Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Senin, 28 Juni 2021

Soto Untuk Kakak #14

Cerita Bersambung

Meisya ada di rumah sakit Kent, aku menyesal tadi membiarkannya sendiri, aku ke rumah sakit dulu ya Kent," James mengambil tasnya terburu-buru dan melangkah lebar.
Kent mengejarnya.
"Aku ikut James, boleh ya?" Kent terdengar memohon. James menggeleng dengan kuat.
"Tidak, jangan sekarang, besok saja," James melangkah meninggalkan Kent yang berdiri mematung.
***

Tiba di rumah sakit James segera memasuki ruang observasi, ia melihat Meisya yang sedang terpejam dan lengannya kirinya di balut perban dan bersedekap ke arah perutnya.

James segera menemui dokter jaga, ia sempat bertanya kondisi Mei, tensi darah Mei turun, kecapean saja,  tapi siku kirinya agak bermasalah, tidak patah tapi mengalami sedikit retak dan memerlukan penanganan khusus mungkin efek jatuh saat Mei tiba-tiba pingsan, entah bagaimana posisinya, sehingga kondisi lengannya bisa berakibat seperti itu.

"Tidak ada hal lain lagi kan dok?" tanya James pada dokter.
"Tidak, tidak ada hal lain, hanya harus terapi ke dokter orthopedy untuk menyembuhkan lengannya, jika nanti dirasa sehat, pasien boleh dibawa pulang," ujar dokter memberi saran

James kembali ke sisi Mei yang masih memejamkan mata, ia pandangi wajah Mei yang terlihat lelah.
James sentuh perlahan lengan kanan Mei dan Mei membuka mata.

"James," suara Mei terdengar pelan.
"Masih pusing, mau aku belikan makanan?" tanya James masih berdiri. Mei mengangguk.
"Iya,  aku lapar James, belikan roti aja deh sama air putih, maaf ngerepotin," Mei terlihat masih lemas.

Tak lama James datang dan menekan tombol di sisi kasur, agar Mei bisa dalam posisi duduk. James menyuapkan roti sedikit demi sedikit.

"Aku makan sendiri saja James,  kayak anak kecil aja," ucap Mei sungkan.
"Diam saja,  kamu harus sehat agar hari ini bisa pulang, kamu jatuh gimana sih kok bisa sampe gini?" tanya James perlahan.
"Nggak tahu, aku tiba-tiba pusing saja, padahal dah dekat apartemen loh," ucap Mei berusaha menjelaskan.
"Maaf, kamu jangan marah, Mei, kamu tidak sedang hamil kan, aku ingat temanku dulu awal-awal hamil selalu pusing," tanya James pelan.

Mei terperangah, mulutnya terbuka lebar.
"Hah hamil, hamil sama siapa terusan, ih kamu kok nuduhnya gitu, aku nggak akan semurah itu James menyerahkan kegadisanku," mata Mei terlihat berkaca-kaca.
"Maaf, aku kira kamu terbawa pergaulan di sini, dan Edwin sering ke kamu kan, kalian hanya berdua," ucap James pelan. Mei menggeleng perlahan.
"Aku memang sangat mencitai kak Ed, James, selalu saja ada debaran dan perasaan asing tiap kali aku di dekatnya, tapi untuk yang satu itu, akan aku serahkan nanti, saat aku jadi istrinya," suara Mei semakin parau.
"Maaf, ternyata aku tidak cukup mengenalmu Mei," ucap James pelan.
"Nggak papa aku tidak menyalahkanmu, mungkin bagi orang lain hal seperti itu biasa, tapi tidak untukku, kadang kak Ed juga hampir seperti itu, namun aku selalu mencegahnya, aku selalu mengingatkannya, aku mau minum James," James mendekatkan air mineral botol ke bibir Mei, James tahu, Mei berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Aku sudah nggak lemes-lemes amat kok James, bisa pulang nggak ya?" tanya Meisya melihat wajah James.
"Ok aku tanya dokternya ya?" James bergegas menuju ruangan dokter.
Tak lama James muncul sambil tersenyum.
"Ok,  boleh pulang,  bentar aku telpon Kent ya biar bawa mobil dia," ujar James memilih nomor namun dicegah oleh Mei.
"Jangan, aku nggak mau berhutang budi sama bocah itu, kita naik taxi aja dah," Mei memberengut sementara James tertawa perlahan.
***

Sesampainya di apartemen, James agak bingung juga,  ia tinggalkan Mei sendiri gimanaaa,  tidak ia tinggalkan jadi nggak enak nginap di apartemen Mei.

Mei ada di dalam kamarnya saat James masih terlihat bingung.
"Ada apa James mengapa kamu berjalan seperti orang bingung?" tanya Meisya setelah ia berada di depan James.
"Nggg anu, apa, kamu gimana di sini sendirian, kalo mau ngapa-ngapain gimana?" James balik bertanya.
"Nggak papa, aku sendirian nggak papa, aku cuman bingung mau ganti baju James, lengan kiriku masih sakit sikunya, kata dokternya belum boleh gerak-gerak ekstrim, ini kok pas pakai kaos akunya, kalo pakai baju yang ada kancing depannya itu lebih mudah bukanya, nggak nyakitin sikunya, aku minta tolong guntingkan kaosku James, nggak ada jalan lain dah, tapi maaf aku membelakangi kamu ya James," Mei melangkah ke kamarnya mengambil gunting, sementara James masih mematung di tempatnya.

Mei menyerahkan gunting dan dia membelakangi James.
Tangan James gemetar memegang gunting dan mulai menggunting sisi kiri kaos Meisya, baru beberapa guntingan James berhenti. Karena saat gunting bergerak semakin ke atas James dapat melihat kulit halus Meisya.

"Kenapa James?" tanya Meisya.
"Kamu punya handuk, atau bathrobe lah, kalo ada bawa ke sini," pinta James. Mei mengambil di kamarnya dan menyerahkan pada James.

James melanjutkan sampai selesai dan saat sisi kiri kaos terlepas, James memakaikan bathrobe ke punggung Meisya.

"Sudah, masuklah kamarmu kalo mau ganti baju," James kembali ke sofa dan merebahkan badannya di sana.

Tak lama Meisya ke luar kamar dan melihat James yang memejamkan matanya di sofa. Mei kembali ke kamarnya dan merebahkan badannya kembali, Mei merasakan lapar lagi karena malam ia belum makan,  tapi bagaimana caranya James sedang tidur, akhirnya ia mengambil ponselnya untuk menggunakan jasa delivery order, ia memesan pizza ukuran besar.

Tak lama pesanannya datang, James bangun melihat Meisya yang membawa pizza di tangan kanannya.

"Kamu lapar?" tanya James tersenyum melihat ukuran pizza yang dipesan Mei. Meisya mengangguk dan mulai memasukkan pizza ke mulutnya.
"Kok aku nggak dibangunkan?" tanya James lagi.
"Kamu kecapean, ngorok dikit tadi," jawab Mei sambil sibuk makan pizza pesanannya.
"Ayolah James, bantuin aku ngabisin ini," ajak Mei dan James mulai mengambil sepotong pizza.
"Telponlah Edwin beritahu dia, aku kawatir aku jadi salah kalo kamu nggak ngasi tau dia, karena saat Edwin ke sini satu ato dua minggu lagi, lenganmu pasti belum sembuh benar," James menghabiskan potongan kedua pizza, dan beranjak ke dapur untuk mengambil air.

"Besok sajalah,  aku tidak mau dia kawatir," Mei memasukkan potongan terakhir pizza ke mulutnya.
"Aku pulang ya Mei,  tapi aku kawatir kamu sendirian,  kalo ada apa-apa kayak tadi, gini ajalah, aku tidur di kamar sebelah ya, besok pagi-pagi aku balik ke apartemenku,  aku nggak mau nyesel kedua kalinya," James berdiri sambil menggaruk-garuk kepalanya. Mei hanya tertawa perlahan.
"Terserah kamu James,  orang kok bingung aja," Mei melempar bantal sofa ke arah James.
"Heh kamu nggak tau, aku takut banget tadi pas ada orang nelpon, kamu ada di rumah sakit, takut kamu kenapa-napa, ternyata pinter masak tapi kurang gizi," James tertawa lebih lebar dari biasanya. Mei menatap James dengan perasaan senang,  ia ingat saat mama James meninggal rasanya sulit untuk melihat senyum dan tawa itu lagi.

"Kenapa liat aku?" tanya James pada Mei.
"Aku senang kamu bisa ketawa lagi," jawab Meisya masih menatap James.
James mendesah pelan dan duduk kembali di sofa, menyisir rambutnya dengan jari-jarinya.
"Hanya kalo sama kamu, aku bisa ketawa Mei, bisa ngomong agak banyak," James balik menatap Meisya. Mei tersenyum dan memegang lengan James dengan tangan kanannya.

"Mulailah mencari orang yang bisa kamu cintai, kamu akan merasakan hidup tidak membosankan," ujar Meisya.
"Aku tidak tahu Mei, apakah aku bisa belajar menyukai dan mencintai lagi, kamu masih ada di dekatku terus, sulit untuk mencari yang mirip kamu," ucap James mengalihkan padangan dari wajah Mei.

"Carilah yang tidak sama denganku, pasti ada yang akan meluluhkan hatimu, kalo kamu cari yang mirip aku jadinya malah sulit ngelupain aku, lagian kamu kok bisa suka sama aku sih James, kata Gavin cuma orang-orang aneh yang mau sama aku hahahah, beneran deh Gavin bilang gitu," Mei tertawa sambil memegangi siku kirinya yang masih terasa nyeri.
"Dia yang nggak waras berarti Mei, seenaknya aja ngatain aku orang aneh, semua orang suka sama kamu,  sangat malah, papa mamaku meski cinta mereka seperti pada anak kalo ke kamu, Edwin tercintamu, malah dosen cerewet bocah yang kamu sebelin itu, ikutan suka sama kamu,dia malah bilang mau ngejar kamu seandainya aku nggak bilang kamu mau nikah," James berbicara tanpa melihat Mei, sementara mulut Mei terbuka lebar.
"Suka apaan, dia nyiksa aku, dosen aneh, ngata-ngatain seenaknya, dikira aku bego apa, mangkel deh, masa tiap ngajar marah mulu, bawaan pms kali kata temen-temen sekelas," Mei terlihat emosi.
James tertawa mendengar Mei ngamuk.

"Itu hanya cara dia agar kamu selalu perhatiian dia Mei,  kamu nggak peka banget, cara orang kan macam-macam nunjukin rasa sukanya," ujar James masih tersisa tawanya.
"Iya,  dan dia munjukin dengan cara yang nggak wajar, huh dasar," Mei menekuk mukanya dengan sebal.
"Sudah malam Mei, tidurlah, aku akan di sini,  menjagamu, besok pagi-pagi aku akan ke apartemenku," ujar James yang diiyakan ole Mei.

Mei melangkah ke dapur mengambil air minum dan terdengar mengaduh. Secepatnya James mendatangi Mei.

"Kenapa lagi?" tanya James kawatir. Mei hanya menyeringai.
"Sikuku kena kulkas,  sakit banget." James mengelus bahu Mei perlahan.
"Kok bisa sampe jatoh pingsan emang kenapa kamu?" tanya James berdiri di depan Mei.
"Aku kecapean, sejak ke Perth, aku sulit makan,  mikir kamu, sampe di Perth lihat wajah kamu yang sedih pengeeen banget meluk kamu, tapi kan nggak mungkin,  ada kak Ed, trus balik ke sini,  masih males makan,  jadi ya intinya aku kurang makan kali ya?" tanya Mei menengadah menatap James yang tiba-tiba memandangnya dengan sedih.
Sedetik kemudian James mendekap kepala Mei ke dadanya.

"Aku juga ingin memelukmu Mei saat kamu tiba di Perth, pelukan seorang sahabat, tak lebih, aku hanya ingin dapat kekuatan dari kamu, itu saja, aku tahu kamu sangat tidak mungkin aku jangkau lagi," James mengelus bahu kanan Mei dan melepas dekapannya.

"Sudah baikan?" tanya Mei sambil tersenyum. James mengangguk pelan.
"Tidur ya, sudah malam, istirahat yang cukup dan makan yang banyak, biar nggak pingsan lagi," James mengusap kepala Mei.

Mei melangkah masuk kamarnya, dan membiarkan terbuka, tanpa menutup pintu, James merebahkan badannya di sofa. Mulai memejamkan matanya perlahan.
***

James mendengar ponsel Mei berbunyi, dilihatnya jam menunjuk ke angka 11.30 malam. Ah ternyata ponsel Mei ada di meja dekat James tidur di sofa, ia dekati ponsel Mei. Kakak ganteng is calling...
James bimbang, akan ia angkat atau tidak.....ini pasti Edwin pikirnya...

==========


James berpikir berkali-kali untuk mengangkat atau tidak telpon dari Edwin. Dengan sekali tarikan napas ia ambil ponsel Mei dan....

"Halooo..."
"James? Malam-malam begini ada di apartemen Mei?"
"Meisya mengalami kecelakaan sedikit"
"Apa? Kecelakaan? Gimana dia sekarang? Kenapa tidak segera kau telpon aku, ini di mana? Di rumah sakit ato.."
"Tunggu aku jelaskan Ed, Mei sudah di apartemen, tadi memang sempat ada di rumah sakit, kan..."
"Ah kamu terlalu lama jelaskannya James, kondisi Mei gimana? Siapa yang menabraknya?"
"Dengarkan aku dulu Ed,dengarkan..dia hanya jatuh, karena pingsan, nah entah jatuhnya gimana, lengannya agak retak dikit, tadi hasil rontgen sudah diperlihatkan tapi akunya nggak ngerti juga retaknya gimana"
"Aduh trus kondisi Mei sekarang gimana? Rasanya aku ingin segera terbang James, besok dan lusa aku terlanjur ada janji dengan perusahaan besar, tiga hari lagi aku menemui Mei, James, aaahhh aku kesal keadaan seperti ini"
"Mei baik-baik saja, ia berulang kali mengeluh lapar, saat pingsan tensinya turun Ed,  dia kurang makan dan kelelahan setelah dari Perth, kata Mei gitu sih"
"James bisa aku minta tolong?"
"Ya, apa?"
"Jagakan Mei untukku, bisa kan, sampai aku datang"
"Yah"
"Terima kasih, terima kasih James"
"Ya, sama-sama"
"Salamku untuk Meisya, selamat malam"
"Akan aku sampaikan, selamat malam juga"

James menghembuskan napas dengan berat. Meletakkan ponsel Meisya. Dan menunduk menopangkan lengannya pada pahanya.
Akan aku jaga gadismu Ed, sampai kau datang, aku akan menahan rasa sakit dan perih jika selalu ada di dekatnya, keinginan untuk memeluk dan menciumnya selalu ada, namun aku tahan karena dia bukan milikku.

James melangkah pelan menuju kamar Meisya yang pintunya tidak tertutup, dipandanginya wajah damai Meisya saat tidur.
Arm slingnya masih bergantung di lengan kirinya. Posisi tidurnya pun diatur Mei menjadi agak duduk,  mungkin ia menyusun bantalnya menjadi agak tinggi, ada sedikit penyesalan James tidak membantu Mei saat akan tidur, dia hanya merasa tidak enak jika masuk ke kamar Meisya.

Tiba-tiba Meisya bergerak dan mengaduh perlahan, tanpa sadar James segera melangkah masuk dan menahan lengan kiri Meisya.
Mei membuka matanya, tersenyum saat tahu James ada di dekatnya.

"Terima kasih sudah menjagaku, terasa sakit lengan kiriku James, rasanya berdenyut-denyut," Mei menutup matanya menahan sakit.
James agak bingung juga dia harus bagaimana.

"Apa yang harus aku lakukan Mei, kamu ingin posisi bantal gimana, biar kamu enak?" tanya James sambil duduk di sisi Mei.
"Ambilkan bantal di kamar sebelah, satu saja, untuk menopang siku kiriku, arm sling rasanya nggak cukup buat sandaran kalo aku dalam posisi tidur, maaf ya James aku jadi merepotkanmu," Mei terlihat memohon. James tersenyum dan melangkah ke kamar sebelah.
Kembali dengan membawa bantal dan mengatur agar posisi lengan Mei menjadi lebih nyaman.

"Tidurlah, Edwin akan datang tiga hari lagi," ujar James menaikkan selimut Mei sampai ke perutnya dan Mei terbelalak.
"Hah kapan kak Ed nelpon, dia bilang apa, kamu yang nelpon apa dia?" tanya Mei terlihat bingung.
"Dia yang nelpon ke ponsel kamu, aku terima, awalnya ya nadanya nggak enak, tapi begitu aku kasi tau kamu gini, ya dia bingung, panik, dia nitip kamu ke aku, agar aku jagain kamu sampai dia datang," James kembali tersenyum. Mei bernapas lega.

"Tidurlah, istirahatlah, aku juga ngantuk, besok kerjaan di kampus dah nunggu, banyak lagi," James melihat Mei sekilas dan melangkah ke luar kamar.
***

Saat Mei bangun pagi, ia sudah tidak menemukan James,  hanya ada sebuah note di atas sebuah kotak makanan yang berisi tulisan tangan James.

'Aku ke kampus dulu ya Mei, aku tidak tega membangunkanmu yang tidur sangat nyenyak, ini ada makanan, aku beli tadi dekat apartmu, makanlah, jangan lapar lagi, aku janji akan menemuimu lagi, setelah semua pekerjaan selesai,  kita ke dokter orthopedy ya Mei, tunggu aku'

Jm

Mei menghembuskan napas, membuka kotak makanan dan tersenyum melihat bento yang dibelikan oleh James.
Dia orang baik, lembut, semoga kamu segera menemukan orang yang benar-benar kamu cintai James.

Meisya masuk ke kamarnya, membuka arm slingnya, kancing bajunya, melepas seluruh pakaiannya dan menuju ke kamar mandi. Setelah dari kamar mandi ia membuka lemari mencari baju rumah.
Mei mulai makan saat ponsel yang ada di dekatnya berbunyi, ternyata Edwin

"Halo kak"
"Gimana sayang? Sudah enakan?"
"Iya, nggak papa kok kak, semalam cuman terasa agak linu siku kiri, berdenyut-denyut rasanya, tapi nggak papa, ntar lagi akan diantar James ke dokter"
"Mana James?"
"Ke kampus paling, aku bangun dia sudah nggak ada"
"Kok bisa sih sayang kamu sampe pingsan kayak gitu, kepala kamu nggak papa kan, nggak sakit kan,  sudah ctscan"
"Haduh kaaaak nggak papa aku, cuman jatuh aja, kecapean, kelaparan hihihi"
"Kok bisa sih kamu kelaparan,  aku jadi merasa bersalah"
"Kecapean pas ke Perth itu, aku kan jadi males makan, meski makan kan dikiiiit banget, males bener-bener males, tanya aja ke ibu, ibu juga gitu sama kayak aku"
"Iya mama emang bilang,  kamu makannnya dikit banget, mama semalam kaget juga pas aku kasi tau,  kayaknya kalo jadi aku bakalan bareng mama lagi ke kamu"
"Nggak usah lah kak, nggak usah ke sini lagi, Mei jadi nggak enak"
"Lalu kamu maunya dirawat James gitu"
"Loh kok kakak bilang gitu, aku nggak mau nyusahin kakak, lagian aku yakin kakak banyak kerjaan, iya kan?"
"Namanya kerjaan nggak bakalan brenti emang Mei, tapi kamu lebih penting dari semua kerjaan aku, jadi nggak ada gunanya juga semua yang aku capai kalo kamu nggak ada di sisi aku, makanya aku akan raih semuanya, saat kamu sudah jadi istri aku maka akan semakin sempurna"
"....."
"Hei kok diam sayaaang, Mei"
"Makasih kak"
"Eh kok suaranya gitu, kamu nangis ya"
"Kakak sih bikin aku terharu, jadi semakin nggak enak akunya"
"Iya dah ntar aku sambung lagi ya, makan yang teratur ya sayang, love you Mei"
"Love you kak"

Mei menutup ponselnya dan menyusut air matanya perlahan. Mei jadi sangat kangen pada Edwin. Meski ia kasihan jika Edwin harus bolak balik ke tempatnya tapi ia tidak munafik bahwa kedatangan Edwin sangat ia harapkan.
***

Sore setelah pekerjaan di kampusnya selesai James melangkah terburu-buru menuju apart Mei. Saat membuka pintu apart ia segera memanggil nama Mei dan Mei menyahut dari arah kamarnya. James segera menuju kamar Mei dan kaget saat Mei mengancingkan bajunya dan terlihat perut rata Meisya.

"Maaf," James segera melangkah ke sofa dan duduk menunggu Meisya siap.
"Ayo James antar aku ke dokter," ajak Mei setelah siap untuk berangkat.
"Ok, besok kamu jangan masuk dulu,  biar aku yang memintakan ijin ke dosenmu," ujar James sambil berdiri di dekat Mei dan Mei mengangguk pelan. Beriringan mereka keluar dari apart Mei.
***

Malam mulai menjelang saat James dan Mei pulang dari memeriksakan kondisi Mei ke dokter. Mereka membeli makan lalu melangkah memasuki apart Mei.

"Makanlah Mei,  aku ingin rebahan di sofa dulu ya, capek rasanya," James berselonjor dan merebahkan badannya di sofa.
"Aku ganti baju dulu James," sahut Mei. James sudah memejamkan matanya dan tak lama kemudian dia sudah tertidur lelap.

Saat Mei kembali ke sofa, ia sudah melihat James yang tidur nyenyak, Mei hanya menggeleng perlahan dan tersenyum melihat wajah lelah James.
Mei mulai membuka makanan yang dibeli James tadi, entah mengapa Mei ingin makan, tapi jenisnya terlalu banyak bagi Mei, ada spageti, lasagna, makaroni panggang dan pizza ukuran sedang.
Mei mulai makan karena ia sudah tidak kuat menahan lapar. Ia cicipi semuanya hanya sedikit saja,  hanya spageti yang ia habiskan.

Tak lama James bangun dan mulai duduk, mengerjabkan matanya dan melihat Mei yang masih duduk di dekatnya dan menghabiskan sisa-sisa toping spageti.
James tersenyum sambil menunjuk ke bibir Mei.

"Apa?" Mei mengusap bibirnya perlahan.
"Makan belepotan, nih tisu," James mulai mengambil sepotong pizza lalu memasukkan ke mulutnya dan memberikan selembar tisu ke arah Mei.
***

Selama dua hari penuh James merawat dan menjaga Meisya, selama dua hari itu juga, James kerap manahan diri saat melihat hal-hal yang sangat privat pada diri Meisya.
Sering ia melihat Meisya yang tanpa sungkan ganti baju, sementara pintu kamarnya tidak tertutup, James laki-laki normal yang pada saat tertentu kadang ia ingin sekali memeluk Meisya, hanya menahan diri untuk tidak melukai persahabatannya dengan Mei.
Jika ia sudah tidak bisa menahan diri,biasanya James segera masuk ke kamar yang ada di sebelah kamar Mei dan segera menelungkupkan badannya di sana, meredakan gemuruh napasnya,  meluruskan pikirannya.
***

"James, ada yang mengetuk pintu tuh, siapa ya, kalo kak Edwin pasti dia dah masuk," Mei menepuk pipi James yang masih tidur di sofa, ia bangun perlahan dan mengucek matanya.
"Pasti teman kamu yang bawel itu," sahut James melangkah pelan.
"Untung aku sekarang nggak ada jam ngajar Mei, bisa agak siang ke kampus," James kaget saat ia membuka pintu.
"Papa?" ucap James kaget dan om Ben tak kalah kaget.
"Kamu menginap di sini?" tanya om Ben mengernyitkan keningnya saat melihat baju James yang tak karuan.
"Mei mengalami sedikit cedera, aku di sini untuk merawat, masuk pa, papa ngapain ke sini, pagi-pagi lagi?" tanya James melangkah beriringan dengan papanya.
"Aku ada sedikit urusan bisnis James, ingat Mei aku beli makanan dan mengantarnya ke sini," om Ben meletakkan makanan yang ia bawa di meja bersamaan dengan Mei yang baru saja ke luar dari kamarnya.

"Om Beeen," Mei memeluk papa James dan om Ben menepuk-nepuk punggung Mei dengan lembut.
"Ini ada sedikit makanan Mei, kenapaaaa ini lengan kamu," Mei melepas pelukannya dan hanya tertawa.
"Makasih banyak om, mengenai lengan yah biasa om, uji ketahanan tulang eh ternyata nggak kuat," Mei kembali tertawa.
Om Ben terlihat bahagia menatap Mei yang tertawa ceria.

"Ayo om sekalian makan, ini om bawa banyak makanan, kok bilangnya sedikit, trus siapa yang mau ngabisin, ayo James, kita sarapan bertiga yok," ajak Meisya, dan James duduk di dekat Mei membetulkan arm slingnya yang tidak pada posisi benar.

"Kenapa James?" tanya Mei.
"Berdirilah, aku betulkan arm slingmu, ingat kemarin pesan dokter, posisi ini yang menentukan retak siku kamu akan segera pulih," James berdiri di belakang Mei membetulkan talinya.

Papa James melihat pemandangan di depannya dengan dada sakit, ia merasa bahwa apa yang menimpa pada anaknya adalah efek dari perbuatannya di masa lalu, dulu ia menyia-nyiakan cinta sejati mama Edwin, dan saat ini anaknya yang merasakan sakit karena cinta.
Ia melihat mata James yang selalu menatap Mei dengan penuh cinta,  sementara pandangan Mei yang ceria hanyalah tatapan seorang adik pada kakaknya.

Tiba-tiba pintu terbuka dan muncul wajah Edwin, bu Minda dan kak Edwina serta dua anaknya.

"Kak Eeed," Mei berteriak dengan girang dan dengan cepat menutup mulutnya.

Sementara papa James berdiri mematung saat menatap wajah bu Minda dan kak Edwina bergantian.
James tak kalah kaget saat melihat wajah perempuan yang berdiri di belakang mama Edwin, wajah yang bagai pinang dibelah dua dengan papanya....

Bersambung #15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER