Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Sabtu, 02 Juli 2022

Cinta Dua Benua #4

Cerita bersambung
Jilid #3
 
DONGENG FAVORIT

"Kak Micha... Aku main ke arena ice skating dulu yah."
"Lha, gak mau dianterin?"
"Gak usah. Kan kakak lagi beres-beres rumah, aku 'gak mau ngerepotin."
"Dasar yah kamu, dek. Bukannya ikut bantuin dulu biar cepat selesai, malah ngeloyor pergi."

Ingin kujewer kuping adikku yang bandel ini. Tapi saat kubalikkan badan, si mungil yang chubby itu ternyata sudah menghilang.
Hanya tawanya yang masih terdengar membahana dari arah pintu utama.
Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah polahnya.
Yah, memang selama ini kami tidak pernah menyewa asisten rumah tangga untuk urusan bersih-bersih.
Sengaja, karena ukuran rumah yang tidak seberapa luas. Jadi rasanya kami berdua pun masih sanggup untuk membersihkannya.
Sebenarnya kondisi rumah tidaklah seberapa kotor, karena setiap harinya kami pasti menyempatkan diri sekedar untuk menyapu.
Hanya perlu sedikit polesan pembersih lantai dalam sekali seminggu untuk menjaga kehigienisannya.
Kamar Ayah apalagi. Sudah pasti sangat terjaga kebersihannya, karena setiap pagi aku selalu melihat Ayah membawa kain pel dan ember bekas sabun saat keluar dari kamar.
Tapi kali ini, giliranku yang melakukan bersih-bersih karena sudah 2 hari ini Ayah berada di luar kota.

Mataku kemudian tertumbuk pada 1 buku yang tersimpan rapi di perpustakaan mini milik Ayah.
Rasanya aku mengenal buku itu dari masa kecilku dulu.
Penasaran ingin memastikan, kuraih buku bersampul hijau itu dari antara tumpukan yang ada.
Benar rupanya, ini buku fabel kesukaanku dan Athena saat kami masih balita.
Ayah selalu membacakannya untuk kami sebelum waktu tidur tiba.
Kenapa bisa ada di sini yah? Bukannya buku ini sudah hilang saat kami pindah dulu?
Warna sampulnya terlihat memudar dimakan usia. Tapi lembar demi lembar tulisan di dalamnya masih terlihat awet, tanpa cacat sedikit pun.

Flashback on...

"Alkisah di sebuah negeri antah berantah yang jauh, hiduplah seekor tikus muda yang ingin mencari petualangan baru. Tikus itupun berjalan menyusuri pinggiran kolam di mana Sang Katak tinggal. Saat katak tersebut melihat tikus, dia berenang menuju ke tepi kolam dan berkata :

"Maukah kamu mengunjungi saya? Saya berjanji kamu akan senang."

Sang Tikus tidak berpikir panjang lagi, karena dia sangat ingin berpetualang ke seluruh dunia dan melihat segala yang ada di dunia. Tetapi walaupun dia bisa berenang sedikit, dia tidak berani untuk masuk dan berenang di kolam tanpa bantuan.

Sang katak memiliki akal, agar sang Tikus bisa yakin bahwa katak akan dapat selalu membantu sang Tikus saat berenang di kolam. Maka jadilah dia mengikat kaki tikus tersebut ke kakinya sendiri dengan seutas tali. Lalu dia melompat ke dalam kolam, sambil menarik teman jalannya yang bodoh bersamanya.

Sang tikus yang terbawa-bawa berenang bersama katak akhirnya merasa cukup dan ingin kembali ke pinggiran kolam, akan tetapi sang katak yang jahat memiliki rencana lain. Dia kemudian menarik Sang Tikus masuk ke dalam air dan menenggelamkannya sehingga meninggal. Tetapi sebelum sempat melepaskan tali yang mengikat dia dengan tikus, seekor elang terbang menyambar ke bawah, menangkap tikus dan membawanya pergi, bersama Sang Katak yang tergantung-gantung pada kaki tikus. Saat itulah, Sang Elang sadar bahwa dengan sekali sambar mendapatkan dua makanan sekaligus untuk makan siangnya."

Flashback off...

Pesan moral yang cukup baik terdapat dalam fabel ini. Bahwasanya kita tidak boleh membodohi orang lain, karena suatu saat pasti kita sendiri yang akan kena batunya.

Setiap selesai bercerita, Ayah pasti akan selalu memberi nasehat sesuai dengan kisah yang dibacanya.
Dan aku, sangat menyukai fabel Tikus dan Katak ini karena pesan moral yang terdapat di dalamnya cukup mendalam.
Aku tidak menyangka, buku yang selama ini kuanggap hilang, justru ada di sini.
Mungkin Ayah sengaja menyimpannya, sebagai pelepas rindu saat berada jauh dari kedua putrinya.

"Micha, kamu di mana, nak?" suara Ayah tiba-tiba terdengar dari arah ruang tamu.

Sepertinya aku tenggelam pada kenangan masa kecilku hingga tidak mendengar salam saat Ayah masuk ke rumah.

"Micha lagi bersih-bersih di kamar Ayah." jawabku, buru-buru mengembalikan buku fabel tadi ke posisinya semula.
"Kamu kok sendirian? Adikmu mana?" tanya Ayah saat membuka pintu kamar.
"Biasalah, Yah, dia jalan-jalan lagi. Katanya mau ke arena ice skating."
"Yaudah kalo begitu. Ayo makan dulu. Kebetulan Ayah dibeliin makan tadi sama teman pas perjalanan pulang."
"Ini bukan jengkol lagi kan, Yah?"
"Tenang aja, nak, kali ini bukan jengkol, kok. Kamu bisa makan sepuasnya."

Kulihat senyum kecil terukir di bibirnya. Ada binar tawa terlihat di sudut matanya. Sepertinya suasana hati beliau saat ini sedang bahagia.
Hatiku turut senang melihatnya, karena memang selama tinggal di sini, Ayah sangat jarang tersenyum.
Ayah... Mohon bersabar.

Beberapa hari lagi senyum di wajahmu itu pasti akan bertambah lebar dan matamu pasti akan memancarkan kebahagiaan.
Karena aku akan mempertemukanmu kembali dengan pelangi itu.

==========

PERMAINAN TAKDIR

Akhirnya hari ini tiba juga. Meski berusaha untuk tidak terlalu tegang, toh tetap saja aku masih gelisah sendiri.
Iya memang persiapan pembukaan pameran sudah aman. Pun undangan untuk para tetamu penting sudah disebarkan.
Tata letak galeri dan dekorasi juga sudah rampung sejak 2 hari sebelum pembukaan. Terus kenapa harus gelisah?
Pasalnya di hari ini juga wanita itu akan datang.
Yah, wanita yang menjadi sumber kebahagiaan Ayah akan menghadiri pembukaan pameranku.
Wajar jika aku gelisah sebab sampai detik ini aku belum mengatakan apapun pada Ayah.
Aku takut Ayah tidak suka dengan apa yang kulakukan, atau bahkan mungkin akan marah kepadaku.

Sudah sejak tadi aku berusaha menghubungi Eric, tapi nomornya selalu sibuk. Chat WA saja sampai sekarang belum dia baca.
Aku benar-benar dibuat pusing karenanya, sebab hanya Eric yang tahu wajah wanita itu. Jadi memang hanya dia juga yang bisa membantuku dalam hal ini.

"Kak Micha, kok gelisah gitu? Apa ada yang kurang dari persiapannya?" suara centil Athena menganggetkanku dari rasa panik yang mulai melanda.
"Bukan itu dek, tapi kakak lagi pusing karena Eric gak bisa dihubungi. Nomornya sibuk melulu." jawabku sambil mondar-mandir.
"Ohh... Soal wanita itu yah, kak? Kakak sabar aja, kak Eric pasti gak akan lupa. Kan kalian udah lama saling kenal. Masa kakak gak bisa percaya sama dia?" ujar Athena, menenangkan.

Memang aku sudah menceritakan soal Ayah kepadanya beberapa hari lalu. Tentu saja dia terkejut dan tidak pernah menyangka akan kenyataan pahit dibalik senyum Ayah selama ini.
Dia bahkan sempat menangis tersedu-sedu saking tidak percaya dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Kakak percaya kok, dek. Cuma kakak khawatir sebelum Eric tiba, wanita itu justru malah sudah ada di sini."
"Kakak coba tenang dulu. Tarik nafas dalam-dalam. Beri waktu 5 menit sebelum kakak meghubungi kak Eric lagi. Mungkin sekarang dia memang lagi sibuk."
"Iya deh, kakak tungguin kalo gitu. Kamu temenin Ayah aja sana, kakak gak apa-apa kok kalo ditinggal."
"Ya sudah, aku kesana dulu yah,kak. Kalo ada apa-apa langsung WA aja."

Hanya anggukan kepala saja yang dapat kuberikan sebagai jawaban. Kepalaku masih pusing karena memikirkan soal rencana pertemuan ini.
Semoga saja bisa berjalan dengan lancar tanpa ada satu hal pun yang menghalangi.

"Micha..." sebuah suara bariton yang khas terdengar di dekatku, diiringi tepukan halus di pundak.
"Eric... Ya ampun, kenapa baru datang? Dari tadi aku telepon kamu tapi sibuk terus. WA juga gak kamu baca sama sekali. Acaranya udah dimulai lho." tanyaku bertubi-tubi.
"Iya maaf, Mich. Tadinya aku mau datang lebih awal, tapi tiba-tiba aku ditelepon sama teman ayahmu itu. Dia minta dijemput karena katanya gak terlalu familiar sama jalanan di sini." jelas Eric.

Deg...
Jadi wanita itu datang bareng Eric? Lantas di mana dia sekarang? Kenapa Eric justru di sini sendirian?
Aku memang sudah menceritakan hal yang sebenarnya kepada dia, saat dia mengatakan tidak mau melanjutkan penyelidikan itu dengan data yang sangat minim.

Aku sadar, tidak akan mungkin menjadikan alasan tante yang hilang sebagai motif agar dilakukan penyelidikan, karena Eric terlalu pintar untuk bisa aku bohongi.

"Katanya bareng? Terus sekarang orangnya mana? Kamu kok ke sininya malah sendirian?"
"Lha kan udah dianterin ke tempat duduk khusus tamu, Mich. Gak mungkin lah aku bawa ke sini. Secara studiomu ini berantakan banget, mau duduk di mana dia?"

Ingin kugeplak kepalanya dengan high heels milikku saat mengatakan studio ini berantakan.
Tapi urung kulakukan karena pikiranku sekarang fokus pada keberadaan wanita itu.
Otakku berputar, mencari cara agar bisa mempertemukan Ayah dengannya tanpa ada kesan disengaja. Murni suatu kebetulan semata.

"Bisa kamu tunjukkan di mana dia duduk? Supaya lebih mudah nanti bagiku dan Ayah untuk datang menemui dia."

Tanpa banyak bicara Eric pun langsung menarik tanganku untuk mengikutinya.
Setelah tiba di ballroom tempat pembukaan diselenggarakan, dia pun menunjuk ke salah 1 baris di mana wanita itu duduk.
Aku celingak-celinguk melihatnya, sambil berusaha membandingkan jarak antara tempat duduk Ayah dengan wanita itu.
Alhamdulillah, ternyata cukup dekat. Bisa diatur agar Ayah duduk tepat di sampingnya tanpa beliau sadari.
Tak perlu menunggu waktu lama, langsung kukirimkan chat WA kepada adikku.
Dia paling pintar dalam urusan begini. Jadi aku serahkan semua kepadanya sekarang, sebab aku harus kembali fokus dengan acara ini.
Terserah cara apa yang akan dia gunakan untuk membujuk Ayah pindah dan duduk di barisan yang sama dengan wanita itu.
Dapat kulihat mereka berdua beranjak dari tempat duduk sekarang. Tapi kok malah berjalan ke arah toilet yah?

Ahh...
Aku tahu ide apa yang dijalankan adikku itu. Benar-benar tidak salah jika kuserahkan urusan seperti ini kepadanya.
Pasti dia sengaja pura-pura minta ditemani ke toilet dan saat kembali dari toilet, dia akan langsung menggiring Ayah untuk duduk di barisan yang sama dengan wanita itu. Pintar juga ternyata dia.

***

Menjelang selesainya acara pembukaan, masih belum juga ada tanda-tanda Ayah mengenali siapa wanita yang duduk di sebelahnya.
Beliau malah terlalu fokus menatap ke panggung depan, tempat MC bicara.
Cara apalagi yang harus kulakukan supaya Ayah mau untuk sedikit saja menoleh ke arah sebelah kanannya?

"Dek, kakak butuh bantuan sekali lagi nih. Entar pas pembukaan selesai dan kalian akan beranjak dari tempat duduk, bisa gak kamu sedikit mendorong tubuh Ayah?"
"Dorong apanya, kak? Nanti kalo Ayah jatuh gimana?"
"Tenang aja, kamu cukup bikin Ayah tanpa sengaja menyenggol tas wanita itu. Biar orangnya kaget. Dengan begitu kan pasti akan ada percakapan di antara mereka."
"Oke, kak. Siap laksanakan."

Seperti biasa, ketika sebuah acara ditutup, tanpa menunggu komando pasti para tetamu akan langsung beranjak dari duduknya.
Meski harus berdesak-desakan, mereka tetap tenang saat berjalan perlahan keluar menuju galeri tempat lukisan di pajang.
Aku yang sejak tadi hanya bisa melihat dari jauh, berusaha mendekati tempat Ayah dan Athena duduk, berharap bisa menyaksikan momen saat kedua insan itu dipertemukan.

"Ohh... Maaf, gak sengaja." ucap Ayah, ketika tangannya sukses menyenggol tas wanita itu hingga terjatuh (terima kasih atas tindakan cerdas adikku untuk hal ini).

Beliau pun berusaha menunduk, untuk mengambil tas tersebut.

"Iya, gak apa-apa. Namanya di acara seperti ini, yah pasti desak-desakan." balas wanita itu.

Dapat kulihat tubuh Ayah tiba-tiba diam tak bergeming. Sepertinya beliau mengenali suara wanita itu.
Meski jarak dan waktu memisahkan mereka bertahun-tahun lamanya, mungkin suara wanita itu tetap sama, tidak ada perubahan.
Serta-merta beliau langsung berdiri tegap, menghadap ke arah datangnya suara.
Apa yang kulihat di sana benar-benar membuatku terharu. Sorot mata Ayah menjadi teduh tatkala mengenali wanita yang ada di hadapannya.
Wanita itu sendiri sepertinya kaget karena tidak menyangka jika akan bertemu Ayah di sini.
Aku dan Athena hanya bisa bertukar pandang dari jauh sambil tersenyum, sambil berusaha merekam momen ini tanpa Ayah sadari.

"Sal-salsa... Ini beneran kamu?" tanya Ayah terbata-bata.
"Zachri... Kok kamu bisa ada di sini? Bukannya dulu kamu udah balik ke negara asalmu?" suara tante Salsa terdengar mencicit, seolah tidak yakin dengan apa yang dilihatnya.
"Iya memang aku sempat kembali ke sana. Tapi hanya untuk mengurus beberapa berkas. Setelah itu aku balik lagi ke sini dan gak pernah pulang lagi."
"Terus anak-anak kamu gimana? Masa kamu tinggalin mereka begitu aja."
"Aku gak ninggalin mereka, kok. Komunikasi kami tetap jalan. Mereka juga sepertinya mulai paham apa yang terjadi saat itu."
"Lantas apa yang kamu lakukan di pembukaan galeri? Kamu kan bukan lulusan seni?"
"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan di pembukaan pameran dari anakku?"
"Jadi Micha itu anakmu, Zachri?"

Dapat kulihat perasaan bingung terpampang di wajah mereka, satu sama lain.
Masing-masing bergumul dengan pikirannya, merasa takjub namun juga heran dengan keajaiban yang menimpa mereka.
Mungkin mereka berpikir ini adalah salah satu permainan takdir bagi hidup mereka.
Sepertinya ini waktuku untuk menampakkan diri dan menjelaskan semuanya kepada mereka.

"Halo tante Salsa. Aku Micha, anaknya Sir Zachri. Mungkin tante lupa, tapi dulu aku sempat menghubungi nomor tante..." perkataanku terpotong oleh gelegar suara Ayah.
"Ya ampun, Micha. Jadi ini bagian dari rencana kamu yah? Pantas aja kamu ngotot banget Ayah harus hadir. Padahal kamu tahu Ayah baru aja balik dari luar kota," ujar beliau, tanpa dapat menyembunyikan kekagetannya.
"Iya, maaf Ayah. Kurang lebih sudah 2 bulan ini, dengan dibantu Eric, aku memang mencari keberadaan tante Salsa. Maaf karena tidak meminta izin darimu, Ayah. Tapi aku cuma ingin membawa kembali kebahagiaan di hidupmu yang sudah lama hilang."
"Iya, Ayah, jangan marah sama kak Micha. Kak Micha melakukan semua ini buat Ayah. Aku juga ikut membantu, meski cuma sedikit sih. Kami cuma ingin melihat Ayah bahagia lahir dan batin."
"Udah Zachri, kamu gak usah marah sama mereka. Aku paham kok dengan apa yang sebenarnya menjadi tujuan mereka," kali ini tante Salsa yang bicara dengan begitu lembut. Seolah ingin mencegah jangan sampai emosi Ayah meningkat.

"Ayah gak marah, nak. Justru Ayah ingin berterima kasih, karena putri-putri Ayah ternyata begitu perhatian. Kalian sampai rela melakukan semua ini demi Ayah."
"Apapun itu, selama bisa melihat Ayah tersenyum bahagia, pasti akan kami lakukan. Nah, sekarang silahkan Ayah nikmati waktu bersama pelangi Ayah di sini. Aku dan Athena pamit dulu."

Tanpa menunggu balasan dari Ayah, aku langsung berlalu meninggalkan dua insan itu sendirian.
Athena sendiri sepertinya masih ingin mengabadikan momen-momen indah itu, namun urung dia teruskan setelah mendapat larangan dariku.
Sebab aku ingin memberikan waktu bagi mereka melepas kerinduan yang ada.
Bisa kembali melihat binar cinta di mata Ayah sudah merupakan kebahagiaan terbesar bagiku.

Aku berdoa semoga usahaku ini tidak berakhir sia-sia dan Ayah bisa kembali merajut kebahagiaannya yang tertunda bersama tante Salsa.
Karena aku sudah dapat bocoran dari Eric, kalo sampai detik ini, tante Salsa masih sendiri.
Sepertinya beliau pun menunggu keajaiban yang bisa mempertemukannya kembali dengan cinta sejatinya.


S.H.E
~ Manado, 28 Januari 2020 ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER