Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Senin, 23 Mei 2022

Jalan Jodoh Sang Dokter #5

Cerita bersambung


Menjelang senja Fira sampai di rumahnya.
Usai memasukkan mobilnya ke garasi, ia segera mandi dan berganti baju.
Kemudian ia berjalan ke arah ruang keluarga untuk menemui ibunya.

"Ibu.. Ibu kenapa kok tadi nangis...? Fira jadi sedih kalau ibu kepikiran soal ini. Bukankah ibu harusnya senang...? Kan sebentar lagi Fira insya Alloh mau nikah..",
Fira berkata sambil memeluk bahu ibunya.

Bu Rindi balas membelai rambut putri semata wayangnya.
Dengan penuh kelembutan beliau berkata,
"Ndhuk.. Gimana ibu nggak mikir. Dua lelaki yang memintamu jadi istri sama-sama menawarkan konsekuensi yang nggak ringan untuk dijalani selepas menikah.."
Bu Rindi terdiam agak lama.
Hanya tangannya yang masih bergerak, mengelus puncak kepala putri kesayangannya yang sedang menggelendot manja dalam pelukannya.
Sesekali diciumnya aroma rambut gadis itu, mengingatkan bu Rindi pada masa kecil Fira.

"Ndhuk.. Kalau kamu milih Raffi jelas kamu akan berkorban sangat besar. Hanya jadi ibu rumah tangga, sekolah doktermu sia-sia. Juga kamu tidak diperbolehkan melanjutkan pendidikan spesialis. Dan kamu juga akan tinggal jauh dari bapak ibu. Sementara Fajar.. Memang dia tampan, calon spesialis orthopedi dan dosen muda. Dari keluarga terpandang juga. Tapi.. Yah dia duda beranak satu. Kamu sangat cantik Fira..! Kamu dokter dan bapak ibumu ini juga terpandang. Kamu jelas bisa dapat jejaka yang berkualitas..",
Bu Rindi menumpahkan semua yang memberatkan pikirannya.

"Apa harus kamu memilih satu diantara mereka...? Maksud Ibu, kamu masih muda. Jelas ada kesempatanmu bertemu lelaki lain yang mungkin tidak membuatmu serba salah begini. Pikirkan lagi, Nak....!"
Bu Rindi mencoba memberi argumen.

Fira tersenyum.
Ia paham benar akan kekhawatiran ibunya.
Tapi keyakinannya sudah bulat untuk memilih satu diantara Fajar atau Raffi.
Ia punya alasan yang kuat tentang keputusan itu.

"Bu.. Fira paham kekhawatiran Ibu. Fira juga tahu, Ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk Fira. Hanya saja mungkin Ibu lupa bahwa ada satu hadits riwayat At Tirmidzi yang menyebutkan bahwa jika datang lelaki yang baik akhlaknya untuk meminang, hendaknya diterima. Jika tidak, maka akan menjadi fitnah. Fira yakin baik mas Fajar ataupun mas Raffi sama-sama memiliki akhlak yang baik.
Hanya Fira harus memutuskan mana yang lebih cocok menjadi imam Fira. Dan tentunya mendapat restu Bapak dan Ibu.."
Lembut nada bicara Fira, berusaha menenangkan ibunya.

Bu Rindi menatap putrinya dengan penuh kasih sayang.
Tak dipungkiri saat ini gadis kecilnya sudah tumbuh dewasa dan mungkin sebentar lagi akan mengarungi hidup baru.
Dikecupnya kening Fira dengan penuh perasaan.

"Ndhuk.. Ibu percaya, pilihanmu yang terbaik.."

Ibu dan anak itu menutup obrolan mereka tatkala terdengar suara adzan maghrib berkumandang.
Mereka segera berwudhu untuk segera menunaikan ibadah berjamaah.
Pembicaraan tentang nasib jodoh Fira jelas akan berlanjut setelah dokter Kusuma, ayah Fira pulang dari praktik sorenya.
●●●

Raffi berjalan seorang diri menyusuri senja pantai Depok.
Usai bertemu dengan klien nya, ia segera memacu mobil sewaannya ke tempat yang penuh kenangan itu.
Jelaslah, pantai Depok dengan kekhasan kuliner lautnya menjadi tempat favoritnya dan Fira menikmati kebersamaan mereka.
Tentu saja bersama Fajar dan Ifah.
Yah dua pasang kekasih yang masing-masing bersahabat itu memang sering menghabiskan waktu rame-rame.
Tapi kini Raffi duduk sendirian, termenung memandang matahari yang mulai tenggelam, pertanda senja yang segera akan berganti malam.
Kalut rasa hatinya jelas terasa.
Lelaki mana yang sanggup merelakan wanitanya pada lelaki lain setelah sepuluh tahun kebersamaan dan pengorbanan besar.

Titis bening mulai turun dari sudut mata Raffi.
Perih sekali jika ia harus mengenang usahanya yang luar biasa, dari pekerjaan awalnya menjadi sales farmasi, hingga ia memberanikan diri membuka apotik dengan modal seadanya.
Dan kini sudah beberapa cabang apotik dimilikinya.
Semua itu jelas demi memantaskan diri untuk bersanding dengan Fira.
Setidaknya keluarga Fira yang kaya dan terpandang tidak memandangnya sebelah mata dan berprasangka buruk padanya yang hanya pemuda miskin yang berniat menumpang hidup.

Raffi sama sekali tidak menyesali semua usaha yang telah dilakukannya.
Fira jelas bukan gadis biasa.
Parasnya elok rupawan dengan kulit halus seputih pualam, hidung mancung dan bibir yang merekah bak delima.
Tatapan mata elangnya semakin membuat gadis itu tampak menawan dengan segenap kecerdasan yang terpancar.
Yah, Fira hampir sempurna sebagai seorang wanita, akhlaknya pun baik, nasabnya juga baik.
Dari keluarga terpandang, bahkan ayah Fira sering diundang untuk memberikan ceramah keaagamaan, meskipun jelas profesi utama beliau adalah dokter spesialis penyakit dalam.

Raffi sendiri sangat mantap untuk menjadikan Fira sebagai perhiasan terindahnya.
Tapi tiada manusia yang sempurna.
Di balik semua kelebihan yang dimiliki Fira, ada satu kekurangannya yang cukup mengganjal hati Raffi.
Seperti tipikal wanita cerdas, Fira yang dididik dengan tegas dan mandiri oleh orang tuanya jelas bukan wanita yang patuh mutlak.
Beberapa kali mereka sering berbeda pendapat, dan Fira tetap keras dengan pendiriannya.
Raffi lah yang lebih banyak mengalah.

Syarat yang Raffi ajukan pada Fira jika ingin menjadi istrinya bukannya tanpa alasan.
Raffi jelas paham bahwa dalam satu rumah tangga, suami lah yang memimpin dan memegang kendali.
Dan Raffi seorang pengusaha yang mempelajari ilmu psikologi dalam merekrut karyawannya.
Jelas ia tahu bahwa tipikal wanita macam Fira akan susah patuh pada suami, kecuali suaminya memiliki posisi atau daya tawar yang lebih tinggi.
Raffi takut, jika ia membebaskan Fira menggapai kariernya, tentu dengan segenap potensi yang dimilikinya, Fira akan memiliki karier yang cemerlang.
Dan bisa jadi akan semakin sulit patuh pada suami, apalagi jika dirasa status sosial suaminya lebih rendah.

Mungkin akan banyak orang yang mencibir Raffi dengan sebutan pengecut, terutama kaum feminis.
Tapi Raffi punya alasan kuat untuk itu.
Ia ingin menutup semua celah yang akan meciptakan dosa yang lebih besar yaitu istri yang durhaka pada suami, dan suami yang dayuts, tidak berdaya menghalangi istri dari berbuat dosa.
Lagipula semua syaratnya tidak melanggar syariah.

Raffi jelas mencintai Fira, bahkan bisa dibilang hanya Fira lah gadis yang berhasil mengisi relung hatinya.
Tapi ia tidak mau terjebak nafsu, menikah hanya memandang hal duniawi.
Karena baginya pernikahan adalah ibadah seumur hidup.
Dan satu hal lagi yang paling ditakutkannya adalah, ia lebih memilih berkubang dosa dengan menjadi suami dayuts karena cintanya pada Fira mengalahkan cintanya pada sang Pencipta.

Cukup lama Raffi diliputi kegalauan akan masa depan hubungannya dengan Fira.
Niat untuk mengikat miitsaqan ghaliza bersama Fira jelas tidak diragukan lagi.
Hanya saja Raffi belum sepenuhnya yakin untuk mampu membimbing Fira menjadi istri shalihah.
Dan itu sangat membebani pikiran Raffi, karena jika gagal mendidik istri, bukan tak mungkin rumah tangga yang mereka bina justru jadi sumber dosa.
Untuk itulah ia melakukan shalat istikhoroh, berharap petunjuk yang terbaik dari Allah.

Jauh di lubuk hati yang terdalam, jelas Raffi menginginkan Fira.
Tapi jawaban istikhorohnya justru berlawanan dengan harapannya.
Dan kini di saat titik terang tentang kelanjutan hubungannya dengan Fira jelas di depan mata, Raffi justru gamang untuk mengambil keputusan.

Merelakan kekasih hati untuk sahabat memang bukan hal yang mudah.
Tapi Raffi akan berusaha mengikhlaskannya jika itu memang jalan yang terbaik.
Bagaimanapun Fajar yang juga seorang dokter dengan karier yang sangat mapan jelas akan lebih mudah membuat Fira patuh.
Lagipula ada wasiat dari almarhumah Ifah dan tentu saja Naysilla, bayi mungil itu jelas membutuhkan kasih sayang Fira.

Raffi menyedot batang rokoknya yang keenam.
Mencoba menatap kenyataan yang jelas tidak berpihak padanya.
Masih ada harapan memang.
Jika Fira mau menerima syaratnya dengan penuh kerelaan dan mengantongi restu dari kedua orangtuanya, Raffi jelas akan segera meminang Fira.
Tapi  sepertinya itu hal yang mendekati mustahil mengingat perangai Fira yang keras.
Jadi pilihan untuk berhenti berjuang dan mengikhlaskan adalah yang terbaik.

Bukankah pernah disebutkan bahwa jika seorang pemuda tertarik pada seorang wanita tapi ia belum mampu untuk menikahinya maka yang terbaik adalah tidak mengikat sang gadis dalam hubungan yang tidak pasti.
Merelakan gadisnya untuk orang lain yang lebih pantas adalah bukti cinta tertinggi.
Dan kali ini Raffi tengah memantapkan hati untuk melakukannya.

==========

Fajar keluar dari ruang operasi lantai 6. Malam sudah mulai bergelayut, mega merah sudah menghilang.
Terlambat kiranya kalau ia masih mau mengejar waktu shalat Maghrib.
Lebih baik menunggu waktu Isya dan menjama' takhir shalat Maghrib nya.

Hal seperti ini jelas tak asing bagi Fajar.
Sudah jadi konsekuensinya sebagai calon spesialis orthopedi jika jadwal operasi yang sangat padat, apalagi operasi emergency, membuat waktu ibadahnya terganggu.
Sudah beberapa kali ia terpaksa tidak menunaikan shalat jum'at karena operasi yang belum selesai.
Memang diusahakan menjadwalkan operasi yang sebisa mungkin tidak mengganggu ibadah, tapi yang terjadi di meja operasi seringkali di luar dugaan.
Perburukan pasien yang mendadak atau faktor kegawatan lain yang tidak diprediksi sebelumnya sangat potensial memperlama waktu operasi.

Seperti kali ini, dokter Tedjo, spesialis orthopedi konsultan tulang belakang mengajaknya operasi pasien patah tulang belakang karena jatuh dari pohon kelapa.
Fajar tentu tak bisa mengelak, meskipun hari ini bukan jadwalnya untuk bertugas di ruang operasi.
Sudah jadi peraturan tertulis kalau residen yang ketiban sampur diajak operasi oleh konsulen tidak boleh menolak atau akan mendapat kondite buruk yang jelas akan mempengaruhi proses pendidikannya.
Dan Fajar adalah salah satu residen favorit banyak konsulen.
Karena selain kepandaiannya tidak diragukan lagi, sikapnya yang sopan dan rendah hati membuatnya disukai banyak orang.

Tentang dokter Tedjo, Fajar jelas tidak mampu menolak setiap ajakan beliau.
Seperti sudah disepakati oleh pimpinan bagian dan segenap staf, Fajar akan diproyeksikan mendalami tulang belakang setelah lulus spesialis orthopedi nya nanti.
Bahkan tawaran beasiswa untuk melanjutkan sub spesialis tulang belakang di FK UI ataupun doktoral di Jerman juga atas andil dokter Tedjo yang merekomendasikan dirinya.
Jadi setiap operasi dengan dokter Tedjo jelas menjadi kesempatan Fajar untuk sekaligus memperdalam ilmunya.
Menimba ilmu praktis dan trik-trik unik yang sering bermanfaat langsung dari ahlinya.

Tentang operasi tulang belakang, jelas sangat rumit dan memakan waktu lama.
Di situ banyak percabangan syaraf, jadi harus sangat hati-hati karena jika salah tak sengaja terpotong bisa menyebabkan kelumpuhan.
Sebenarnya jadwal operasi sudah diusahakan setelah dzuhur dan jam makan siang, estimasi waktu operasi sekitar empat jam, harapannya jam 5 sore sudah selesai jadi semua tim bisa shalat Ashar.
Tapi Fajar jelas sudah mengantisipasi itu.
Ia menjama' takdim sholat Ashar nya, dan faktanya usai operasi, waktu Maghrib pun tak terkejar.

Fajar setengah berlari turun melalui tangga darurat.
Baginya itu lebih baik dan menyehatkan daripada antre dan berdesak-desakan lewat lift.
Tujuan utamanya jelas masjid As Syifa.
Sesampai di masjid Fajar segera berwudhu dan mengqodho shalat yang tadi ditinggalkannya.
Tak lupa ia panjatkan doa khusus istikohoroh demi memantapkan hatinya.
Khusyuk sekali Fajar berdoa, hingga letih badannya tak terlalu dihiraukan.
●●●

"Mas.. Ifah mau ngobrol..  Mas sibuk nggak...?"
Tiba-tiba saja Ifah sudah menggelendot manja di lengan Fajar.

Mau tak mau Fajar menghentikan aktivitasnya mengetik referat.
Ia meraih istrinya yang sedang hamil trimester ketiga awal itu dalam pelukan hangatnya.

"Iya, Sayang.. Mau ngobrol apa...?" Ucap Fajar sambil membelai anak rambut Ifah yang sebagian berjuntai ke arah wajah.

"Soal Fira..", Ifah terdiam.
Ia sendiri ragu meneruskan kalimatnya.

"Kenapa soal Fira....? Baik-baik aja kan dia sama Raffi...?"
Fajar penuh tanda tanya.

"Iya sih.. tapi janji ya, Mas nggak akan marah kalau Ifah cerita.."
Keraguan Ifah masih belum sirna sepenuhnya.

"Iya.. Iya.. Apa to...?" Kata Fajar lembut.
"Hmmm.. Mas.. Ifah kan tensinya akhir-alhir ini sering naik. Kaki juga sering bengkak. Kadang nafas sesak dan nyeri ulu hati juga.."
Ifah terdiam agak lama.
Masih menguatkan hati sekedar melanjutkan kalimatnya.

"Seandainya umur Ifah nggak panjang.. Mas janji ya.....! Mas harus menikahi Fira.. Soalnya Ifah takut kalau orang lain yang jadi istri Mas, nggak akan sayang sama Naysilla. Lagipula Mas juga sibuk operasi. Otomatis waktu buat keluarga pasti cuma sedikit. Nggak semua wanita bisa nerima, Mas.. Jadi..",
Ifah tidak melanjutkan kalimatnya.
Fajar membungkam mulutnya dengan kecupan hangat.

"Maaass..........!! Ifah serius.......!!",
Ifah setengah berteriak saat berusaha melepas pagutan suaminya.

"Mumpung Ifah masih ada waktu. Ifah paham kok komplikasi yang akan Ifah derita. Tensi Ifah kadang sampai 180, dan hasil proteinuria kemarin positif 1. Komplikasi terberat bisa eklampsia atau Hellp Syndromme. Naysilla juga mulai IUGR. Ifah jelas tahu prognosisnya. SC emergency jika badan Ifah sudah tak sanggup mengkompensasi lagi. Ifah ikhlas, Mas..
Semisal nanti Ifah tidak selamat dan harus syahid saat melahirkan anak kita..
Hanya saja.. Ifah ingin memastikan anak kita diasuh dan dididik dengan penuh kasih sayang.. ",
Ifah mulai terisak.
Bagaimanapun memahami bahwa kemungkinan untuk dirinya meninggal akibat komplikasi kehamilannya jelas menguras emosinya.

"Ssttt......!! Kamu ngomong apa to, Sayang...? Sudah nggak usah ngelantur. Ayo tidur........!"
Fajar menutup laptopnya.
Tangannya merangkul pinggang istri tercintanya, berniat membimbing ke peraduan mereka.

Tak disangka Ifah justru menepis tangan suaminya.
Ia masih terisak.
Di tengah isakannya, ia berusaha melanjutkan ucapannya yang tadi terpotong.

"Maass......!! Please.. Dengerin Ifah dulu.. Ifah tahu kalau waktu Ifah di dunia mungkin nggak banyak lagi..
Please.. Nikahi Fira ya, Mas.. Anggap ini permohonan terakhirku.. Demi kebaikan untuk semua.."
"Sayang.......! Mbok jangan ngelantur to kalau ngomong. Fira jelas akan memilih Raffi jadi suaminya.
Mereka kan deket udah lama banget. Lagian Raffi itu sahabat baikku. Masak iya aku menikung calon istrinya",
Fajar berusaha membantah perkataan Ifah.

"Tapi, Mas.. Fira dan Mas Raffi itu nggak cocok. Mas tahu sendiri orang tua Fira belum merestui.. Dan kupikir Mas lelaki yang cocok kok untuk membimbing Fira yang perangainya keras..
Please ya, Mas.. Anggap itu keinginan terakhirku..",
Ifah masih terus memohon, sementara air matanya juga tidak berhenti mengalir.

"Sayang.. Lahir.. Rezeki.. Jodoh.. Dan mati.. Itu semua sudah tertulis di lauhul mahfudz, bahkan sebelum kita dilahirkan. Mas tidak bisa janji. Hanya saja jika sudah kehendak Alloh, apapun takdirnya pasti Mas terima dengan ikhlas",
Fajar berkata penuh kelembutan demi menenangkan tangis istrinya.
Pikirnya emosi Ifah yang tidak stabil itu akibat fluktuasi hormonal saat kehamilan.
●●●

"Mas...! Mas Fajar......! Bangun, Mas..........!"

Fajar merasa bahunya diguncang dengan keras.
Sontak ia terbangun karena kaget.
Saat membuka mata dilihatnya Andy, residen juniornya menatap penuh keheranan.

"Mas..............? Mas Fajar belum pulang..?"
Suara Andy mengagetkannya.

"Eeh.. Kamu, Ndy. Kok masih di sini....?" Fajar balik bertanya.
Ia sendiri mencoba menegakkan badan, memulihkan kesadarannya yang belum kembali seutuhnya.

"Lhaa....!! Saya kan jaga, Mas. Pak Luthfi sama Pak Alex minta tolong dibeliin bakmi Pak Jum depan situ. Mas Fajar mau...? Biar sekalian tak beliin", Tawar Andy.
Dalam situasi informal Andy memang terbiasa memanggil 'mas' pada Fajar karena mereka memang sudah akrab sejak dulu.
Tapi pada saat resmi, panggilan 'pak' merupakan aturan tak tertulis bagi para residen.

"Nggak, Ndy.....! Makasih. Aku pulang aja deh", Ucap Fajar sambil mencoba bangkit berdiri.
"Mas.. Maaf kalau saya lancang mencampuri urusan pribadi njenengan.. Tapi kok saya lihat akhir-akhir ini njenengan kayak banyak pikiran gitu. Dan santer gosip beredar kalau njenengan mau menikah sama Fira. Tapi bukannya pacar Fira itu sahabat baik njenengan..?" Tanya Andy.

Ia sudah tidak bisa menekan rasa penasarannya.
Fajar tidak menjawab.
Bahkan tak menggubris pertanyaan Andi.
Ia hanya menerawang jauh, mencoba mencerna arti mimpinya barusan.

"Eeh.. Maaf, Mas. Yaudah nggak usah dipikirin. Anggap aja saya nggak pernah nanya",
Buru-buru Andy meralat omongannya.
Gentar juga kalau dikondite jelek sama senior.
Bisa tambah jaga nanti.

"Oohh.. Eeh.. Nggak apa-apa, Ndy...! Aku lagi capek aja mungkin. Dan soal Fira, ya tunggu aja nanti takdirnya gimana..", Jawab Fajar.

Setelah Andy berpamitan, Fajar kembali merenung.
Mimpinya tadi merupakan flashback kejadian beberapa waktu lalu.
Membuatnya sedikit ketakutan.
Dia baru saja merapalkan doa istikhoroh sebelum jatuh tertidur.
Dan mimpinya barusan, apakah merupakan jawaban istikhorohnya..?
Bulu roma Fajar mendadak meremang memikirkan hal itu.
Di satu sisi sedikit bahagia terselip di hatinya mengingat Fira pasti bisa menjaga Naysilla dengan penuh kasih sayang.
Tapi di sisi lain, bagaimana dengan Raffi..?
Dan tentu saja Fira sendiri, seandainya gadis itu menerima pernikahan wasiat ini, apakah batinnya tidak tersiksa.
Apakah Fira mampu menjadi istri yang shalihah untuknya, sementara di hatinya jelas sudah terpatri nama Raffi.
Memikirkan itu semua membuat Fajar makin kalut.

Notes :
HELLP syndrome : hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet, suatu komplikasi kehamilan yang ditandai perdarahan, peningkatan enzim hati, dan turunnya trombosit.
Bisa berakibat fatal hingga kematian.

Eklampsia :
Salah satu komplikasi kehamilan, ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kejang.

IUGR :
Intra Uterine Growth Restriction, adalah suatu kondisi yang sangat serius di mana berat bayi dalam rahim kurang dari umur kehamilan yang sebenarnya.

SC emergency :
Operasi caesar karena kegawatan, bisa gawat janin atau kegawatan ibu.

Bersambung #6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER