*Memori*
"Kenapa kamu gak ngomong dulu sama keluarga dan memutuskannya begitu saja" kata mama Leta marah, menghampiri Leta di atas panggung.
Bukannya senang seperti harapan Leta keluarganya malah marah tanpa alasan, selesai acara, mereka pun pulang ke rumah tanpa banyak bicara lagi padanya.
"Kita harus bicara?" Kata Leni pada Dion.
"Kalian mau ngomongin apa?" Tanya Leta penasaran.
"Pulanglah, bicara pada mama dan papa tentang keputusan mu itu" Leni menatap sinis pada Leta.
"Tapi......." protes Leta
"Udah kamu pulang aja, yang di sini biar aku yang urus, minta antar pulang anak-anak ya"kata Dion pada Leta, menyuruh Leta minta antar pulang salah seorang karyawannya.
Leta pun pergi meninggalkan Dion bersama Leni. Leta berharap mendapat penjelasan sesampainya di rumah nanti, kenapa keluarganya seolah tak setuju dengan keputusannya untuk menikah dengan Dion, bukan kah dulu mereka berharap Dion akan menjadi menantu di keluarganya?.
***
"Kamu sengaja mengambil kesempatan?"tanya Leni marah.
"Apa maksud mu?" Tanya Dion seolah tak mengerti pertanyaan Leni.
"Kamu tahu kan kalau Leta itu masih sah sebagai istri Ata, kenapa kamu malah mengajaknya menikah haaaaah?" Leni menahan marah.
"Bukanya seharusnya kamu senang, dengan begitu kamu bisa memiliki Ata?"
"Kamu pikir aku akan senang jika harus kembali menghancurkan kebahagian mereka, kenapa kamu begitu egois Dion?"
Cinta sudah membutakan Dion, seperti membutakan Leni waktu itu. Namun Leni sadar cinta tak lagi harus di paksakan, ketika cinta itu telah berlabuh ke hati yang lain. Dan mendapatkan kebahagianya di sana.
"Sejak awal bukan aku yang egois, tapi kamu. Kamu yang membuat Leta harus terjebak dalam pernikahan konyol itu" tunjuk Dion pada leni.
"Tapi kamu juga tahu kalau Leta sangat mencintai Ata, dan status mereka...."
"Aku yang akan urus status mereka, soal cinta, itu bisa tumbuh seiring waktu" Dion memotong kalimat Leni.
"Kamu Gila, kamu tahu itu akan berresiko pada kesehatan Leta kalau kamu memberi tahunya tentang masa lalu mereka sebelum Leta mampu mengingatnya sendiri"
Dion tahu itu akan berbahaya untuk Leta tapi apa salahnya jika mencoba, lagi pula ini demi kebaikan dan ke jelasan status Leta.
Dion diam tak ingin melanjutkan pembicaraanya dengan Leni, kemudian pergi meninggalkan Leni sendirian.
***
Sesampainya di rumah Leta tak menemukan siapapun, mungkin kedua orang tuanya sudah beristirahat di kamar, karena jam juga sudah menunjukan pukul 10 malam. Leta menunda untuk bertanya pada kedua orang tuanya, meskipun tanda tanya cukup banyak di otaknya, tentang sikap ke dua orang tuanya yang sedikit tak jelas.
Setelah mandi dan mengganti pakaian Leta merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Kembali memikirkan tentang keputusannya untuk menerima lamaran Dion.
Leta tahu, hati dan pikirannya tak sejalan, hatinya begitu menolak keras keputusannya untuk menikah dengan Dion, namun tak tahu alasan apa yang membuat hatinya tak ingin mencintai Dion, seakan hatinya telah termiliki orang lain. Walaupun harapan untuk bahagia bersama Dion bukanlah hal yang mustahil.
Tiba-tiba Hatinya terasa sesak ketika bayangan seseorang itu kembali muncul, dan membuat matanya sulit terpejam.
"Siapa kamu sebenarnya?"
"Kenapa tak ada seorangpun yang membuat ku mengingat mu?"
"Andai kamu memang ada dan pernah bersama ku, datanglah dan biarkan hati ini kempali pada pemiliknya" air mata mulai membasahi ujung mata Leta, hingga tangisnya pecah ketika bayangan itu masih terus muncul dalam pikirannya dan membuatnya tertidur karena lelah menangis.
***
Tekat Ata sudah bulat untuk menceraikan Leta demi kebahagian Leta. Walau sakit yang di rasa hatinya.
Semalam sepulang dari pesta Ata sudah membicarakan tentang keputusannya itu pada kedua orang tuanya.
Walaupun awalnya menentang, kedua orang tua Ata pun pasrah pada keputusan anak lelaki satu-satunya. Mereka pun tak ingin melihat Ata semakin larut dalam kesedihan.
Ata memacu mobilnya menuju rumah keluarga Leta. Ata tak ingin membuat keputusan secara sepihak, toh menutupi status mereka di hadapan Leta adalah keputusan seluruh keluarga.
"Assalam mualaikum ma...pa" sapa Ata begitu memasuki ruang keluarga.
Mama mertuanya baru saja duduk di ruang keluarga membawa secangkir kopi untuk papa mertuanya.
"Ata.."sapa papa mertuanya.
"Ayo duduk Ta...." suruh mama mertuanya.
"Ada apa tumben pagi-pagi udah ke sini?" Tanya papa.
"Apa Leta di rumah pa?"
"Dia baru aja berangkat"jawab mama
Ata menelan ludah sebelum menyampaikan maksud kedatangannya.
"Ma..pa maaf jika ini akan menyakiti mama dan papa, tapi Ata ingin menceraikan Leta"
Kalimat yang membuat kedua mertuanya terkejut.
"Tapi Ta...."kalimat itu terputus.
"Ata gak mungkin menahan kebahagian Leta lebih lama lagi ma dan membuat semua semakin salah"
Kedua orang tua Leta pun terdiam mendengar kalimat Ata.
"Maaf kan kami nak, seharusnya sejak awal kami membiarkan Leta bersama mu, dan membuatnya kembali mengingat mu" ucap penuh penyesalan dari papa mertua Ata, lelaki tua itu mengenggam erat tangan menantunya itu.
"Maafkan kami Ata...hiks hiks"mama mertuanya pun menangis penuh sesal.
"Ata gak mungkin membahayakan keselamatan Leta demi mengingat dan kembali bersama Ata, mungkin ini memang yang terbaik untuk kami berdua" Ata menahan bulir yang hampir terjatuh dari matanya .
"Maafkan Ata jika selama ini sudah membuat Leta menderita juga membuat kalian kecewa" tambah Ata.
"Jika itu memang keputusan mu kami ikhlas, kami akan berusaha menjelaskan pada Leta, dan semoga semua akan baik-baik saja "
"Terima kasih Pa"
Setelah membicarakan lebih lanjut tentang keputusannya untuk bercerai dengan kedua orang tua Leta. Ata pun pamit.
***
Hari ini Dion sengaja mengajak Leta pergi keluar kantor. Mencari tempat yang nyaman untuk berdua.
Sampailah mereka di sebuah taman di tengah kota, sambil menikmati es krim yang baru saja di belinya. Dion mulai bercerita tentang apa yang mengganjal hatinya.
"Apa?" Leta terkejut setelah mendengar cerita Dion tentang masa lalunya bersama Ata.
Meskipun Dion tahu ini bisa berakibat buruk pada kesehatan Leta juga impiannya untuk menikahi Leta yang bisa saja batal sebelum terlaksana, Dion tak ingin menutupinya lagi, tak ingin rasa bersalah karena memanfaatkan keadaan semakin menghantuinya. Cintanya pada Leta cukup besar namun Dion tak ingin menjadi egois.
"Jangan bercanda Dion, mana mungkin aku pernah menikah dengan calon kakak ipar ku" bantah Leta.
"Ta denger aku, itulah kenyataannya dan sebelum kecelakaan itu terjadi aku bersama mu bahkan sebelumnya aku pun bersama mu, sempat aku berpikir untuk pergi ke bali mengubur jauh cinta ku untuk mu, ketika kamu memutuskan untuk menjadi pengantin pengganti kakak mu, tapi kecelakaan itu dan rasa bersalah karena mengantar mu membuat ku bertahan di sisi mu"
Dion menarik nafas lalu menghempaskannya.
"Tapi aku gak mau jadi seseorang yang seolah memanfaatkan keadaan mu yang tak mengingatnya, dan aku gak ingin cinta ku ini seolah salah " lanjut Dion.
"Tapi kenapa baru sekarang kamu memberi tahu ku, dan kenapa keluarga ku juga menutupinya seolah memang tak pernah terjadi?" Tanya Leta tak percaya.
"Karena kami sepakat tak ingin membuat mu dalam bahaya" Dion menunduk menahan sesak di dadanya.
"Kalian gila...."protes Leta marah.
"Selama ini kalian membohongi ku hanya demi alasan kesehatan ku, lalu sekarang setelah semua seolah baik-baik saja tiba-tiba harus ada kenyataan seperti ini" Leta merasa tak terima.
"Maafkan kami...."
"Kalian gila..."kalimat itu terulang di sela tangis Leta yang mulai pecah.
Dunia Leta seakan berputar, namun Leta tak dapat menemukan memori tentang Ata di sana.
Hingga semua menjadi gelap.
"Leta..."hanya suara Dion yang terdengar memanggilnya ketika tubuh Leta mulai ambruk.
*Leta*
"Ma... Pa gimana kondisi Leta?"tanya Ata sesampainya di depan ruang UGD.
Ata yang sedang membicarakan dengan Dimas tentang perceraianya, terkejut ketika mendengar kabar dari Leni bahwa Leta kembali masuk rumah sakit.
"Sebenarnya ada apa Len?"tanya Ata pada Leni.
"Dion memberitahu Leta mengenai pernikahan kalian" jawab Leta.
"Apa???" Ata terkejut kini matanya mencari sosok Dion, dan menemukannya sedang duduk menunduk meratapi kesalahannya.
"Apa cinta mu begitu bodoh, hingga harus membuat Leta seperti ini" kata Ata pada Dion yang kini ada di hadapanya.
Diom hanya terdiam tak mampu mengatakan apapun.
"Ata hentikan, Leta pasti baik-baik saja." Leni berusaha menenangkan Ata yang kini mengepal tangan hendak meninju Dion.
Kini penyesalan tak hanya di rasakan Dion, namun Ata juga keluarga Leta pun menyesal, kenapa harus membiarkan masalah ini menjadi semakin rumit.
***
Bukan tanpa Alasan mereka menyembunyikan tentang status pernikahan Ata dan Leta.
Amnesia yang di derita Leta bukan hanya karena kecelakaan yang di alaminya. Tapi juga karena trauma yang di alami Leta.
Kehilangan bayi yang sedang di kandung dan kesalah pahaman yang terjadi di dalam keluarganya membuat trauma yang cukup besar. Hingga membuat Otak Leta menyimpan sebagian penyebab luka tersebut termasuk ingatannya pada Ata.
Memaksakan Leta untuk mengingat sebagian masa lalu hanya akan mencederai otaknya, hingga Dokter menyarankan agar Leta menjalani pengobatan dan terapi psikologi. Dengan menyembuhkan kondisi psikologi Leta lebih dulu, kemungkinan sembuh ataupun ingatan yang pulih bisa di peroleh ketika luka di hati Leta sudah terobati.
Namun selama ini Leta menolak untuk menjalani pengobatan karena merasa dirinya baik-baik saja.
Hingga keluargapun pasrah, dan menunggu keajaiban suatu saat ingatan Leta tentang Ata bisa kembali.
***
Namun ternyata pilihan yang di ambil keluarga Leta dan Ata untuk menyembunyikan kenyataan selama ini salah, yang terjadi Leta semakin mengubur dalam tentang ingatanya pada Ata.
Dokter memastikan bahwa kondisi Leta baik-baik saja. Namun sayangnya ingatan itu pun tak kembali.
Setelah sadar Leta tak banyak bicara, dan tentang apa yang di katakan Dion, Leta hanya bilang akan memikirkannya.
***
Hari ini Leta sudah di izinkan pulang, setelah beberapa hari menginap di rumah sakit.
Ata dan Dion sama-sama menjemput ke rumah sakit.
"Dion aku minta tolong antar mama dan papa pulang ya" kata Leta tersenyum tipis.
"Aku akan pulang bersama mas Ata" lanjut Leta, mumbuat dada Dion terasa teriris.
Ata tersenyum lebar, merasa menang dan bahagia akhirnya Leta mau bersamanya.
Leta pun masuk ke mobil putih yang dulu sering di tumpanginya.
Selama perjalanan Leta lebih banyak Diam. Walapun jarak rumah sakit dan rumah cukup dekat, Ata sudah merasa cukup bahagia bisa sebentar bersama Leta hingga senyum terus menghiasi bibirnya.
"Selama ini kita tinggal di mana mas?"tiba-tiba Leta membuka suara.
"Di apartemen" jawab Ata.
"Bisa kita ke sana?" Permintaan yang membuat Ata sedikit terkejut.
"Aku akan hubungi mama" jawab Ata. Tak ingin mertuanya khawatir.
***
Mobilpun sampai di area parkir Apartemen yang dulu di tempati mereka berdua.
Ata membuka pintu apartemen yang sudah tak lagi di tempatinya sejak Leta hilang ingatan dan pulang ke rumah kedua orang tuanya.
"Maaf sedikit kotor karena tak pernah di tinggali lagi sejak...." kata Ata ketika Leta mulai memasuki ruang tamu.
Leta menatap sebagian ruangan dan menemukan foto pernikahannya bersama Ata.
"Aku kira semua itu bohong" kata Leta datar menatap foto pernikahannya.
"Kenapa selama ini tak ada satupun foto di rumah, dan kenapa kalian harus menutupinya?" Tanya Leta kini duduk di kursi.
"Itu...." Ata tak sanggup menjelaskannya.
"Aku gak tahu mas, aku harus gimana. Andaikan ingatan itu kembali apa yang akan aku lakukan, karena yang ada saat ini hanya rasa bersalah pada kak Leni" Leta merasa bersalah.
"Tapi aku mencintai mu" kata itupun meluncur dari mulut Ata. Kalimat yang selama ini di pendamnya.
Leta terkejut mendengar pernyataan Ata. Karena yang ada dalam ingatanya adalah cinta Ata yang begitu besar pada Leni bukan pada dirinya.
"Lebih baik kita bercerai mas, maaf tapi aku benar-benar gak ingin melanjutkan pernikahan kita, andai ingatan ku kembali dan kita tetap di dalam pernikahan ini aku takut akan menjalaninya dengan penuh rasa bersalah"
"Leta mungkin dulu kamu terpaksa menikah dengan ku karena kesalahan Leni, tetapi seiring berjalannya waktu kita saling mencintai, hingga akhirnya ada Junior..."
Ata kembali mengingat betapa bahagia dulu mereka, ketika menjalani pernikahan yang awalnya penuh drama dan bahagia ketika ada Junior, walaupun kini akan berakhir derita.
"Andaikan aku bisa mengingat itu" kata Leta penuh sesal.
Ata meraih sebuah buku yang selama menikah dengan Ata menjadi teman Leta bercerita. Buku yang juga berisi foto hasil USG Junior.
Leta mengambilnya membaca lembar demi lembar, hingga air matanya terjatuh ketika sampai di foto USGnya dulu.
Rasa sakit dan sesal menjalari hati Leta, ketika otaknya tak mampu mengingat setiap tulisan dalam buku tersebut.
Ata pun kini merasakan hal yang sama. Sakit dan tak berdaya. Ingin rasanya memeluk erat wanita yang masih sah menjadi istrinya. Namun takut penolakan Leta akan di dapatnya.
"Maaf mas mungkin memang perceraian yang terbaik untuk kita" kata Leta di tengah isak tangisnya.
"Tapi.... baiklah" akhirnya kalimat itulah yang terdengar, ketika Ata melihat mata Leta yang penuh derita.
"Izinkan aku memeluk mu untuk terakhir kalinya" Ata meminta izin pada Leta.
Akhirnya tanpa bicara Leta memeluk Ata lebih dahulu. Ata pun menangis dalam pelukan Leta berharap semua masih bisa di perbaiki.
***
Dion memutuskan akan pindah ke Bali, meskipun pada akhirnya Leta akan bercerai, Dion tak ingin memaksa Leta untuk tetap bersamanya.
Begitupun Leta, dia tak ingin menjalani hubungan dengan Dion tanpa cinta.
Mereka sepakat hanya akan berteman, tentang cinta yang suatu saat bisa tumbuh mereka pasrahkan pada masa depan.
"Aku akan menunggu mu" ucap Dion menggenggam tangan Leta yang saat ini mengantar kepergianya ke Bali.
"Tunggu di sini saja tidak usah ke Bali" jawab Leta tersenyum
"Aku hanya akan sakit hati jika harus menunggu di sini" Dion tertawa.
Leta meninju lengan tertutup kemeja panjang berwarna putih milik pria yang selama ini selalu bersama Leta Namun tak pernah bisa memiliki hatinya.
"Carilah kebahagian mu, aku pasti akan kembali jika kamu benar-benar menjadi janda" Dion mencium kening Leta sebagai tanda perpisahanya. Lalu pergi meninggalkan Leta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel