"Rencana kamu setelah lulus SMA mau kuliah di mana, No?" tanya Pak Arman di sela-sela makan malam kami di rumah baru.
"Alhamdulillah Rino dapat beasiswa di fakultas kedokteran di UG* Jogja, Bang." jawab Rino.
"Oh, gitu. Hebat juga kamu bisa dapat beasiswa di universitas ternama itu ya.
Nanti kamu ngekost gitu di sana?" Pak Arman memandangku dan Rino bergiliran.
"Tenang, No. In syaa Alloh abang dukung kamu meraih cita-citamu jadi dokter itu." lanjutnya dengan senyum mengembang.
"Iya, Bang. Rencana Rino ngekost di sana. Makasih banyak, Bang atas bantuan dan dukungan Abang. Rino janji ga bakalan ngecewain Abang dan Kak Risa. Rino akan belajar serius!" jawab Rino sumringah.
"Harus itu. Ya, Ris?" seru pak Arman sambil menegurku.
"Eh, iya Pak ..., " jawabku terbata, dari tadi aku hanya menyimak pembicaraan mereka.
Sejak dari perjalanan menuju ke rumah ini, aku tak banyak bicara, hanya sesekali saja menjawab atau menyambung pembicaraan pak Arman dan Rino. Sehabis akad dan makan-makan, setelah kami sampe di rumah ini tadi sore pun aku di kamar saja rehat, walau belum bisa tidur.
Rino yang memang supel sudah tampak akrab banget dengan mantan Bosku itu, karena sejak hari lamaran, pak Arman sering singgah ke rumah dan ngobrol dengan Rino. Sedangkan aku, masih canggung dan memilih tidak ikut nimbrung jika mereka bertemu.
"Yaaah, kakak! Kok panggil suami masih bapak sih. Hahahaaa ...!" seloroh Rino membuat wajahku terasa memanas.
"Iya nih. Panggil yang mesra dikit gitu, Risa ..," sahut Pak Arman mengerlingkan matanya. Kenapa sih mantan bosku ini jadi genit begini? Hidiihhh ...
"Hemm, iya Pak, eh Abang ... " Ah kenapa aku jadi grogi banget, ga terbiasa.
Walau pak Arman, eh bang Arman sering datang ke rumah kontrakanku dulu setelah lamaran, aku lebih sering berada di kamar atau ruang tengah saja, karena malas dan kagok sekali ngobrol dengannya yang ketika itu masih berstatus orang yang lamarannya sudah diterima, hanya sesekali saja jika ada administrasi yang musti kami lengkapi untuk mengurus pernikahan di KUA waktu itu.
Selesai makan malam dan membereskan meja makan bersama, karena kami punya pembantu hanya melayani dari pukul 7 pagi sampe pukul 4 sore, aku pun menuju kamar tidur. Bang Arman dan Rino masih melanjutkan obrolan di ruang tengah.
Walau tidak ada acara walimah yang mewah, hanya syukuran kecil di sebuah rumah makan tadi siang untuk acara pernikahan kami, tapi badanku terasa lumayan lelah. Sebab kemarin malam aku susah tidur, dikarenakan pikiran melayang entah kemana.
Kulihat jam dinding sudah menunjukkan hampir pukul 7 malam, aku mengganti baju gamisku dengan piyama, kemudian kurebahkan tubuh ini. Aku pun mulai mengantuk dan akhirnya terlelap.
Antara sadar dan tidak, aku merasa ada yang membelai-belai rambutku. Aku terkesiap dikarenakan terasa ada yang mengecup bibirku. Aku langsung duduk dan bangun karena terkejut.
"Maaf, abang membangunkan tidurmu," ucap bang Arman sambil mendekat ke arahku dengan senyum mengembang.
Aku merasa jantungku berdegub sangat kencang di dalam dada. Semakin lama ia semakin dekat.
Bang Arman mau apaaa! Teriak hatiku.
Kemudian di letakkannya telapak tangannya di atas ubun-ubunku sambil merapal doa.
Oh. Aku jadi takut, kirain tadi dia mau ...
"Kamu sudah shalat isya tadi?" tanya bang Arman sambil tersenyum sangat manis menurutku. Hemm.
"Eh, i-iya belum, Bang. Aku lupa ... " Aku baru teringat kalau aku belum shalat isya, mungkin karena tadi begitu lelah, sampe aku ketiduran.
"Ya sudah, shalat dulu sana, abang baru dari masjid tadi sama Rino. Setelah itu kita shalat sunnah berjama'ah." Oh iya, bukankah ada shalat sunnah setelah pernikahan. Aku baru ingat pernah baca-baca tentang itu dulu."
Segera aku pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamar ini, dan mengambil wudhu.
Aku melipat mukena dan sajadah setelah shalat isya dan shalat sunnah pernikahan dengan bang Arman. Ku letakkan di sebuah rak di tepi lemari pakaian.
Tanpa sadar tiba-tiba ada tangan yang memelukku dari belakang, hangat nafas bang Arman terasa di leher kananku, dan aku bergidik kaget dan sontak bulu romaku berdiri karena sensasi yang tak pernah aku rasakan sebelumnya ini.
Bang Arman melepas ikat rambutku, tergerailah rambut gelap panjangku.
"Rambutmu panjang, cantik, abang suka." katanya membuat wajahku merona.
Rambutku memang gelap dan panjang lebih dari pinggang.
"I love you, Sayang ... " bisik bang Arman dengan terus mencumbu leher jenjangku.
Yaa Allooh, help me! Bathinku serasa ingin teriak dan berontak. Tapi aku sadar, bahwa aku sekarang milik suamiku, walau terlalu dini untuk aku mencinta, namun dia berhak atas tubuhku kini.
==========
Bang Arman tiba-tiba menggendong tubuhku dan meletakkan di ranjang king size kami dengan perlahan.
Jemarinya membelai wajahku dan ibu jarinya menelusuri bibirku. Suasana kamar ber-AC ini terasa gerah, jantungku hampir melompat keluar rasanya ketika ia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku memejamkan mata, sambil menahan nafas. Terasa aku butuh pasokan oksigen lebih banyak di ruangan ini.
Tangannya bergerilya melucuti piyama satinku. Badan ini serasa kaku, persendianku seketika menegang. Hal semacam ini pertama kali dalam hidupku. Satu persatu apa yang melekat dalam tubuhku terlepas, hingga pada akhirnya aku tak mengenakan apapun di hadapan bang Arman. Aku begitu malu rasanya karena baru sekali ini aku dalam keadaan begitu didepan laki-laki. Laki-laki yang telah berhak atas tubuhku.
Aku didorong pelan sampai terduduk dipinggir ranjang. Tangan bang Arman masih saja liar sejak tadi dan ditambah pula bibirnya yang gak pernah lepas dari setiap centi tubuhku. Aku sendiri merasakan berdiri seluruh bulu romaku, meskipun berbarengan dengan nikmat yang belum pernah aku rasakan.
Bang Arman sudah diatasku... dan... "auw.. auw... aaaa...aa.." terasa ada benda panas yang menusukku.
Bang Arman berhenti sejenak untuk menenangkanku. Tapi aku mencoba bertahan dengan menggenggam seprei dan bantal. Kedua benda itu menjadi berantakan karenanya.
Beberapa waktu kemudian aku merasakan perubahan rasa sakit yang tadi kualami. Lambat laun semakin terasa nikmat dan semakin memuncak. Aku tak tahan dengan perasaanku. Tanpa dapat kutahan aku menjerit perlahan "oohhh... aaahhh...."
Sementara itu bang Arman semakin menambah iramanya. Dan beberapa menit kemudian diapun mengakhirinya, "aarghh...". Bersamaan itu aku merasakan ada kehangatan yang mengalir didalam tubuhku. "auw..!" aku sedikit memekik karena tidak kuduga bang Arman mengakhirinya dengan hentakan yang kuat. Semoga ruangan dalam kamar ini kedap suara dan tidak keluar.
Yaa Alloh, akhirnya malam ini telah kuserahkan sesuatu yang sangatlah berharga dalam hidupku kepada seseorang yang memang ia berhak untuk itu.
Lepaslah sudah perhiasan yang kujaga selama ini oleh seorang pria, yang sebenarnya belum kurasakan adanya cinta kepada dirinya. Tapi sudahlah, mudah-mudahan hal ini menjadikan jalan bagiku untuk mendapat ridha Rabbku.
***
[Arman]
Akhirnya gadis yang selama ini bayangannya selalu mengganggu malam-malam sepiku berada di satu kamar, satu ranjang bahkan semalam adalah malam terindah sepanjang hidupku.
Tak kepalang tanggung, berkali-kali kami memadu kasih di atas ranjang. Apa seperti ini yang namanya pengantin baru? Hahahaa, rasanya hatiku berubah menjadi taman bunga. Yaa Alloh, terima kasih atas keindahan ini.
Wanita shaleha yang sedang lelap ini akhirnya Engkau takdirkan untuk menjadi jodohku. Walau mama belum mengetahui hal ini, nanti tiba waktunya aku akan berterus terang.
Sambil mengelus dan mengecup lembut pipi wanita yang kini menjadi istriku kubangunkan ia untuk menunaikan qiyamul lail.
"Sayaaang, bangun ..., " Dia terlihat lelah dibalik wajah manisnya, hehe ... Tentu saja setelah melayani hasratku yang menggebu semalaman.
Ku goyangkan sedikit tubuhnya, sambil menggigit kecil telinganya. Dia menggeliat menggemaskan.
"Heemmm, jam berapa ini, Bang?" tanyanya dengan suara sedikit serak menggoda. Ah, rasanya mau kutelan lagi kau manisku.
"Jam setengah 4. Sana mandi dulu, abis itu shalat tahajud." dia pun mulai bangun sambil menarik selimut menutupi tubuhnya.
"Ambilin handuk, Bang." pintanya.
"Ambil sendiri sana." jawabku sengaja mengerjainya. Ku tau dia malu jika harus ke kamar mandi dalam keadaan polos seperti itu. Ga mungkinkan bawa bedcover itu ke kamar mandi.
"Ah, abang ... Cepetan tolong ambilin tu handuuk." sambil memonyongkan bibirnya yang menggemaskan ke arah handuk yang tergantung di jemuran kecil di samping pintu kamar mandi, wajahnya merona.
Aku pun beranjak dari tempat tidur mengambilkannya handuk, sambil terkekeh.
"Ngapain musti malu-malu, abang udah liat semuanya juga."
Diambilnya handuk dari tanganku dan memakainya dengan wajah yang masih merona kayak tomat. Dan bergegas ia berlari kecil menuju kamar mandi setelah melilitkan handuk ke tubuh indahnya.
"Abang ke masjid dulu ya!" aku pamit kepadanya sebelum dia masuk ke kamar mandi.
Dia pun menoleh seraya membuka pintu kamar mandi, kemudian mengangguk pelan.
Aku sudah duluan melakukan qiyamul lail 11 raka'at sementara Risa masih tidur tadi. Sekarang aku mau ke masjid bersiap shalat subuh berjama'ah.
***
"Assalamualaikum, Sayang. Mau masak apa?" tanyaku ketika melihat wanita yang sudah sah menjadi istriku sibuk di dapur dengan ulekan yang dimainkan.
Setelah dzikir di masjid yang tak jauh dari rumah ini, palingan jaraknya 5 menit berjalan kaki dari rumah baru kami, aku pulang bersama Rino yang tadi juga menyusul untuk shalat berjama'ah dan kini mendapati wanitaku sibuk di dapur.
Memang jam segini Bi Atik pembantu kami belum datang, aku mendapatkan rekomendasi pembantu dari pemilik rumah lama. Rumah Bi Atik hanya berjarak sekitar 20 menit berjalan kaki dari rumah ini. Jadi dia pulang pergi dari jam 7 sampe jam 4 sore jadwalnya bekerja. Sedangkan hari sabtu-ahad dia aku liburkan.
Tadi dari masjid Rino langsung masuk lagi ke kamarnya. Katanya beberapa hari ini ia harus sering belajar karena pekan depan dia sudah ujian akhir nasional. Dia pernah bilang, waktu ba'da subuh adalah waktu yang pas untuk dia belajar karena udara yang bersih dan suasana yang masih fresh membuat ia lebih konsentrasi.
"Mau bikin nasi goreng seafood, kebetulan ada udang dan cumi di kulkas. Abang suka kan?" jawab permaisuriku.
"Abang suka aja semua, asal kamu yang buat.. Pasti enak seenak eheemm ...," jawabku sambil mengerlingkan mata.
"Apaan sih!" sahutnya dengan wajah merona indah.
Kupeluk pinggang rampingnya dari samping dan menyesapkan wajahku di ceruk lehernya. Dia menggeliat geli.
"Bang, nanti Rino liat ah ... " Risa meronta lembut melepaskan rangkulan tanganku.
"Hemm, abang bantu apa nih?" tanyaku sambil tersenyum melihat tingkah menggemaskan istri tercinta karena barusan kujahili.
"Apa yah. Itu sawi yang udah Risa cuci abang potongin kecil-kecil ya!" jawabnya, lalu menunjukkan sawi dalam sebuah keranjang di dekat wastafel.
"Siap!" jawabku seraya mengambil pisau dan talenan di rak piring kecil di samping wastafel.
Sambil memanaskan minyak di wajan yang ada di atas kompor, Risa mengambil bumbu yang sudah siap dari batu ulekan. Dengan cekatan ia memainkan spatula dan menggoreng nasi setelah bumbu harum.
Kuserahkan potongan sawi hasil kerjaanku kepadanya setelah ia meminta.
Ah, beruntungnya aku punya istri yang manis, shaleha, menggemaskan, pintar di dapur dan pintar pula di ....
Teringat apa yang terjadi tadi malam, pada awalnya Risa memang terlihat tegang dan sangat kaku ketika aku mulai mencumbu rayunya. Aku pun sebagai lelaki perjaka sebenarnya masih meraba-raba, hahaaa. Wajarlah ... Itu pertama kali buatku dan pasti juga pertama kali buat Risa berhubungan intim. Tapi setelah pergelutan yang kesekian kuperhatikan tubuhnya mulai rileks dan menikmati percintaan kami. Pada akhirnya aku ketagihan dengan bahasa tubuhnya ketika bercumbu mesra denganku. Tebak saja berapa ronde semalam ... Hah!
"Abang, ambilin mangkok besar itu!" pinta Risa membuyarkan lamunanku, ia menunjuk pintu kaca lemari kitchenset di atas kepalaku.
Segera kuambilkan dan menyerahkan mangkok besar plastik foodgrade berwarna hijau itu kepadanya. Risa pun memindahkan nasi goreng yang sudah jadi dari wajan ke dalam mangkok tersebut.
"Hemm, kelihatannya enak," Ujarku.
Risa tersenyum maniiiss banget kepadaku, ah senyummu ini yang selalu menghantuiku. Lalu ia berjalan ke meja makan dan meletakkan mangkok berisi nasi goreng tersebut ke atas meja.
"Risa panggil Rino sebentar, abang tolong ambilin piring yah!" Risa berlalu menuju kamar Rino.
"Okee, Ratuku!" sahutku kemudian berjalan menuju rak piring dan setelah itu menyiapkan 3 piring di atas meja makan.
Bersambung #4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel