Episode #9
=====
Ata memutar arah, tujuan pulang ke apartemen menjadi ke makam keluarga.
Duduk menatap tanah yang masih basah dengan nisan putih bertuliskan "Junior bin M. Ataya Farhan". Janin itu kini telah terkubur tanah sebelum sempat menghirup udara dunia. Bertahan kurang dari 5 bulan dalam perut Leta membuatnya terpaksa di keluarkan karena kecelakaan itu.
Ata menangis sesak dadanya mengingat kembali kejadian demi kejadian yang menimpanya.
"Maafin ayah sayang" katanya meratapi nasib junior.
Teringat senyum Leta yang selalu mengembang setiap berbicara pada Junior semakin membuatnya merasa bersalah.
"Bagaimana cara ayah menyampaikan semua ini pada bunda mu Junior"Ata kembali terisak.
***
Ata berusaha tidur sambil memeluk bantal Leta, namun bayangan kejadian itu kembali muncul setiap kali mencoba memejamkan mata.
"Andai saja aku memberi tahu mu sejak awal semua ini tak kan pernah terjadi"
"Maaf kan aku sayang" Ata memeluk erat bantal itu.
***
Bel apartemen terus saja berbunyi namun pintu tak kunjung terbuka.
Ata yang baru tidur setelah subuh cukup sulit untuk membuka matanya, hingga bel kembali berbunyi membuatnya terpaksa bangun dan beranjak dari tempat tidur.
Leni sudah berdiri di depan pintu ketika Ata membuka pintu apartemennya.
Ata menarik nafas melihat orang yang tak di harapkannya kini berdiri di depan pintu.
"Mau apa kamu?"tanya Ata sinis
"Kita harus bicara...." Leni melangkah masuk tanpa menunggu perintah pemilik rumah.
"Ata....."panggil Leni, namun Ata tak memperdulikannya.
"Kita harus bicara" kini Leni berada di dapur mengikuti Ata.
"Apalagi yang mau kamu bicarakan?" Tanya Ata datar.
"Aku......"
"Aku minta maaf" kalimat yang tak pernah terpikir akan di ucapkan Leni.
"Untuk apa?"tanya ata ragu dengan permintaan maaf itu.
"Aku sadar selama ini aku sudah keterlaluan pada kalian" kini Leni duduk di kursi makan
"Kenapa baru sekarang, setelah kami seperti ini" Ata kembali sinis. Mengingat semua perbuatan Leni.
"Selama ini cinta ku pada mu membuat ku buta, hingga akupun lupa Leta adalah adik ku, tapi bukan akhir seperti ini yang ku harapkan"
"Aku..... tahu mungkin sudah terlambat, setidaknya aku tak ingin rasa bersalah ku akan menghantui ku selamanya" Leni menarik nafas dalam
"Air mata mu membuat ku sadar jika cinta ku selama ini tak kan bisa mengambil mu kembali dari Leta" kini Leni terisak. Mengingat hari di mana Leni melihat Ata menangis untuk pertama kalinya di hadapan Leni, bukan karena Leni tapi karena Leta koma. Hari di mana Ata mendengar dari dokter bahwa Leta koma.
Hati Leni saat itu begitu hancur melihat pria yang 5 tahun di pacarinya menangis pilu meratapi nasib adiknya. Adik yang sudah menggantikan posisinya di hati Ata, karena kesalahan yang sebenarnya tak pernah Leni pikirkan akan berakibat buruk padanya.
"Aku sedih melihat mu begitu rapuh karena Leta" Leni semakin terisak.
"Aku tak rela Ata yang ku cintai harus menangis pilu seperti itu"
"Aku mencintai mu Ta, tapi aku tak ingin melihat mu menderita bersama ku, jika Leta lah yang saat ini kamu butuhkan"
Ata hanya terdiam mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Leni. Walau cukup sulit untuk memaafkannya.
***
Dion melangkah masuk, kakinya lemas melihat wanita yang di cintainya terbaring dengan berbagai macam alat kedokteran menempel di tubuhnya.
Sejak hari itu Dion tak berani mengunjungi Leta di rumah sakit karena merasa bersalah sudah membuatnya seperti ini. Namun kabar Leta koma membuatnya berlari dari rasa takutnya.
"Dion" sapa mama Leta.
"Apa kabar tan?" Tanya Dion basa basi.
"Tante baik, gimana kabar kamu?"
"Baik tan, maaf baru sempat ke sini sekarang"
Dion mendekat, melihat lebih dekat wajah Leta yang pucat dan semakin kurus. Air matanya tertahan, tak ingin memperburuk suasana di ruangan tempatnya berdiri.
"Bisa tante titip Leta sebentar, tante mau ke kantin"
"Iya tan..."
Dion diam kini air mata itu mengalir deras.
"Maafkan aku...."katanya terisak
"Andai hari itu aku tak mengantar mu, semua ini tak kan terjadi"
"Bangun lah, aku mohon"
"Aku janji tak kan meninggalkan mu jika kamu nanti sadar, walaupun kamu memilih bersamanya"
***
Hp Ata berdering panggilan dari mertuanya
"Hallo ma"
"Gak Ata udah bangun dari tadi" Ata nampak mendengarkan
"Apa??"
"Ok Ata ke sana sekarang" Ata pun menutup telponnya.
Ata berlari menuju kamar Leta.
"Mas Ata..." suara itu memanggilnya begitu Ata membuka pintu kamar Leta. Suara yang di rindukannya, namun senyum Leta menahan langkah kakinya, padahal Ingin Ata berlari dan memeluknya, namun Dion sudah ada bersama Leta.
Sakit hati Ata melihat pemandangan itu.
Istri yang di rindukannya sedang asyik bercanda dengan pria lain, bahkan tak memperdulikan Ata yang sedari tadi berdiri menatapnya.
Ke dua mertuanya masuk ke dalam kamar, dengan mama mertua yang menangis pilu.
"Ada apa ma?" Tanya Ata bingung melihat tingkah kedua mertuanya.
"Mama kenapa?"tanya Leta
"Ata bicaralah pada dokter..."kata papa mertua Ata.
"Ada apa Pa, Leta baik-baik saja kan?" Tanya Ata bingung
"Temuilah dokter dia sudah menunggu mu"
Entah apa yang sebenarnya terjadi, Ata di buat bingung dengan tingkah ke dua mertuanya juga Leta. Kini kakinya melangkah menuju ruang dokter. Dengan perasaan yang tak karuan, Ata membuka pintu.
Sayup yerdengar dokter sedang berbicara dengan dokter lain.
"Anterogarade....."
Duduk menatap tanah yang masih basah dengan nisan putih bertuliskan "Junior bin M. Ataya Farhan". Janin itu kini telah terkubur tanah sebelum sempat menghirup udara dunia. Bertahan kurang dari 5 bulan dalam perut Leta membuatnya terpaksa di keluarkan karena kecelakaan itu.
Ata menangis sesak dadanya mengingat kembali kejadian demi kejadian yang menimpanya.
"Maafin ayah sayang" katanya meratapi nasib junior.
Teringat senyum Leta yang selalu mengembang setiap berbicara pada Junior semakin membuatnya merasa bersalah.
"Bagaimana cara ayah menyampaikan semua ini pada bunda mu Junior"Ata kembali terisak.
***
Ata berusaha tidur sambil memeluk bantal Leta, namun bayangan kejadian itu kembali muncul setiap kali mencoba memejamkan mata.
"Andai saja aku memberi tahu mu sejak awal semua ini tak kan pernah terjadi"
"Maaf kan aku sayang" Ata memeluk erat bantal itu.
***
Bel apartemen terus saja berbunyi namun pintu tak kunjung terbuka.
Ata yang baru tidur setelah subuh cukup sulit untuk membuka matanya, hingga bel kembali berbunyi membuatnya terpaksa bangun dan beranjak dari tempat tidur.
Leni sudah berdiri di depan pintu ketika Ata membuka pintu apartemennya.
Ata menarik nafas melihat orang yang tak di harapkannya kini berdiri di depan pintu.
"Mau apa kamu?"tanya Ata sinis
"Kita harus bicara...." Leni melangkah masuk tanpa menunggu perintah pemilik rumah.
"Ata....."panggil Leni, namun Ata tak memperdulikannya.
"Kita harus bicara" kini Leni berada di dapur mengikuti Ata.
"Apalagi yang mau kamu bicarakan?" Tanya Ata datar.
"Aku......"
"Aku minta maaf" kalimat yang tak pernah terpikir akan di ucapkan Leni.
"Untuk apa?"tanya ata ragu dengan permintaan maaf itu.
"Aku sadar selama ini aku sudah keterlaluan pada kalian" kini Leni duduk di kursi makan
"Kenapa baru sekarang, setelah kami seperti ini" Ata kembali sinis. Mengingat semua perbuatan Leni.
"Selama ini cinta ku pada mu membuat ku buta, hingga akupun lupa Leta adalah adik ku, tapi bukan akhir seperti ini yang ku harapkan"
"Aku..... tahu mungkin sudah terlambat, setidaknya aku tak ingin rasa bersalah ku akan menghantui ku selamanya" Leni menarik nafas dalam
"Air mata mu membuat ku sadar jika cinta ku selama ini tak kan bisa mengambil mu kembali dari Leta" kini Leni terisak. Mengingat hari di mana Leni melihat Ata menangis untuk pertama kalinya di hadapan Leni, bukan karena Leni tapi karena Leta koma. Hari di mana Ata mendengar dari dokter bahwa Leta koma.
Hati Leni saat itu begitu hancur melihat pria yang 5 tahun di pacarinya menangis pilu meratapi nasib adiknya. Adik yang sudah menggantikan posisinya di hati Ata, karena kesalahan yang sebenarnya tak pernah Leni pikirkan akan berakibat buruk padanya.
"Aku sedih melihat mu begitu rapuh karena Leta" Leni semakin terisak.
"Aku tak rela Ata yang ku cintai harus menangis pilu seperti itu"
"Aku mencintai mu Ta, tapi aku tak ingin melihat mu menderita bersama ku, jika Leta lah yang saat ini kamu butuhkan"
Ata hanya terdiam mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Leni. Walau cukup sulit untuk memaafkannya.
***
Dion melangkah masuk, kakinya lemas melihat wanita yang di cintainya terbaring dengan berbagai macam alat kedokteran menempel di tubuhnya.
Sejak hari itu Dion tak berani mengunjungi Leta di rumah sakit karena merasa bersalah sudah membuatnya seperti ini. Namun kabar Leta koma membuatnya berlari dari rasa takutnya.
"Dion" sapa mama Leta.
"Apa kabar tan?" Tanya Dion basa basi.
"Tante baik, gimana kabar kamu?"
"Baik tan, maaf baru sempat ke sini sekarang"
Dion mendekat, melihat lebih dekat wajah Leta yang pucat dan semakin kurus. Air matanya tertahan, tak ingin memperburuk suasana di ruangan tempatnya berdiri.
"Bisa tante titip Leta sebentar, tante mau ke kantin"
"Iya tan..."
Dion diam kini air mata itu mengalir deras.
"Maafkan aku...."katanya terisak
"Andai hari itu aku tak mengantar mu, semua ini tak kan terjadi"
"Bangun lah, aku mohon"
"Aku janji tak kan meninggalkan mu jika kamu nanti sadar, walaupun kamu memilih bersamanya"
***
Hp Ata berdering panggilan dari mertuanya
"Hallo ma"
"Gak Ata udah bangun dari tadi" Ata nampak mendengarkan
"Apa??"
"Ok Ata ke sana sekarang" Ata pun menutup telponnya.
Ata berlari menuju kamar Leta.
"Mas Ata..." suara itu memanggilnya begitu Ata membuka pintu kamar Leta. Suara yang di rindukannya, namun senyum Leta menahan langkah kakinya, padahal Ingin Ata berlari dan memeluknya, namun Dion sudah ada bersama Leta.
Sakit hati Ata melihat pemandangan itu.
Istri yang di rindukannya sedang asyik bercanda dengan pria lain, bahkan tak memperdulikan Ata yang sedari tadi berdiri menatapnya.
Ke dua mertuanya masuk ke dalam kamar, dengan mama mertua yang menangis pilu.
"Ada apa ma?" Tanya Ata bingung melihat tingkah kedua mertuanya.
"Mama kenapa?"tanya Leta
"Ata bicaralah pada dokter..."kata papa mertua Ata.
"Ada apa Pa, Leta baik-baik saja kan?" Tanya Ata bingung
"Temuilah dokter dia sudah menunggu mu"
Entah apa yang sebenarnya terjadi, Ata di buat bingung dengan tingkah ke dua mertuanya juga Leta. Kini kakinya melangkah menuju ruang dokter. Dengan perasaan yang tak karuan, Ata membuka pintu.
Sayup yerdengar dokter sedang berbicara dengan dokter lain.
"Anterogarade....."
Dunia Ata seolah luluh lantah, setiap penjelasan dokter tak lagi mampu ia cerna. Duka kehilangan Junior belum selesai dan sekarang Leta melupakan setiap kenanganya bersama Ata dan Junior. Seolah ingin menghukum Ata atas kesalahannya membiarkan kesalah pahaman itu terjadi.
Ata terduduk lemas di luar kamar Leta, ingin rasanya membuat Leta mengingat setiap hal tentang mereka juga tentang junior. Namun peringatan dokter jika kita memaksakan Leta mengingat sesuatu sama saja dengan membunuhnya membuat Ata urung melakukannya.
"Itu masih belum pasti, dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut besok" kalimat itu seolah berusaha menguatkan Ata. Kini Papa mertuanya duduk di sebelah Ata. Memegang pundak Ata yang sedikit berguncang menahan tangis.
"Apa Leta semarah itu sama aku Pa?"
"Sampai-sampai Leta menghukum ku seperti ini"
Ata menunduk menyembunyikan bulir hangat yang mulai berjatuhan.
***
Hari berlalu dan dokter sudah memastikan jika Leta memang amnesia, akibat trauma yang di derita, otak Leta menghapus sebagian memori tentang beberapa bulan kebelakang.
Masalahnya dokter tak bisa memastikan apakah itu akan permanen atau tidak.
Jelas hal ini sangat menyakitkan bagi Ata, hingga kekacauan begitu nampak di wajahnya.
"Mas Ata baik-baik saja?" Tanya Leta khawatir. Tanpa tahu bahwa dirinya lah yang membuat Ata tak merasa baik-baik saja.
Ata hanya tersenyum datar menanggapi pertanyaan wanita yang sangat di cintainya itu.
"Mas maaf kan kak Leni, sudah meninggalkan mas Ata sehari sebelum pernikahan, dan maaf aku baru dengar semua ceritanya dari mama dan papa"
Lagi-lagi Ata hanya tersenyum datar.
"Dan sekarang aku lupa tentang semua hal yang sudah terjadi"Leta tersenyum miris
"Jangan terlalu di pikirkan, aku baik-baik saja dan soal Leni, aku sudah memaafkannya." Ata kini bicara
"Apa kalian ba...."
"Aku gak akan balikan sama Leni, kami sudah menemukan tujuan kami masing-masing" potong Ata sebelum Leta menyelesaikan kalimatnya.
Ata melanjutkan memotong buah untuk Leta, dan mungkin ini akan menjadi yang terakhir untuknya bisa bersama Leta.
"Hari ini kamu sudah boleh pulang, jaga diri mu baik-baik dan lekas lah sembuh" ucap Ata menyodorkan buah pada Leta.
Hari ini Leta sudah di perbolehkan keluar dari rumah sakit. Keluarga, teman juga Ata sudah sepakat menutup rapat semua kenangan tentang beberapa bulan kemarin, demi keselamatan Leta.
Ata tahu ini berat, namun Ata yakin cinta Leta untuknya tak pernah ikut terhapus, hanya menunggu waktu untuk cinta itu kembali padanya.
***
Beberapa bulan sudah berlalu sejak kejadian naas itu. Semua kembali normal seperti sedia kala. Leta kembali di sibukan dengan pekerjaanya di bidang pernikahan.
Lain halnya dengan Ata yang masih tak bisa move on, kenangan tentang Leta masih terus terbayang di tambah status mereka yang masih sah sebagai suami istri membuatnya semakin terbebani.
"Udah lah Ta mending kamu urus surat cerai kamu, dari pada kamu kayak gini terus" mama Ata menyarankan
"Ata gak bisa ma, kecuali Leta udah ingat semua dan mutusin buat ninggalin Ata"
"Terus mau sampai kapan kamu kayak gini" kata mama Ata miris melihat anaknya lebih sering menyibukan diri dengan pekerjaan dan mengurung diri sesampainya di rumah.
Ata memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya, setelah Leta keluar rumah sakit dan tinggal di rumah kedua orang tuanya.
Komunikasi mereka pun terputus, karena sebelum pernikahan mereka pun jarang berkomunikasi.
"Aku akan menunggu bun, sampai kapan pun itu" ucap Ata melihat foto Leta tersenyum manis di layar hpnya.
***
Leta berdiri di depan cermin, menaikan bajunya sedikit ke atas, kemudian meraba luka di perutnya yang sedikit terasa nyeri, namun entah kenapa ada perasaan aneh yang menjalar di hatinya ketika melihat luka itu.
"Kenapa Ta, sakit?"tanya Leni yang baru saja masuk ke kamar Leta
"Aaah gak" jawab Leta terkejut tak menyadari Leni yang sudah masuk ke kamarnya.
"Aku boleh pinjam laptop mu bentar?"tanya Leni
"Mau buat apa?"Leta balik bertanya.
Leni tak menjawab dia sibuk dengan laptop yang baru menyala.
"Untuk apa itu?" Tanya Leta melihat sang kakak sedang mengirim beberapa foto ke alamat email luar negri.
"Aku mau balik ke paris, mau ada event besar di sana, dan aku harus ikut"
"Ata gimana?" Tanya itu tiba-tiba muncul, setelah beberapa bulan mereka tak pernah membahas tentang Ata.
"Kenapa dengan Ata?" Leni balik bertanya.
"Gak ada niat buat balikan sama dia, sepertinya kakak masih mencintainya?"
Deg....pertanyaan itu seakan menusuk di hati Leni.
Leni pun menutup laptop membalikan tubuhnya menghadap Leta yang duduk membelakangi meja rias.
"Ata udah gak cinta sama aku" ucap Leni lesu.
Leta menautkan kedua alisnya melihat Leni tak bersemangat ketika membicarakan Ata.
"Kakak udah coba bicara sama dia, udah minta maaf?" Leta masih bertanya
"Maaf untuk apa?"tanya Leni
"Ata sudah memaafkan ku soal pernikahan itu, dan hubungan kami baik-baik saja, tapi....."
"Tapi apa?"
"Tapi Ata sudah menutup hatinya untuk ku dan mengisinya dengan cinta untuk keluarga kecilnya" ucap Leni membuat Leta bingung.
"Keluarga?"
"Kamu sendiri gimana?"
"Apanya?"
"Udah ingat sesuatu?"
Leta menggeleng.
Leni menarik nafas dalam, mengingat ini adalah kesalahannya.
"Tapi aku penasaran sama luka ini." Leta kembali meraba perutnya.
"Seperti bukan luka biasa, setiap kali aku menyentuhnya seperti ada perasaan aneh yang kadang membuat ku sesak"jelas Leta.
"Mungkin pernah keluar sesuatu dari situ... hhhhh" Leni tertawa
"Apaan?" Leta menekuk wajahnya, merasa tak senang dengan candaan Leni.
"Aku cuma bercanda" kini Leni mengusap halus pipi Leta.
"Berusahalah mengingat yang sudah terlupakan, entah itu baik atau buruk setidaknya itu akan memperbaiki semuanya" ucap Leni berusaha memancing ingatan Leta.
"Ceritakan saja pada ku, dari pada aku harus berusaha mengingatnya" bujuk Leta
"Lalu aku harus jadi pembunuh adik ku, ooohh tidak hhhhh" ucap Leni tertawa.
"Iiiiih apaan sih??" Kata Leta kesal menghampiri Leni lalu menarik hidungnya.
"Sakit tau" leni berlari keluar setelah mmbalas Leta.
"Ta, coba ingat seseorang yang sedang ada di hati mu" kata Leni sebelum menutup pintu kamar Leta.
Leta merebahkan tubuhnya, mencoba saran Leni untuk mengingat sesuatu yang sedang terlupa.
Leta merasakan sesuatu yang membuatnya rindu, namun rindu pada apa dan siapa dia tak tahu.
"Kenapa hati ini tiba-tiba sakit?" Tanya Leta pada dirinya.
Sakit atau rindukah hingga membuat Air mata Leta menetes.
"Semakin mengingatnya malah semakin sesak dada ini"
"Dan kenapa harus ingat mas Ata?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel