Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Kamis, 02 Juni 2022

Jalan Jodoh Sang Dokter #15

Cerita bersambung

"Dokter Bimo kabarnya sudah punya dua anak ya, Mas...?"
Fira bertanya pada Fajar.

"Iya. Istrinya dokter umum, PNS di Puskesmas Kersana, Brebes. Mas Bimo ikut ke Cirebon soalnya udah bosen LDM sejak residen. Istrinya anak bungsu dan kakak-kakaknya semua di luar pulau. Jadi ya cuma Teh Eva sih yang bisa diharapkan nemenin orang tuanya",
Fajar bercerita panjang lebar.

"Eh kok Fira nanyain soal Mas Bimo...? Pernah ada rasa po....?" Tanya Fajar penuh selidik.
Ada sebersit cemburu terlintas di hatinya.

"Ah enggak lah, Mas. Seumur-umur saya cuma mencintai Mas Raffi. Tapi mungkin nasib saya yang nggak beruntung. Berharap Mas Raffi luluh dengan kesetiaan saya dan berubah prinsip. Padahal banyak sih yang deketin Fira, entah temen seangkatan entah residen. Residen Bedah sama Anes ada banyak malah. Kayak Mas Andy, Bang Defri, Bang Oki, banyak lah, Mas. Tapi bodohnya Fira, kebawa bucin sama Mas Raffi sampai lupa buat mikir realistis."
Fira tidak sengaja mencurahkan isi hatinya.
"Bapak nggak pernah maksa Fira, Mas. Dalam hal jodoh sekalipun, sebenarnya semua terserah Fira.
Cuma Fira nya aja yang bodoh dan egois. Demi apa coba mempertahankan sebuah hubungan yang kemungkinan bersama hampir mustahil",
Fira mulai terisak.

Matahari mulai beranjak ke peraduannya, pertanda sore berganti senja.
Gunung Merapi dan Merbabu di kejauhan sana perlahan memudar seiring meredupnya sinar mentari.
Fira masih menatap sepasang gunung itu dengan perasaan yang tak tentu.
Ratap tangisnya jelas terdengar pilu.

"Bapak pernah ngendiko manusia itu bermacam-macam sifatnya. Dan sebuah pernikahan harus saling melengkapi. Orang yang bersifat dominan akan susah langgeng sama sesama dominan kecuali berjuang keras menekan ego masing-masing. Lebih mudah jika si dominan berjodoh sama orang yang lebih ngalahan. Seperti Merapi dan Merbabu misalnya. Fira pernah mendengar teori kalau dapur magma mereka sebenarnya saling berhubungan. Tapi suatu mekanisme misterius menyebabkan hanya Merapi yang sering erupsi. Dan tentu saja itu membuat Merapi jauh lebih populer. Sementara Merbabu ikhlas menjadi tidak terkenal, tapi terus menebar kebaikan dengan caranya sendiri. Toh ia tetap memetik manfaat dari siraman hujan abu Merapi. Tanah sekitar Merbabu sangat subur tapi tidak menciptakan bahaya yang mengkhawatirkan penduduknya. Dan Kopeng di lereng Merbabu adalah salah satu penghasil sayuran terbaik di Jawa Tengah ...."
Fira bermonolog.

"Sayangnya ... saya dan Mas Raffi ibarat Semeru dan Merapi. Saling berebut untuk jadi yang paling populer dalam bidang masing-masing. Seandainya kami berjodoh pun, perjalanan pernikahan kami pasti akan diwarnai banyak perdebatan. Bahkan untuk hal-hal yang nggak penting sekalipun."
 
Mata Fira terpejam, berusaha menahan air matanya yang tidak berhenti mengalir.
Kilasan kenangan berkelebatan di benaknya.
Tentang banyak perselisihannya dengan Raffi dan keegoisan lelaki itu.
Fajar hanya membiarkan Fira mencurahkan isi hatinya.
Tangisan Fira juga tidak berusaha dihentikannya.
Sejujurnya ia tak sanggup melihat Fira terus berurai air mata.
Ingin rasanya ia merengkuh gadis itu dalam dekapannya.
Hanya saja syariah jelas melarang karena mereka berdua belum jadi pasangan yang halal.
Dalam kebisuannya Fajar berjanji jika Allah menakdirkan Fira menjadi jodohnya, takkan dibiarkannya menangis seperti ini lagi.
Jikalau sampai ada cobaan yang membuat air mata Fira harus keluar, setidaknya pundaknya bisa jadi sandaran dan ia bisa membenamkan kepala gadis itu ke dadanya yang bidang, sekedar melegakan perasaan.

"Fir, jangan nangis lagi ya, Sayang...! Nggak ada yang perlu disesali. Jangan nyalahin diri sendiri.
Kamu nggak salah, kok. Dulu mungkin kamu belum pada tahap emergency soal jodoh, jadi ya santai-santai aja. Tapi sekarang setelah umurmu menjelang 25 tahun, saat di mana mulai memikirkan pernikahan, wajar kalau perasaanmu jadi nggak karuan ...."
"Iya .....! Mas bener....! Mas jelas paham falsafah kerucut dan kerucut terbalik kan...?"
Fira balik menatap Fajar dengan pandangan menantang.

"Apa maksudnya.....?"
Fajar membalas tatapan Fira dengan penuh tanya.

"Wanita semakin tinggi pencapaiannya, otomatis usianya juga makin bertambah. Akan lebih sedikit kesempatannya mendapatkan jodoh yang berkualitas. Karena lelaki yang setara dengannya kebanyakan sudah berkeluarga. Misalnya ada sedikit yang belum, pasti akan memilih wanita yang lebih muda. Kebalikannya, lelaki semakin mapan jelas lebih mudah mendapatkan wanita yang muda dan cantik.
Dan itu dilema untuk saya. Maka dari itu sebelum saya berusaha meraih semua mimpi saya, kalau bisa saya ingin memastikan jodoh saya terlebih dahulu."
"Terkait dengan reproduksi, Fir. Kamu jelas tahu bahwa di atas 35 tahun, wanita jelas berisiko tinggi saat hamil dan melahirkan ...."
"Jangan memotong dulu...! Kamu pasti mau bilang soal Rasulullah dan Khadijah yang menikah saat usia Khadijah 40 tahun dan mereka dikaruniai 6 orang anak. Sementara dengan Aisyah yang jauh lebih muda tidak diaruniai keturunan", Ucap Fajar saat ia melihat Fira seperti hendak buka mulut untuk membantah.

"Kamu calon dokter, Fir...! Jelas paham ilmunya kan...? Meskipun puncak dari ikhtiar manusia adalah tawakal pada Alloh. Dan menitipkan anak adalah wewenang Alloh ...."

Kedua insan itu kembali terdiam.
Mengamati mentari yang mulai menghilang di ufuk barat.
Mega merah yang mulai tampak seolah pertanda akan tibanya waktu Maghrib.
Fajar melirik arloji di lengannya.
Ia hampir mengajak Fira beranjak, tapi sebuah pertanyaan kembali meluncur dari bibir Fira.

"Seandainya saya nggak bisa memberi Mas keturunan, apa Mas akan mencampakkan saya..?"

Fajar tersentak mendengar pertanyaan Fira.
Ia sadar harus menjawab pertanyaan itu dengan sangat hati-hati.

"Bagi Mas, jelas hal itu bukan masalah besar. Mas sudah punya Nay. Tapi jika memang qodarullah sulit mendapatkan adik untuk Nay, ya kita bisa ikhtiar semaksimal mungkin jika Fira mau. Seperti IVF misalnya. Tapi yang pasti, Mas nggak akan menceraikan seorang istri hanya karena sulit mendapat keturunan. Anak memang salah satu tujuan pernikahan, tapi bukan satu-satunya. Dan amal jariyah juga bukan hanya anak yang berbakti, tapi masih ada dua lainnya. Bahkan banyak ulama yang memfatwakan bahwa anak dalam konteks ini bukan hanya anak kandung tapi bisa anak didik atau anak angkat."
"Mas, Fira jelas paham perjalanan cinta Mas dan Ifah ...."

Kesabaran Fajar hampir habis karena Fira sedari tadi terus bertanya.
Pikirnya jangan-jangan Fira sengaja mengulur waktu.
Segera dipotongnya kalimat Fira.

"Cinta bisa tumbuh setelah pernikahan. Komitmen dan kesetiaan bagiku lebih penting. Jika kamu tanya lagi, selain wasiat itu apa yang membuatku memilihmu...? Jawabannya adalah ambisiku untuk memiliki kehidupan yang perfect ...."
"Maksud Mas..........?"
Fira sedikit terhenyak melihat ekspresi Fajar yang berubah menjadi sangat serius.

"Lelaki normal mana yang nggak mau sama kamu, Fir.....? Nggak usah kujelaskan juga kamu paham artinya. Dan satu lagi yang membuatmu istimewa di mataku. Kecerdasanmu. Salah satu ambisiku adalah menghasilkan keturunan yang superior. Kamu jelas paham kan kalau kecerdasan itu terkait gen X yamg diwariskan dari ibu...?"
"Mas ... jangan bilang ..."
"Ya.....! Kalau kamu tanya sejujurnya, Mas sempat sedikit depresi dengan kondisi Nay yang tuna netra.
Perlu waktu bagi Mas untuk menerima takdir ini. Dan yah kamu wanita yang tepat untuk jadi istri Mas, Fir. Mau sekuat apapun kamu berkelit, Mas paham bahwa kamu sebenarnya tulus menyayangi Nay.
Dan di sisi lain, kualitas genetikmu nggak diragukan lagi",
Fajar berkata sambil menunjukkan tatapan sinisnya.

Bibir Fira sudah terbuka untuk menjawab argumen Fajar.
Tapi lagi-lagi Fajar tak memberinya kesempatan bicara.
Agaknya kesabaran lelaki itu sudah habis.

"Sudahlah, nggak usah banyak tanya lagi, Fir...! Kamu pasti inget kan tentang kisah Bani Israil yang banyak tanya soal sapi betina sama Nabi Musa...? Hasilnya mereka sendiri yang kerepotan nyari sapi sesuai kriteria. Coba mereka nggak tanya, cuma disuruh nyari sapi aja tanpa kriteria khusus. Jadi hentikan saja kalau sekiranya apa yang mau tanyakan nggak ada manfaatnya...! Dan jika kamu berharap aku akan mengurungkan niatku meminangmu, jangan jarap...! Aku nggak akan mundur..!"

Agaknya Fajar benar-benar hilang kesabaran.
Ia sedikit menarik Fira untuk kembali ke mobil.

"Aku berjanji dengan bapakmu untuk menemui beliau malam ini. Abi juga sudah memintamu pada bapak untuk jadi istriku, dan bapakmu tidak menolak. Jadi jika kamu masih berpikir untuk menolakku, sampaikan sendiri nanti di hadapan bapakmu. Pertimbangkan baik-baik..! Jangan menyesal di kemudian hari karena salah ambil keputusan!"

Kedua insan itu melanjutkan perjalanan tepat saat sayup-sayup terdengar adzan Maghrib di kejauhan.
Fajar berkali-kali mengatur nafas untuk meredam emosinya.
Mobil Fortuner itu dipacunya dengan kecepatan tinggi, sekedar menyalurkan adrenalin berlebih karena emosi yang terpicu.
Sesaat setelah hatinya tenang, ia mencoba mengajak Fira ngobrol santai untuk sedikit mendinginkan suasana.
●●●

Setelah mampu menata hatinya yang baru saja hancur berkeping-keping, Raffi menjalankan mobilnya kembali ke Solo.
Ia sengaja tidak menghubungi Fira.
Percuma rasanya, toh gadis pujaannya itu pasti sedang menikmati waktunya bersama Fajar.
Siapa sangka senja ini Raffi akan melihat pemandangan yang sanggup memporak-porandakan perasaannya.
Ia sedang berhenti di traffic light dekat alun-alun Sragen saat pandangannya terpaku pada Fortuner abu-abu metalik yang berhenti di arah berlawanan.
Ia jelas hafal betul mobil itu.
Apalagi saat membaca plat nomornya, tak salah lagi itu memang mobil Fajar.
Dan apa yang tersaji di depan matanya benar-benar membuat lukanya seperti dikucuri jeruk nipis.
Meski kaca mobil itu gelap, tapi Raffi masih dapat melihat jelas kekasihnya itu tertawa riang dan tampak mengobrol akrab dengan Fajar.

==========

Fajar duduk santai di teras rumah Fira.
Menunggu kepulangan dokter Kusuma.
Ia cukup paham jika tidak dipersilahkan masuk ke rumah, mengingat di rumah ini hanya ada Fira dan ibunya.
Kurang baik jika menerima tamu lelaki di dalam rumah.
Masih terngiang di benak Fajar kejadian di traffic light tadi.
Ia jelas hafal betul Mobilio dengan plat nomor unik itu.
Tapi ia pura-pura tidak melihat, malah sengaja membuat lelucon yang membuat Fira terbahak-bahak.
Dan ia dapat memastikan Raffi melihat adegan itu.
Sekilas memang tampak seperti sepasang kekasih yang berbahagia.

"Maafkan aku, Raffi. Walaupun apa yang kulakukan jelas tidak melanggar syariah, tapi aku sudah menyakiti sahabat terbaikku. Ah, bukan. Bukan menyakiti. Sebenarnya aku sedang menyelamatkanmu dari dosa yang lebih besar. Menggantungkan perasaan seorang gadis tanpa kepastian sama saja membuat luka yang tak terlihat. Hanya sakitnya yang terasa. Sepuluh tahun kamu menyakiti Fira tanpa kamu sadari. Aku berjanji akan mencintai dan membahagiakan Fira",
Fajar bermonolog dalam hatinya.

"Mas, ini minumannya. Fira bikinin wedang uwuh. Lumayan buat ngangetin badan. Sama ini limpung sama roti bakar keju. Sejak siang kan Mas belum makan tapi habis tiga gelas kopi hitam. Nggak takut apa dyspepsianya kumat..?"
Fira berkata sambil menata isi baki yang dibawanya di atas meja teras.

Fajar hanya terdiam memperhatikan Fira yang cekatan bergerak.
Gadis itu sudah berganti baju dengan gamis dan jilbab yang lebih meriah.
Make up nya pun sedikit lebih mencolok tapi juga tidak terlalu menor.
Kecantikan alami memang tidak terbantahkan.

"Kamu cantik sekali, Sayang",
Tanpa sadar Fajar bergumam.

"Please deh, Mas.....! Nggak usah gombal."
Rupanya Fira mendengar perkataan Fajar barusan.

Fajar yang terkejut jadi sedikit salah tingkah.
Tapi bukan Fajar namanya jika tidak bisa membalikkan kalimat lawan bicaranya.

"Lha Mas kan emang harus belajar nggombal sama Fira, biar terbiasa nanti kalau udah nikah", Ucapnya sambil menaik turunkan alisnya.

"Kepedean banget sih bakal diterima."

Fajar hanya tergelak saat memandang Fira yang kesal dan kembali ke dalam rumah.
Pandangannya kemudian beralih pada secangkir minuman berwarna merah tua yang tersaji manis di dalam cangkir klasik bermotif bunga.
Aroma rempah yang kaya menguar dari asapnya yang masih mengepul.
Fajar menghidu aroma itu dan menikmatinya perlahan sebelum mendekatkan cangkir itu ke depan bibir dan menyesap isinya sedikit demi sedikit.
Rasa minuman itu sudah bisa ditebak dari aromanya, kaya rempah.
Tentu saja karena wedang uwuh terbuat dari campuran bermacam rempah seperti kayu secang, jahe, gula batu, dan entah berapa jenis rempah lainnya.

Usai menghabiskan setengah cangkir minumannya Fajar kembali termenung.
Rasa bersalah pada Raffi kembali menyeruak.
Ia memejamkan matanya berusaha meyakinkan bahwa apa yang dilakukannya adalah benar.
Menyelamatkan Fira dari bahaya mendekati zina karena Raffi yang tak kunjung menghalalkannya.
Ia berusaha mengambil hujjah dari orang-orang shalih terdahulu.
Tentang perselisihan dengan orang terdekat demi mempertahankan apa yang diyakini sebuah kebenaran.
Nabi Ibrahim harus melawan Azar, ayah kandungnya sendiri demi iman kepada Allah.
Dan bukankah Fir'aun itu adalah ayah angkat Musa...?

Lamunan Fajar buyar saat ia mendengar suara mobil di depan gerbang.
Ia segera bangkit untuk membukakan gerbang bagi calon ayah mertuanya.
●●●

Dokter Kusuma mempersilahkan Fajar untuk makan malam sebelum memulai pembicaraan serius.
Di meja makan terhidang beraneka makanan.
Memang bukan makanan mewah tapi jika dipersembahkan dengan penuh ketulusan oleh tuan rumah jelas rasanya jauh lebih nikmat.

"Ayo dimaem, Nak, seadanya ya. Ini ada sambel tumpang sama sayurannya", Ucap Bu Rindi sambil menunjuk masakan bersantan yang terbuat dari campuran tempe semangit, tempe yang hampir busuk.

"Ada empal juga. Oh iya malah lupa. Ini bothok merconnya jangan lupa dicicipin. Khas Sragen lho....",
Bu Rindi berkata sambil menyodorkan bungkusan daun pisang.
Dinamakan bothok mercon karena rasanya yang super pedas.
Berbahan dasar ikan patin.
Pertama kali dipolulerkan oleh sebuah warung kecil di daerah Gawan, tepi sungai Bengawan Solo.

"Enak lho, Le. Bisa buat atur-atur ke senior atau konsulen. Hidangan unik gini mereka pasti suka",
dokter Kusuma menambahkan.

Bu Rindi sudah beranjak mengambil piring dan siap mengisinya dengan nasi untuk disajikan.
Tapi dokter Kusuma mencegah istrinya.

"Sudah Ibu duduk aja..! Biar Fira yang melayani. Biar dia belajar jadi istri yang baik."

Mau tak mau Fira bangkit dari duduknya.
Ia mengisi piring-piring kosong dengan nasi hangat.
Mukanya semerah tomat saat ia mengangsurkan piring pada Fajar.
Sementara Fajar tak bisa menahan senyum sumringahnya.
Mereka semua makan dengan lahap.
●●●

"Jadi apa tujuanmu ke sini, Le...?" Tanya dokter Kusuma saat mereka semua berkumpul di ruang tamu setelah menghabiskan hidangan makan malam.

"Begini........, Pak. Seperti yang sudah disampaikan abi kemarin, saya silaturahim ke sini bertujuan untuk meminang Fira, putri Bapak, untuk menjadi istri saya",
Fajar menjawab langsung pada pokok tujuannya.

"Dan mungkin Bapak sudah tahu bahwa saya adalah duda cerai mati dan memiliki putri yang belum genap berusia satu bulan. Soal nafkah, Bapak juga tahu saya seorang residen Bedah Orthopedi yang notabene menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit. Alhamdulillah saya diangkat jadi staf pengajar jadi ada gaji yang meskipun tidak seberapa tapi bisa dianggap sebagai kesanggupan saya untuk menafkahi. Tentang keluarga saya, Bapak insyaa Alloh kenal dengan Muhammad Irsyad, abi saya karena sama-sama pengurus Muhammadiyah."
"Ya ... ya ... pak Irsyad dan aku sudah membicarakan panjang lebar tentang pinangan ini. Dalam hal ini bapak sebagai wali nasab Fira yang akan berbicara mewakili Fira. Karena bapak ingin memastikan bahwa kamu benar-benar bisa jadi imam yang membimbing putri bapak satu-satunya. Bapak tidak mempermasalahkan status dudamu. Hanya bapak minta jangan pernah membandingkan Fira dengan almarhumah istrimu. Jika Fira sudah jadi istrimu dan sekiranya ada layanannya yang nggak berkenan, ingatkan dia baik-baik. Bapak mohon kamu bersabar terhadap Fira. Bapak dan ibu mendidiknya untuk berpikir kritis, jadi harap maklum kalau dia suka protes. Tapi Bapak jamin insyaa Alloh dia wanita yang shalihah."
"Nggih, Pak.....! Insyaa Alloh saya akan membimbing Fira sebaik yang saya bisa. Saya akan baca sighat taklik pada akad nikah nanti jika Bapak menerima pinangan saya. Sebagai janji saya untuk tidak menyakiti Fira. Bahkan jika Bapak minta, saya akan berjanji tidak akan berpoligami selama Fira masih menjadi istri saya ...."
"Nggak perlu, Le........! Soal poligami, itu syariat Alloh. Meski bapak nggak mengamalkan tapi bapak juga nggak menentang. Kamu nggak usah berjanji apapun terkait hal itu. Hanya bapak minta, jika suatu saat nanti karena suatu hal kamu sudah tidak menghendaki Fira menjadi istrimu, kembalikan dia pada bapak dengan cara yang baik ...."
"Selama Fira tidak melakukan hal yang dimurkai Allah, saya tidak akan menceraikannya, Pak...!" Jawaban Fajar terdengar sangat tegas.

Hening beberapa saat.
Dokter Kusuma menghembuskan nafas beberapa kali.
Kentara sekali beliau berusaha menentramkan hati untuk menyusun kalimat yang akan diutarakan pada Fajar.
Sementara bagi Fajar meskipun ini bukan hal pertama untuknya, tetap saja rasa gugup mendera.

"Bismillahirrahmanirrahim ...",
Dokter Kusuma membuka kata.

"Jika menurut syariat seseorang dinikahi karena empat hal. Nak Fajar jelas lelaki sholeh, insyaa Alloh.
Dari sisi nasab jelas keturunan orang baik. Tentang kekayaan dan rupa, bapak juga tidak meragukan lagi. Maka dari itu nggak ada alasan bapak untuk menolak pinangan Nak Fajar atas Fira."

Ingin rasanya Fajar melompat gembira mendengar jawaban dokter Kusuma.
Tapi jelas tidak mungkin dilakukannya.
Ia tetap harus menjaga sikapnya agar terlihat sopan.

"Tapi nggak adil rasanya kalau bapak nggak menanyakan pendapat Fira."
Dokter Kusuma menoleh pada putri semata wayangnya.

"Ndhuk, gimana pendapatmu...? Memang ada hadits yang mengatakan bahwa diamnya wanita adalah tanda persetujuan. Tapi bapak sudah mengajarkanmu untuk tidak takut berpendapat. Sekarang katakan pendapatmu...! Karena ini menyangkut kehidupanmu di masa depan, baik dunia maupun akhirat."

Fira tertegun mendengar perkataan ayahnya.
Ia sadar, inilah saatnya memutuskan masa depannya.
Hasil doa-doa dan istikhorohnya sekian lama.
Dan Fira tidak ragu lagi.
Sambil memgucap basmallah di dalam hati, ia bersiap mengemukakan jawabannya.

Bersambung #16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER