Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Sabtu, 06 Maret 2021

Pengakuan Sumiati #12

Cerita bersambung

Beberapa minggu kemudian. Sumi mendapat surat undangan dari pengadilan. Isinya jelas undangan untuk menjalani persidangan.
Sumi ketakutan juga menghadapi ini. Segera dia ke wartel unttuk memberi tahu pengacaranya.

Sindhu menyempatkan pulang untuk memberi dukungan di pengadilan kepada Sumi. Walaupun dia nggak bisa membantu langsung.

Hari H perkara disidangkan. Banyak pengunjung yang ingin menyaksikan jalannya proses peradilan  ini. Terutama para tetangga yang mengenal Dipo dan Sumi.

Pertama kali mereka menyaksikan proses peradilan di ruang sidang,
Majelis hakim membuka persidangan. Lalu sesuai prosedur hakim melakukan upaya untuk mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara.Upaya damai yang dilakukan oleh majelis hakim tidak berhasil. Terutama Dipo, ngotot untuk melanjutkan tuntutan.
Penggugat dipersilahkan untuk  membaca tuntutan setelah dua belah pihak tidak bisa dimediasi untuk damai.
Suasana hening ketika pengacara Dipo membacakan tuntutan. Sampailah pada kalimat-kalimat

‘Terdakwa sudah melakukan kebohongan, sudah menipu.  Sehingga jatuhlah kepemilikan warisan toko dan rumah ke terdakwa.’

Para pengunjung serentak bilang "huuuuu".
Hakim mengingatkan pengunjung untuk tertib dan tidak gaduh.

Giliran pembela Sumiati untuk memberikan tanggapan setelah tuntutan dibacakan.

‘Seharusnya kalau kasusnya kebohongan atau penipuan, penggugat melaporkannya ke polisi sebagai tindak pidana. Setelah dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) baru dilimpahkan ke pengadilan. Bukan membawanya ke pengadilan sebagai kasus perdata.’

Atas sanggahan ini pemohon mengatakan bahwa

"Tidak ada larangan atau ketentuan hukum yang mengharuskan suatu kasus penipuan mendapat putusan pengadilan pidana yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) terlebih dulu, baru kemudian dapat digugat secara perdata. Jadi apa yang kami lakukan sudah benar."

Lalu Pembela Sumi pun memberikan argumennya

"Penipuan tidak boleh sekedar dipersangkakan, melainkan harus dibuktikan. Pembuktian mengenai adanya rangkaian kebohongan atau tipu muslihat tentunya akan lebih baik jika dibawa ke dalam pengadilan pidana, ketimbang pengadilan perdata. Hal ini sejalan dengan salah satu asas pembuktian yang berbunyi “Siapa yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikannya” (affirmanti incumbit probate).

Sebelumnya, kami perlu menyampaikan soal ketentuan tindak pidana penipuan atau perbuatan curang (bedrog) yang dapat ditemukan dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)."

Pengacara Dipo membela diri

"Coba saudara lihat dalam Pasal 1328 KUH Perdata, tentang penipuan. Dimungkinkan."

Pembela Sumi mengatakan

“Pemohon  sudah melakukan tuntutan yang salah. Seharusnya yang dituntut adalah Pak Jarwo. Bukan Sumiati. Karena yang memberikan warisan adalah pak Jarwo. Tedakwa hanya sebagai penerima akhir, bukan penentu keputusan. Kami mohon tuntutan dibatalkan demi hukum."

Orang-orang mulai riuh atas tanggapan pembela ini.
Majelis hakim memperingatkan para pengunjung untuk tertib, ini proses persidangan yang harus dihormati.

Para pengunjung sebenarnya ingin menyaksikan Sumi bicara. Mereka ingin melihat apakah Sumi cukup berani dan cerdas menyampaikan pendapatnya, membela dirinya.
Tapi ternyata majelis hakim tidak sampai pada materi kebohongan yang disangkakan kepada Sumi. Sidang ditutup dengan skors beberapa menit.
Lalu majelis hakim membacakan keputusan sela.

Majelis hakim memutuskan memang benar bahwa tuntutan telah dilakukan dengan salah alamat. Seharusnya pihak terdakwa adalah pak Jarwo bukan Sumi.
Bahwa Sumi melakukan kebohongan kalau dia hamil, itu tidak perlu dipertanyakan.
Karena Pak Jarwo ingin memperistri Sumi dan tidak penting Sumi hamil atau tidak. Dengan demikian menjadi hak pak Jarwo untuk memberikan hartanya kepada istrinya, istri sahnya, yaitu Sumi.

Keputusan sela ini disambut dengan tepuk tangan.

“Hidup Sumi...Hidup Sumi!!.”

Secara psikologis nampaknya para pengunjung memberikan dukungan pada Sumi karena Sumi adalah korban pemerkosaan.
Sementara Dipo mengangkat kasus harta waris yang salah karena Sumi berbohong.
Pengunjung membela pihak yang teraniaya. Mereka tidak mendapat apa-apa tetapi merasa perlu menunjukkan dukungan.

Para pengunjung berebutan menyalami Sumi.
Sindhu pun menyalami Sumi atas keputusan ini,

"Selamat Sum..”
“Maturnuwun mas atas dukungannya.” Kata Sumi sambil menitikkan air mata.

Dia terharu banyak yang mendukungnya.
Sementara Dipo nampak kecewa dengan hasil putusan sela ini.
Dia pikir-pikir untuk naik banding jika keputusan akhir akan begitu.
Dia juga berpikir membawa kasus ini ke delik penipuan jadi dilaporkan ke polisi.

Beberapa hari kemudian persidangan dilanjutkan untuk pembacaan keputusan tetap.
Hasilnya ternyata tidak berubah.

Tuntutan dibatalkan demi hukum. Pemohon telah salah melakukan tuntutan.

Hasil ini segera menyebar ke desa Cokro.

“Wah Dipo kalah.Toko tetap milik Sumi.” Begitu suara bapak-bapak di warung Lik Marto.
‘Lha kok bisa begitu?”
“katanya ini harusnya Pak Jarwo yang dituntut anaknya bukan Sumi.”
“Oalah. Benar juga ya. Wong yang punya toko dan rumah kan Pak Jarwo. Sumi kan cuma menerima.”
“Ya mosok Pak Jarwo sudah nggak ada mau dituntut. Kasihan dikubur sudah ditanya malaikat masih akan dituntut ke pegadilan” , sahut salah satu sambil tertawa Para pegunjung warung Lik Marto pun tertawa.
“Ssttt jangan macam-macam. Bisa-bisa kamu nanti didatangi arwah Pak Jarwo.”
"Dipo itu harusnya mbok sudah saja. Kan dia sudah dapat bagian rumah yang di tempat lain."
"Manusia memang suka iri Lik. Kurang terus."

Dipo nampaknya tidak akan melanjutkan laporannya ke polisi.
Dia tahu akan keluar uang lagi jika pengadilan dilanjutkan.
Dia harus membayar pengacara, memberi uang amplop ke polisi.

Sementara Andi mengatakan ke Sumi
“Tidak perlu mbak. Saya berkewajiban membantu  jadi tidak usah bayar fee.“

Andi mendapatkan keuntungan nonmateriil dari pembelaan kasus ini. Namanya makin dikenal masyarakat. Ini kemungkinan akan meningkatkan jumlah klien yang akan meminta bantuan hukumnya.

Di sisi lain sebenarnya ada perasaan tertentu yang membuat Andi rela tidak dibayar.
Dia merasa harus membela Sumi. Dia merasakan ada ikatan batin sehingga seperti membela saudaranya sendiri.

==========

Sumi merasa lega kasusnya sementara sudah beres. Meski dia masih merasa khawatir karena Dipo sepertinya nggak akan berhenti sampai di situ. Sumi berterima kasih kepada Andi Wijaya yang sudah membantu penyelesaian kasusnya. Dia melihat dua sisi yang berbeda dari Dipo dan Andi. Dipo begitu iri dan benci kepada dirinya. Sepertinya tidak habis-habisnya perasaan iri dan bencinya ke dia. Sementara Andi rela membelanya tanpa minta bayaran. Sumi berpikir sesama manusia kenapa ada 2 kutub ekstrim sikap manusia yang bertolak belakang. Mungkin itu yang membuat dunia berputar. Jika semua manusia baik, maka surga tidak berarti.

Sumi bersama mboknya datang ke kantor Andi.
Kali ini keduanya tidak takut lagi.
Naik mobil menyusuri jalan dari Cokro ke arah Janti lalu belok kanan ke arah Tegalgondo melewati Sidowayah..
Tidak berapa lama sudah sampai Kartosuro. Lanjut ke Slamet Riyadi Solo.

" kulonuwun..."
" Oo silakan...." sambut sekretaris Andi.

Andi pun segera keluar menyambut.
Keduanya masuk ke ruang dalam. Beberapa klien sudah selesai dilayani. Giliran Sumi. Andi merasa ada tamu istimewa.

"Silakan mbak Sumi. Selamat ya."
Mbok Kartiyem memberikan oleh-oleh belut goreng dan opor bebek ke Andi.
"Pak Andi kami datang untuk mengucapkan terima kasih."
"Oo ya mbak sama -sama. Saya kok senang bisa membantu."
"Pak jadi kami merasa berhutang budi. Berapa kami harus bayar fee untuk konsultasi dan pembelaan?"
"Oh mbak benar, saya tidak minta fee. Ikhlas membantu."

Suasana hening sejenak.
"Ko Andi nggak ingat sama saya to? " tanya Lik Kartiyem nekat.
"Hmm...saya agak lupa bu."
"Saya dulu yang momong waktu koko masih kecil.Nyuapi, memandikan."
"Oh...papa pernah cerita. Tapi saya lupa. Ini ya Mbok Kartiyem." kata Andi sambil memegang tangan Lik Kartiyem hangat.
"Wah sekarang sudah besar, ganteng, gagah." sahut Kartiyem makin berani sambil menepuk-nepuk pundak Andi.
"Wah terima kasih bu.." Andi agak salah tingkah.

Andi bolak balik melirik Sumi yang duduk sambil senyum-senyum melihat mboknya bicara ceplas-ceplos.

"Hmm cantiknya wanita ini" batin Andi.
"Silakan kalau sedang renang ke Cokro mampir ya Pak. Toko Ijo, Cokro ya."
"Oh ya dengan senang hati."

Lalu keduanya minta pamit.
Andi merasa berat ketika keduanya pamitan. Andi ingin mengobrol lebih lama dengan Sumi.
Keduanya bersama sopir pulang dan mampir di soto Ledokan Kartosuro.
Sumi sengaja mengajak mboknya menikmati kebahagiaan.

"Ayo mbok ini sotonya seger, gurih. Nggak pakai motto, kaldu sapi asli." ajak Sumi.
"Wah soto lik Marto kalah ini."
"Wo yo mesti..wong ini banyak daging sapinya."

Keduanya lahap menikmati soto sambil menikmati gorengan.
Tidak lupa mereka pesan jeruk nipis anget dan teh manis.

Di depan warung serombongan orang memainkan musik keroncong asli lengkap dengan gitar, bas betot, biola dan ukelele.

"Bengawan Solo...riwayatmu ini.".

Sumi dan mboknya nglaras makan soto diiringi lagu keroncong.
Sungguh suasana yang menyenangkan.
Hari itu lengkap kebahagiaan Sumi dan Lik Kartiyem.

Tidak lama mereka sampai ke Cokro lewat tengah hari.
Sejak Sumi menjadi pemilik Toko dia dikenal oleh orang-orang di sekitarnya sebagai orang yang tidak lupa akan asalnya.
Dia dikenal pemurah dan tidak jadi sombong. Jika ada acara di desanya,  Sumi sangat mudah untuk memberi sumbangan.
Dia juga tidak pelit membantu tetangga jika ada tetangga yang sakit. Sumi ingin keberadaannya bermanfaat bagi sesama.
Meski tidak seberapa tapi peran itu ingin dia jaga karena dia menilai dirinya sudah diberi nasib baik dalam hidup.

Di rumah Andi, bapaknya heran dengan begitu antusiasnya Andi membela kliennya.
Andi sendiri begitu bersemangat melihat Sumi.
Perempuan cantik bersih kulitnya dan ada pancaran kecerdasan dari mukanya. Andi sebenarnya tertarik pada Sumi pada pandangan pertamanya.
Mirip apa yang terjadi pada Sindhu. Andi sementara mengutamakan keperluan kliennya itu.
Ia takut kehilangan obyektifitasnya ketika ada rasa lain.

“Kamu menangani kasus apa kok sepertinya sangat antusias?” tanya tuan Shanghai pada anaknya selepas makan malam.
“Ya itu yang aneh, kok saya begitu semangat ya Pa.”
“Siapa klienmu itu?”
“Namanya Sumiati.”
“Dari?”
“Cokro Tulung. Orangnya cantik, putih. Nggak seperti orang desa. ”
“Ha?”
“Kenapa Pa? Dia juga nampak cerdas.”
“Jangan-jangan itu...”
“Apa Pa? Kok seperti kenal?”

Tuan Shanghai tidak melanjutkan kata-katanya.
Dia selama ini merahasiakan kalau dirinya sempat punya anak dengan pembantunya.
Rahasia ini yang tahu hanya dia dan istrinya.
Dia takut anaknya akan terguncang jika tahu cerita ini.
Jadi lebih baik dia simpan rapat cerita buruk ini.

“Waktu itu dia datang ke kantor diantar ibunya.”
“Siapa namanya?" tanya tuan Shanghai penuh rasa ingin tahu sembari menyimpan rasa bersalah.
“Kalau dilihat di kartu keluarganya, ibunya bernama Kartiyem. Bapaknya Sugiyono. ibunya hitam kulitnya. Entah bagaimana Sumi bisa berkulit putih seperti itu. ”
“Kartiyem?”
“Iya Kartiyem. Kenapa Pa?”
“oo iya Kartiyem dulu pernah membantu di rumah kita beberapa puluh tahun lalu. Ketika kamu kecil.”
"Oh...".
"Kamu jatuh cinta ke dia?"

Andi gelagapan perasaan kecilnya diketahui bapaknya.

"Nggak. Cuma dia gadis langka."
" Baiklah. Sebaiknya jangan ada rasa lebih."
“Lalu apa yang terjadi dengan Kartiyem Pa?”
“Ya dia minta pulang.”
“Kenapa Pa kok minta pulang? Apa yang terjadi?”
“emm...tepatnya diminta pergi sama mamamu.”
“hmm apa salahnya?”

Tuan Shanghai diam lagi.
Dia berpikir keras untuk berani mengatakan apa yang terjadi.

“Nggak salah. Yang salah Papamu.”
“Maksud Papa apa?”
“Kamu jangan kaget atau menyalahkan Papa ya kalau Papa ceritakan yang sebenarnya.”
“hm...aku nggak tahu Pa. Aku mulai menduga-duga. Kulihat ada kemiripan wajah antara aku dengan klienku itu”, sahut Andi dengan perasaan tidak menentu.

Dia tertarik karena mukanya mirip.

“Hmm..Iya dia itu masih saudaramu.”
“Ha jadi papa?”
“Maafkan Papa. Papa teledor. Papa tidak bisa mengendalikan diri. “ tuan Shanghai meneteskan air mata.
Dia orang baik yang pernah terpeleset. Cuma karena istrinya sangat tidak mau dia berbagi dengan wanita lain maka Kartiyem diusir.
Tuan Shanghai sebenarnya ingin membantu lebih terutama untuk anak yang dikandung Kartiyem.

“Mamamu mengusirnya ketika dia hamil 3 bulan...”

Kini giliran Andi tidak bisa berkata-kata. Perasaannya campur aduk antara benci dan juga kasihan dan juga kehilangan.
Benci kenapa papanya yang melakukan perbuatan seperti itu.
Kasihan kenapa perempuan yang sedang mengandung itu harus diusir.
Kehilangan karena bibit-bibit cinta itu harus dibuangnya jauh-jauh.

Andi langsung terbayang wajah Sumi, wajah yang dia pertama melihat langsung jatuh kasihan, simpati dan juga ada getar asmara.
Tidak heran secara alami hatinya langsung berkata untuk tidak perlu meminta bayaran atas jasa yang telah dia berikan sebagai pembela kasus Sumiati.
Hmm Andi lemas terduduk di kursi meja makan.
Dia kehilangan semangat.
***

Sumiati sendiri tidak tahu bahwa dia dan Andi adalah anak dari bapak yang sama.
Simboknya pernah menceritakan tapi belum lengkap.
Selentingan Cino gosong ketika dia kecil dulu semakin jelas mengarah kemana.

“Mbok jadi Pak Andi itu siapa? Kenapa dia begitu baik?”
“Ya dia anak bekas juragan simbok dulu nduk.”
“Mosok begitu saja mbok? Ada yang bisik-bisik katanya wajahnya mirip wajahku mbok.”
“iya to?”

Kartiyem pura-pura tidak tahu. Padahal dia sendiri ketika ketemu Andi memang membaca hal yang sama.
Dia sudah lama menyimpan cerita soal asal usul Sumiati.

“Mosok simbok nggak melihat kemiripan to?”

Kartiyem mau bilang iya tapi dia takut Sumi merasakan derita yang berlebihan.

“Jadi simbok dulu kenapa pergi dari toko Shanghai dan memilih jadi tukang pasir?”
“Simbok diusir nyonya Shanghai..”
“Simbok nyuri? Atau apa?”
Kartiyem terisak.
“Nggak nduk..nggak.”
“Terus kenapa mbok?”
“Jangan salahkan simbok ya nduk. Simbok sudah lama menderita.”
“Katakan saja mbok.”
"Simbok mengalami apa yang kamu alami. Tapi simbok melakukannya dengan cinta nduk. Tuan Shanghai baik sama simbok.”
“Jadi benar aku bukan anaknya bapak?”
“Bukan, bapakmu itu datang sesudah kamu lahir.”

Kali ini Sumi benar-benar terpukul.
Mengapa nasib serupa ternyata menimpa mboknya.
Pedih nasib perempuan kelas bawah. Boleh saja mboknya merasakan cinta.
Tapi jika saja mboknya lebih berdaya entah dari sisi pendidikan atau ekonomi apakah tuan Shanghai akan begitu saja memperlakukan simboknya.
Tapi dia nggak mau menyalahkan mboknya.
Dia tahu mboknya adalah korban dan simboknya sudah cukup menderita.
Sumi berjanji pada diri sendiri, nanti kalau punya anak perempuan harus diberi modal, modal keberdayaan.
Tidak boleh lagi rantai penderitaan mendera anaknya.
Kasus yang menimpa dirinya termasuk tidak menyerah pada Dipo baginya sudah cukup membuktikan bahwa dia tidak lagi diperlakukan seburuk simboknya.

“Mbok apakah nanti kalau aku menikah boleh aku mengundang bapak asliku?”
“Ya boleh. Boleh nduk. Bagus itu biar bapakmu tahu anaknya sudah dewasa. Tapi simbok tidak tahu bagaimana caranya.”

Sumi membayangkan bapaknya bisa hadir menjadi orang yang menikahkannya.
Meski dia tidak tahu akan menikah dengan siapa.  Sumi mulai berpikir bagaimana cara dia menghubungi bapaknya.
Jika saja nyonya Shanghai sudah tidak ada pasti semua akan mudah.
Dia juga khawatir protes dari anak-anak tuan Shanghai.

Sumi juga mulai berpikir bagaimana mas Sindhu akan menerimanya jika tahu dia anak haram yang lahir di luar perkawinan yang sah.
Apakah mau menerimanya.
Bapaknya Sarmo sempat meremehkannya.  Itulah yang membuat dia merasa tidak nyaman lagi berhubungan dengan Sarmo.

Dia berharap semoga mas Sindhu bisa lebih bijaksana.
Dia hanya korban dari egosime laki-laki..
Ya Sarmo semakin sukses di dunia politik.
Dia memang sudah berhasil jadi anggota dewan di kabupaten Curup.
Semakin terkenal namanya. Pakliknya malah merencanakan keponakannya itu nanti bisa maju jadi calon bupati Curup.
Langkah-langkah disiapkan semenjak sekarang. Sarmo juga makin merasa hutang budi pada pakliknya.
Kemungkinan dia akan kawin dengan Sunarni nampaknya makin besar.

Bersambung #13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER