*Bertahan*
Pagi ini Leta sudah sibuk di dapur berhadapan dengan bahan makanan juga panci dan penggorengan. Hari ini moodnya sedang baik, bahkan lebih baik dari hari sebelumnya.
"Junior, pagi ini kita masak apa ya?"tanyanya pada janin yang masih dalam kandungan.
"Eeeem...."Leta mengutak-atik sayur mayur yang ada di hadapannya.
"Bagaimana kalau kita buat yang pedas-pedas saja?"
"Junior suka kan?"Leta tertawa
"Tapi ayah gak suka."Ata muncul memeluk pinggang yang mulai menggemuk.
"Ayah....."Leta tertawa mengulang kata itu.
"Kok ketawa?"tanya Ata
"Hihihihih......mas Ata lucu" Leta mencubit pipi Ata.
"Iiih sakit"
"Mandi dulu giiih"
Ata menggeleng mengeratkan pelukannya
"Ayah, junior gak bisa nafas" spontan Ata melepas pelukannya, lalu tertawa.
"Mas....nanti siang ke rumah mama ya?" Leta mengulang pertanyaannya semalam.
Ata hanya diam sibuk meminum kopinya.
"Mas...."
"Gak janji" kata Ata, berusaha menghindari ajakan itu.
Bukan ingin menghindar, Ata hanya sedikit tak siap untuk kembali bertemu Leni. Ata tahu benar watak dan sifat Leni yang tak mudah menerima keadaan juga melepas sesuatu yang masih di inginkannya.
"Apa???"kata itu terucap begitu Leta menjawab dering dari Hp nya.
"Baiklah, siang ini aku akan ke sana bersama mas Ata" Leta menutup telpon itu.
"Kenapa bun?"tanya Ata menyadari wajah Leta yang menegang setelah menutup telpon.
"Kak Leni masuk rumah sakit, dia mencoba bunuh diri" benar saja apa yang di pikirkan Ata, Leni bukan orang yang mudah menerima keadaan, tapi bunuh diri bukanlah pilihan yang tepat.
***
Kaki mereka terasa lemas,begitu memasuki rumah sakit. Tanganpun saling mengenggam untuk menguatkan, berjalan menuju kamar inap terasa seperti berjalan menuju ruang persidangan dengan mereka sebagai penjahatnya.
Kreeeek
Pintupun terbuka, mata mama Leta yang sayu dengan genangan air mata di dalamnya, sedangkan papa tak berada di sana. Papa masih tetap marah.
Leta pun menyadari mata yang sedari tadi menatapnya, mata yang begitu menusuk tajam ketika saling bertemu pandang.
"Ata......"mata itupun menangis. Melihat Ata yang memasuki kamar inapnya.
"Kesana lah mas" Leta berusaha membiarkannya.
Ata menggeleng tanda tak setuju, namun Leta berusaha meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja, "setidaknya ada mama"pikir Leta.
"Jangan tinggalkan aku" Leni pun bangkit memeluk Ata yang berada di samping tempat tidurnya.
Deg.....pemandangan yang begitu menusuk di hati Leta.
Leni terus menangis tak melepas pelukkannya dari Ata.
Ata tahu pemandangan itu menyakiti Leta namun pelukkan itu begitu erat, ingin bertindak kasar tapi takut itu akan menyakiti tubuh Leni yang masih dalam kondisi lemah.
"Lepaskan suami ku"Leta memegang tangan kakaknya lalu menepis jauh.
Ata terkejut melihat Leta mampu melakukannya.
"Kenapa kamu begitu berani bilang dia suami mu" kalimat itu seolah terdengar meledek.
"Dia memang seharusnya bukan suami ku, tapi kebodohan kakak yang membuatnya menjadi suami ku"
"Kami ke sini hanya untuk bersimpati pada mu, bukan membiarkan mu menggambil apa yang sudah bukan milik mu" kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Leta.
Ata terkesima, wanita yang sedang mengandung anaknya itu terlihat begitu mempesona, ketika dia juga bisa marah pada ketidak adilan yang di dapatnya.
"Ayo kita pulang...."ajak Leta.
Ata pun menurut, mulutnya tak sanggup berkata, masih terpesona pada ketegasan Leta.
"Jangan kamu fikir anak itu dan cinta mu yang seumur jagung bisa menggantikan ku yang dulu di gilai suami mu" Leni menunjuk anak yang masih di dalam perut.
"Terserah, aku akan mempertahankannya sampai mas Ata lah yang memilih pergi" mata itu menatap Ata. Berusaha mendapatkan kekuatan darinya.
Leni berteriak memanggil- manggil Ata, seperti orang gila. Membuat suster memasuki kamarnya, kemudian membuatnya tenang dengan suntikan obat penenang.
Ata pun menggandeng Leta, membawanya keluar dari ruang yang memuakkan itu.
***
"Terima kasih..."ucap Ata ketika mereka sampai di apartemen.
Leta tak menjawab dia terduduk lemas di sofa kembali memikirkan Leni, bukan ini yang di harapkan Leta.
"Bun....."Ata menyadari Leta tak sedang baik-baik saja.
Ata pun memeluknya berusaha membuatnya lebih baik, namun Leta malah menangis.
Cukup lama mereka berpelukan, hingga Leta merasa sudah lebih baik.
"Mas....."panggil Leta.
"Apa bun?"tanya Ata
"Setidaknya sekarang bertahanlah dengan ku untuk junior." kalimat yang membuat Ata bingung.
"Maksud bunda apa sih?"
"Suatu saat jika mas Ata ingin kembali pada kak Leni, aku ikhlas mas"
"Bunda ngomong apa sih? Omongan Leni tadi jangan di ambil hati ataupun di pikirkan" Ata mengenggam tangan Leta.
"Aku serius mas, aku sadar posisi ku sejak awal memang sudah salah."kembali air mata itu terurai.
"Posisi ku sudah salah." Kembali Leta mengulang kalimat itu.
Ata melepas genggaman tangannya, dadanya terasa sesak mendengar kalimat-kalimat Leta yang seolah ragu akan cintanya.
"Terserah kalau bunda ragu pada cinta ku, tapi aku tak pernah berpikir untuk kembali pada kakak mu" Ata pun marah kemudian beranjak dari duduknya meninggalkan Leta yang masih menangis.
*Honeymoon*
Leta maklum karena saat ini, Ata sedang marah padanya, marah karena Leta ragu akan cintanya.
"Ya tuhan apa yang harus ku lakukan? Aku mencintai suami ku, tapi aku tak ingin memperkeruh masalah dalam keluarga ku" batin Leta, kembali memikirkan Leni.
Leta terus menangisi ketidak berdayaannya, hingga lelah di mata membuatnya terlelap di atas sofa.
***
Sinar matahari mulai masuk melalui sela gorden ke dalam kamar, membuat Leta terbangun dengan tangan yang sedang melingkar di pinggangnya.
"Mas Ata...."gumamnya, menyadari Ata tak lagi marah padanya dan tak membiarkannya tidur di sofa kemarin malam.
Pelan Leta mengangkat tangan itu, agar tak membuatnya terbangun, namun Ata menyadarinya dan membawa kembali Leta dalam pelukannya.
"Mas....maaf"
"Untuk apa?" Tanya Ata, seolah tak ingat kejadian kemarin malam.
"Aku...."
"Jangan pernah mengulanginya lagi, jangan pernah kamu ragu kan cinta ku, walau cinta ini masih seumur jagung" Ata memotong kalimat Leta lalu bicara dengan mata masih terpejam.
Betapa bahagia Leta mendengar kalimat itu, kini dia yakin bahwa Ata sangat mencintainya.
"Jangan ke kantor, hari ini kita akan pergi ke suatu tempat" ucap Ata, ketika selesai sarapan.
"Kemana?"tanya Leta.
"Bersiap saja, kita akan pergi untuk beberapa hari"
"Kita mau kemana mas?" Tanya Leta bingung ketika Ata membawanya ke bandara tanpa tahu ke mana tujuan mereka.
"Kita mau honey moon" Ata tersenyum.
Setidaknya Ata bisa membawa Leta pergi menjauh dari permasalahan juga Leni, walaupun hanya untuk sementara.
Perjalanan sekitar dua jam menuju kota Apel dari jakarta, dan pesawat akan mendarat di bandara Abdurahman Saleh kota Malang sekitar jam 11 siang.
"Kapan mas mempersiapkan semua ini?" Tanya Leta ketika tiba di malang. Matanya tak henti kagum, menatap sekeliling yang masih banyak di tumbuhi pepohonan.
"Sebenarnya sudah lama, tapi harus tertunda karena masalah akhir-akhir ini" Ata tersenyum kecut, mengingat setiap kejadian yang akhir-akir ini terjadi.
"Terima kasih." ucap Leta mencium pipi Ata.
Ciuman yang membuat pipi Ata memerah.
"Malu Bun, di liatin pak supir thu." Kata Ata menunjuk supir taxi online dengan mata.
Leta tersenyum malu, menyadari supir sedang melihat tingkah mereka dari kaca spion.
Mereka akan menginap di salah satu penginapan di kota wisata Batu. Pagupon namanya salah satu rekomendasi penginapan terbaik dengan suasana hutan dan kamar dengan bentuk yang unik.
Dengan hawa dingin yang akan membuat suasana bulan madu lebih indah.
"Maaaaasssss...."Leta berteriak melihat sekeliling tempatnya akan menginap. Dia berlari-lari kecil mengelilingi taman bunga di area penginapan.
Ata puas melihat Leta tersenyum bahagia sejenak melupakan permasalahan yang sedang di hadapinya.
Ata pun berlari menghampirinya.
"Awas hati-hati, ingat yang di dalam perut" kalimat yang seketika membuat Leta berhenti dari lompatan-lompatan kecil, lalu tertawa.
"Ayo masuk, udaranya dingin"kata Ata membuka kamar penginapan.
"Buat foto prawed pasti bagus" gumam Leta. mengingat salah satu pekerjaannya.
"Udah sejauh ini masih aja mikirin pekerjaan" protes Ata mendengar gumam Leta.
Leta tersenyum lalu memeluk Ata yang sedang membuka salah satu jendela kecil di samping tempat tidur.
Pelukan yang begitu hangat, membuat Leta tak bisa menolak ciuman yang di daratkan Ata di atas bibirnya.
"Aku tutup saja cendelanya, kita istirahat dulu nanti kita pergi keliling kota ini" kata Ata menutup jendela kemudian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur di susul Leta di sampingnya.
"Mas terima kasih...." ucap Leta.
"Sama-sama, mas minta maaf ya atas tindakan mas kemarin"
"Aku juga minta maaf, tapi....."Ata menutup bibir Leta dengan dua jarinya. Tak ingin merusak suasana bulan madunya dengan kembali mengingat Leni.
"Heiii junior, bilang sama bunda mulai sekarang gak boleh sedih lagi, harus bahagia demi junior" Ata menyentuh lembut perut Leta, mengajak bicara janin di dalam perut.
Mereka pun beristirahat melepas lelah setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta menuju Malang.
***
Setelah semalam menghabiskan waktu di Alun-alun kota dengan menyantap berbagai macam makanan dan menikmati hiburan. Pagi ini mereka berencana menghabiskan waktu mengunjungi beberapa wahana wisata yang cukup terkenal hingga ke seluruh indonesia. Beruntung mereka pergi liburan sebelum weekend, sehingga tak terlalu ramai dan mereka bisa menikmati suasana liburan mereka.
"Kalau capek bunda ngomong ya? Jangan terlalu di paksakan kasihan junior" Ata mengingatkan Leta, yang tampak bersemangat seperti tak sedang hamil.
***
"Capek?"tanya Ata ketika melihat Leta sedang memijit kakinya.
Leta mengangguk, menyadari semangatnya hari ini membuatnya lupa jika sedang hamil, sehingga tubuhnya pun terasa begitu Lelah.
"Sini...."Ata pun meraih kaki mungil itu kemudian memijitnya dengan lembut.
"Mas, nanti kalau junior lahir, kamu lebih sayang aku apa junior?" Tanya Leta, mengingat Ata begitu perhatian padanya ketika junior masih di dalam perut.
"Kenapa sih pertanyaan kamu selalu aja ngeselin?"kata Ata menarik hidung Leta.
"Kalau aku...pasti lebih sayang sama kamu." Ucap Leta.
"Kenapa?"
"Karena kamu ayahnya junior"kalimat yang membuat Ata gemas hingga membaringkan tubuh Leta. Membawanya dalam hangat ciuman, sentuhan dan....... Mereka melakukannya lagi.
"sayang ya udah ada junior, pengen tiap hari jadi gak bisa, padahal lagi bulan madu" Ata tersenyum genit, membuat Leta gemas lalu mencubit perut yang masih berada di atas junior.
"Iiiiih sakit Bun" rengek Ata.
"Masih sakit aku, udah hamil suaminya pengen ginian terus"
"Emang sakit?" Tanya Ata heran.
"Kalau sakit kenapa gak bilang" kata Ata tiba-tiba tak bersemangat.
Leta tertawa melihat muka Ata yang kecewa.
"Sakit-sakit......." bisik Leta membuat Ata tertawa lalu kembali bersemangat "aa..ahh"
***
Pagi ini pagi terakhir mereka di Malang. Hari ini mereka sudah berencana untuk berbelanja oleh-oleh untuk teman dan keluarga. Karena besok mereka sudah harus kembali ke Jakarta.
"Pengen deh tinggal di sini saja" ucap Leta dengan bibir manyun.
"Terus kerjaan kita gimana?" Tanya Ata sambil menyantap sarapannya.
Leta tak menjawab, dia sadar tanggung jawabnya juga sedang di tunggu untuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah terlalu sering di ambil alih Dion dan Sasa.
Dert...dert Hp Ata berdering.
"Siapa mas?" Tanya Leta.
"Satpam Apartemen" nomor yang sebenarnya jarang menelpon meskipun sedang ada masalah di apartemen.
"Hallo iya pak" Ata menjawab telpon itu, namun tiba-tiba beranjak dari duduk meninggalkan sarapannya. Membuat Leta bingung menatapnya.
"Kenapa mas?"tanya Leta, ketika Ata kembali duduk di tempat semula.
"Gak papa..." jawab Ata berbohong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel