[Arman]
Sore ini Sandi menelepon, dia bilang sedang ada di Jakarta. Sandi mengajakku ketemuan di rumah Anton teman semasa kuliah kami dulu. Ternyata rumah Anton berada satu jalan dengan rumah Risa. Kami janjian pada ba'da isya.
Di rumah Anton kami ngalor ngidul membicarakan banyak hal. Dari mulai pekerjaan dan bisnis kami masing-masing serta bernostalgia ketika kami masih kuliah.
"Man, gue tadi siang ketemu Dewi di Mall pas gue lagi jalan-jalan sama anak bini. Dia lagi mesraan dengan laki-laki di restoran. Dari tampilannya sih tu laki-laki orang tajir, Bro .... " Ngapain sih Sandi ngomongin Dewi. Emang gue pikirin wanita itu mau jalan sama siapa?
Aku hanya tersenyum kecut mendengar cerita Sandi.
"Dari dulu dia emang ga berubah ya. Untung udah loe putusin, Man. Mana udah om om lagi tu laki. Tampang pas-pasan. Kalo gue perkirain tu orang umurnya hampir 50an," lanjut Sandi.
"Yang penting kan tajirrr ...! " sambung Anton. Sontak mereka berdua tertawa terbahak-bahak.
"Udah-udah ... Ga usah bahas Dewi," ujarku kemudian.
"Ga penting banget!". Aku nyengir kuda melihat Sandi dan Anton kembali terbahak.
"Eh, udah malam nih. Gue pamit dulu ya!" Ku lihat sudah jam setengah 10 malam.
Aku dan Sandi pun beranjak dari rumah Anton pamit. Ternyata di luar langit penuh dengan awan mendung. Mudah-mudahan sebelum hujan aku sudah sampai di rumah, harapku.
Tidak berapa lama hujanpun mulai turun, semakin lama semakin lebat.
Tiba-tiba Mama menelepon, karena hujan yang deras, Beliau suruh aku singgah ke rumah Risa sebab khawatir, teringat peristiwa kecelakaanku waktu itu. Aku iyain biar Mama tenang. Lagian ada Rino di rumah Risa. Jadi kami tidak berduaan.
Kuketuk pintu rumah Risa ketika sampai. Kemudian kuucap salam setelah Risa membukakan pintu. Risa pun menjawab salamku.
"Bapak kok hujan-hujan ke sini?" Risa bertanya dengan nada yang agak ketus. Aku jadi ga enak hati.
Hemm, wanita yang bayangannya selalu singgah di sepiku ini kenapa, tumben. Ah, tapi dia tetap manis, walau lagi jutek begini.
Kemudian aku jelaskan kalau aku dari rumah teman di ujung jalan. Karena hujan, Mama menyuruhku singgah saja di rumah ini.
"Hemm, ga keberatan sih, Pak." Wajahnya berubah ga jutek lagi.
"Tapi Rino-nya juga sudah pulang ke Jogja tadi siang ..., " lanjutnya.
Waduh! Aku cuma berdua dong sama Risa di rumah ini sekarang. Eh, ada 'Alim deh calon anakku yang lucu dan cakep kayak calon ayahnya. Hehe.
"Oooh, Rino sudah berangkat balik ke Jogja? Ya sudah kalau begitu saya pamit pulang saja, Risa." Aku pamit pulang aja. Ga nyaman berduaan begini.
"Eeeh, ja-jangan, Pak! Benar kata Bu Irma, bahaya hujan lebat gini di jalan. Tunggu aja hujannya reda sebentar lagi. Ntar saya bikinin kopi susu dulu ya .... "
Baru saja kumau membuka mulut lagi, hendak menolak usulannya. Eeh, wanita ini sudah ngeloyor ke belakang. Huuuft, ya sudah duduk lagi deh.
Tak lama Risa pun keluar membawa secangkir kopi susu di hadapanku.
"Diminum, Pak kopi susunya." Risa mempersilahkan.
"Iya," sahutku seraya mengambil cangkir dan meneguk isinya. Hangat dan nikmat.
Hemm. Kenapa Risa menatapku seperti itu. Yaa Alloh, senyum manisnya ... Darahku terasa berdesir. Astagfirullah mana cuaca hujan dan dingin begini. Pikiranku jadi kacau.
Ah, telepon Mama dulu. Siapa tahu di arah rumah ga begitu lebat hujannya aku mau pulang. Takut setan terus mengacaukan otakku.
Hape Mama aktif, tapi ga diangkat. Huuuft, mungkin beliau sudah tidur.
"Mau nelpon siapa, Pak?" tanya Risa.
"Mama, mau nanya di sana lebat juga ga hujannya. Tapi kayaknya Mama sudah tidur," jawabku.
Kulihat jam di layar hape. Hari semakin larut. Tapi hujan tak kunjung mereda, malah makin deras dengan kilat yang menyambar-nyambar. Aku sungguh tak nyaman dengan situasi ini. Pikiranku semakin ga karuan berada berdua dengan Risa. Dia wanita yang sering hadir dalam sepiku, kini kami berada berhadapan di malam dingin. Otakku jadi ga beres ... Astagfirullah. Ku beristigfar berkali-kali di dalam hati.
"Sebaiknya Bapak menginap di sini saja, kamar Rino kan ada." Risa berkata membuyarkan pikiran kacauku.
"Hemm, saya jadi ga enak sama kamu, Risa."
"Ga papa, Pak. Namanya juga lagi hujan begini. Mari saya antar ke kamar," lanjut Risa sambil beranjak dari tempat duduknya. Akupun mengekorinya menuju kamar Rino.
Dari belakang saja dia terlihat menggoda. Padahal dia pake hijab. Aaaarrrggg! Otakku makin ga waras rasanya!
Setelah Risa memberikan selimut dan mempersilahkan aku istirahat, dia pun keluar dari kamar Rino. Aku menghempaskan udara setelah menarik nafas panjang berusaha menetralkan rasa.
Di atas tempat tidur pikiranku melayang. Hemm, benar kata mama sebaiknya aku cepat melamarnya.
Beberapa waktu belakangan ini aku memang agak sibuk di perusahaan. Ada dua proyek yang sudah dekat waktu deadlinenya. Baru tiga hari ini aku mulai santai, karena proyek tersebut sudah rampung. In syaa Alloh aku akan segera melamarnya dua atau tiga hari ke depan. Semoga semua berjalan lancar. Nanti aku ajak Mama ke rumah ini.
***
Aku terbangun dari tidur karena panggilan alam. Kulihat waktu menunjukkan hampir jam 2 dini hari. Kandung kemihku terasa penuh, harus dikeluarkan kalau ga mau jadi penyakit. Hehe.
Aku pun keluar kamar hendak ke toilet belakang. Kususuri dapur rumah Risa. Hemm, aku seakan tak asing dengan rumah ini. Entahlah ....
Setelah selesai buang air kecil, aku keluar kamar mandi. Tiba-tiba ada suara.
Praaaaang!
Aku terkejut, ternyata ada Risa berdiri dengan raut yang tak kalah kagetnya denganku.
Melihat pemandangan indah di hadapan membuat jantungku berdebar, darahku berdesir hangat.
Rambut bergelombangnya yang terurai membingkai indah wajah Risa, membuat ia semakin cantik. Maa syaa Alloh ... Pakaian tidurnya yang uh! Seksi sekali ... Kancingnya terbuka memperlihatkan apa yang ada dibaliknya, hemm.
Waktu seakan terhenti seketika. Aku terpesona dengan makhluk indah ini ....
"Auw!" Pekikan kecil Risa membangunkanku dari keterpanaan. Astagfirullah! Aku beristigfar di dalam hati.
Kulihat ada pengki dan sapu di dekatku, langsung kuambil dan kubersihkan lantai yang berserak pecahan gelas kaca yang disenggol Risa.
Sementara Risa meringis memegangi kakinya yang berdarah.
Setelah selesai membersihkan lantai, kucabut beling yang melekat di telapak kakinya. Lalu kuangkat ia menuju ke dalam kamar. Dan kuletakkan di atas ranjangnya. 'Alim sedang nyenyak di sana.
Kucoba mengontrol dadaku yang bergemuruh. Kuasai dirimu Arman ... Huuuft.
"Ada obat luka ga?" tanyaku kemudian.
Risa membuka laci nakasnya mengambil sebuah kotak P3K. Aku pun langsung mengambil kotak itu dari tangannya.
Dengan detakan jantung yang tak beraturan kubersihkan kakinya dari darah yang mengalir, kutiupi lukanya ketika ia refleks menarik kakinya karena perihnya terkena cairan revanol. Yaa, Alloh jantungku seakan mau lepas rasanya dengan posisi seperti ini.
Setelah selesai membalut lukanya, aku pun pamit hendak kembali ke kamar Rino.
"Saya permisi dulu, Risa .... " Kutundukkan pandanganku berusaha mengatur perasaan yang sedari tadi sudah tidak karuan.
Ketika ku berbalik, tiba-tiba tangan Risa menahan lenganku. Hhhhggg! Aku ga tahaaaaannn ....
Risa menarikku perlahan agar mendekatinya. Gemuruh di dada ini sudah benar-benar tak beraturan. Ia membelai wajahku dengan lembut .... Yaa, Rabb. Aku tak mampu menolaknya. Apakah aku akan kalah dengan setan? Huhuu .... Akalku menolak tapi tubuhku meminta lebih.
"Bang Armaaan, Risa kangeeeeenn .... " suaranya yang kini serak semakin menggugah gairahku yang membuat akalku seakan lenyap entah kemana.
Akhirnya terjadilah apa yang seharusnya tidak terjadi. Kami melayang ke langit cinta dengan penuh kenikmatan. Lepaslah semua yang ada pada kami. Udara dingin menyelimuti aktivitas kami yang panas. Namun heran, bibirku refleks mengucap 'Bismillah' tanpa suara ketika memulainya.
"oohh....." Desah suara Risa semakin menghilangkan otak warasku. sampai akhirnya...
***
Setelah selesai, Risa terlihat lelah, ia pun terlelap. Rona bahagia terpancar di wajah cantiknya.
Tapi penyesalan seketika datang menyergapku. Kuremas rambutku. Aaaarrggg! Batinku merutuki perbuatan bodohku.
"Apa yang sudah aku lakukan? Astagfirullahal 'adziim .... " Aku berbicara dengan diriku sendiri.
Waktu menunjukkan pukul tiga. Aku segera ke kamar mandi belakang membersihkan diri. Aku menangis tergugu di dalam kamar mandi.
"Bodoh! Bodoh! Bodoooh!"
Aku memang bodoh! Mengapa harus melakukan ini? Padahal aku akan melamarnya sebentar lagi! Mengapa harus memulainya dengan perbuatan nista!
Selesai mandi, Aku termenung di ruang tamu. Merenungi ketololan yang barusan aku perbuat.
Sayup-sayup terdengar lantunan ayat suci Alqur'an dari masjid. Akupun pergi dari rumah Risa tanpa pamit.
Kusinggah ke masjid terdekat. Shalat subuh berjama'ah. Setelahnya aku shalat taubat, berdzikir dan berdoa dengan derai air mata. Aku berharap Yang Maha Pengampun akan sudi mengampuni aku.
***
"Mas ... Mas .... " Tubuhku terasa digoyang seseorang.
Subhanallah. Rupanya aku tertidur di dalam masjid.
"Maaf, Mas. Karpetnya mau dibersihkan sebentar ..., " Kata seorang lelaki paruh baya yang barusan membangunkanku.
"Eh, iya, Pak. Maaf saya ketiduran," sahutku.
Bapak tersebut hanya tersenyum mengangguk.
Aku pun beranjak dan pergi dari masjid. Sebaiknya aku pulang, sudah hampir jam setengah sepuluh rupanya.
Setelah sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar. Tak kuhiraukan Mama yang heran dengan sikapku.
Baru saja kuganti bajuku, tiba-tiba Mama masuk ke dalam kamar setelah mengetuk pintu.
Aku duduk di pinggir tempat tidur dengan wajah tertunduk.
"Arman, kamu nginap di rumah Risa ya?" tanya Mama.
"Iya, Ma."
"Oh ... Kan ada Rino ya. Ayo kita sarapan!" lanjut Mama sambil memegang tanganku.
"Arman ga lapar, Ma .... "
"Kamu sudah sarapan di rumah Risa?"
Aku hanya menggeleng. Mama mengernyitkan dahinya.
"Kamu kenapa, Nak?"
"Ma .... " Mataku terasa panas, bulir bening hampir jatuh dari pelupuknya.
Mama menyentuh bahuku. Air matakupun berderai.
"Ma ... Arman sudah melakukan dosa besar .... "
Mata mama seketika nanar.
"Maksud kamu apa, Arman?!"
"Maaf, Ma ... Arman sudah mengecewakan Mama."
Sepertinya mama tahu apa yang aku maksudkan. Tiba-tiba ....
Plaaak!
Pipiku panas kena tamparan Mama.
"Habis dzuhur kita ke sana!"
Mama berlalu dengan penuh emosi, kulihat dari sudut mataku, Mama nyaris menangis.
Braak!
Pintu dihempas begitu saja oleh mama setelah keluar kamar.
Aku pun semakin tergugu. Yaa Rabb, ampunilah hambaMu ini ....
==========
[Risa]
Sudah enam bulan sejak terbukanya kebenaran tentang hubunganku dengan Bang Arman. Sebulan setelah kejadian itu, Mama Irma mengadakan walimatul 'ursy untukku dan Bang Arman. Padahal kami tidak mengharapkan hal itu, tapi Mama memaksa. Ya sudah kami menurut saja.
Aku sangat bahagia, saat ini keluarga kami telah utuh. Aku sangat bersyukur kepada Alloh atas anugerah ini. Aku teringat akan firmanNya, "Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya” (Ath thalaq : 3)
Saat ini Mama Irma memutuskan, Bang Arman tinggal bersamaku di rumah kami.
Awalnya Bang Arman mengajak Mama untuk sama-sama tinggal dengan kami. Tapi mama menolak karena tidak mau meninggalkan rumahnya yang penuh kenangan.
Agar tidak kesepian, Mama Irma mengajak salah satu sepupunya yang ditinggal mati suaminya, dan tidak memiliki anak, tante Nafisah untuk tinggal bersama. Sebelumnya ia tinggal dengan adik Mama Irma di Bandung.
Kamipun hidup normal layaknya keluarga bahagia lainnya. Terasa begitu lengkap karena 'Alim tumbuh dan berkembang dengan sempurna. 'Alim sudah mulai pandai merangkak.
Hari ini pukul 10.15 WIB aku pulang dari apotek membeli tespack, soalnya aku merasa mulai mual muntah seperti hamil muda dulu.
Padahal sejak selesai nifas, aku baru haid di usia 'Alim ke lima bulan. Baru dua kali haid, eh udah ga haid lagi sekarang. Seingatku aku dan Bang Arman sudah melakukan usaha 'KB alami'.
Aku maunya 'Alim punya adik setelah full dua tahun mendapat ASI.
Di kamar mandi akupun memperhatikan garis di tespack. Satu atau dua yaa ....
Setelah tahu hasilnya. Aku keluar, Langsung aku ambil hapeku untuk menelepon Bang Arman yang sedang di kantor.
"Assalamualaikum istriku sayang .... " sambut suara Babang Cayang dari seberang sana.
"Wa 'alaikumussallam. Abaaaang .... "
*END* (TAMAT)
==================================
Note:
Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang sudah diangkat menjadi sebuah film. Mungkin pembaca pernah nonton filmnya yang berjudul "THE VOW". Cuma tentu saja alurnya jauh berbeda.
Salam Pengarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel