Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Kamis, 05 Maret 2020

Pengantin Pengganti #9

Cerita bersambung

*Bencana*


Pertanyaan Leta semalam tentang Dimas sudah membuat Ata tak bisa tidur, pikirannya melayang ke mana-mana, hingga sulit untuknya memejamkan mata. Dan hari ini sehari sebelum ke pengadilan untuk menyelesaikan pembatalan itu. Ata berfikir untuk memberi tahu Leta, dari pada Leta harus tahu dari orang lain, itu akan membuat kesalah pahaman di antara mereka.

"Mas lagi mikirin apa sih?"tanya Leta menyadari Ata sedari tadi hanya melamun tak menyentuh nasi goreng ke sukaannya.
"....bun?" Ata ingin memulai bicara namun lidahnya terasa kelu.
"Kenapa mas, mas Ata sakit?" Leta mencoba menyentuh dahi Ata, namun di rasa Ata baik-baik saja.
"Aku gak papa bun!!" Kata Ata menepis tangan Leta.

Leta menatap lekat lelakinya itu, berharap tahu apa yang sedang di pikirkannya.
"Ya udah, itu nasi gorengnya di makan" Leta menunjuk nasi goreng Ata yang masih utuh.
Ata pun menyentuh nasi gorengnya kemudian melahapnya sampai habis.
"Mas aku mesti berangkat, pagi ini aku ada meeting sama client"
"Tunggu aku ganti baju bentar, kita berangkat bareng"

Selama perjalanan menuju kantor Ata lebih banyak diam tak seperti biasanya.
"Mas Ata yakin baik-baik saja?"tanya Leta
"Mas baik-baik saja, cuma ada sedikit masalah yang mengganggu pikiran mas"
"Apa itu?" Leta penasaran
"Nanti saja ya kita bicarakan, bunda udah sampai di depan kantor" kata Ata menghentikan laju mobilnya tepat di depan pintu kantor Leta.
"Ok" dengan ragu Leta turun dari mobil.
"Bunda jangan terlalu capek ya?" Pesan Ata
"Mas juga hati-hati ya?" Leta nampak menunggu hingga mobil Ata menjauh dari kantornya.
***

Hingga siang menjelang rapat masih juga belum usai, client Leta kali ini cukup banyak permintaannya, setiap hal yang sudah di ajukkan pihak marketing tak cukup membuatnya suka ataupun minat, hingga membuat mereka memutuskan untuk melanjutkan meeting minggu depan.

"Aduuuuh pusing, baru kali ini kita dapat client yang cerewet juga banyak maunya kayak dia" keluh Sasa ketika client sudah meninggalkan kantor mereka.
"Huus gak boleh gitu, client adalah raja" ucap Leta.
"Raja milih kalau dia" Dion ikut bicara.
"Mba Leta ada tamu thu.." seorang gadis masuk ke ruang meeting
"Siapa Me....?"tanya Leta pada gadis bermata sipit itu.
"Mba Leni..." nama itu membuat Leta, Sasa juga Dion terkejut.
"Ada apa ta?" Tanya Dion khawatir.
"Gak tahu"jawab Leta.
"Mau kita temenin" Sasa menawarkan.
"Gak usah biar bagaimanapun dia kakak ku, dia gak mungkin melakukan sesuatu yang buruk pada ku"ucap Leta, walaupun Leta sendiri ragu akan itu.
***

Leni berdiri di ruang kerja Leta, melihat sekeliling kantor tempat adiknya bekerja.
Leta pun memasuki ruang kerjanya.
"Ada apa?" Tanya Leta dingin
"Hanya ingin menemui mu"jawab Leni dengan senyum sinis.
Leta pun duduk di kursi yang tersedia di dalam ruang kerjanya, di ikuti Leni yang ikut duduk berhadapan dengan Leta.
"Kalian mau cerai?" Sebuah tanya yang tak di mengerti Leta.
"Apa maksud kakak?" Leta balas bertanya.
"Beberapa hari lalu aku ketemu Dimas, dia nyariin Ata"
"Dimas" gumam Leta
"Iya Dimas, dia pengacara kenalan Ata" rupanya Leni mendengar gumam itu.
"Dimas bilang Ata harus pergi ke pengadilan besok" tambah Leni, membuat perasaan Leta semakin tak karuan.
"Memangnya kenapa kalau mas Ata ke pengadilan, kami tidak ada niat untuk bercerai" jawab Leta sinis.
"Jangan bodoh, kamu pikir kenapa dia ke pengadilan kalau bukan untuk menceraikan mu"
"Bisa saja dia memang ada urusan di pengadilan" Leta coba meyakinkan hatinya bahwa semua ucapan Leni itu tidak benar.
"Kenapa kamu begitu yakin Ata mencintai mu bukan mengasihani mu?"
Pertanyaan itu kini mengganggu Leta.
"Aku sudah bilang pada mu Ata tak kan pernah bisa meninggalkan ku, aku adalah cintanya, CINTA MATINYA" Leni sengaja menekan kalimat terakhir.
"Cukup, mas Ata sekarang suami ku, kak Leni sudah bukan cintanya lagi, akulah cintanya saat ini dan sampai kapan pun." Leta berusaha menahan bulir hangat di matanya agar tak terjatuh.
"Sekarang tolong kakak pergi dari sini juga dari hidup kami." Leta menunjuk pintu, namun tak membuat Leni segera beranjak dari duduknya.
Senyum masih saja mengembang di bibir Leni, melihat adiknya mulai cemas.
"Diooooon......" teriak Leta membuat Dion yang sedang duduk berlari terbirit menuju ruangan Leta.
"Kenapa?" Dengan nafas terengah Dion bertanya.
"Tolong antar kakak ku keluar dari kantor kita."

"Bukannya kamu menyukai Leta?" Tanya Leni pada Dion yang membawanya keluar kantor.
"Itu bukan urusan mu."jawab Dion datar
"Tunggulah sebentar lagi dia akan jadi janda" ucap Leni lalu tertawa berjalan menuju mobilnya.
***

Kedatangan Leni siang tadi ke kantor cukup mengganggu di pikiran Leta. Ingin rasanya segera bertanya pada Ata, namun sosok yang di tunggunya itu tak jua pulang hingga larut malam,  Hpnya pun mati membuat Leta tak bisa menghubunginya.
"Junior jangan takut sayang, tante jahat tadi pasti bohong, ayah gak akan pernah ninggalin kita" Leta mengajak bicara janin dalam kandunganya. Berharap mendapatkan kekuatan dari situ. Namun hatinya tak bisa berbohong, setiap perkataan Leni siang tadi sudah sangat menyakitinya. Hingga perasaannya pun campur aduk.
Ingin percaya bahwa Ata tak mungkin tega melakukanya. Tapi kenapa malam tadi dia menghindar ketika Leta bertanya tentang Dimas, dan ada apa dengan sikapnya pagi tadi.
***

Pagi ini Leta terbangun mendapati dirinya sudah berada di atas tempat tidur dengan Ata memuluk tubuhnya. Dia ingat semalam tertidur di sofa, pasti Ata yang membawanya ke kamar.
"Bunda udah bangun?" Ata terbangun menyadari Leta sedang menatapnya.
"Maaf semalam aku ketemu sama Dimas, ada urusan yang harus kami selesaikan, akhirnya aku pulang sampai larut malam" Ata tersenyun mengacak rambutnya. Menyadari sudah salah membuat Leta menunggunya hingga tertidur di sofa.
Leta tak begitu menanggapi omongan Ata, dirinya bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi.
"Aaah pasti marah"gumam Ata
"Aku gak marah ini udah siang, aku mau kerja" rupanya Leta mendengar gumam itu.
"Hari ini mas ada rencana apa?" Tanya Leta menyelidik.
"Gak ada, mas cuma mau selesaikan urusan mas dengan Dimas"
"Ooooh...." Leta menanggapi datar.
"Oooiya Bun, nanti kita makan siang sama-sama, ada yang perlu mas bicarain sama bunda"
"Ok"masih datar. Tapi dalam hati masih banyak tanya.
***

Pagi ini Leta tak berencana ke kantor, setelah Ata menurunkannya di depan kantor Leta bergegas masuk ke dalam mobil hitam yang sudah menunggunya.
"Ada apa sih Ta?" Tanya dion yang sudah ada di dalam mobil.
"Udah buruan ikutin mobil mas Ata nanti aku ceritain"
Leta tahu mungkin tindakannya ini salah apalagi membawa Dion bersamanya untuk mengikuti Ata. Namun bagi Leta saat ini hanya Dion yang bisa di andalkannya.

Mereka mengikuti hingga mobil Ata berhenti di depan gedung pengadilan negeri.
Selang beberapa menit muncul Dimas dengan mobil merah.

"Ta mau kemana?" Tanya Dion ketika Leta tiba-tiba turun dari mobil.
"Mas......"teriak Leta sontak membuat Ata bagai di sambar petir melihat Leta ada di depannya.
"Kenapa mas, kenapa mas Ata tega lakuin ini sama aku" Leta mulai menangis
"Bun aku bisa jelasin"
"Ternyata kak Leni benar, mas Ata cuma mengasihani ku bukan mencintai ku"
"Apa maksud bunda?"
"Cukup, cukup..." Leta berteriak, berlari tak ingin lagi mendengar penjelasan.

BRAAAAAK.
"Leta....."Dion terkejut
"Bunda........." Ata berlari dunianya seakan hancur melihat Leta terbaring bersimbah darah.

=====

*Duka Ata Terlewati*

Sungguh sakit hati Leta, saat melihat mobil Ata benar memasuki gedung pengadilan agama, seperti yang di perkirakannya, hancur hati Leta seketika saat tahu, semua cerita Leni seolah benar di matanya.

Hati dan pikirannyapun sudah tertutup tak ingin lagi mendengar penjelasaan Ata. Hingga Leta pun kalut lalu melangkah tanpa melihat mobil yang berjalan ke arahnya.

Tubuhnya terpental, darah segar mengalir dari keningnya yang membentur aspal.
Dion berteriak, Ata pun berlari menghampirinya.
Mata Leta masih menangkap Ata yang menangis histeris melihat dirinya terbaring penuh darah.
"Leta...."
"Bunda..." semua itu masih terdengar di telinga Leta, hingga orang pun mulai berkerumun di sekitarnya.
Sayup terdengar orang mengasihaninya.
"Aduuuh kasian lagi hamil"
"Gimana bayinya"
"Pasti gak selamat"
Air matanyapun mengalir mengingat junior.
***

Dunia Ata runtuh seketika, semua berjalan tak seperti yang di harapkannya, Ata menyesali kebodohannya yang membiarkan Leta mengetahuinya dari orang lain, yang sebenarnya semua salah.
Kini pakaiannya penuh dengan darah orang yang di cintai, air matanya terurai melihat darah di baju, hatinya sakit mengingat kejadian yang baru saja di lewatinya.
"Puas loeee" teriak Dion mencekram baju Ata yang penuh noda darah.
"Gini cara mu bahagian in Leta, kenapa gak sejak awal kamu ceraikan dia"
"Kenapa kamu membiarkannya menderita bersama mu" Ata hanya terdiam mendengar semua cacian Dion.
Ingin rasanya Dion mengarahkan bogem ke muka yang kini penuh air mata.
"Cukup, kamu salah paham" Dimas berusaha menghentikannya.
"Ata tak ada niat untuk menceraikan istrinya semua ini salah paham"
Ata semakin terisak mendengar setiap kalimat Dimas, andai saja sejak awal dia tak membiarkan ke salah pahaman ini mungkin Leta akan baik-baik saja.

"Ata....." kedua orang tua Leta memasuki ruang tunggu di ikuti Leni di belakangnya.
Mata Ata memerah melihat Leni, ingin rasanya menghajarnya jika tak ingat dia itu perempuan.
"Kenapa bisa begini apa yang terjadi?" tanya Papa Leta.
"Bagaimana dengan Leta?" Tanya mama mertuanya.
Semua pertanyaan itu kini tak sanggup untuk di jawabnya.

Leni menghampirinya, duduk di sebelahnya seolah ingin menghibur Ata yang sebenarnya hancur karena ulahnya. tangannya memeluk Ata. Namun Ata menepisnya.
"Pergi dari sini?" Teriak Ata.
"Aku muak melihat mu, kamu benar-benar berhati iblis, di mana akal sehat mu, sehingga kamu tega membuat Leta seperti ini?" Ata benar-benar marah.
"Apa???" Kedua mertuanya terkejut.
"Kamu salah paham Ta, aku gak ada niat buat nyakitin Leta, aku cuma mau memberi tahu yang sebenarnya" pembelaan Leni seolah dia benar.
"Cukup..." teriak Ata.
"Ata please jangan kayak gini" Leni merengek, memohon pada Ata.
Ata menepis tangan Leni, hingga Leni jatuh tersungkur.
"Ata aku mencintai mu" Dimas membantu Leni berdiri lalu menyeretnya meninggalkan ruang tunggu. Agar Leni tak semakin membuat kekacauan.
"Keluarga ibu Leta" seorang suster memanggil.
"Iya sus, saya suaminya" jawab Ata berdiri.
"Begini pak, kondisi ibu Leta cukup buruk beliau mengalami patah tulang pinggang dan itu sangat berbahaya bagi ibu dan bayinya" seorang dokter di samping suster menjelaskan.
"Lakukan yang terbaik dokter saya mohon selamatkan istri saya" Ata memohon air matanya terus saja mengalir deras.
"Tapi....." dokter menghentikan kalimatnya
"Tapi apa dok?" tanya papa Leta khawatir.
"Kami harus menyelamatkan ibunya, maaf jika bayi dalam kandungan ibu Leta tidak dapat di pertahan kan" kalimat Dokter yang seakan menghujam jantung Ata.
"Apa dok?" Ata tak percaya.
"Maaf pak hanya itu jalan satu-satunya untuk menyelamatkan ibu Leta, 30 menit lagi kami akan melakukan operasi, tapi kami masih harus menunggu dokter kandungan ibu Leta dan bapak harus menandatangani surat persetujuan"
"Boleh saya menemui istri saya" pinta Ata.
Walaupun sebenarnya hal itu tak di benarkan, namun dokter mengizinkan hanya untuk beberapa menit.

Ata pun masuk ke dalam ruang IGD dengan kain berwarna hijau di tubuh, penutup kepala dan masker di mukanya.
Leta terbaring dengan selang di mana-mana, alat kedokteranpun terpasang di sekujur tubuhnya.
Ata berdiri di samping ranjang, menyentuh tangan kecil yang biasa membuatkannya sarapan, mencubitnya, menggengam juga memeluknya.
"Maaf in mas Ata ya sayang, sungguh bukan seperti ini yang mas mau" Ata terisak
"Bunda harus bertahan demi aku demi kita"
"Junior....."terdengar sayup Leta menyebut bayi kecil dalam perutnya. Air matanya pun menetes dari ujung mata dengan mata yang masih tertutup.

"Maafin ayah junior...." Ata kembali terisak mengingat bayi itu tak kan terlahir ke dunia.
***

Operasi sudah berlangsung selama 5 jam namun dokter masih juga belum keluar dari ruang operasi.
Kedua orang tua Ata sudah tiba di rumah sakit beberapa jam yang lalu.
Kini mereka beramai ramai menunggu kabar baik dari dokter.
Setiap lantunan doa keluar dari mulut mereka. Berharap Leta selamat dan baik baik saja, walapun mereka sedih harus mengikhlaskan cucu pertama.

Dion tetap berdiri hampir lima jam tak bergerak dari tempatnya. Hatinya kini semakin hancur, kenapa dia begitu bodoh menuruti permintaan Leta untuk mengikuti Ata, andai saja dia mencegahnya semua ini tak kan terjadi.
***

Sehari berlalu setelah bencana itu, namun Leta masih belum sadar dari tidurnya. Dan Dokter belum bisa memastikan keadaannya sekarang, tapi yang terpenting Leta sudah melewati masa kritisnya.
Mereka hanya bisa melihat Leta dari luar, dari kaca besar yang membatasi mereka.

"Ta makan dulu ya" mama mertuanya menawarkan satu kotak nasi.
"Gak ma, Ata gak lapar" jawab Ata datar
"Kamu udah gak makan dari kemarin juga belum tidur, nanti kalau kamu sakit kasihan Leta" kini mama mertuanya itu mulai berurai air mata.

Bagaimana Ata sanggup untuk makan ataupun tidur, jika Leta masih terbaring menutup mata.
***

"Bagaimana keadaan istri saya dok?" Tanya Ata pada dokter yang memanggilnya untuk menemui dokter.
"Maaf pak, ini sudah dua hari berlalu sejak operasi dan ibu Leta masih belum sadarkan diri"
"Kami para dokter sudah berusaha sebaik mungkin, namun sepertinya ibu Leta mengalami koma"
cukup hati-hati dokter menjelaskan setiap detail keadaan Leta saat ini.
Tapi yang bisa di tangkap Ata hanya, "saat ini  Leta sedang koma", dan entah kapan istrinya itu akan bangun. Dokter hanya menyarankan supaya keluarga berdoa agar Leta segera sadar.
***

Setelah berhari-hari tak ada satupun yang bisa masuk ke ruang rawat Leta, kini dokter mengizinkan, walaupun tak semua orang bisa masuk bersama. Setidaknya ada yang bisa melihatnya, dan mengajaknya bicara.
Ata terlihat begitu lusuh karena sudah berhari-hari berada di rumah sakit, makan, tidur dan mandi di rumah sakit. Pandangannya pun kini lebih sering kosong seperti hidup tapi tak bernyawa.

"Ta kamu pulang ya, istirahat biar mama yang jaga Leta di sini"suruh mama mertua Ata yang setiap hari datang menemaninya menjaga Leta.
"Mama gak mau kamu sakit saat Leta sudah sadar nanti"
"Nanti mama akan hubungi kamu kalau ada apa-apa" mama mertua itu terus membujuk menantunya.
"Sekarang Ata akan temui Leta dulu, lalu pulang, tapi mama harus janji segera hubungi Ata jika ada apa-apa" pinta Ata.

Wajah cantik itu kini terlihat pucat, matanya mulai mencekung dengan pipi yang semakin tirus.
Ata menyentuh lebut pipinya, menciumnya, membisikan kata mesra berharap itu terdengar dan membuatnya membuka mata. Namun Leta tetap tidur dengan tenang.
"Marahlah bun, maki aku, cubit aku" Ata terisak
"Maafkan aku sudah membuat mu seperti ini, bahkan membuat kita kehilangan junior, tapi aku mohon bangunlah" kata Ata penuh sesal.

Bersambung #10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER