hias. Aku nervous, tegang. Kulihat anakku sangat bahagia, dia tahu kalau bentar lagi mau punya Bapak baru. Dan katanya, dia mau punya dua Bapak, yakni Bapak Prayit dan Bapak Khalil. Duuh, anak kecil memang belum tahu. Tapi lucu juga.
Kudengar suara mobil menderu masuk ke halaman rumah, kupikir, itu pasti Tuan Khalil dan Nyonya Rabiah beserta kerabat. Ada 3 mobil rupanya, banyak juga.
Mereka masuk rumah, disambut kedua orangtua dan para kerabatku. Ada Pak Lek, Bu Lek, Bude, Pakde dan Mbah ku dari Ayah. Rombongan dipersilakan untuk duduk di karpet bawah, di karpet telah tersedia banyak makanan khas Jawa. Ada lemper, nagasari, kweku, cucur, bakwan, dan lainnya, adapula makanan dalam toples.
Tak berapa lama Mbak Warti tetangga yang membantu masak, menyediakan minuman teh hangat. Suasana rame. Akupun keluar dan menyalami mereka.
Kusalami Nyonya Rabiah dan kupeluk. Beliau memelukku dan juga menciumiku. Kulihat di matanya, ada binar bahagia, haru hingga air matanya menetes.
“Sani, akhirnya waktu yang kuinginkan tiba, kamu akan menjadi menantuku. Aku berjanji, akan membahagiakanmu, takkan kubiarkan Khalil menyakitimu.” Kata Nyonya Rabiah, sambil mengelus kepalaku dan mencium keningku.
Ya Alloh, Nyonya Rabiah begitu sayang padaku, rasanya tak tega bila pernikahanku hanya agar aku bisa menikah dengan Mas Prayit.
Adzan Dhuhur berkumandang. Rombongan bersiap ke Mushola dekat rumah, dan akupun bersiap sholat. Setelah sholat, aku dirias. Periasnya kebetulan tetangga sendiri.
Akad nikah nanti, aku memakai kebaya yang kubeli kemarin dengan Tuan Khalil.
Warnanya merah maroon, dengan jilbab merah juga dan hiasan di dahi serta kerudung panjang.
Make up ku sederhana, natural tetapi terkesan excotic. Ehm, pinter juga dia meriasku, kulihat wajahku dicermin, seperti tak mengenali diriku sendiri. Hahahaha.
Sedang Tuan Khalil, dia sama sekali tak menemuiku, dia berganti baju di mobil, rupanya dia sudah bawa baju sendiri.
Dia memakai baju putih, jas hitam, celana hitam, sepatu fantovel dan rambut tertata rapi, sangat maskulin.
Ya Alloh, pria dingin, nyebelin, tapi gantengnya luar biasa. Benarkah dia calon suamiku?
Tiba-tiba ada pesan masuk, kubuka dan kulihat, oh dari Mas Prayit.
Mas Prayit: [Dek Sani, Mas gak kuat, Mas melihatmu dari kejauhan, Mas Cemburu, Mas gak ikhlas Dek Sani, Dek Sani]
Me: [Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku sudah menerimanya dan tak mungkin membatalkannya. Aku akan ikuti alur yang Alloh takdirkan untukku Mas. Sudahlah…]
Mas Prayit: [Ingat pesan Mas ya, setelah menikah, mintalah cerai. Aku menunggumu]
Belum sempat kubalas, Ibu masuk kamar memintaku karena Akad nikah sebentar lagi. Kuletakkan gawaiku di nakas.
*Deg deg deg.*
Kulihat Tuan Khalil, dia sudah siap, dia tampak percaya diri dan mantap, apakah memang dia yakin dan mantap denganku?
Di depan Tuan Khalil, ada Pak penghulu, disampingnya para saksi, dan Bapak sebagai waliku berada disamping Pak penghulu.
Akadpun dimulai. Proses ijab Khobul.
“Saya terima nikah dan kawinnya Insani Anugrah binti Bapak Marwan Anugrah dengan maskawin seperangkat alat sholat dan perhiasan seberat 14gr dibayar tunai!”
Syah..........
Hampir aku pingsan, dadaku sesak, dag dig dug, aku tak percaya aku sudah berstatus istri. Yah, dia suamiku yang bernama Khalil Al Fatih. Pria dingin, arogan, judes dan menyebalkan. Tak terasa air mataku tumpah, pecah tangisku tak tertahan, aku sesenggukan, Ibuku memelukku, lalu membimbingku agar aku menyalami suamiku, aku menyalaminya, dan dia menyentuh keningku dan berdoa.
Setelah itu dia mengecup keningku lembut. Wow baru pertama kali ini aku dicium laki-laki setelah setahun lebih bercerai dengan Mas Prayit. Serrr
Aku ke Nyonya Rabiah, kusalami dan kucium punggung tangannya, beliau mencium keningku dan memelukku.
Suasana sangat haru.
Akad nikah ditutup dengan doa.
Setelah itu, acara makan-makan.
Ashar berkumandang. Nyonya Rabiah dan rombongan, setelah sholat Ashar lalu berpamitan menuju hotel. Sedang Tuan Khalil tetap tinggal.
“Insani menantuku, Ummi kembali ke hotel ya, InsyaAllah besok pagi Ummi kembali ke Jakarta. Ummi tunggu di Jakarta ya. Khalil, kamu jaga Sani, bawa dia ke Jakarta dengan rasa bahagia.” Kata Nyonya Rabiah.
Tuan Khalil mengangguk.
Sekembalinya Nyonya Rabiah dan kerabatnya, rumah pun sepi, hanya ada kerabat Ayah dan Ibu. Akupun mandi, ganti baju dan sholat Ashar. Kulihat Tuan Khalil bercakap-cakap dengan para kerabat. Banyak yang penasaran kenapa kok bisa menikah denganku secepat ini, mereka khawatir kalau aku hamil duluan. Namun, Tuan Khalil menjelaskan bahwa Sani tidak hamil.
Aku masuk kamar, kuambil gawaiku. Kulihat ada pesan masuk, oh iya, tapi pesan Mas Prayit belum sempat kubalas.
Dia kirim pesan lagi 14.00 tadi.
Mas Prayit: [Dek Sani, kenapa pesanku tidak dibalas]
Me: [Maaf, tadi tidak sempat kubalas, akad nikah segera dimulai]
Mas Prayit: [Jangan-jangan kamu terpesona sama Khalil]
Me: [Mas jangan bilang begitu]
Mas Prayit: [Kalau begitu, jangan lama-lama, aku gak sabar.]
Duh Mas Prayit, kok kamu jadi maksa gini sih, kamu pikir aku apaan?
==========
Malam tiba, di kampungku kalau habis Maghrib sepi, hanya ada suara jangkrik dan orong-orong. Malam ini, bude dan pakde nginep, karena rumahnya jauh, di Ngawi Jawa Timur. Dan Kakak Kandungku satu-satunya bersama suami dan anaknya juga nginep, karena baru tadi pagi sampai dan tinggalnya juga jauh, Purworejo.
Setelah sholat Isya, kami semua makan malam bersama di ruang keluarga, suasana sangat ramai dan seru. Tuan Khalil langsung akrab dengan semua anggota.
Semenjak habis akad nikah, kami sama sekali belum ngobrol, mungkin karena kesibukanku menyapa saudara dan juga para kerabat yang ingin kenal dengan Tuan Khalil. Secara, mereka penasaran kok bisa nikah dengan wanita kampung macam aku, hahaha…
Kalau aku, sehabis makan malam, langsung ke kamar, rasanya capek. Ku rebahkan badanku di ranjang, kuambil gawaiku dan ada pesan dari Mas Prayit.
Mas Prayit: [Dek, lagi apa, malam ini malam pertamamu, jangan ditolak ya Dek, lebih cepat lebih baik, meski hatiku terluka]
Duuh, aku belum siap.
Ga kubalas, biarin, malam ini aku belum siap.
Kok aku takut ya, aku grogi, aduh kacau, padahal dia belum kesini. Gimana ini, sial, keringat dingin keluar semua.
Aku bangkit, jalan kesana-kemari, duuh, gimana cara ngehindar ya, tolong aku, kalau aku tidur diluar, pasti dimarahi.
Daaaaan, kriiiiit pintu kamar dibuka, mulutku terbuka, aku melongo dan melotot. Tuan Khalil?
Dia mengunci pintunya. Setelah itu, dia membuka baju batiknya, Masha Alloh… Namun aku,
“Ja, ja, jangan Tuan, ja jangan sekarang, dan jangan dikunci, a, a, aku, be, be, belum siap.” Kataku.
Tangan dan kakiku gemetaran.
Lalu aku duduk di tepi ranjang, masih dengan keringat dingin. Tiba-tiba dia mendekatiku, dan seperti memelukku, lalu kudorong dia.
“Tuan, jangan,” sambil kudorong, tapi tak bisa karena badannya kekar.
“Kamu kenapa Sani, aku hanya mau ambil selimut di belakangmu, dan aku ganti baju karena mau tidur, masak tidur pakai baju batik, memangnya mau kondangan. Kamu juga tuh, pakai gamis, emang mau pengajian?” Kata dia sambil memandangku, wajahnya sangat dekat dengan wajahku karena selimut yang dia ambil persis dibelakangku.
Dia juga heran melihat tingkahku.
Haduh, aku dah ketakutan duluan. Dadaku dah naik turun, Huft.
“Iya, Tuan, lalu untuk apa selimut itu Tuan?” Tanyaku.
“Udik, aku tahu, kamu gak mau tidur denganku kan? Makanya kuambil selimut ini buat tidur dibawah,” jawabnya, sedikit judes.
Owh dia sadar.
“Tapi, kamu yang tidur dibawah, silakan, aku tamu, tamu harus dilayani, dan tidur di atas.” ucapnya.
Aku melotot. Wah, pintar juga dia, hmm BTW, kenapa sekarang aku yang takut yah, dulu, aku bisa berani dengannya, kenapa ini…
“Ehm, aku ndak mau, nanti aku masuk angin, di lantai dingin, apalagi disini juga hawanya dingin.” Jawabku judes.
Sekarang aku juga bisa galak.
“Jadi kamu sudah tahu kalau disini hawanya dingin ‘kan? Kalau begitu, kita tidur di atas bersama yah,” katanya sambil senyum mengejek.
Matanya berkedip satu.
Huaaaaa, dia meledekku. Aku kejebak. Tapi emang iya, kasihan kalau di bawah, lantainya sangat dingin.
“Bagaimana?” Tanyanya
“Kalau kamu nggak mau, silakan kamu di bawah, OK, aku sudah ngantuk,” lanjutnya.
“Ehm, gimana ya, aduh, Baik Tuan, tapi Tuan tidurnya jangan rusuh ya, tempat tidur nya sempit,” kataku khawatir.
“Hahaha, kamu belum tahu ya, kalau aku orangnya rusuh, apalagi ada cewek disampingku.” Hahaha.
“Oya, mulai sekarang jangan panggil Tuan, sekarang aku bukan Tuanmu, tapi suamimu, OK, kalau masih memanggilku Tuan, nanti kucium.” Jawabnya.
Aku melotot, lalu menutup mulutku dengan jari kananku. Kurang ajar, dia mengancam ku.
Lalu dia tidur dengan enaknya, dia kuasai tempat tidur, sebab ukuran dipannya cuma 160 x 200, jadi kalau ditiduri berdua, sangat sempit. Salahku, kenapa milih kamar ini, aku tidak berpikir, kalau malam ini tidur sama si batu itu. Ish…
Malam ini aku tak bisa tidur, aku merasa aneh, baru kemarin aku kenal dia, eh sekarang jadi suamiku. Kupandangi wajahnya, lucu juga kalau lagi tidur. Tapi, ketampanannya tak berkurang meski sedang ngiler, hihihi, geli aku melihatnya.
Kulihat gawaiku, kubuka pesan, rupanya ada pesan dari Mas Prayit, ada apa lagi dia.
Mas Prayit: [Dek, kamu pasti sedang menikmati indahnya malam pertama kan? 😥]
Boro boro, ih kenapa sih dia maksain terus.
[Dek, Mas relakan demi supaya kita bisa bersatu lagi.]
Me: [Belum, aku belum siap]
Mas Prayit: [Paksakan Dek, kamu yang mulai dulu, kamu yang agresif]
Me: [Sudah ya Mas, mau tidur]
Langsung ku non aktifkan gawaiku, aku pusing, Mas Prayit selalu memaksaku, dari dulu ndak berubah.
Kulihat Tuan Khalil tak bosan-bosan. Ehm MasyaAlloh so handsome.
Ah, mumpung sedang tidur, aku cium keningnya. Hihihi
Kudekati keningnya dan ingin kukecup, saat jarak antara bibirku dengan keningnya hanya 2 cm, tiba tiba dia bangun dan melihatku sehingga dia kaget dan melotot, aku juga kaget, kami sama-sama kaget lalu teriak dan karena saking kagetnya, aku jatuh dipelukannya. Mata kami bertatapan, kami saling tatap, lamaa, aku senyum dia juga senyum, kami sama-sama senyum.
Setelah itu kemudian dia merebahkan badannya, dan aku membelakanginya.
Dadaku seakan memburu, jantungku seakan berhenti berdetak. Debaran hati tak menentu.
Tiba-tiba dia memelukku dari belakang, aku menikmati pelukannya, hangat. Kemudian dia membisikkan kata,
“Tidurlah sayang, aku takkan meminta hakku sampai kamu yang dengan rela dan ikhlas memberikannya untukku.”
Owh, so sweet... Khalil.
Bersambung #7
Akad nikah nanti, aku memakai kebaya yang kubeli kemarin dengan Tuan Khalil.
Warnanya merah maroon, dengan jilbab merah juga dan hiasan di dahi serta kerudung panjang.
Make up ku sederhana, natural tetapi terkesan excotic. Ehm, pinter juga dia meriasku, kulihat wajahku dicermin, seperti tak mengenali diriku sendiri. Hahahaha.
Sedang Tuan Khalil, dia sama sekali tak menemuiku, dia berganti baju di mobil, rupanya dia sudah bawa baju sendiri.
Dia memakai baju putih, jas hitam, celana hitam, sepatu fantovel dan rambut tertata rapi, sangat maskulin.
Ya Alloh, pria dingin, nyebelin, tapi gantengnya luar biasa. Benarkah dia calon suamiku?
Tiba-tiba ada pesan masuk, kubuka dan kulihat, oh dari Mas Prayit.
Mas Prayit: [Dek Sani, Mas gak kuat, Mas melihatmu dari kejauhan, Mas Cemburu, Mas gak ikhlas Dek Sani, Dek Sani]
Me: [Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku sudah menerimanya dan tak mungkin membatalkannya. Aku akan ikuti alur yang Alloh takdirkan untukku Mas. Sudahlah…]
Mas Prayit: [Ingat pesan Mas ya, setelah menikah, mintalah cerai. Aku menunggumu]
Belum sempat kubalas, Ibu masuk kamar memintaku karena Akad nikah sebentar lagi. Kuletakkan gawaiku di nakas.
*Deg deg deg.*
Kulihat Tuan Khalil, dia sudah siap, dia tampak percaya diri dan mantap, apakah memang dia yakin dan mantap denganku?
Di depan Tuan Khalil, ada Pak penghulu, disampingnya para saksi, dan Bapak sebagai waliku berada disamping Pak penghulu.
Akadpun dimulai. Proses ijab Khobul.
“Saya terima nikah dan kawinnya Insani Anugrah binti Bapak Marwan Anugrah dengan maskawin seperangkat alat sholat dan perhiasan seberat 14gr dibayar tunai!”
Syah..........
Hampir aku pingsan, dadaku sesak, dag dig dug, aku tak percaya aku sudah berstatus istri. Yah, dia suamiku yang bernama Khalil Al Fatih. Pria dingin, arogan, judes dan menyebalkan. Tak terasa air mataku tumpah, pecah tangisku tak tertahan, aku sesenggukan, Ibuku memelukku, lalu membimbingku agar aku menyalami suamiku, aku menyalaminya, dan dia menyentuh keningku dan berdoa.
Setelah itu dia mengecup keningku lembut. Wow baru pertama kali ini aku dicium laki-laki setelah setahun lebih bercerai dengan Mas Prayit. Serrr
Aku ke Nyonya Rabiah, kusalami dan kucium punggung tangannya, beliau mencium keningku dan memelukku.
Suasana sangat haru.
Akad nikah ditutup dengan doa.
Setelah itu, acara makan-makan.
Ashar berkumandang. Nyonya Rabiah dan rombongan, setelah sholat Ashar lalu berpamitan menuju hotel. Sedang Tuan Khalil tetap tinggal.
“Insani menantuku, Ummi kembali ke hotel ya, InsyaAllah besok pagi Ummi kembali ke Jakarta. Ummi tunggu di Jakarta ya. Khalil, kamu jaga Sani, bawa dia ke Jakarta dengan rasa bahagia.” Kata Nyonya Rabiah.
Tuan Khalil mengangguk.
Sekembalinya Nyonya Rabiah dan kerabatnya, rumah pun sepi, hanya ada kerabat Ayah dan Ibu. Akupun mandi, ganti baju dan sholat Ashar. Kulihat Tuan Khalil bercakap-cakap dengan para kerabat. Banyak yang penasaran kenapa kok bisa menikah denganku secepat ini, mereka khawatir kalau aku hamil duluan. Namun, Tuan Khalil menjelaskan bahwa Sani tidak hamil.
Aku masuk kamar, kuambil gawaiku. Kulihat ada pesan masuk, oh iya, tapi pesan Mas Prayit belum sempat kubalas.
Dia kirim pesan lagi 14.00 tadi.
Mas Prayit: [Dek Sani, kenapa pesanku tidak dibalas]
Me: [Maaf, tadi tidak sempat kubalas, akad nikah segera dimulai]
Mas Prayit: [Jangan-jangan kamu terpesona sama Khalil]
Me: [Mas jangan bilang begitu]
Mas Prayit: [Kalau begitu, jangan lama-lama, aku gak sabar.]
Duh Mas Prayit, kok kamu jadi maksa gini sih, kamu pikir aku apaan?
==========
Malam tiba, di kampungku kalau habis Maghrib sepi, hanya ada suara jangkrik dan orong-orong. Malam ini, bude dan pakde nginep, karena rumahnya jauh, di Ngawi Jawa Timur. Dan Kakak Kandungku satu-satunya bersama suami dan anaknya juga nginep, karena baru tadi pagi sampai dan tinggalnya juga jauh, Purworejo.
Setelah sholat Isya, kami semua makan malam bersama di ruang keluarga, suasana sangat ramai dan seru. Tuan Khalil langsung akrab dengan semua anggota.
Semenjak habis akad nikah, kami sama sekali belum ngobrol, mungkin karena kesibukanku menyapa saudara dan juga para kerabat yang ingin kenal dengan Tuan Khalil. Secara, mereka penasaran kok bisa nikah dengan wanita kampung macam aku, hahaha…
Kalau aku, sehabis makan malam, langsung ke kamar, rasanya capek. Ku rebahkan badanku di ranjang, kuambil gawaiku dan ada pesan dari Mas Prayit.
Mas Prayit: [Dek, lagi apa, malam ini malam pertamamu, jangan ditolak ya Dek, lebih cepat lebih baik, meski hatiku terluka]
Duuh, aku belum siap.
Ga kubalas, biarin, malam ini aku belum siap.
Kok aku takut ya, aku grogi, aduh kacau, padahal dia belum kesini. Gimana ini, sial, keringat dingin keluar semua.
Aku bangkit, jalan kesana-kemari, duuh, gimana cara ngehindar ya, tolong aku, kalau aku tidur diluar, pasti dimarahi.
Daaaaan, kriiiiit pintu kamar dibuka, mulutku terbuka, aku melongo dan melotot. Tuan Khalil?
Dia mengunci pintunya. Setelah itu, dia membuka baju batiknya, Masha Alloh… Namun aku,
“Ja, ja, jangan Tuan, ja jangan sekarang, dan jangan dikunci, a, a, aku, be, be, belum siap.” Kataku.
Tangan dan kakiku gemetaran.
Lalu aku duduk di tepi ranjang, masih dengan keringat dingin. Tiba-tiba dia mendekatiku, dan seperti memelukku, lalu kudorong dia.
“Tuan, jangan,” sambil kudorong, tapi tak bisa karena badannya kekar.
“Kamu kenapa Sani, aku hanya mau ambil selimut di belakangmu, dan aku ganti baju karena mau tidur, masak tidur pakai baju batik, memangnya mau kondangan. Kamu juga tuh, pakai gamis, emang mau pengajian?” Kata dia sambil memandangku, wajahnya sangat dekat dengan wajahku karena selimut yang dia ambil persis dibelakangku.
Dia juga heran melihat tingkahku.
Haduh, aku dah ketakutan duluan. Dadaku dah naik turun, Huft.
“Iya, Tuan, lalu untuk apa selimut itu Tuan?” Tanyaku.
“Udik, aku tahu, kamu gak mau tidur denganku kan? Makanya kuambil selimut ini buat tidur dibawah,” jawabnya, sedikit judes.
Owh dia sadar.
“Tapi, kamu yang tidur dibawah, silakan, aku tamu, tamu harus dilayani, dan tidur di atas.” ucapnya.
Aku melotot. Wah, pintar juga dia, hmm BTW, kenapa sekarang aku yang takut yah, dulu, aku bisa berani dengannya, kenapa ini…
“Ehm, aku ndak mau, nanti aku masuk angin, di lantai dingin, apalagi disini juga hawanya dingin.” Jawabku judes.
Sekarang aku juga bisa galak.
“Jadi kamu sudah tahu kalau disini hawanya dingin ‘kan? Kalau begitu, kita tidur di atas bersama yah,” katanya sambil senyum mengejek.
Matanya berkedip satu.
Huaaaaa, dia meledekku. Aku kejebak. Tapi emang iya, kasihan kalau di bawah, lantainya sangat dingin.
“Bagaimana?” Tanyanya
“Kalau kamu nggak mau, silakan kamu di bawah, OK, aku sudah ngantuk,” lanjutnya.
“Ehm, gimana ya, aduh, Baik Tuan, tapi Tuan tidurnya jangan rusuh ya, tempat tidur nya sempit,” kataku khawatir.
“Hahaha, kamu belum tahu ya, kalau aku orangnya rusuh, apalagi ada cewek disampingku.” Hahaha.
“Oya, mulai sekarang jangan panggil Tuan, sekarang aku bukan Tuanmu, tapi suamimu, OK, kalau masih memanggilku Tuan, nanti kucium.” Jawabnya.
Aku melotot, lalu menutup mulutku dengan jari kananku. Kurang ajar, dia mengancam ku.
Lalu dia tidur dengan enaknya, dia kuasai tempat tidur, sebab ukuran dipannya cuma 160 x 200, jadi kalau ditiduri berdua, sangat sempit. Salahku, kenapa milih kamar ini, aku tidak berpikir, kalau malam ini tidur sama si batu itu. Ish…
Malam ini aku tak bisa tidur, aku merasa aneh, baru kemarin aku kenal dia, eh sekarang jadi suamiku. Kupandangi wajahnya, lucu juga kalau lagi tidur. Tapi, ketampanannya tak berkurang meski sedang ngiler, hihihi, geli aku melihatnya.
Kulihat gawaiku, kubuka pesan, rupanya ada pesan dari Mas Prayit, ada apa lagi dia.
Mas Prayit: [Dek, kamu pasti sedang menikmati indahnya malam pertama kan? 😥]
Boro boro, ih kenapa sih dia maksain terus.
[Dek, Mas relakan demi supaya kita bisa bersatu lagi.]
Me: [Belum, aku belum siap]
Mas Prayit: [Paksakan Dek, kamu yang mulai dulu, kamu yang agresif]
Me: [Sudah ya Mas, mau tidur]
Langsung ku non aktifkan gawaiku, aku pusing, Mas Prayit selalu memaksaku, dari dulu ndak berubah.
Kulihat Tuan Khalil tak bosan-bosan. Ehm MasyaAlloh so handsome.
Ah, mumpung sedang tidur, aku cium keningnya. Hihihi
Kudekati keningnya dan ingin kukecup, saat jarak antara bibirku dengan keningnya hanya 2 cm, tiba tiba dia bangun dan melihatku sehingga dia kaget dan melotot, aku juga kaget, kami sama-sama kaget lalu teriak dan karena saking kagetnya, aku jatuh dipelukannya. Mata kami bertatapan, kami saling tatap, lamaa, aku senyum dia juga senyum, kami sama-sama senyum.
Setelah itu kemudian dia merebahkan badannya, dan aku membelakanginya.
Dadaku seakan memburu, jantungku seakan berhenti berdetak. Debaran hati tak menentu.
Tiba-tiba dia memelukku dari belakang, aku menikmati pelukannya, hangat. Kemudian dia membisikkan kata,
“Tidurlah sayang, aku takkan meminta hakku sampai kamu yang dengan rela dan ikhlas memberikannya untukku.”
Owh, so sweet... Khalil.
Bersambung #7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel