Cerita bersambung
Seharian ini Seno tidak benar-benar bekerja, ia hanya duduk diam di ruangannya sambil sesekali menelepon seseorang. Nisa punya rencana seperti itu, sepertinya Seno juga punya rencana sendiri.
Anak buah Seno melihat sikap bosnya yang aneh hari ini mereka bergosip di belakang. Saat Seno keluar dari ruangannya mereka langsung diam.
“Aldi, ke ruangan saya sebentar!” Seru Seno lalu kembali ke ruangannya.
“Hei, kayaknya ada yang terjadi pada bos kita.” Kata Cindy pada Aldi.
“Jangan sok tahu deh …” sahut Aldi.
“Al, nanti kasih tahu apa yang kalian bicarakan ya …” seru Hilman.
“Iye …” kata Aldi lalu pergi ke ruangan Seno.
Aldi mengetuk pintu kaca ruangan Seno.
“Masuk Al.” sahut Seno.
“Ada apa bos?”
“Duduk!” Seno berucap sambil melototi laptopnya. Aldi duduk di depan meja Seno.
Seno menyudahi pekerjaannya, lalu berdeham sebelum menyerukan tujuannya memanggil Aldi.
“Al, lo bekerja di perusahaan ini udah berapa tahun?” Tanya Seno.
Aldi sedikit bingung dengan pertanyaan bosnya yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan. Jangan-jangan gue mau dipecat lagi. Pikir Aldi.
"Enam tahun bos, sejak perusahaan ini berdiri.”
“Ya, elo adalah salah satu foundernya perusahaan gue, dan lo juga yang udah bekerja keras sama gue waktu awal-awal gue merintis usaha periklanan ini. Dari itu gue mau menyerahkan perusahaan gue sama lo selama gue pergi.” Mata Aldi langsung terbelalak.
“Pergi?” Tanya Aldi kaget.
“Iya, gue berencana ngambil program S2 di Inggris. Ya … kurang lebih dua sampai tiga tahun lah.”
“Tapi_ kenapa ngedadak gini bos?”
“Lo bener, ini emang ngedadak banget. Lo tahukan jurusan gue waktu kuliah S1 tidak ada sangkut pautnya dengan kerjaan gue sekarang, dari itu gue pengen kuliah lagi yang sesuai dengan kerjaan gue. Lo tahu kan sekarang beberapa klien kelas kakap lebih memerhatikan latar belakang pendidikan pemilik perusahaan iklan yang akan mereka mintai jasa. Udah berapa kali coba yang tiba-tiba meng-cancel kerjasama sama perusahaan kita cuma gara-gara mereka ngeliat pendidikan gue. Mereka ragu karena gue sarjana hukum, menurut mereka sarjana hukum sama periklanan itu jelas gak nyambung.”
“Tapi kan banyak juga yang tidak peduli dengan selembar izasah ilmu komunikasi terapan advertising, klien yang sudah mengakui kemampuan bos di bidang ini tidak sedikit loh, buanyak banget. Jadi untuk apa buang-buang waktu buat kuliah lagi bos, mending waktu itu dipergunakan untuk mengembangkan lagi perusahaan ini nyari klien sebanyak-banyaknya.” Seno terdiam mendengar celotehan Aldi.
Apa yang dikatakan Aldi memang benar, sebenarnya kuliah lagi itu tidak perlu, karena Seno sudah diakui bahkan menjadi prodigy di bidang ini. Alasan sebenarnya adalah Seno ingin menjauh dari Nisa.
Seno ingin menyelamatkan hatinya, melenyapkan perasaan konyolnya ini, karena Nisa sudah memilih cintanya. Walau sebenarnya Seno tidak yakin bisa melenyapkannya. Alasan yang tepat untuk menghindari Nisa adalah dengan ia pergi sejauh mungkin dengan cara kuliah lagi.
“Keputusan gue udah bulat Al. Secepatnya gue akan pergi. Jadi besok pagi kita rapat buat ngomongin masalah ini.” kata Seno. Aldi merapatkan bibirnya, ia tidak bisa bicara banyak lagi kalau Seno sudah ngomong gitu.
“Gue titip perusahaan gue sama lo Al, gue percaya sama lo.”
“Kenapa saya bos? Kan masih banyak yang lain. Ada Hilman, Wendi, Bayu, Cindy.”
“Gue cuma percaya sama lo.”
“Apa yang bos percayai dari saya?”
“Entahlah … gue juga gak tahu, tapi lo mau percaya atau enggak gue seperti memiliki kemampuan khusus menilai seseorang dengan sangat baik sama feeling gue. Selain karena itu gue memilih elo karena mata lo.” Kening Aldi berkerut.
“Saya gak ngerti maksudnya apa sih bos?” Seno tertawa melihat Aldi yang kebingungan.
“Udahlah, lo gak perlu tahu. Ya udah lo boleh pergi sampaikan sama mereka besok rapat jam delapan.”
***
Sepertinya hubungan Nisa dan Viko berjalan dengan baik, setidaknya itulah yang Seno lihat. Sebulan ini Nisa selalu pulang lewat jam sepuluh dan setiap hari ia terlihat bahagia.
Seno senang melihat Nisa bahagia walaupun dengan cara yang tidak ia sukai.
Seno belum membicarakan pada Nisa perihal rencana kuliah di Inggris walaupun mereka setiap hari bertemu karena setiap mereka bertemu selalu Nisa yang bercerita tentang hubungannya dengan Viko dan tentang perkembangan kesehatan Viko yang mulai membaik.
Tapi hari ini Seno akan memberitahu Nisa, karena lusa Seno harus berangkat.
Malam ini Seno menunggu Nisa di depan pintu apartemennya.
Sesekali Seno melihat jam tangannya, malam ini juga Nisa pulang telat.
Sesibuk itukah dia dengan Viko? Apa aja yang mereka lakuin? Mesra-mesraan? Atau bahkan tidur bareng? Sepasang anak manusia yang sedang dimabuk cinta berdua di rumah yang sepi apa lagi coba yang mereka lakuin? Pikiran Seno sudah mulai kacau.
Tak lama kemudian terdengar suara lift berdenting, lalu sesosok cewek yang sedari tadi ditungguin Seno muncul juga.
“Hai Sen … lo ngapaian di luar? Belum tidur? Udah malem banget loh ini.” kata Nisa.
“Gue nungguin lo.” Sahut Seno dengan nada santai.
“Nungguin gue? Kenapa?”
“Ada yang mau gue omongin. Udah yuk kita ngomong di dalem.” Nisa membuka pintu apartemennya, lalu masuk diikuti oleh Seno.
Sekarang mereka berdua duduk di sofa ruang duduk. “Emang ini masalah penting banget ya ampe harus dibicarakan sekarang gak bisa ditunda besok aja? gue udah capek banget nih.” Tutur Nisa.
“Menurut gue sih penting, tau deh buat lo. Gak lama kok kasih gue waktu sepuluh menit aja.”
“Oh oke, apaan gitu?” Nisa memasang muka penasaran.
“Nis, lusa gue mau pergi.” Ucap Seno datar.
“Pergi kemana? Kalau lo mau pergi jangan lupa oleh-olehnya buat gue.” Kata Nisa.
“Iya, tapi gue gak janji ya, soalnya gue perginya lama.”
“Lama? Tiga hari? Seminggu?” Seno melumat bibirnya sebelum menjawab.
Sampai detik ini ekspresi Nisa masih baik-baik saja, sorot matanya pun masih berbinar.
Tapi setelah Seno menjawab. “Ya … antara dua sampai tiga tahun lah.”
Dari sana mata Nisa langsung memerah dan berkaca-kaca. Dadanya bergejolak, berbagai rasa langsung berkecambuk.
'Seno pergi? Ninggalin gue? Lalu nanti gimana kalau dia gak ada? Apa yang harus gue lakuin tanpa dia? Walaupun sekarang ada Viko tapi Seno berbeda.'
“T_tiga tahun? K_kemana? Mau apa?” Kata Nisa menahan tangis.
Melihat ekspresi Nisa langsung berubah, hati Seno jadi merasa teriris. Tapi sebisa mungkin Seno bersikap tenang.
“Ke Inggris, buat kuliah S2. Lo tahukan gue sarjana hukum sedangkan kerjaan gue bidang advertising. Gue pengen nyari ilmu buat bidang gue itu.”
“Iya tapi kenapa ngedadak gini? Lo gak sekalipun ngebahas ini sama gue lalu sekarang tiba-tiba lo udah mau pergi aja, lusa. Lo nganggap gue apa sih?”
“Sorry Nis, sebenarnya semuanya sudah gue persiapkan selama sebulan ini berkas-berkas juga sudah lengkap. Karena gue lihat lo happy banget sama Viko sekarang, gue gak mau ngerusak kebahagiaan elo cuma karena rencana gue ini. Sebenarnya gue pengen cerita sama lo tapi setiap hari elonya pulang malem dan kelihatannya juga sibuk banget. Jadi_”
Nisa menarik nafas dalam-dalam menahan tangisnya supaya tidak pecah.
“Oke.” Sahut Nisa sambil berdiri.
“Gue ngerti sekarang. Selamat ya buat S2 lo.” Nisa berucap dengan sinis sambil mengulurkan tangan. Seno tidak meraih tangan Nisa. Ia menatap mata Nisa yang siap menumpahkan air mata. Lalu Seno berdiri dan memeluk Nisa.
Dipelukan Seno pertahanan Nisa runtuh juga, Nisa menangis sesenggukan.
“Maafin gue Nis, gue gak bisa nepatin janji gue buat selalu nemenin elo. Tapi kan sekarang ada Viko.” Ujar Seno. Nisa menggeleng di pelukan Seno.
“Enggak Sen, elo sama Viko itu berbeda, elo itu segalanya buat gue, selama sepuluh tahun ini elo selalu ada di samping gue, dan sekarang elo mau pergi, gue beneran gak siap, gue gak sanggup. Karena elo sahabat gue.” Sebelum mendengar kata ‘sahabat‘ hati Seno merekah, tapi saat mendengar kata sahabat sialan itu, Seno memejamkan matanya dengan hati sedih, karena selamanya ia hanya sahabat di mata Nisa tidak lebih.
Sebelum melepas pelukannya Seno mencoba menguatkan hatinya dan menerbitkan senyum di depan Nisa.
“Udah dong lo jangan mewek gini, jelek tahu. Hei, gue kan gak akan pergi selamanya, nanti gue juga balik lagi, dan saat gue balik lagi siapa tahu lo udah merrid sama Viko, iya kan?”
“Tapi pacar lo gimana Sen? Dia pasti sedih banget.”
“Enggak, gak ada yang sedih sampe mewek-mewek selain elo. Gue kan jomblo.” Mata Nisa terbelalak mendengar pengakuan bahwa Seno jomblo.
“Lo jomblo? Mana mungkin, terus cewek-cewek yang sering elo ceritain ke gue itu siapa?”
“Mereka cuma numpang lewat doang lalu pergi gak jelas ke mana.” Nisa sampai tidak berkedip selama beberapa detik mendengar pengakuan sahabatnya itu.
Dalam hati paling kecil Nisa seperti ada sesuatu yang entah apa yang membuat Nisa merasa lega.
“Oh gitu, kok lo gak cerita ke gue sih?”
“Malu kali, elokan biasanya ngeledek gue, kalau gue ditinggalin cewek.” Sahut Seno yang dibalas gelak tawa Nisa.
“Sen, gue pasti bakalan kangen banget sama lo. Ngomong-ngomong elo kuliah di mana?”
“Manchester.”
“Serius lo? Keren. Bisa liat club sepak bola kesayangan elo maen dong?” Seno tersenyum dengan semangat sambil melipatkan tangan di dada dengan bangga.
'Tapi bagaimanapun senengnya hidup gue di sana nanti tidak sebanding dengan senengnya gue bisa terus di samping elo, Nis. Tentunya selain sebagai sahabat.'
==========
Sore itu Nisa mengantar Seno ke bandara diantar Viko. Tadinya Nisa ingin Viko tidak ikut karena nanti Nisa tidak akan leluasa melakukan perpisahan dengan Seno, tapi Viko memaksa untuk ikut, katanya kalau Seno sahabat Nisa berarti sahabat dia juga.
Dan sore itu juga untuk pertama kalinya Seno melihat kebersamaan pasangan itu. Sakit? Sudah pasti. Tapi Seno berusaha menjaga sikapnya supaya terlihat wajar dan baik-baik saja. Mungkin nanti saat di pesawat ia baru menumpahkan segala emosinya.
“Lo yakin mau ninggalin gue, Sen?” Sahut Nisa seolah masih tidak terima kalau Seno akan meninggalkannya.
Pandangan Seno hanya pada Nisa walaupun di samping gadis itu ada Viko yang tengah menggenggam tangan Nisa dengan erat seolah tidak ingin kehilangan Nisa untuk yang kedua kali.
“Sekali lagi maafin gue Nis, gue gak bisa nepatin janji gue untuk selalu nemenin elo.” Tutur Seno.
Diam-diam Viko memerhatikan sorot mata Seno pada Nisa, dan tiba-tiba perasaannya merasa terusik dengan tatapan mata Seno yang seperti itu.
Radarnya mengatakan bahwa tatapan seperti itu bukan seperti menatap seorang sahabat tapi ….
Viko menunduk, bahkan ia takut untuk menebaknya sendiri karena radarnya tidak pernah salah.
Tatapan Viko beralih pada Nisa, Viko melihat mata Nisa berkaca-kaca, di sana tergambar dengan jelas bahwa di lubuk hati gadis itu ada rasa sakit karena ditinggalkan.
Astaga … ada apa ini? Kenapa Viko mencium ada yang aneh dalam persahabatan mereka?
Walaupun tangan Nisa sedang digenggamnya, tapi seolah tangan yang sedang digenggamnya itu ingin melepaskan diri lalu memeluk pria di hadapannya.
Perlahan Viko melepaskan genggamannya lalu mundur selangkah, membiarkan mereka meluapkan emosinya masing-masing walaupun demi Tuhan ia tidak rela.
Kita lihat saja kalau Nisa sampai memeluk Seno berarti semua yang ada di pikirannya benar.
“Gue akan ngirim email setiap hari.” Ujar Seno. Nisa tidak bergeming.
“Video call?” Nisa tetap diam.
"Apa dong?” Air mata Nisa akhirnya tumpah juga.
“Gue pengennya elo tetep di samping gue, jadi mother fierce-nya gue, ngingetin gue makan supaya mag gue gak kambuh, ngomelin gue setiap hari, ngerusak tidur lo saat gue gak bisa tidur, dan semua yang selalu kita lakuin selama ini.” tutur Nisa dengan berurai air mata.
Di belakang Nisa, Viko menunduk tiba-tiba ia merasa jadi penghalang mereka berdua.
“Maafin gue Nis, tapi mulai sekarang kita tidak bisa seperti dulu lagi.” Kata Seno sambil melirik pada Viko. Lalu Seno tersenyum pada Nisa, walaupun rasanya senyuman itu pahit sekali.
“Baiklah, waktunya pergi nih, jaga diri lo baik-baik ya. Gue gak mau dengar kabar bahwa lo sakit atau apapun yang negatif tentang elo.”
Seno meluncurkan senyum ramah pada Viko sebelum pergi.
Seno berbalik dan melangkah meninggalkan Nisa, tapi pada langkahnya yang ke lima Nisa berseru memanggil namanya.
“Seno …” Seno memejamkan matanya sejenak sebelum berbalik kembali menatap gadis itu.
Tiba-tiba sebelum ia membalikan badannya Nisa sudah memeluknya dari belakang.
Nisa tidak tahu kenapa ia melakukan itu di depan pacarnya sendiri, Nisa hanya tahu ia akan ditinggalkan oleh pelengkapnya, oleh penjaganya, pelindungnya. Oleh Seno.
“Jaga diri lo, dan cepat kembali.” Lirih Nisa.
Dada Seno seperti terhimpit dua balok beton yang kokoh hingga ia kesulitan bernafas menahan tangis.
Sekuat tenaga ia menahan tangis, tapi saat ia mendengar ucapan Nisa, air matanya memaksa keluar dan perlahan sekali dadanya mulai lega seiring dengan jatuhnya sungai kecil dari matanya itu.
Seno berbalik menghadap Nisa. “Nis, lo lupa ya sekarang ada Viko di sisi lo. Lakuin yang biasa lo lakuin sama gue dengan Viko.”
Nisa mengerjap. Seperti ada petir yang sontak membelah wajahnya, ia baru menyadari bahwa sekarang ada Viko. Kenapa ia sampai tidak sadar?
Nisa terdiam sejenak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya. Kenapa ia seperti ini? Kenapa ia merasa sangat sakit ditinggalkan oleh Seno? Perasaan apa ini?
Perlahan Nisa mundur selangkah dari Seno. Benar, sekarang ada Viko. Nisa harus menjaga perasaan kekasihnya itu.
Seno meluncurkan senyumnya sebelum benar-benar pergi.
Bibir Seno terus menyunggingkan senyum sampai ia masuk ke ruangan khusus penumpang, hatinya tidak pernah selega ini dan sesenang ini, sikap Nisa barusan menunjukan perasaan apa sebenarnya yang ia rasakan terhadap Seno. Karena firasat Seno selalu benar.
***
Sepanjang perjalanan pulang dari bandara ke apartemen, Nisa diam seribu bahasa walaupun Viko terus memancing obrolan. Saat ini pikiran dan perasaan Nisa sangat kacau. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya tanpa ada Seno lagi.
Viko memarkirkan mobil di pelataran parkir apartemen Nisa. “Udah sampe Nis.” Kata Viko. Nisa mengerjap, ia baru sadar. “Oh, udah nyampe ya.” Katanya lalu melepaskan sabuk pengaman. Saat ia akan menarik gagang pintu mobil, Viko menahannya.
“Nis ...” Nisa menoleh pada Viko.
“Mau aku temenin gak?” Tanya Viko. Nisa berusaha mengeluarkan senyum.
“Enggak usah terima kasih, aku pengen sendiri dulu sekarang.” Kata Nisa. Walaupun Nisa tersenyum, tapi Viko masih bisa melihat dengan jelas kesedihan dalam diri Nisa.
“Aku enggak tahu sejauh mana hubungan persahabatan kalian selama ini, tapi menurutku ini_”
“Ini apa?” Potong Nisa agak jutek.
Viko berdeham ia tidak menyangka Nisa akan bersikap seperti itu, perasaan cemburunya malah membuat suasana jadi kaku. Dan Viko tidak melanjutkan ucapan yang akan di katakannya pada Nisa tadi.
“Entahlah …” kata Viko sambil menunduk lari dari tatapan Nisa yang membuatnya sesak itu, Nisa juga sebenarnya tahu apa yang ada di pikiran Viko sekarang, orang buta juga bisa melihat bagaimana sikap Nisa pada Seno. Tapi Nisa enggan berbicara banyak soal ini dengan Viko.
“Kamu sebaiknya pulang, dan jangan berpikir yang macam-macam tentang aku dan Seno. Besok kamu ada janji sama dokter Vanesh kan?”
“Iya, oke aku pulang dulu kalau begitu, nanti kalau ada apa-apa kamu telepon aku aja ya …”
***
Nisa keluar dari lift dengan langkah gontai. Matanya tertuju pada pintu apartemen Seno yang sebelahan dengan pintu apartemennya.
Nisa seperti melihat bayangan Seno yang tengah menunggunya pulang sambil bersandar di depan pintu apartemennya. Sekarang tidak akan ada lagi yang dengan setia menunggunya pulang.
Nisa duduk bersandar di depan pintu apartemen Seno. Entah kenapa kepergian Seno ini membuat Nisa rapuh sekali, tidak ada yang bisa menyembuhkannya selain Seno kembali dan ada. Walaupun sekarang ada Viko.
Benar bahwa Nisa mencintai Viko karena dia sekarang sedang sakit. Tapi kepergian Seno membuatnya menyadari sesuatu yang sebelumnya tidak ia bayangkan.
Seno segalanya untuk Nisa, ia tidak bisa melakukan hal apapun tanpa Seno.
Iya, karena setiap derap langkah ataupun keputusan yang harus Nisa ambil, Nisa selalu meminta pendapat Seno dan pendapat Seno itu adalah benar.
Sekarang Seno tidak ada, Nisa harus bagaimana sekarang? Seperti kehilangan satu sayap dan Nisa tidak bisa terbang lagi.
Sepuluh tahun mengenal Seno dan selama sepuluh tahun itu tidak sekalipun Seno meninggalkannya.
Viko adalah kekasihnya saat ini, tapi kenapa Nisa merasa sangat sedih dan rapuh ditinggalkan oleh orang yang bukan kekasihnya? Bahkan ia memeluk orang itu di depan kekasihnya sendiri.
Perasaan apa yang sebenarnya ia rasakan terhadap Seno? Ia juga merasa lega dan_ senang mendengar bahwa Seno jomblo.
Nisa meraupkan tangan ke muka. Astaga apa yang terjadi padaku sekarang? Kenapa aku seperti ini?
Nisa bangkit dan masuk ke apartemennya setelah mendapat SMS dari Viko mengingatkannya untuk istirahat.
Bersambung #8
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Rabu, 31 Maret 2021
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel