Cerita bersambung
Karya : [un_known]
Di sebelah utara pasar, pasar Cokro , salah satu pusat ekonomi daerah itu, berdiri beberapa toko. Satu toko yang nampak paling laris, masyarakat menamakannya Toko Ijo karena warna pintu kayunya yang dominan warna hijau. Toko itu sangat terkenal di masyarakat Cokro dan sekitarnya. Hampir semua alat kebutuhan rumah tangga dijual di situ. Mulai gula, teh, sprei, sapu, pancing, baterei, senter hingga raket badminton ada. Depan toko itu adalah pertigaan jalan. Sisi kanan toko itu adalah pintu masuk ke pasar. Sisi kiri berbatasan dengan dinding toko lain yang berderet di sisi utara pasar itu.
Lokasi Pasar Cokro adalah bekas pabrik gula yang dulu sangat penting menumbuhkan ekonomi jaman penjajahan Belanda. Pabrik itu berdiri sekitar 1830. Namun saat malaise 1930, pabrik gula itu tutup. Lalu bangunannya pun dihancurkan.
Namun sisa -sisa peninggalan pabrik gula dan fasilitasnya masih tetap bisa dinikmati. Ada kolam renang Bale Kambang yang dulu menjadi tempat berenang orang-orang Belanda. Di seberang Pabrik gula ada gedung besar tempat pertunjukkan kesenian sekaligus tempat olahraga yang hingga kini bisa dinikmati. Gedung itu sering menjadi tempat pertunjukan ketoprak keliling. Juga sering dijadikan pertandingan badminton beberapa tahun belakang.
Sempat menjadi tempat pengumpulan tertuduh PKI pada tahun 65 dimana para tahanan ditampung sebelum dieksekusi atau dibawa ke penjara Klaten. Siang hari para tertuduh sering dijemur di halaman depan gedung itu. Anak-anak sekolah sering melihat orang-orang disuruh berbaris lalu dipukuli dengan bentakan-bentakan keras. Mereka para penduduk yang tidak tahu menahu urusan politik harus menanggung beban akibat peristiwa 65. Malam hari mereka diambil dan diangkut truk untuk dibunuh beberapa pemuda di jembatan lalu mayatnya dilempar ke sungai di beberapa tempat.
***
Pemilik toko adalah pak Jarwo. Maka orang menyebut Pak Jarwo Toko ijo untuk membedakan dengan jarwo yang lain. Istrinya termasuk wanita cantik meski sudah mulai beranjak tua. Pak Jarwo adalah anak mantan demang Jatinom di jaman Belanda. Istrinya adalah anak seorang lurah di jaman awal kemerdekaan dari desa Kuwel yang terkenal kerajinan wayang kulit dan sungu (tanduk) untuk dibuat sisir, sisir kutu, susuk rambut, pegangan wayang kulit dan beberapa alat lain.
Mereka punya dua anak laki-laki yang sudah dewasa. Satu masih sekolah satu sudah nikah dan juga mengelola toko di sebelah barat pasar. Tapi toko si anak tidak bisa menandingi larisnya Toko Ijo
Di kalangan masyarakat Cokro nama Pak Jarwo tentu populer sebagai pribumi yang berhasil membangun bisnisnya. Bermula dari toko kecil dikelola dengan telaten hingga perlahan menjadi toko yang paling lengkap.
Selain segala barang ada, yang menarik adalah penjaga tokonya, Sumiati, seorang gadis cantik berkulit kuning yang sedang tumbuh. Para pembeli tidak bisa mengelak jika menatap wajahnya, akan menatap untuk kedua, ketiga dan keberapa kalinya, menikmati kecantikannya. Daya tarik ini menjadi hal yang sering menjadi bisik-bisik di masyarakat.
Sumiati anak seorang pencari pasir di Kali Pusur yang menjadi salah satu sungai penting di daerah itu. Ibunya, Kartiyem, yang cantik, pernah menjadi pembantu di sebuah toko Tionghoa di kota Delanggu . Malangnya gadis Kartiyem saat muda dihamili juragannya. Karena juragannya yang sudah punya bini nggak mau bertanggungjawab maka dia diberi sejumlah uang lalu disuruh pulang.
Lalu Kartiyem kawin dengan pemuda desa itu, bernama Giyono.Keduanya lalu menjadikan sungai di belakang rumahnya sebagai sumber mencari uang dengan menambang pasir. Wajah Kartiyem makin hitam terpanggang matahari tiap hari dan mulai memudar kecantikannya, meskipun gurat-gurat kecantikannya masih kelihatan jika wajahnya diperhatikan lebih teliti. Lahirlah beberapa bulan kemudian bayi kecil Sumiati yang putih cantik. Kedua orangtuanya sangat sabar dan telaten merawat Sumiati.
Sumiati tumbuh menjadi anak yang cantik meski orang tidak percaya bila melihat wajah orang tuanya. Kartiyem dan Giyono sangat menyayangi Sumiati. Saat SD maupun SMP banyak orang terpana melihat ada gadis cantik dengan kulit putih di desa itu. Begitu pun guru-gurunya sering mencuri pandang wajah Sumiati. Setelah Sumiati beranjak besar dan menamatkan sekolah menengah pertamanya, PakJarwo tertarik untuk mengajak Sumiati bekerja di tokonya.
Tidak salah Pak Jarwo mempekerjakan Sumiati yang pintar melayani pembeli dengan geraknya yang cekatan dan sering memberi alternatif pilihan jika barang yang dicari pembeli tidak ada. Sumiati adalah aset penting bagi Pak Jarwo. Sumiati pun kerasan bekerja di toko itu.
==========
"Sum tolong belikan soto pak Marto ya.." bu Jarwo meminta Sumiati.
Sumiati sudah paham, di tengah pasar itu ada soto favorit para pedagang dan pembeli. Soto daging yang gurih karena kaldu itu memang jadi jujukan pengunjung pasar untuk sarapan paginya. Gorengan tempe, tahu isi dan bakwan menyertainya di meja warung.
Orang biasa pesan soto dan teh anget gula batu. Itu paduan yang pas untuk sarapan pagi. Pasar Cokro ramai pada hari Pasaran Pon dan Legi. Sedangkan Wage, Kliwon dan Pahing Pasar Ponggok yang berjarak 4 km dari Cokro yang ramai.
Pak Marto punya anak laki-laki, Sarmo, yang rajin membantu di warung.
"Gimana Sum kerasan kerja di Toko Ijo?"
"Yo dikrasan-krasanke kang. Nggak ada pilihan lain."
"Apa mau bantu aku di sini?"
"Ah emoh...nanti aku mbok gangguin terus.." jawab Sumiati dengan senyum manisnya.
"Mana tega aku Sum." sahut Sarmo.
Sarmo teman sekolah Sumi di SMP Cokro. Mereka sudah kenal lama. Malah dulu sering main gobaksodor bareng ketika SD. Atau main jethungan kalau purnama tiba. Permainan anak kampung yang penuh dengan latihan ketrampilan:.ada keberanian, kerjasama, koordinasi dan kecepatan. Jethungan biasa dilakukan anak-anak saat malam hari. Satu regu sembunyi, regu lain mencari. Sampai larut anak-anak main jethungan. Nanti malam-malam Sarmolah yang mengantar Sumi pulang.
Sarmo sering membantu buka toko di tempat Pak Jarwo saat pagi. Dia pingin dekat-dekat Sumi. Sumi pun senang kalau Sarmo membantu dia. Sumi merasakan kehadiran Sarmo seperti kakaknya. Karena dia nggak punya kakak. Sarmo selalu melindungi dia saat main atau kalau ada yang mengganggu di sekolah.
"Cino gosong...!" begitu teman-temanya sering mengejek. Sarmo selalu menantang anak-anak yang mengatakan itu.
"Awas ya kugajul pantatmu..kalau berani bilang itu lagi" , begitu Sarmo membela Sumi.
Sumi kadang bingung kenapa dibilang cino gosong.
Pernah suatu hari menjelang tidur dia tanya mboknya, Kartiyem.
"Mboke..kenapa orang-orang memanggilku cino gosong?"
"Ya karena kulitmu putih...dab matamu sipit.." jawab mboknya asal.
Mereka tidur di atas amben bambu yang dialasi tikar pandan. Rumah separuh dinding batu bata dan atasnya gedhek.
"lha yang gosong apanya? "
"yo mbuh nduk...wis bobok..besok sekolah.."
Kartiyem meneteskan air mata tapi ia sembunyikan jangan sampai Sumi tahu bahwa dia hasil hubungan cinta yang terlarang.
Entah cinta yang seimbang atau tidak. Juragannya yang dulu, Koh Sanghai, baik sekali sikapnya sama dia. Tapi apakah itu cinta atau memang bawaannya begitu.
Maka ketika suatu pagi dia di toko didatangi Koh Sanghai untuk dicumbu dan diajak berasik masyuk, dia nikmati.
Beberapa kali kejadian itu.
"Jangan ndoro.." pinta Kartiyem ketika dia diminta membuka pakaiannta di kamar belakang toko.
Tolakan itu diabaikan Koh Sanghai. Sebenarnya Kartiyem takut. Tapi beberapa lama justru dia ketagihan. Namun nggak disangka dia lalu sering.muntah-muntah. Nyonyanya tahu itu dan menginterograsinya.
"Kamu kenapa Kar?"
Kartiyem menangis sesenggukan.
"Siapa yang melakukan?"
Kartiyem takut.
Karena didesak terus, dia tefpaksa bilang
"Tu..tu tuan nyah."
"Ha?! Lelaki nggak tahu diri..."
Nyonyah Sanghai segera melabrak suaminya.
Kartiyem disuruh pulang diberi uang untuk biaya melahirkan. Getir hatinya mengingat itu. Dia berdoa semoga anaknya nanti nggak jadi orang susah seperti dia.
"Mbok kok diam saja?" suara Sumi mengagetkannya dari lamunan.
"Nggak nduk..simbok ngantuk..besok harus gogoh wedhi...", ucap Kartiyem sambil mengusap air matanya dengan jarik kemulnya.
Giyono suaminya sedang giliran ronda.
Mereka di rumah cuma berdua.
"Boboklah.."
"Kalau besok diolok-olok cino gosong lagi gimana?"
"Diamkan saja"_ kata Kartiyem sambil mengusap rambut Sumiati.
***
"ini Sum sotonya."
"Nanti uangnya bu Jarwo ya kang yang bayar."
" Iya Sum..hati-hati ya" pesan Sarmo penuh arti.
Sejak Sumiati kerja di Toko Ijo, pak dan bu Jarwo merasa rejekinya membaik.
Maka Sumiati sangat disayangi keduanya, meski cuma pelayan toko.
Toko Ijo semakin memperbanyak jenis dagangan. Orang-orang dari pasar sering mampir ke Toko Ijo untuk kulakan dan dijual lagi di warung di kampungnya.
Bersambung #2
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel