Cerita Bersambung
(side a)
Galang terdiam, pandangan mertuanya tajam kearahnya, menusuk jantungnya, ada nyeri dan pasti sakit dipandangi seperti itu. Dia adalah suami Putri, tapi ia kurang suka orang lain mengaturnya, walau itu ayahnya sendiri. Galang tak tau, ketika Putri menari, datanglah tragedi itu. Tragedi yang memporakpandakan harga dirinya, menorehkan aib yang tak terlupakan oleh keluarga Subroto.
"Sebetulnya untuk acara apa tarian itu Galang?"tanya bu Broto
"Untuk acara ulang tahun perusahaan bude, pak Haris pimpinan saya ingin agar diacara itu ada acara tari Jawa, yang ditarikan oleh karyawan dan keluarganya. Kebetulan kan Putri pinter menari, dia nanti akan menari bersama Raharjo, teman saya." jawab Galang datar.
"Raharjo siapa teman kamu itu?" tanya pak Broto.
Galang ingin menjawab, tapi Putri menatapnya dengan pandangan melarang. Galang mengangguk pelan.
"Ya teman sekantor, kebetulan juga pintar menari."
"Apa perusahaan kamu itu peruhahaan miskin sehingga tak kuat membayar penari dari luar dengan membayarnya?" kata pak Broto menyengat.
"Bukan pakde, hanya merasa bangga anak buahnya ada yang bisa menari Jawa."
"Ya jangan bilang miskin gitu ta pak, kalau miskin masa memberi rumah dinas kepada karyawannya sebagus ini. Bapak itu kalau bicara mbok ya jangan suka menyakiti orang lain. Nanti kalau yang namanya pak Haris itu mendengar kan ya tersinggung", omel bu Broto.
"Orangnya juga nggak ada," gerutu pak Broto sambil kebali menatap ponselnya.
"Kan ada karyawannya," masih kesal nada suara bu Broto, tapi suaminya tak perduli. Keduanya sudah terbiasa berdebat seperti itu. Yang satu suka merendahkan orang, satunya selalu mengomel mengingatkan, tapi tak pernah ada jera-jeranya. Putri juga terdiam, sepertinya hal seperti itu sudah sering didengarnya.
Putri berdiri ketika tiba-tiba mendengar rengek Adhit.. bergegas pula Galang mengikuti langkah isterinya, memasuki kamar. Dilihatnya Adhit sudah tengkurap, kepalanya diangkat angkat sambil menangis keras.
"O sayang, kamu sudah bangun? Heran ya ini dimana, kok beda kamarnya?" kata Putri sambil mengangkat anaknya.
"Ini rumah baru Adhit, bagus nggak? O.. pengin nenen ya, kok kepalanya nyusup-nyusup didada ibu begitu," kata Galang sambil mencium anaknya.
"Iya mas, sudah waktunya minum," kata Putri sambil duduk ditepi pembaringan dan siap meneteki anaknya.
"Hm.. rakus bener, haus ya le?" kata Galang sambil menowel pipi anaknya.
"Mas, apakah disini ada yang jual srabi seperti di Solo?" tanya Putri sambil membenarkan letak duduknya karena merasa kurang nyaman.
"Apa ? Srabi? Maksudmu srabi Notosuman?" tanya Galang yang mau keluar dari kamar.
"Iya, aku waktu di Solo makan setiap hari, enak lho mas."
"Kamu pengin?"
"Iya mas, kalau disini ada aku mau, tapi yang seperti di Notosuman itu lho,"
"Kayaknya ada, didaerah Jakarta Selatan, nanti aku tanyakan. Pengin sekali ya?"
"Ho oh mas."
"Kamu ngidam?"
"Ah, mas Galang nih, kayak simbok aja, Orang pengin dikira ngidam."
"Ya kalau ngidam kan aku senang, Adhit bakal dapat adik kan?"
"Hmh, nggak tau aku, sudah sana dulu, nanti Adhit minumnya sambil melirik ke bapaknya terus nih."
Galang tertawa lalu keluar kamar. Tapi ia enggan menemui mertuanya yang masih duduk diruang depan. Galang ke belakang melihat simbok memasak.
"Udah mateng mbok?"
"Hampir pak, sebentar lagi nih, nanti kalau sudah siap simbok bilang kedepan deh."
"Iya, hm.. baunya itu lho mbok, aku jadi lapar. Ini masak apa ta mbok?
"Ini kakap masak bumbu kuning, ada sup kesukaan jeng Putri, ayam goreng.. "
"Waaah... cepetan mbok, perutku lapar nih," kata Galang sambil mengelus perutnya.
***
Malam itu dikamarnya, Galang mencoba berbicara dengan isterinya tentang keinginan pak Haris yang bertubi-tubi dikatakannya padanya. Galang merasa terbebani. Barangkali lebih mudah berbicara dengan isterinya tentang hal itu, Galang ingin mencobanya, tapi ketika diingatnya bahwa pak Broto ikutan melarang, perasaan Galang jadi nggak enak.
"Putri," panggil Galang lembut sa'at terbaring disisi isterinya.
Putri memejamkan matanya, pura-pura tidur. Ia tau suaminya akan membicarakan apa.
"Sayang, baru saja berbaring kok sudah tidur, bohong nih, ayo.. buka mata dulu.."
"Mas ahh, aku ngantuk nih."
"Ini masalah pak Haris," lanjut Galang. Putri membalikkan tubuhnya membelakangi suaminya. Galang tak terima, ia tau Putri pura-pura tidur.
Galang melompati tubuh isterinya dan berbaring menghadapi wajah isterinya. Putri tetap memejamkan matanya. Ia tak akan sanggup melakukannya, sungguh. Ia takut nanti suaminya ngambeg lagi walau sekarang membujuk-bujuknya.
"Putri," Galang menggelitik kupingnya, Putri menggeliat.
"Ini tanggung jawab mas Galang, nggak enak rasanya kalau tarian itu nggak terlaksana. Tapi kalau memang Putri benar-benar keberatan, mas Galang tak akan memaksa."
Putri membuka matanya, berkedip-kedip memandangi wajah suaminya yang tampak putus asa. Mungkin berat baginya memilih satu diatara dua, mengikhlaskan isterinya menari bersama bekas pacarnya untuk memenuhi permintaan pak Haris, atau menolak permintaan pak Haris dengan alasan yang belum diketemukannya.
Galang tidur tertelentang, menumpukan kepalanya pada kedua belah tangannya. Matanya menerawang keatas langit-langit yang berwarna putih bersih. Ada bayangan-bayangan sepasang manusia menari, cantik dan tampan, lalu tepuk tangan bergema diseluruh sudut ruangan, dan pak Haris menyalami kedua karyawannya dengan hangat. Ah, sudahlah, Galang memilih mencari alasan untuk menolaknya. Tapi apa? Dilarang oleh ayahnya? Ah, kayaknya aneh kalau alasan itu yang dikemukakan. Bukankah ketika menjadi seorang isteri yang berhak melarang atau mengijinkan adalah suami?
"Mas," bisik Putri
"Sudahlah, ayo tidur, besok kita bicara lagi."
***
Siang itu Galang termenung dikantornya. Banyak hal yang harus dipikirkannya. Tadi rapat sebentar dengan staf yang akan menjadi panitia, diantaranya menyusun acara, menentukan menu dan tentang hiburan yang belum diputuskannya.
Suara ketukan dipintu menyadarkannya. Raharjo tiba-tiba masuk lalu duduk dihadapan Galang.
"Mas, kalau yang menari aku sendiri saja bagaimana?" kata Raharjo setelah duduk.
"Kamu sendiri?"
"Ya, kemarin ketika pak Haris menelpon sebelum pergi, aku juga sudah mengatakan kemungkinan untuk menari sendiri, tapi kayaknya pak Haris kurang suka."
"Benar, tapi aku belum berbicara lagi dengan isteriku. Kedua mertuaku masih disini, baru lusa kembali ke Solo."
"Mas Galang nggak usah memaksakan kehendak kalau memang dia keberatan. Nanti kita cari alasan yang tepat untuk menolaknya."
"Aku bingung Jo, sebenarnya aku tak ingin mengecewakan pak Haris. Kita orang baru disini, hal yang sesungguhnya bisa kita lakukan saja mengapa kita menolaknya ya Jo."
"Aku tidak ingin bu Galang melakukan dengan terpaksa."
Raharjo tetap menyebutnya bu Galang, untuk menghilangkan kesan lain dari Galang terhadap dirinya.
"Aku juga, tapi nanti kalau kedua mertuaku sudah pulang saja aku bicara lagi, karena sepertinya mereka terutama bapak mertuaku tidak suka kalau puterinya menari."
Raharjo menghela nafas. Pasti pak Broto masih trauma ketika Putri memaksa menari dengan dirinya yang kemudian menyebabkan Putri sakit, entah sakit apa sampai sekarangpun Raharjo tak tau.
"Ya sudah mas, besok kita bicarakan lagi. Aku sama Retno mau melihat rumah yang sedang digarap pak Tarman, mungkin sudah selesai hari ini."
"Wah, bagus Jo, dan segera melamar calon isteri kamu."
"Do'akan tidak ditolak orang tuanya ya mas," kata Raharjo sambil berdiri untuk pergi.
"Iyalah, kamu itu Jo." Galang tertawa senang.
***
Hari itu pak Broto dan bu Broto sudah kembali ke Solo, karena pak Broto tak bisa meninggalkan usahanya terlalu lama. Sebelum pergi pak Broto sempat bertanya kepada Putri :" Apakah kamu mau kalau disuruh menari di kantor suamimu?"
"Belum tau pak, acara itu tanggung jawabnya mas Galang, nanti biar mas Galang yang mengaturnya."
"Kamu itu lho, kalau disuruh mau atau tidak?"
"Putri terserah mas Galang nanti bagaimana."
"Ya sudah biar saja ta pak, mereka itu sudah berumah tangga sendiri, pasti sudah tau mana yang terbaik bagi mereka, kita tidak usah mengaturnya," sergah bu Broto menengahi.
"Ya sudah kalau begitu. Mana cucuku, aku mau menggendong sekali lagi," kata pak Broto sambil mengacungkan tangannya kearah Adhit yang digendong Putri.
"Kamu cepat besar ya, lalu sekolah yang pintar. Nanti kalau eyang sudah tidak kuat lagi, kamulah penerus perusahaan eyang, ya?" kata pak Broto sambil mencium cucunya berkali-kali.
Galang menyipkan mobilnya untuk mengantar mertuanya ke bandara.
"Putri mau ikut?"
"Ya, aku mau ikut, sama Adhit ya, nanti pulangnya mampir beli srabi ?"
"Aduuh, srabi lagi, tempatnya belum jelas, nanti coba pesen on line kalau bisa," kata Galang.
"Simbok senndiri dirumah nggak apa-apa ya?"
"Ya pak, nggak apa-apa. Pintunya dikunci saja, jangan menerima sembarang tamu ya mbok, kalau nggak kenal nggak usah dibukain," pesan Galang wanti-wanti.
"Baik pak."
***
Namun diperjalanan pulang itu Putri memaksa suaminya mencari penjual srabi. Galang terpaksa mencari cari dengan membuka ponselnya. Tapi sebelum tempat itu diketemukan, tiba-tiba ponsel itu berdering.
"Dari simbok mas," kata Putri.
"Hallo mbok... ada apa?"
"Aduh jeng, diluar ada orang, tinggi besar jeng, simbok nggak berani buka pintunya, takut," keluh simbok ketakutan.
"Siapa dia?"
"Nggak tau jeng, simbok nggak berani nanya, sekarang dia duduk dikebun, dibawah pohon mangga, cepat pulang jeng," kata simbok hampir menangis.
"Mas, ayo kita pulang, simbok ketakutan, ada orang tinggi besar menunggu dibawah pohon mangga, nggak mau pergi."
==========
(side b)
Galang memacu mobilnya, ada perasaan was-was mendengar laporan simbok. Jaman sekarang banyak kejahatan yang dilakukan dengan cara yang berbeda, dan kadang tak terduga.
"Mas, perutku mendadak sakit," keluh Putri tiba-tiba.
"Kamu tadi belum makan?"
"Bukan karena lapar, aku sekarang mual, setiap kali perasaanku tegang pasti begini," kata Putri sambil menyandarkan kepalanya.
"Tenanglah Putri, kita akan segera sampai. Lihat, setelah perempatan itu kita tinggal belok kekiri, dan sampai deh," kata Galang mencoba menghibur. Tangan kirinya memegangi tangan isterinya agar bisa menenangkannya. Beruntung Adhitama tertidur pulas dipangkuan ibunya.
Galang ingin memacu mobilnya, tapi jalanan ramai, mereka harus sabar.
Namun ketika mobil Galang akan memasuki halaman, tiba-tiba sebuah mobil yang lain sedang bersiap keluar. Galang terkejut. Begitu Galang mau masuk, pembawa mobil itu mengundurkannya lagi mobilnya. Galang berdebar tidak karuan.
"Itu kan mobil pak Haris?" teriak Galang sambil turun dari mobilnya, diikuti Putri yang seketika menghela nafas lega/
Dilihatnya pak Haris juga turun dari mobilnya.
"Aduh pak, ma'af sekali, nggak tau kalau pak Haris mau datang kemari," tergopoh Galang menyalami pimpinannya.
"Nggak apa-apa, aku baru pulang kemarin sore, lalu pagi ini ingin melihat rumah baru kamu sambil muter-muter, ee.. ada simbok-simbok dari dalam, celingak celinguk ketakutan," kata pak Haris sambil tertawa.
"Ma'af pak, ma'af, " Galang terbungkuk-bungkuk dengan masih terus memegang tangan pak Haris.
"Tapi aku suka duduk dibawah pohon mangga itu, ditata asri, aku menikmatinya, dan disekitarnya ada bunga-bunga, pinter kamu Lang."
"Terimakasih pak, ini kan karena bantuan pak Tarman juga. Oh ya, perkenalkan, ini isteri saya pak."
"Oh, ya...," pak Haris menyalami Putri yang masih menggendong Adhit.
"Cantik isteri kamu Lang, ini yang akan menari di pesta kita nanti ya?"
Galang memandangi isterinya, dan Putri tak bisa mengelak dari tatapan pak Haris yang terus memandanginya kagum.
"Silahkan masuk pak," Galang mempersilahkan tamunya masuk, sementara Putri memencet bel rumahnya agar simbok membuka pintu.
Melihat majikannya pulang, tegopoh simbok membuka pintu. Pak Haris tertawa lucu.
"mBok, kamu tadi ketakutan melihat aku ya?"
"Ma'af pak, ma'aaaf, benar saya takut, habis saya dirumah sendirian, tadi pak Galang bilang, jangan sekali-sekali membuka pintu untuk orang yang saya tidak kenal, takut jadinya pak," kata simbok sambil terbungkuk-bungkuk.
"Hahaaa... iya mbok, nggak apa-apa, aku senang tadi duduk dibawah mangga itu, hahaa.. kamu kira aku orang jahat ya?"
"Ma'aaaaf pak..."
"mBok, buat minum untuk tamu kita. Ini namanya pak Haris, pemilik perusahaan tempat aku bekerja," terang Galang.
"Oh, ya... ma'aaaf," kata simbok sambil masuk kedalam rumah.
"Banyak sekali ma'afnya," kata pak Haris sambil tertawa.
"Silahkan duduk pak, kami baru saja mengantar orang tua pulang ke Solo," Galang mempersilahkan duduk setelah sampai didalam.
"Oh sudah pulang? Sayang aku nggak bisa ketemu dan berkenalan. Besok kalau pas perayaan ulang tahun, undang mereka ke Jakarta.
"Baik pak," jawab Galang singkat.
"Sebentar, itu anak kamu Lang?"
"Iya pak, namanya Adhitama."
"Ganteng sekali anakmu, ah iyalah, bapaknya ganteng ibunya cantik."
Pak Haris pada dasarnya seorang yang hangat dan menyenangkan, tapi disiplin dalam pekerjaan. Itu sebabnya dia disukai semua anak buahnya. Ia tak pernah membedakan status karyawannya, dari yang cleaning servis sampai staf tertinggi.. sering kali pak Haris mengajak mereka makan satu meja dengannya.
"Eeh, bu Galang, mau kemana? Duduk disini saja," teriak pak Haris ketika melihat Putri mau masuk kedalam.
Putri menghentikan langkahnya.
"Mau menidurkan Adhit dulu pak," sahut Putri.
"Oh, baiklah. Setelah itu duduklah disini. Hm, cantik isteri kamu Lang, boleh aku panggil bu Galang?"
"Namanya Putri pak," kata Galang.
"Oo, namanya juga cantik, pintar menari lagi. Oh ya, apakah sudah mulai latihan?"
Galang terperangah, tak tau harus menjawab apa. Putri yang sudah selesai menidurkan Adhit kembali lalu duduk diantara mereka sambil sedikit mengundurkan kursinya.
"Bagaimana Putri, sudah latihan menarinya?" tanya pak Haris sambil menatap Putri.
Aduh, harus jawab apa ini? Putri memandangi suaminya, tapi Galangpun tak kuasa menjawabnya. Putri tau, pasti berat bagi Galang mengatakan apa yang harus dilakukannya.
"Bagaimana, kok diam semua?"
"Mm.. latihannya nggak lama pak, masih ingat sedikit-sedikit," jawab Putri lirih. Galang menarik nafas lega, jawaban itu menyiratkan bahwa Putri bersedia.
"Oh, gitu ya, oke, pokoknya semua aku serahkan pada kamu Galang. Aku yakin perayaan kali ini akan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Pembicaraan terhenti ketika simbok menghidangkan minuman dan makanan kecil.
***
"Putri, kalau kamu mau, bicaralah sama Raharjo," kata Galang kepada Putri malam harinya.
"Bicara apa ta mas, aku tuh bingung...,"
"Nanti Raharjo akan datang kemari ."
"Nggak usah mas... mas saja yang bicara."
"Lho, aku harus bicara apa, wong ini tentang tarian itu. Nanti ada juga Retno, calon isterinya."
Putri pernah mengenal Retno, walau hanya sekilas, ketika ia sedang bersama Teguh dan menemui Retno. Ia senang kalau Teguh sudah menemukan cintanya. Itu mengurangi rasa canggung yang akan dihadapinya ketika nanti bertemu Teguh atau Raharjo. Akhirnya Putri merasa pasrah, apapun yang terjadi memang harus dihadapinya. Demi nama baik suaminya didepan pak Haris yang sangat mempercayakan semuanya padanya.
Dan Putri tetap saja merasa debaran jantungnya berdetak keras ketika mobil Raharjo memasuki halaman rumahnya disore hari itu.
Galang menarik Putri menuju teras, menunggu kedua tamunya turun dari mobil.
Raharjo juga tetap saja merasa canggung. Digandengnya Retno untuk menguatkan hatinya.
"Selamat datang Jo, Retno, ayo masuk."
Retno memandangi Putri dengan kagum. Perempuan yang dulu dicintai Teguh ini memang cantik luar biasa. Ia memiliki wajah yang lembut, mata bening, bibir tipis yang tanpa dipoles lipstick pun tampak rona menggemaskan. Tak heran dulu Teguh sangat mencintainya, dan sekarangpun Galang juga sangat mencintainya.
"Selamat bertemu Putri," sapa Retno dengan manis sambil menyalami Putri yang disambut senyuman oleh Putri. Namun berkeringat tangannya ketika Teguh menyalaminya.
"Silahkan masuk, dan ayo bicara santai saja, kita bukan orang lain lho.." kata Galang sambil mendahului masuk.
"Mari kita lupakan yang telah lalu, karena kita harus menjalani hidup kita dengan garis kita masing-masing bukan?" kata Galang sambil duduk setelah tamu-tamunya duduk.
"Ayo Jo, mulailah darimana tentang tarian itu, aku sama Retno cuma akan mendengarkan. Atau, ayo kita keteras saja Ret, biar enak mereka bicara," kata Galang tiba-tiba, sambil berdiri mengajak Retno keteras. Retno meng iyakan, iapun berdiri mengikuti Galang.
"Mas.." Putri memanggil dengan bingung, tapi Galang melambaikan tangan sambi tersenyum. Barangkali itu cukup untuk membuat Putri percaya bahwa Galang memang menaruh kepercayaan padanya.
Raharjo menghela nafas panjang.
"Putri, aku minta ma'af.." kata Raharjo lirih.
"Aku juga minta ma'af," kata Putri.
"Aku tidak mengerti kalau harus begini jalan hidup kita masing-masing. Tapi sungguh, aku sangat bahagia melihat kamu bahagia dan bahkan sudah memiliki seorang anak yang cakap."
Putri terbatuk-batuk. Kehadiran Adhitama haruslah tetap menjadi rahasia bagi dirinya dan Galang. Raharjo tak boleh tau.
"Rasa kehilangan itu terobati, ketika melihat kamu hidup bahagia bersama mas Galang yang sangat mencintai kamu," lanjut Raharjo.
"Mas Galang penopang tubuh dan jiwaku, ketika aku terguncang. Ia menjaga dan mengasihi aku, dan tak sulit bagiku untuk mencintainya," kata Putri pelan.
"Sekali lagi aku bersyukur untuk kebahagiaan kamu."
"Semoga kamu juga akan bahagia disamping Retno, karena aku tau sejak dulu dia mencintai kamu."
Raharjo menatap Putri lekat-lekat. Jadi Putri juga tau kalau Retno menyukai dirinya sejak lama? Sungguh Raharjo merasa bodoh.
"Itu benar, dia sangat perhatian sama kamu kan? Tapi sudahlah... untuk apa kita bicara yang telah lalu, yang penting kita semua bertemu dalam keadaan sama-sama bahagia."
"Kamu benar, oh ya, tentang tarian itu, aku bersyukur kamu bersedia , tapi tarian apa sebaiknya yang akan kita tarikan? Nggak usah yang susah-susah, yang masih bisa kita ingat saja."
"Apa ya.."
"Karonsih, misalnya."
"Ya, aku masih ingat, mungkin kita latihan sekali saja sudah cukup."
"Terimakasih Putri, semoga pak Haris tidak kecewa nanti."
"Maaas.. " Putri berteriak memanggil suaminya. Galang dan Retno beriringan masuk.
"Kok cuma sebentar omong-omongnya?"
"Yang penting sudah oke mas,"
***
Sebulan kemudian hari yang ditunggu itu tiba. Putri dan Raharjo memang hanya latihan sekali, Galang yang diserahi semua tanggung jawab dalam perayaan itu sangatlah sibuk. Tapi yang paling menyenangkan adalah ketika kemudian Raharjo dan Putri siap untuk menari bersama. Galang dan Raharjo mencari sendiri kostum tari yang cocog ditempat persewaan pakaian tari untuk keperluan itu.
***
Perayaan itu dimulai dengan pidato pak Haris, diarena parkir perusahaan yang cukup luas, dan didandani dengan apik dan asri. Ada panggung yang akan dipergunakan untuk pertunjukan tari, musik dan lain-lain. Pak Haris mengucapkan terimakasih atas kerja sama para karyawannya, sehingga mebuat perusahaan menjadi seperti sekarang ini, bisa menghidupi sekitar 800 orang karyawan yang tersebar dibeberapa kota. Ia juga mengatakan akan memberikan apresiasi kepada karyawan-karyawan teladan. Pidato yang panjang lebar itu diakhiri dengan tepuk sorak para karyawan yang hadir.
Ketika tiba giliran tari yang akan dilakukan oleh isterinya, Galang menempatkan diri duduk dibaris depan, Hatinya berdebar. Sungguh ia belum pernah melihat isterinya menari. Disampingnya ia mengajak simbok yang memangku Adhitama.
Gamelan mulai bertalu, lalu keluarlah seorang puteri cantik bak bidadari, menari dengan gemulai. Galang terpesona. Ia sudah tau isterinya cantik, tapi ia belum pernah melihat penampilannya seapik itu. Pak Haris bertepuk tangan memuji. Semuanya ikut bertepuk tangan, apalagi setelah sang penari priya keluar dan bersatu dalam tarian yang sangat mempesona. Tepuk tangan tak henti-hentinya, bahkan sampai ketika tarian itu berakhir. Pak Haris berdiri, melompat naik ke panggung dan menyalami keduanya dengan hangat.
Tapi tiba-tiba seakan tak kuat berdiri, Putri limbung dan nyaris terjatuh. Raharjo menangkapnya lalu menggendongnya kedalam. Kisah itu terulang kembali.
Bersambung #30
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel