Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Kamis, 29 April 2021

Sekeping Cinta Menunggu Purnama #23

Cerita Bersambung
(side a)

Bayi kecil nan molek itu merasa terusik dengan suara-suara disekitarnya. Ia membuka matanya dan merengek.

"Eh..shh..shh.. shh... " simbok menenangkannya sambil menepuk-nepuk pantatnya.
"Tuh.. Jo, kamu sih... bangun dia tuh... Mana mbok, biar aku yang gendong," kata Retno sambil mengacungkan tangannya.

Simbok melepaskan selendangnya. Membiarkan Retno menggendongnya.
"Kalau begitu saya tinggal dulu, untuk membuat minuman ya," kata simbok sambil melangkah kebelakang.
"Nggak usah repot-repot mbok...," teriak Raharjo.

"Nggak apa-apa..." jawab simbok dari belakang.

Retno menimang nimang bayi mungil itu dengan wajah berseri. Tiba-tiba Adhit merengek, ia mencari-cari kedada Retno, mengira Retno adalah ibunya.
Retno terkekeh geli.
"Ya ampun sayang, aku bukan ibumu, aku nggak punya yang kamu cari itu...," kata Retno sambil mengayun-ayunkan Adhitama. Raharjo menutup mulutnya untuk menyembunyikan tawanya.
"Rasain Ret, kamu pasti dikira ibunya," ejek Raharjo.
"Ya ampun, anak ini ternyata haus, sh..sh.. sebentar ya.."
Dan Adhit menangis keras. mungkin karena tak mendapatkan apa yang dicarinya. Retno berjalan kesana kemari untuk menenangkan, tapi Adhit tak hendak berhenti menangis. Ia terus mencari cari didada Retno.

"Aduh... bagaimana ini, diam sayang.. "
Raharjo yang semula hanya duduk, segera berdiri.
"Coba sini, sama om Raharjo, tapi awas ya, didada om nggak akan ada yang kamu cari," canda Raharjo sambil mengambil Adhitama dari tangan Retno. Raharjo mengayun ayunkan dengan lemah lembut, dan ajaib, tangis bayi itu berhenti. Mata kecilnya menatap Raharjo. Berkejap-kejap lucu. Gemes Raharjo menciumnya.

"Lhoh, kok sama kamu diam, hm.. berarti kamu sudah pantas jadi bapak Jo," canda Retno senang.
"Lihat Ret, ia memandangi aku terus... pasti ingin mengajak kenalan. Hallo, namaku Raharjo, Teguh Raharjo, namamu siapa sayang?" kata Raharjo riang.

Retno hanya tertawa lucu. Simbok yang keluar membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat tersenyum melihat Raharjo menggendong Adhit dengan sangat luwes.

"Walaah... mas Adhit rewel ya? Nangis tadi?" tanya simbok.
"Tadi nangis, tapi begitu digendong Raharjo langsung terdiam lho mbok. Dia itu sudah sangat luwes menggendong bayi ya mbok, lihat."
"Iya benar,  sudah punya putranya pak?"
"O, gimana to mbok, dia itu belum laku, bagaimana bisa punya putra," Retno meng olokolok temannya.
"Oh, alaaah.. masih bujang ta mas? Ma'af, simbok lancang. Lha kok nggendongnya sudah luwes begitu?"
"Dulu biasa nggendong anak tetangga mbok," jawab Raharjo sekenanya.
"Oh, gitu ya, sekarang  mangga silahkan tehnya diminum, nanti keburu dingin, mana, mas Adhitnya sama simbok lagi. "kata simbok sambil mengulurkan tangannya kepada Raharjo.
"Apa mas Adhit lapar, kok tadi nangis. Ini ibunya kok ya lama sekali, katanya ke dokter hanya sebentar," kata simbok sambil membawa Adhit kebelakang.
Raharjo dan Retno meneguk minumannya.

Dalam hati Raharjo berkata, mengapa aku merasa sudah pernah mengenal Adhitama? Aneh, benarkah dalam mimpi? Aku merasa sangat dekat, apakah karena aku sudah ingin sekali punya anak? Aduhai.... siapa mau menjadi isteriku? Dan diam-diam Raharjo melirik kearah Retno, dan anehnya Retno juga sedang melihat kearahnya. Hanya beberapa detik berpandangan, lalu hati merekapun berdebar tak menentu. Apakah panah asmara sedang mengenai sasarannya? Raharjo heran pada dirinya, seandainya ada keberanian, pasti akan terucap sebuah kata. Lalu dialihkannya pandangannya kearah lain, sementara Retno tersipu dan terpaku ditempatnya. Ada kisah aneh yang tak saling terungkap, yang satu menyadari, satunya lagi malu mengakui. Ya ampun, kapan bertemunya?

"Kok lama ya mas Galang," akhirnya Raharjo mengakhiri kekakuan itu.
"Coba Jo, ditilpun, jangan-jangan malah disuruh opname."
"Ah, mosok opname?
"Tilpun aja Jo, itu Adhit juga sudah mulai rewel..."
Raharjo memutar nomor tilpun Galang. Ternyata yang menerima isterinya.
"Hallo... mas Galang lagi nyetir, ini siapa?"

Raharjo terpana, lagi-lagi suara itu. Untuk sesa'at ia terdiam. Mengapa suara bu Galang mirip suara Putri? Tak tahan, Raharjo mengulurkan ponselnya pada Retno.
"Kamu saja," bisiknya dengan suara bergetar.
"Hallo, ini mas Galang?" tanya Retno di ponsel Raharjo.
"Mas Galang lagi nyetir tuh, ini siapa?"
"Oh, saya Retno bu, kami dan Raharjo sedang ada dirumah ibu, katanya pak Galang dibawa ke dokter."
"Oh iya, mbak Retno, kami dari dokter,nggak apa-apa kok,  tadi mampir beli box untuk anak kami, dan sekarang sedang mau berhenti makan."
"Oh, baiklah, kalau begitu kami pulang saja dulu, besok kerumah lagi."
"Sebentar, mas, ini mas Raharjo sama mbak Retno ada dirumah kita, bagaimana?"
"Oh, sini, biar aku ngomong. Hallo Retno ? Kami sudah mau berhenti disebuah rumah makan, ayo nusul saja kemari, nih terlanjur parkir tuh," kata Galang setelah meminta ponselnya dari Putri.
"Dimana mas rumah makannya?"
"Biar aku kirim ke WA ya, kami tunggu lho."
Galang menutup pembicaraan itu. Dan tak lama Raharjo menerima WA tentang alamat rumah makan itu.

"Kita kesana Ret?" tanya Raharjo.
"Terserah kamu saja Jo, ini nggak jauh dari sini kayaknya."
"Ayo, oke kita susul. Mana simbok tadi? Ayo pamit dulu."
***

"Dari tadi tilpun Putri kok nggak nyambung-nyambung," keluh bu Broto yang sa'at itu sedang menunggui suaminya dirumah sakit. Sejak diperiksa dokter dua hari lalu, dokter menyarankan pak Broto harus opname karena ada masalah dengan jantungnya. Lagi pula bu Broto lebih suka kalau suaminya dirawat, karena mudah mengontrolnya. Sendirian merawat suami yang sakit, sungguh membuatnya sedih.

"Salahmu bu, mengapa pake menelpone Putri segara. Dia mana memperhatikan kita."
"Ya jangan begitu ta pak, bagaimanapun kita ini kan orang tuanya, nggak mungkin Putri nggak perhatian sama kita. Sebentar, aku tilpun lagi."

Tapi rupanya telepone Putri ketinggalan dirumah, simbok yang sejak tadi mendengarnya, khawatir kalau ada hal penting yang akan disampaikan ponsel itu, karenanya setelah kesekian kalinya, kemudian  diangkatnya telephone itu.

"Hallo..." jawab simbok.
"Lho, kok kamu ta mbok, mana Putri?"
"Owalah, ibu Broto, jeng Putri sedang ke dokter bersama pak Galang, ponselnya ketinggalan , ini simbok cuma sama mas Adhit."
"Lho, siapa yang sakit mbok?"
"Pak Galang, katanya sering pusing, lalu diantar ke dokter oleh jeng Putri."
"O, semoga nggak apa-apa ya mbok. Nanti kalau sudah pada pulang, bilang aku menelpone. Ini bapaknya Putri juga opname dirumah sakit."
"Lho, sakit apa bu?"
"Tekanan  darah naik turun mbok, jantungnya juga bermasalah. Sudah dua hari ini."
"Owalah bu, nanti akan simbok sampaikan, semoga pak Broto baik-baik saja."
Bu Broto menutup ponselnya.
"Ternyata Putri sedang mengantar suaminya ke dokter, ponselnya ketinggalan dirumah, simbok yang mengangkat."
"Hm..." jawab pak Broto singkat.
"Bapak harus sabar ya, jangan mengeluh terus. "
"Aku pengin pulang saja bu," keluh pak Broto.
"Jangan begitu pak, dokter belum mengijinkan, jadi bapak juga harus menurut, lagi pula kalau sakit dirumah, ibu bingung pak, sendirian . Kalau disini kan adak perawat dan dokter yang langsung menjaga."
"Kemarin kamu bilang ada video anaknya Putri.." suara pak Broto lemah.
"O, bapak ingin melihatnya, sebentar .. ibu cari dulu, tapi habis ini harus tidur ya, ini sudah malam."
Bu Broto membuka buka ponselnya, setelah ketemu video itu, lalu ditun jukkannya pada suaminya.
"Lihat, bukankah lucu sekali Adhitama ini? Coba pak, belum tiga bulan sudah ingin tengkurap."

Pak Broto mengawasi ulah si kecil dengan mataa berbinar. Bu Broto senang sekali melihat pak Broto memperhatikan video itu dan memutarnya berulang-ulang. Celotehnya juga terdengar menggemaskan. Baru kali ini pak Broto ingin melihat gambar cucunya, tanpa bu Broto memberitahu. Setiap kali Putri mengirimkan gambar atau video Adhit, pak Broto selalu melihatnya dengan acuh tak acuh.

"Mirip siapa dia?" kata pak Broto.
"Mirip kakeknya lah, ganteng," ujar bu Broto untuk menyenangkan hati suaminya.
Pak Broto tersenyum sambil mengulurkan ponsel itu kepada istrinya.
"Besok aku mau melihatnya lagi," ujar pak Broto sambil memejamkan matanya.
***

"Kok mereka lama sekali?" celetuk Galang karena ia hampir menghabiskan nasi pesanannya dan Raharjo belum juga menyusul.
"Macet barangkali."
Sementara itu telephone Galang berdering.
"Lho, ini ponselmu sayang, ada yang menelpone nih.."
"Simbok barangkali, memang ketinggalan dirumah."
"Hallo, simbok?"
"Iya pak, ini mas Adhit rewel, apakah pulangnya masih lama?"
"Ya ampun, iya mbok, kami segera pulang." Galang menutup ponselnya. Padahal simbok sebetulnya juga ingin mengatakan kalau tadi ada telephone dari Solo yang mengabarkan bahwa pak Broto masuk rumah sakit.

"Simbok bilang, Adhit rewel, mungkin lapar."
"Oh, iya mas, kita harus segera pulang. Benar dia lapar mas, kenapa kita lama sekali perginya."
"Ayo kita pulang, biar aku telephone Raharjo dan minta ma'af."

Dan sesungguhnya, Galang baru saja keluar dari rumah sakit itu ketika Raharjo memasuki parkiran dirumah makan yang tadi alamatnya dikirimkan Galang.

"Ya ampun, kita terlambat, mas Galang sudah pulang," ujar Raharjo ketika menerima telephone Galang.
"Haaa, pasti kita kelamaan kena macet diujung jalan itu."
"Belum sa'atnya ketemu bu Galang. "

==========
(side b)

Akhirnya Raharjo dan Retno hanya makan berdua saja. Namun sepanjang makan itu, Raharjo tak henti-hentinya membayangkan bayi kecil yang sangat menggemaskan. Adhitama, mengapa ia merasa suka sekali?
"Nggak nyangka ya Ret, putranya pak Galang sangat ganteng dan lucu sekali," kata Raharjo sambil menyendok makanannya.
"Tuh, kan... kamu sudah pengin punya anak ya Jo?" canda Retno sambil tersenyum.
"Benarkah?"
"Itu buktinya, kamu baru nmenggendong anak kecil sebentar saja, sudah terbayang-bayang sampai sekarang."

Raharjo terdiam. Ia mengunyah makanannya perlahan, sambil menanggapi kata Retno dalam hati, benarkah jauh dilubuk hatinya ia sudah ingin berkeluarga? Apakah yang menyebabkan ia belum juga mendapatkan pendamping hidup? Masih mengharapkan Putri? Tidak.. lama ia memendam keinginan itu, walau terkadang masih terbersit rasa rindu. Lalu, apakah perempuan cantik dihadapannya ini akan mau seandainya Raharjo melamarnya? Aku ini siapa.. pikirnya.. dan walau ia sudah punya kedudukan diperusahaan milik pak Haris, tapi ia masih saja merasa rendah diri. Trauma ketika pak Broto dulu menginjak-injaknya sampai lumat, bayangan itu masih belum hilang benar-benar dari ingatannya.

"Jo.." Retno menowel tangan Raharjo yang sibuk mempermainkan sendok tanpa menyuapnya.
Raharjo mengangkat mukanya, memandangi wajah ayu yang sedang menyunggingkan sebuah senyum. Ya Tuhan, mengapa begitu indah senyum itu dan membuat hati Raharjo selalu bergetar menatapnya. Tapi wahai hati, kemana keberanianmu sebagai laki-laki, seperti ketika kamu berani menapakkan kakimu dirumah Putri, walau kemudian kamu dihinakan sampai lebur menjadi debu?

"Ada apa Jo? " Retno memasukkan suapan terakhirnya dan meneguk minuman dalam gelas.
Raharjo menghela nafas panjang.
"Sudah malam, ayo kita pulang," kata Raharjo sambil menyilangkan sendok garpunya, tanda sudah selesai makan malamnya.
"Kok nggak dihabisin, cuma tinggal dua atau tiga suap saja lho Jo."
"Sudah kenyang, perutku nggak muat lagi."
"Kamu kalau disinggung masalah yang satu itu kok terus jadi kayak orang bingung begitu sih Jo?"
"Iya benar, aku bingung, ayo pulang, sudah malam," kata Raharjo yang kemudian pergi kearah kasir untuk membayar makanannya.
***

Dengan penuh rasa menyesal karena meninggalkannya terlalu lama, Putri menyusui anaknya.
Malam itu Galang menata box bayi itu dikamar, yang kemudian terasa sangat sempit. Kalau mau menuju ke almari mengambil pakaian, atau kalau mu keluar kamar, Galang dan Putri harus memiringkan tubuhnya .
"Nggak apa-apa sayang, ini kan cuma sebentar, minggu depan kita sudah pindah kerumah yang agak besar. Ini rejekinya Adhit, bukan?" kata Galang yang kemudian mencium pipi isterinya lembut, tapi lalu mengaduh karena pantatnya terbentur box Adhitama yang terbuat dari kayu diluarnya.
"Auwww... pantatku.." teriak Galang yang kemudian terjatuh kearah pembaringan.
Putri tertawa melihat ulah suaminya.
"Sudah selesai Adhit, nanti setelah nenen, Adhit boleh tidur disitu, sudah ditata bapak dengan apik. Terus.. bapak sama ibu boleh tidur berduaan dengan nyaman," kata Galang sambil merangkul pinggang isterinya dari belakang.
"Iih.. mas, aku kan sedang menyusui Adhit, nanti dia tersedak bagaimana..?"
"Oh, ya.. ma'af Adhit." Dan Galang menelentangkan tubuhnya sambil memeluk guling.
"Oh iya mas, aku lupa, tadi simbok bilang ada telepone dari ibu, coba tolong kesinikan ponselku mas."
Galang meraih onsel Putri lalu mengulurkan kearah isterinya. Simbok memang tak mau mengatakan tentang pak Broto yang dirawat dirumah sakit, supaya Putri tidak khawatir.
"Tolong mas, nomornya ibu," pinta Putri yang masih menyusui anaknya.
Galang memutarkan nomor bu Broto untuk Putri.
"Hallo nduk.. baru pulang kamu?" sambut bu Broto dari seberang.
"Iya bu, Mas Galang tadi mengeluh pusing, tapi nggak apa-apa, sudah dikasih obatnya."
"Syukurlah. Simbok sudah cerita belum?"
"Tentang apa bu?"
"Ini lho nduk, bapakmu sudah dua hari dirumah sakit."
Putri terkejut, betapapun kesalnya pada ayahnya, tapi yang namanya anak, tetap saja merasa sedih mendengar tentang berita sakitnya sang ayah.
"Kenapa bu? Sakit apa?"
Galang yang mendengar kata sakit, lalu bangun dan duduk mendekati isterinya sambil mendengarkan pembicaraan itu.
"Akhir-akhir ini kan ayahmu sering mengeluh pusing, keringat dingin, lelah.. terus dua hari lalu ibu panggil dokter Frans, ternyata tekanan darah ayahmu tinggi sekali dan jantungnya juga bermasalah."
"Ya ampun bu, lalu sekarang bagaimana keadaan bapak?"
"Sudah lebih baik, tapi ibu belum akan membawanya pulang sampai benar-benar sudah baik, habisnya ibu dirumah sendirian, mengurus bapakmu yang sakit, kan repot nduk."
"Yu Jem nggak ada bu?"
"Dia nggak ada sebulan sudah pamit keluar nduk, ibu sendirian lagi."
"Waduh bu, bagaimana ini, apa Putri harus pulang ke Solo?"
"Jangan nduk, anakmu kan masih kecil, kasihan, do'akan saja bapak segera pulih ya nduk."
"Iya bu, tapi tiap hari ibu kabarkan berita tentang sakitnya bapak ya?"
"Iya nduk, dan sekarang ini bapakmu sangat senang melihat video anakmu yang kamu kirimkan terakhir itu. Tampaknya bapakmu ingin ketemu cucunya."
"Nanti Putri akan bicara sama mas Galang, bolehkah Putri ke Solo untuk menengok bapak."
"Baiklah nduk, sekarang ibu mau istirahat, bapak juga sudah tidur sedari tadi."
"Iya bu, istirahatlah, jangan terlalu capai."
"Salam untuk suamimu ya nduk."
Pembicaraan itu ditutup Putri dengan wajah berubah sedih.
"Mas...bapak opname dirumah sakit."
Galang memeluk isterinya dari belakang.
"Apa kamu ingin ke Solo?"
"Ingin sekali mas, tapi bagaimana dengan Adhit? Bolehkah dia bepergian jauh walau dengan pesawat cuma kira-kira sejam?"
"Besok kita ke dokter anak, menanyakan kemungkinannya untuk itu. Kalau bisa aku sama simbok akan ikut bersamamu, besok kan hari Jum'at, aku bisa libur dua hari.
Wajah Putri berbinar senang.
***

Pagi hari itu sebelum berangkat ke kantor Raharjo mendapat telepone dari ibunya.
"Le, apa kabarmu?" tanya bu
"Baik bu, ibu juga sehat kan?"
"Alhamdulillah le, bagaimana pekerjaanmu?"
"Baik bu, dan atas do'a ibu. ini Teguh dipercaya oleh perusahaan memegang posisi manager pemasaran bu."
"Menejer itu apa ta le?"
"Besok kalau ketemu akan Teguh ceritakan, Teguh juga akan mendapat rumah sendiri bu, nggak usah ngontrak."
"Walah le, ibu seneng buanget, pokoknya kamu harus bekerja dengan baik, dengan benar, jangan sampai melakukan hal-hal buruk, maka kamu akan selamat, didunia dan akhirat, itu kalau kamu berjalannya bener."
"Iya bu, do'akan saja ya bu."
"Ini lho le, ibu itu ditangisi Naning."
"Lho, ada apa lagi Naning nangis?"
"Besok Minggu itu dia menikah sama Pulung, dia ngotot nggak mau menikah kalau nggak ditungguin sama kamu."
"Waduh bu.."
"Kamu tau sendiri bagaimana si Naning itu, tapi ibu juga kasihan kalau keinginannya nggak kesampaian le, dia itu kan cinta banget sama kamu dulu. Sekarang ini dia hanya minta kamu tungguin pas nikahnya saja, apa kamu bisa?"
"Hari apa itu bu?"
"Hari Minggu le, pulang sehari saja ya nggak apa-apa, ibu juga kangen tuh."
"Baiklah bu, akan Teguh usahakan, Teguh juga kangen ibu."
"Tenan ya le, aku akan beritahu Naning bahwa kamu akan datang, pasti dia senang."
"Mungkin Sabtu pagi baru pisa pulang bu."
"Baiklah le, kamu mau dimasakin apa?"
"Terserah ibu saja, menurut Teguh kan semua masakan ibu itu enak."

Ketika menutup telephone, Raharjo membayangkan wajah Naning, yang dulu selalu mengejar-kejarnya sampai melupakan rasa malu. Raharjo tersenyum sendiri. Ia bersyukur Naning akan mendapatkan pendamping. Sesungguhnya dia gadis yang baik.
***

Hari itu pagi-pagi sekali Galang dan Putri membawanya ke dokter anak, dan dokter itu mengijinkan Adhit ikut pulang ke Solo. Alangkah senangnya hati Putri. Sesungguhnya ia sangat kangen melihat kota kelahirannya, yang sudah satu tahun lebih ditinggalkannya. Melangkah ke Jakarta dengan dirundung duka, Dan kini, ia akan kembali ke Solo dengan membawa segenap rasa bahagia bersama suami dan anak tercinta. Alangkah indah hidup ini.

Sesampai dirumah ia segera mengabarkan berita gembira itu pada simbok.
"mBok, siap-siap ya, besok kita akan ke Solo. Pakai koper merah itu saja, karena pakaian Adhit kan harus banyak."
"Iya jeng, wah, simbok senang sekali. Jeng Putri jangan khawatir, simbok akan menyiapkan semuanya."
***

"Pak, dengar pak, besok Putri dan anaknya serta suaminya akan datang kemari," kata bu Broto dengan wajah ber binar-binar.
"Lho, apa nggak apa-apa, bawa bayi dengan perjalanan jauh."
"Putri sudah konsultasi dengan dokternya, katanya nggak apa-apa.
"Bu, pergilah ketoko mainan. Beli apa saja untuk cucuku. Sepeda kecil, mobil-mobilan, pokoknya yang anak kecil suka."
"Bapak ini gimana, cucu bapak itu masih tiga bulanan, masa disuruh naik sepeda kecil, main mobil-mobilan?"
"Pokoknya yang biasanya disuka anak kecil, cepat bu, nanti aku sendiri yang akan memberkannya pada cucuku."
"Baiklah pak, jangan khawatir, nanti ibu ke toko. Tapi sekarang ibu harus menyuapin bapak dulu, nanti kalau ibu tinggal bapak malah nggak mau makan."
"Sudahlah bu, aku bisa makan sendiri, aku nggak mau selalu disuapin seperti anak kecil."
"Ya sudah, makan sendiri ya, tapi ibu tetap nungguin disini, sampai bapak selesai makan. Baru ibu berangkat."
"Huh, kamu itu kalau dikasih tau sukanya ngeyel. Mana makan pagiku, biar aku makan sendiri, aku juga sudah merasa sehat kok."
Bu Broto melayaninya dengan sabar. Bu Broto gembira melihat pak Broto sangat bersemangat. Tak sabar rasanya menunggu kedatangan cucunya.
***

Diloby kantor Galang berpapasan dengan Raharjo bersama Retno.

Tak tahan Galang segera mengatakan bahwa besok pagi-pagi sekali akan ke Solo bersama isteri dan anaknya.
"Jo, besok aku akan ke Solo, bersama isteri dan anakku Jo,"
"Lho, pak... kok bisa sama, besok aku juga mau pulang ke Solo, cuma sehari sih, kerabatku ada yang menikah."
Galang terbelalak.
" Bisa begitu kebetulan Jo? Wah, ternyata kita ini memang sahabat sejati," dan kedua sahabat itu berjabat tangan sangat erat.
"Tolong kalau kamu mau pesen pesawat, aku, isteriku,simbok dan anakku sekaliyan ya Jo."
"Siap pak, tapi Retno nggak bisa ikut, karena pak Haris mengajaknya ketemuan."

Bersambung #24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER