Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Kamis, 25 Februari 2021

Pengakuan Sumiati #3

Cerita Bersambung

"Mas Sindhu belum tahu rumahku. Kalau tahu mas Sindhu akan mundur teratur".
Begitu balasan surat Sumiati untuk Sindhu di Bandung.

Beberapa waktu lalu Sindhu menitip bungkusan berisi kaos dan surat untuk Sumi.
Bungkusan dititip ke Bu Jarwo di Toko Ijo.
Sangat ingin Sindhu mengajak Sumi jalan agar bisa ngobrol lebih enak. Tapi maksud itu belum terwujud karena Sindhu harus pergi ke Bandung.


"Mbak Sum, aku tertarik pada pandangan pertama waktu aku ke tokomu. Belum pernah kulihat wanita secantik kamu. Bahkan teman-teman sekolahku di SMA Klaten tidak ada yang menandingimu".

Begitu baris-baris kalimat yang ditulis Sindhu.
"Kalau liburan aku pulang dan ingin mengajakmu jalan-jalan".

Sumi aslinya tersanjung membaca rangkaian kata penuh bunga itu. Tapi dia harus hati-hati seperti kata mboknya. Mas Sindhu belum mengenal dia sesungguhnya. Mas Sindhu hanya melihat fisiknya.

"Mas Sindhu sekolah yang baik saja, jangan pikirkan Sumi. Sumi cuma penjaga toko, anak tukang pasir."

Itu lanjutan balasan Sumi ke Sindhu.
Sindhu kaget bahwa Sumi anak pencari pasir. Dia nggak nyangka ada anak secantik itu dari seorang pencari pasir. Sindhu masing kebayang sorot mata tajam Sumi yang menunjukkan kecerdasan serta kulit putih bersihnya.
Sungguh pemandangan yang langka di sekitar Pasar Cokro.

" Mas Sindhu nanti di situ akan ketemu mojang Priangan yang cantik, persis Soekarno dulu ketemu bu Inggit."

Sindhu makin kaget dengan wawasan Sumi yang tahu kisah asmara Bung Karno.
Penjaga toko ternyata juga rajin membaca. Sindhu semakin mantap untuk serius dengan Sumi.
Dia akan segera membalas surat Sumi lagi.
***

Pasar Cokro makin ramai. Sarmo masih sering membantu buka dan tutup Toko Ijo di pagi dan sore hari. Upah senyum Sumi sudah cukup bagi Sarmo.
Sumi nggak sampai hati menceritakan hubungannya dengan Sindhu pada Sarmo.
Sarmo teman terbaiknya. Segala hal dia ceritakan pada Sarmo.
Tapi dia ingat kata-kata simboknya bahwa kalau kawin dengan Sarmo dia akan tetap miskin.

Sumi nggak yakin dengan kata-kata itu. Dia yakin hubungan yang dilandasi cinta akan menumbuhkan energi luar biasa untuk maju.

Iya ia yakin itu, meskipun jalannya tidak mudah.
Dia simpan rahasia hubungannya dengan Sindhu karena semuanya belum jelas. Sarmo gimana pun adalah teman bercerita yang baik.
***

Kartiyem mulai hamil. Sepertinya Sumi akan punya adik. Senang perasaan Sumi. Dia akan punya teman main di rumah meski jarak umurnya hampir 20 tahun. Kartiyem.mulai mengurangi kegiatan membantu suaminya mencari pasir. Tentu saja hasil penjualan pasir juga berkurang.

Dia sering dapat bonus dari bu Jarwo karena penjualan toko ijo yang.makin bagus apalagi saat bulan ruah dan puasa, tokonya ikut ramai.
Lumayan dia bisa bantu untuk kebutuhan rumahnya.

Mas Dipo sejak nonton film di bioskop Delanggu itu sikapnya jadi agak beda. Sepertinya justru malu nongol di toko.
Jarang pulang ke Cokro, kalau pulang jarang ke toko. Mungkin juga kuliahnya mulai sibuk. Sumi lebih senang jika mas Dipo tidak ke toko. Dia tidak harus berpura-pura melayani obrolan mas Dipo.

Sumi sesungguhnya juga menanggung beban berat. Dia merasakan ada pandangan Pak Jarwo yang kadang aneh ke dia. Suka nahan-nahan untuk tidak pulang dulu di sore menjelang maghrib. Saat-saat tutup toko, ketika bu Jarwo sudah pulang , pak Jarwo sering aneh. Minta dibantu ini itu. Sumi merasa khawatir.
Hmm...tapi dia nggak mau berburuk sangka.
Apalagi di akhir pekan Pak Jarwo suka memberi bonus jika penjualan meningkat.
Bonus itu diberikan tanpa sepengetahuan bu Jarwo.

Cuma dia sering deg-degan kalau pak Jarwo jalan sambil menyenggolnya. Untuk yang itu Sumi tidak berani bercerita ke siapa pun, takut terjadi keributan. Dia pendam saja sambil berdoa.

==========

Sindhu meski sibuk kuliah tetap rutin mengirim surat dan juga buku buat Sumi.
Dia ingin ikut mendidik Sumi lewat buku-buku yang dia kirim.
Buku apa saja yang dia habis baca dia kirim ke Sumi. Kini dia baru baca _majalah Prisma_ edisi khusus  : Manusia Dalam Kemelut Sejarah, dia kirim.

Buku yang berisi kisah para tokoh kemerdekaan itu dia anggap bagus.
Ada cerita soal Sukarno, Hatta, Syahrir,Tan Malaka dsb. Dia yakin Sumi akan bisa mencerna meski cuma lulusan SMP.

"Sumi, aku serius lho. Nggak masalah aku belum mengenal dirimu tapi aku yakin kau orang baik."

Begitu Sindhu menulis di kertas kuarto putih dengan pena hitamnya. Tidak.lupa dia selalu mengirimnya dengan amplop bergambar patung Ganesha sebagai kebanggaan sekaligus memamerkan ke Sumi.

Sumi Sebenarnya tidak butuh dipameri. Justru dia takut nggak bisa mengimbangi kemampuan mas Sindhu dalam hal apapun.
Kelebihan dia hanya di kecantikannya. Sindhu fisiknya biasa saja.
Mungkin selevel dengan Sarmo cuma ada sisi inteleknya.
Mungkin juga Sindhu anak orang yang cukup berada. Tapi Sumi sesungguhnya belum tahu banyak soal Sindhu.

"Sum baca buku yang kukirim, biar kamu tambah pinter. Miskin harta boleh, tapi bodoh jangan."
Kata- kata yang pasti akan menghentak pikiran Sumi.
***

Di Cokro, Pak Jarwo diam-diam iri kenapa Sumi sering didatangi pak pos. Ada surat ada paket yang ditujukan ke toko ijo.

Pak Jarwo hanya memendam rasa ingin tahu.
Dia sendiri mulai suka mengamati gerak-gerik Sumi yang cantik dan lincah.
Sementara istrinya makin udzur. Ya mereka sudah di atas 60 tahun.
Tapi Pak Jarwo berpikir panjang. Sudah lama dia berumahtangga dengan segala suka dukanya, sudah punya anak bahkan cucu. Jangan sampai reputasi hidupnya rusak gegara perempuan.
***

Minggu siang Sumi menikmati surat dan buku kiriman Sindhu. Suara Eddy Silitonga yang mengalun lewat radio stasiun RSPD Klaten ikut menemaninya.

" Jatuh cinta berjuta rasanya..
Biar malam biar siang terbayang wajahnya..."

(Cak BH  pasti inget kan..mbien senengรฉ nyanyi lagu kui kan  ๐Ÿ˜€๐Ÿ˜€)

Sumi padahal agak sumir mengingat wajah Mas Sindhu yang hanya 3 kali ketemu sebelum ke Bandung.
Dia kadang membaca majalah Prisma itu berulang-ulang untuk memahami tulisan Onghokam tentang Sukarno.
Proklamator yang kesepian di masa tuanya. Ya ikut sedih Sumi membaca itu.
Meski beberapa kata dia nggak paham tapi secara garis besar dia tahu. Dia juga jadi tahu Syahrir intelektual pendiri Partai Sosialis yang sulit berkomunikasi dengan rakyat bawah.

Berkomunikasi dengan Sindhu seakan dia bermimpi, sebuah masa depan yang indah, maju dan mencerahkan. Jauh dari dunianya.
Sementara bermain dengan Sarmo adalah realitasnya sehari-hari, dunianya.

Kemarin mereka main ke Umbul Ingas. Mandi di sungai bening. Naik lalu lompat ke air. Renang kejar-kejaran di air.
Dengan baju basah kuyup lalu beli kacang rebus di pinggir sungai di bawah rerimbunan pohon. Itulah dunianya.
Sarmo selalu membuat dia bahagia.

"Sum, kamu nanti pingin punya anak berapa?"
"Anak yang banyak kang, biar rumah nggak sepi...".
"Tapi kalau rumah kecil mana cukup."
"Ya aku pingin punya rumah besar. Aku nggak mau miskin terus." kata Sumi serius sambil duduk di akar pohon Trembesi pinggir sungai.
"Hmm...apa aku bisa bikin rumah besar buat kamu Sum..", Sarmo seperti harus bertanggungjawab.
"Kang Sarmo harus kerja keras, rajin, biar bisa bikin rumah besar. Hahaa.", Sumi.malah bercanda setelah lihat Sarmo serius.
"Iya Sum..untuk kamu semua akan kulakukan..".
"Bener kang?"
"iya....Sumpah..."
"Ayo kang nyebur lagi..."
Mereka pun berenang  lagi di antara pengunjung lain.

Sarmo berpikir keras bagaimana harus mewujudkan keinginannya.
Kalau cuma membantu bapaknya jualan soto di pasar pasti sulit mewujudkan mimpinya.
Dia ingat pernah diajak pakliknya yang pulang dari Curup, Bengkulu beberapa bulan silam.

" Ayo ikut aku ke Bengkulu. Di sana masih banyak kesempatan Mo."

Sarmo mikir itu kesempatan bagus. Tapi dia belum pernah pergi jauh. Dia juga takut kehilangan Sumi. Maka ajakan pakliknya itu dilupakan.
Tapi omongan Sumi di Umbul Ingas tadi membuat dia mulai berpikir lagi.
Jangan-jangan ini jalannya untuk meraih masa depan yang lebih baik.
***

"Mas Sindhu terima kasih bukunya. Sudah kubaca. Beberapa bab aku nggak.mudeng. Hanya cerita soal Sukarno dan Hatta yang kubaca. Tan Malaka atau Sudirman kulewati. Kasihan ya Sukarno yang kesepian. Tapi hebat Bung Hatta ya, tokoh bersih yang sederhana."

Ya Sumi kadang harus hidup di dunia lain dengan diskusi yang serasa di awang-awang. Sementara urusannya seharihari hanya melayani pembeli di toko dan melihat bapak simboknya nyari.pasir.  Tapi berkat komunikadinya dengan Sindhu hidupnya jadi.lebih kaya.
Ketika ada pembeli yang agak pintar dia bisa ngobrol dengan lebih berisi.
***

Siang hari ketika sepi pembeli, Bu Jarwo sedang rewang di tempat saudaranya, Sumi dikejutkan permintaan Pak Jarwo.

"Sum tolong aku dikeroki ya".

Sumi kaget setengah mati. Ini tidak biasa. Ngeroki bu Jarwo sudah biasa, kalau Pak Jarwo...oh ini aneh.
"Jangan pak..takut."
"Takut siapa?"
"Takut..ini nggak baik Pak."
"Nggak apa2. Aku kan seperti orang tuamu."
"Tapi...."
"Ingat lho..aku sudah sering membantu kamu."
Akhirnya Sumi nurut.

Diambilnya uang koin Rp100 dan rheumason. Di pojok toko di belakang, Pak Jarwo membuka kaosnya lalu duduk di tikar.
Dikerokinya punggung pak Jarwo. Agak kaku dan takut.

"Di bagian.leher Sumi...itu yang pusing.." pak Jarwo memegang tangan Sumi.
"Nggih Pak.."_ jawab Sumi sambil.menepis tangan Pak Jarwo.

Tiba-tiba mereka dikejutkan suara pembeli.
"Kulo nuwun...beli obat nyamuk.."

Sumi pun segera bangkit meninggalkan pak Jarwo dan keluar melayani pembeli.
Agak lama, pembeli ternyata juga membeli barang kebutuhan lain.
Sumi merasa beruntung di selamatkan keadaan.


Bersambung #4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER