Cerita Bersambung
Bener-bener nih hari yang melelahkan, mangkel deh sama si James, nggak bantu malah nyusahin pas presentasi
Meisya berjalan sambil berpikir tentang kekesalannya pada James yang terlihat cuek hari ini, tapi ia tidak berani macam-macam di kelas karena saat di kelas Mei tetap berlagak cuek juga pada James, sesuai permintaan James agar hubungan pertemanan mereka tidak diartikan macam-macam oleh mahasiswa yang lain di kelasnya.
Meisya melangkah cepat, ia ingin segera berendam di bathup apartemennya. Saat belokan di lorong agak sepi di kampusnya tiba-tiba terdengar sapaan khas James dengan suara baritonnya.
"Kayaknya ada yang mangkel nih." Meisya tersentak dan menoleh pada James yang menjejeri langkahnya.
"Iya sebel aku sama kamu, pake nanya-nanya yang sulit lagi," sahut Mei mengerucutkan bibirnya.
"Salah kamu kemarin sudah aku ingakan lewat pesan singkat eh nggak dibales," ucap James dan terdengar tawanya. Langkah Mei terhenti.
"Oh ya? Kapan?" Mei cepat membuka ponselnya dan mencari-cari pesan James, dan terbelalak saat menemukan pesan dari James.
Keduanya terlihat duduk di kursi yang tersedia di sepanjang lorong kampus.
"Kamu terlalu asik dengan seseorang sampai lupa membaca materi untuk presentasi, sampai saat di cafe pun, semalam, enggan menyapaku yang tak jauh dari tempat kamu duduk," James berbicara dengan santai sementara Mei membelalakkan matanya.
"Kamuu kamu jadi penguntit yaa kok tahu aku ngapain aja, eh itu kak Edwin tahu," jawab Mei sambil tertawa.
"Oh kakak kamu, kok mesra gitu sama kamu?" tanya James dengan wajah tak percaya.
Akhirnya Meisya bercerita lengkap semua perjalanan hidupnya pada James. James menghela napas.
"Dan kamu mulai mencintainya?" tanya James.
"Kayaknya ia deh James," jawab Mei.
"Baguslah, ayo kita pulang, malam sudah mulai turun," ajak James dan bersisian mereka berjalan pulang menuju apartemen.
Kerr.. Keeriiuuuk.. Dan James memegang perutnya
Mei menoleh pada James dan tertawa sambil terbelalak.
"Segitu lapernya tuh perut sampe bunyinya kayak orang makan kerupuk."
"Aku jitak kamu Mei, selalu bikin aku malu, kalo ngomong seenaknya," James terlihat malu dan wajah putihnya jadi memerah.
"Di apartemenku banyak makanan, mau?" ajak Mei pada James.
Dengan ragu James mengikuti langkah Mei masuk ke apartemennya.
"Masuklah James, ayo aku hangatkan dulu makanannya," ajak Mei dan James masih melangkah pelan sambil pandangannya memutari apartemen Mei. Meletakkan tasnya dan melangkah ke ruang makan mini lalu duduk di sana, mengamati Mei yang cekatan menghangatkan makanan dan menyajikannya di piring-piring mungil. Sisi lain dari Meisya yang baru ia ketahui, terampil di dapur.
"Haaah sudah siap, ayo makan, James, ayolah," Mei menyendokkan nasi dan menatap James yang masih menatap wajahnya.
"Mau nggak sama nasi, ato makan cap caynya saja?" tanya Mei.
"Nasinya dikiiiit aja, aku mau ayam hainan sama cap cay Mei," ucap James, terlihat benar-benar lapar, tapi terlihat mulai meremas perutnya. Mei menatapnya sekilas.
James mulai mencicipi ayam hainan dan terlihat mengangguk-angguk.
"Bener ini kamu yang masak, nggak beli?" tanya James. Mei menghela napas.
"Aku biasa masak James, hidup di panti pasuhan harus serba bisa, ih nggak percaya, besok kamu mau minta apa aku masakin, ke sini, liat aku masak, udah ya, kamu makan, abisin semua, aku mau mandi," ujar Mei meninggalkan James sendiri.
Usai mandi Mei segera menemui James yang ternyata malah mencuci piring kotor. Jasnya terlihat tergeletak dengan mesra di kursi, lengan kemejanya digulung sesiku.
"Hei siapa yang nyuru kamu nyuci piring, sana pulang," Mei menarik lengan James. James tertawa dan menyipratkan air ke wajah Mei.
Mei menghindar dan memukuli James. James memegang kedua tangan liar Mei.
"Hei berhenti, mukul sembarangan, kena yang nggak-nggak ntar," James mengeraskan pegangannya pada kedua tangan James.
"Kamu usil, sana pulang, aku mau tidur," Mei mendorong badan besar James ke arah pintu.
"Tanpa kamu suru aku memang mau pulang," James memakai jasnya kembali dan mangambil tas lalu berjakan ke arah pintu.
"Pulang dulu ya," James melambaikan tangan dan menghilang di balik pintu.
Bersamaan dengan itu ponsel Mei berbunyi segera Mei terbang mengambil ponsel dan melihat nama nama kakak ganteng is calling....
Lama Mei berbicara dengan Ed, sekitar satu jam, lalu Mei mengakhiri pembicaraan mereka karena mengantuk.
***
Dua hari ini Mei tidak melihat James di kampus, terakhir ya saat ke apartemen Mei.
Mei menelpon James dan terdengar suaranya yang serak
"Kamu sakit James?" tanya Mei dengan nada kawatir.
"Nggak, cuma pusing dikit, bisa minta tolong Mei, kamu ke kantor jurusan, temui Mr. Edward, ia akan memberi amplop besar, terima dan antarkan ke apartemenku ya, maaf Mei merepotkan kamu," suara James terdengar menyedihkan.
"Iya iyaaa aku ke kantor jurusan sekarang, makanya jangan telat-telat makan, huh biasa," Mei bergegas ke kantor jurusan.
***
Mei naik ke lantai dua melalui lift dan menelusuri apartemen tempat James tinggal mulai mencari nomor apartemen yang disebutkan oleh James tadi.
"Nah ni dia," Mei mengetuk pintu, agak lama pintu di buka dan tampak wajah lusuh James.
Menggunakan piyama dengan rambut acak-acakan.
Mei masuk mengikuti langkah James yang meringkuk di sofa dan memejamkan matanya.
"Heh ni surat dari Mr. Edward, kamu kenapa James?" tanya Mei mendekat ke wajah James yang memerah.
"Jangan banyak tanya kamu, buatin aku bubur sana, maag ku kumat Mei dan aku semakin malas makan, makan sakit, nggak makan makin sakit," ucap James lemah.
"Ya ampuun kamu ya kok baru bilaaang, bentar aku buatin, heh dasar si muka pucat," Mei bergerak cepat ke dapur untuk membuat bubur.
***
"Heeei bangun, nih buburnya dah jadi," Mei menepuk bahu James. James bergerak pelan, memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya pada dinding.
"Suapi Mei," suara James terdengar lemah.
"Alah alaaah manjanya, kemarin seharian sakit siapa yang nyuapi?" Mei beringsut mendekati James dan mulai menyuapi sedikit demi sedikit.
"Aku makan sendiri tapi ya itu nggak kuat jalan waktu ambil roti, pegangan ke dinding, ke meja, kamu jangan banyak tanya lah Mei," James melihat Mei dengan memelas.
Mei tertawa pelan, merasa geli melihat wajah James yang memelas.
Kalo di kelas belagak serem eh di sini malah bergaya manjah parah.
"Malah ketawa sudah tau aku sakit," James memejamkan matanya sambil memegang perutnya.
"Heleh gayanya kalo di kelas sok serem, di sini manjanyaaa heh pingin rasanya jitakin kalo pas marah-marah di kelas, sok dingin heeeeh, nikah James, nikaaaah biar nggak selalu uring-uringan dan pastinya ada yang ngerawat kalo sakit," Mei memberikan suapan terakhir pada James.
"Mau kamu nikah sama aku Mei?" ucap James sambil memejamkan matanya.
"Heeeh muka pucat, ngajak nikah apa ngigo, seenak kayak orang ngentut aja ngajakin nikah, aku mau nikah sama kak Edwin tahu, bukan sama kamu," jawab Mei melangkahkan kakinya ke arah dapur mencuci piring kotor.
"Mulutmu Mei suka ngaco kalo ngomong," James akhirnya bisa tertawa meski sambil memegang perutnya.
"Lah aku ngimbangi kamu aja, ngajak nikah sembarangan heh, gelar sudah doktor, tingkah kayak anak sma, mending cepet sana cari istri," Mei mengeringkan tangannya dengan lap bersih.
"Pulang ntar setelah aku makan malam ya Mei, aku pengen sembuh, nggak enak kalo terlalu lama ijin, sudah dua hari aku nggak masuk, keenakan ntar mahasiswa kalo aku nggak masuk," Edwin meraih obat di meja dan membuka pembungkusnya satu persatu, Mei segera mengambil air putih.
"Makanya jangan jahat-jahat sama mahasiswa, ntar didoain sakit terus kamu," Mei memberikan air pada James dan James memandangnya dengan gemas.
"Awas ya kamu, kalo aku sembuh," ucap James mulai memasukkan obat ke mulutnya.
"Ok aku tunggu kamu sembuh, jangan dikira badan imut kayak gini takut sama si muka pucat nan kekar," Mei menatap wajah James dengan pandangan menantang.
Terdengar lagi tawa pelan James.
"Mei, kalo kamu mau makan, cari aja sendiri ya, lengkap kok di kulkas bahan-bahannya, aku suka masak Mei, makanya bahan makanan di kulkas selalu penuh," James melangkah pelan masuk kamar.
"Heeeh itu sih bukan nyuru cari makan, nyuru masak iya, haduuh, bikin yang gampang aja dah, mi kuah sayur aja, biar anget nih badan," Mei melangkah ke dapur, mulai mengaduk-aduk isi kulkas.
***
Malam mulai turun, Mei sejak tadi ada di ruang tamu asik mengerjakan tugas dengan laptopnya.
Tiba-tiba Mei tersentak, ah waktunya James makan malam.
Mei menyendok bubur dan melangkah masuk ke kamar James.
Untuk pertama kali Mei masuk ke kamar tidur James, nuasa hitam dan putih saja, ada foto James yang besar terpampang di dinding, ih sok cakep nih orang, pikir Mei.
"James bangun," suara Mei terdengar pelan di telinga James.
"Aku kok lemes ya Mei?" tanya James menatap wajah Mei.
"Ya ayo kamu pengen makan apa, aku masakin, kalo cuma makan bubur ya lemes, sembarang ya aku masak apa aja, yang penting kamu makan teratur, mau?" Mei melihat iba pada wajah James yang memelas.
"Mei aku mau duduk," ucap James lemah.
"Ya elaaa manjanya, lagian gimana caranyaaa, badan kamu tinggi besar gitu, akunya imut," Mei mulai mengangkat badan James dari samping, menyusun bantal dan merebahkan pada bantal sehingga posisinya nyaman untuk makan.
"Sip dah, mari mulai makan, berani bayar berapaaa maid cantik kayak gini, sudah buatin bubur, masih nyuapin," Mei mulai menyendokkan bubur ke mulut James.
James tertawa pelan mendengar gurauan Mei, menatap Mei dari jarak dekat dan baru sadar jika Mei sangat menarik.
"Kamu cantik," kata James tiba-tiba.
"Emang, baru sadar, heh telat sir," Mei terkekeh.
"Kamu kayak ariana grande Mei," ujar James lagi. Terdengar tawa Mei yang renyah
"Haaah ariana grande dilihat dari ujung bangunan opera house, Jaaames James, sakit maagmu membuat kamu rabun ayam," Mei tertawa lagi dengan riuh sambil meletakkan piring kotor ke dapur.
Mei kembali ke kamar James membawa obat dan meminumkannya.
"Ok, aku pulang ya, sir," Mei pamit dan saat melangkah ke luar terdengar panggilan James lagi.
"Kau belum menidurkanku lagi."
"Haduuuuh nyiksa banget sih, ayo pegang pundakku, aku mau ambil bantal yang ada di punggungmu, hadduh beratnya, eh tuh kaaaan," Mei terjatuh di dada James dan tak sengaja bibir mereka hampir bersentuhan. Mei mengusap dengan kasar bibirnya.
"Ih ih iiiih, hampir kenak deh, badan besar gini maidnya imut ya nggak kuat, untung nggak kena tadi, nih bibir cuman untuk kak Ed, aku pulang James, cepet sembuh ya, baaai, telpon aku ya kalo butuh apa-apa," Mei melangkah ke luar, mengambil tasnya dan meninggalkan apartemen James.
***
Setelah Mei berlalu dari kamarnya. James mendesah pelan, ada apa dengan dadaku, kenapa debaran ini tak kunjung berhenti?
==========
Pagi-pagi Mei sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk James ia ambil yang simpel aja untuk sarapan, nasi goreng, lauk ayam goreng plus telor ceplok, heh ribet amat ngurus satu orang, setelah semuanya siap ia memasukkannya dalam wadah bekal nan simpel.
Ponsel Mei berdering memanggilnya ah panggilan video, tampak di layar wajah Edwin yang baru bangun tidur, rambut nggak karuan, tapi tetap ganteng heheh
"Halo Meisya sayang..."
"Yaaa kakak ganteng, tumben manggil pake nama lengkap"
"Kangen aja, lagi ngapain?"
"Lagi mau mandi, trus ngampus"
"Meeiii"
"Yaaa kakaaak"
"Kangen"
"Samaaa Mei kangen ngelus-ngelus pipi kakak"
"Heys kamu mancing-mancing,.kakak jadi pengen di elus beneran, kamu kok kayak berkeringat ngapain aja di situ"
"Masak kak"
"Sepagi ini? toh kamu makan sendiri bisa ntar ntar aja masaknya"
"Eemmm iiyaaa biar cepet selesai kak"
"Oooh gitu"
"Meeeiii"
"Ya kak, manggil-manggil terus"
"Kamu kapan libur Mei?"
"Leh ya masih lama kak, sekitar empat bulan lagi lah"
"Haduuuh lamanya, ya kakak akan ke kamu lagi aja, terlalu lama kakak nunggu empat bulan"
"Mei takut sama bu Minda kak, kalo kakak sering ke aku"
"Nggak papa, mama kayaknya nggak masalah itu aku ntar jadi sering ke kamu"
"Hmmmm iya deh Mei tunggu kakak ke sini"
"Ok kakak mandi dulu Mei, ntar kakak sambung lagi ya"
"Yah, bai kakak muah"
"Love you Mei"
"Love you too kakak"
Mei jadi merasa bersalah saat tadi ditanya Edwin tentang masakan yang ia masak, untuk pertama kali ia berbohong pada Edwin. Mei mendesah berkali-kali, maafkan aku kak, aku nggak punya perasaan apa-apa sama James, cuman kasian aja nggak ada yang ngurus,pikiran Mei jadi kemana-mana.
***
Mei mengetok pintu perlahan, nggak dibuka-buka, aduh kemana nih anak.
Digedornya kuat-kuat, baru Mei ingat jika ia sudah diberi tahu passwordnya oleh James.
Pintu terbuka dan Mei melihat James yang duduk di dekat jendela sambil minum.
Heh ni anak di ketuk-ketuk gak dibukain," Mei terlihat sewot sambil mengeluarkan sekotak nasi dan lauk.
"Emang sengaja, dikasi password masih gedor-gedor," ujar James kalem.
"Kalo udah sembuh maidnya dibuat mainan, huh dasar, ya dah aku ke kampus dulu ya, eh kamu nggak ada jam ya?" tanya Mei.
"Ada, ntar siang," jawab James.
"Eh iya itu nasinya, James, aku bikinin nasi goreng, lauknya ayam goreng sama telur ceplok, nggak papa ya?" Mei menoleh sebelum ke luar, James menatap Mei dan mengangguk.
Kenapa tuh anak, kok liatnya gak enak, kesambet jin ifrit kali ya.
Mei ke luar dari apartemen James sambil berpikir tentang kelakuan aneh James.
***
Sore saat akan pulang Mei berpapasan dengan James, James berjalan lurus seolah tak melihat Mei, Mei pun demikian, namun yang Mei herankan tak biasanya James berwajah datar, biasanya meski dengan ujung mata, ia akan melirik Mei dan menggerakkan sedikit alisnya. Apa salah ku ya? Pikir Mei.
Saat akan membuka pintu apartemennya tiba-tiba James nyelonong masuk ke aparemen Mei. Dan duduk di sofa.
"Hem benar-benar kesambet jin ifrit ni anak, tadi di apartemen cuek, di kampus ya cuek, eh sekarang nyelonong aja," Mei masuk ke kamarnya dan menggati bajunya dengan baju rumah.
Mei menuju kulkas dan mengambil buah yabg sudah ia potong-potong, dibawanya ke ruang tamu meletakkan di meja.
"Nih makan cemilan sehat," Mei memasukkan satu potong semangka ke mulutnya. James menatap Mei sambil geleng-geleng kepala.
"Kakakmu tercinta tau kamu pakek pakaian kayak gitu di depan cowok lain heh bisa kebakaran jenggot dia," James mengalihkan pandangannya pada potongan buah, mengambilnya dengan garpu dan memasukkan ke mulutnya. Mei melihat penampilannya dari atas ke bawah.
"Ada yang salah?" tanyanya bingung.
"Lihat celana pendekmu, hampir ke pangkal pahamu, kaosmu juga, pake yang ada lengannya, nih anak ya, untung aku orang baik-baik, kalo nggak sudah...," James tetap asik dengan buah tanpa melihat Mei.
"Halaaah paling kamu nggak normal wahahahah...ganteng sih iya, masak nggak punya cewek, makanya aku merasa aman-aman aja dekat kamu," Mei mendekatkan wajahnya pada James yang memasukkan potongan buah terakhir ke mulutnya. James menoleh tepat saat wajah Mei ada di dapannya, sesaat ia tertegun.
"Mundur Meeeeiii atau kamu memang ingin aku cium," ancam James. Mei segera memundurkan wajahnya.
"Waduuuuuh bisa marah juga nih, si muka pucat, makan ya biar aku siapkan?" tanya Mei. James menggeleng.
"Aku ke sini mau minta tolong kamu, sekaliiii saja Mei, ntar malam ikut aku ya, ke acara pernikahan kerabat papa, sedikit cuma Mei yang diundang, jadi acaranya privat banget, aku malu kalo nggak bawa pasangan, aku akan jadi bulan-bulanan sepupu-sepupuku," wajah James memelas.
"Ogah, itu kan masalah kamu, ngapain aku yang pusing, nggak ah, pasti di sana ada papa mama kamu, cari masalah namanya James, nggak," Mei menggeleng dengan keras.
James tiba-tiba duduk bersila di bawah, di depan kaki Mei.
"Please Mei, sekaliiii aja bantu aku," James menatap Mei dengan pandangan memelas. Dan Mei akhirnya mengangguk tak tega. James merangkul kaki Mei dengan riang.
"Makasih Mei, nanti aku jemput jam tujuh tiga puluh ya, bai Mei aku pulang," James bergegas ke luar dari apartemen Mei.
***
James mengetuk apartemen Mei dan sejenak terpana pada wajah Mei.
Sapuan sederhana pada wajah Mei, semakin membuat Mei cantik, rambutnya pun hanya digerai begitu saja, menggunakan dress hitam selutut tanpa lengan dan stiletto hitam.
"Haaaah dirimu terpana, pada diriku yang cantik?" Mei berputar-putar di depan James.
"Kamu kan yang bilang kamu cantik heh nggak lah biasa aja, ayo berangkat," ajak James. Mei melihat James dari atas ke bawah.
"Kita kayak yin dan yang, lah aku pake baju hitam, kamunya pakai baju putih, " Mei terkekeh dan segera mengambil clucth hitamnya.
Di dalam mobil mereka diam tak bicara.
"Aduh aku kok jadi tegang ya James," Mei menatap James dari samping.
"Tenang aja, kan nggak akan ketemu calon mertua, ntar gandeng lenganku ya Mei," pinta James. Mei mendengus kesal.
***
Benar dugaan Mei, di gedung mungil ini mereka berdua jadi pusat perhatian. James memperkenalkan Mei pada seluruh kerabatnya.
Badan Mei menegang saat James memperkenalkannya pada papa dan mamanya. Mama James terlihat kaget lalu tersenyum manis pada Meisya.
"Gadismu James, ah you look so beautiful, like a princess," mama James memeluk Mei dan Mei membalas pelukan mama James. Mati akuuu, dosa apa yang telah aku perbuat kok masuk dalam masalah seperti ini. Pikiran Mei mendadak berputar-putar nggak jelas.
***
Saat akan pulang James pamit pada papa dan mamanya.
"Kapan-kapan datanglah ke rumah kami di Pert, kami tunggu ya Meisya,".Mama James tersenyum manis dan sekali lagi mencium dan memeluk Mei. Ya Tuhaaan kenapa juga aku mauuu, mati akuu gimana ini, mereka berharap aku main ke Pert, awas nanti kamu James, aku juga kenapa mau, nggak lagi deh. Pikiran Mei mendadak buntu seketika.
Selama perjalanan pulang Mei diam saja. Wajahnya ia tekuk sedemikian rupa.
"Kok diam Mei?" tanya James dengan nada geli, ia mengerti kemarahan Meisya. Karena selama acara James mendapat ucapan selamat hampir dari semua kerabatnya bahkan bertanya kapan mereka akan menikah.
James menikmati perubahan wajah Mei selama siksaan itu berlangsung.
James sengaja membiarkan Meisya bersama dengan kerabat wanitanya, sedang James menjauh, berkumpul bersama sepupu-sepupunya yang lain.Dari jauh James mengamati wajah Meisya yang selalu tersenyum manis, Meisya memang menyenangkan dan ramah sehingga siapapun mudah berbincang ramah dengannya.
Saat akan pulang barulah James menggamit lengan Meisya dan membawanya pulang.
"Meisyaaa, masih marah?" tanya James lagi.
"Kamu jahat, ninggalin aku setelah kamu ngenalin aku ke semua orang," bibir Mei jadi maju beberapa centi.
"Lah kan sudah kenal, jadi enak tinggal cerita-cerita aja," sahut James yang membuat Mei semakin marah.
"Kamu nggak mikir, mereka nanya macam-macam, kapan kenalan, kapan jadian, kapan nikah, kamu nggak mikir aku nggak biasa bohong," dan suara Mei terdengar menahan tangis.
James menghentikan mobilnya, ia tidak mengira jika gurauannya akan menyakiti Mei.
Mei memandang ke luar jendela. Matanya berkaca-kaca. James bingung, ia akan menyentuh tangan Mei tapi diurungkannya. Ingin merengkuh bahu Mei, takut tambah salah.
"Lihat aku Meisya...Meisyaaa," suara menakutkan James membuat Mei menoleh, sejenak mereka bertatapan, ada sisa air mata di mata Mei, rambutnya sedikit menutupi wajah Mei. James menyibak rambut Mei dan menyematkannya di belakang telinga Mei.
"Maafkan aku," James jadi iba melihat Mei menahan tangis.
"Kamu marah?" James mendekatkan wajahnya pada Mei.
"Kamu pernah punya cewek nggak sih, apa kamu nggak mikir, seandainya kamu yang ada di lingkungan baru, yang belum kamu kenal, siapa yang akan membuat nyaman kalo nggak pacarnya, harusnya kamu mendampingi aku, saat mereka bertanya hal yang tidak mungkin bisa aku jawab. Aku nggak pernah pacaran James, aku mulai menyukai laki-laki ya kak Edwin, tapi aku tahu gimana caranya menyenangkan dan menenangkan pasangan agar mereka merasa nyaman, kasian banget cewek kamu kalo gini caranya," Mei menyudahi pembicaraannya dan menghadap lurus ke depan.
James memundurkan wajahnya, menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi kemudi.
"Maafkan aku, aku mungkin memang tidak tahu harus bagaimana menghadapi wanita, mungkin karena itu juga Arabela dan Nichollet meninggalkanku, tapiii...tapi yang tadi itu maksudku aku bergurau Meisya, aku memang sengaja meninggalkanmu karena aku melihat kamu sangat nyaman bersama kerabatku, aku melihatmu dari jauh, kamu bisa santai menghadapi kebawelan kerabatku, dan sejujurnya aku takut menghadapi pertanyaan mereka, kapan aku akan menikah," James memejamkan matanya.
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu menangis," James kembali memandang Mei dari samping.
"Pulang James, besok kamu ngajar di kelasku, jam pertama lagi, aku nggak mau terlambat," ajak Mei dan James kembali melajukan mobilnya.
***
"Sekali lagi, maafkan aku Meisya," suara James pelan, saat mengantar Mei sampai di depan pintu apartemen Mei. Mei mengangguk tanpa melihat James. James menarik pelan lengan Mei.
"Apalagi?" suara Mei terdengar lelah.
"Kamu tidak melihatku, aku minta maaf," mata James memelas melihat Mei.
"Yah," jawaban singkat Mei, masuk apartemen dan menutup pintu dengan pelan.
Mei membuka bajunya pelan, masuk ke kamar mandi, membersihkan badannya. Menggunakan baju tidurnya lalu menaikkan selimutnya sampai ke leher, kenapa mendadak pusing gini? Pikir Mei.
Semalaman Mei tidak bisa tidur, ia merasa mangkel tapi kasihan pada James. Ternyata dia pernah pacaran, cuma berakhir semua, berarti dia normal, aku pikir dia kelainan heh, Jaaaames kamu bikin aku marah tapi kalo lihat wajahnya jadi gak tega.
Semalaman Mei tidak bisa tidur hanya membolak balikkan badannya. Sejak dulu Mei memang menghindari makhluk yang namana laki-laki karena tidak ingin hidupnya ribet, tapi saat melihat Edwin hatinya jadi cair. Sekarang ada James yang aneh, yang mudah berubah-sikapnya, ada juga Gavin yang jadi sering menghindarinya sejak Edwin mengatakan bahwa ia calon suami Mei. Mei mendesah pelan, hai makhluk yang melelahkan jiwa, mengapa kalian datang tak diundang, pengen rasanya kalian pergi tanpa ku antar, heh kok malah mirip jelangkung.
Mei tidur saat hampir pagi.
***
James benar-benar tidak dapat berkonsentrasi pada materi yang ia diskusikan dengan para mahasiswa di kelas Meisya. Meisya terlihat benar-benar sakit. Hidung memerah, beberapa kali terlihat mengusap hidungnya dan merapatkan jaket ke badannya. Matanya terlihat berair.
Begitu selesai perkuliahan, James mencari Mei, namun ia sudah menghilang dari tempat ia duduk. Kemana anak itu? James benar-benar merasa bersalah karena semalam Mei baik-baik saja. James segera bergegas berusaha mencari bayangan Mei namun tak ia temukan. James merasa kesal karena ia tidak mungkin menyusul Meisya, ia masih ada kelas sebentar lagi.
***
James mengetuk dan membunyikan bel berkali-kali. Agak lama baru pintu dibuka. Terlihat wajah Mei yang kacau, rambut panjangnya tampak semrawut. Mei tidak berkata apapun ia melangkah masuk tanpa menyilakan James, merebahkan badannya di sofa dan meringkuk bergelung dengan selimutnya.
James mendekati Mei yang tidur meringkuk. Meraba keningnya.
"Meisya kamu panas banget, ke dokter yuk Mei," ajak James dengan nada kawatir. Terdengar batuk Mei berkali-kali.
"Nggak, ini cuma penyakit biasa, makan yang banyak, istirahat cukup, sembuh dah, aku pernah sakit lebih parah dari ini, tidak ke dokter ya nggak papa, anak panti dah biasa kayak gini, aku cuma kurang tidur, semalam mata melek terus," Mei menjawab dengan suara serak dan sengau. James menggeleng,
"Kamu jangan main-main badan kamu panas banget Mei," James meraba kening Mei sekali lagi.
"Aku sudah minum obat, sekarang ngantuk, kamu pas datang itu aku dah mau tidur, aku tidur ya James, kamu nggak papa dah sana tidur di kamar kalo ngantuk," Mei memejamkan matanya.
Mei tampak terlelap di sofa. James membuka jasnya, menatap Mei yang tidur meringkuk, perasaan bersalah kembali datang pada diri James. Seandainya tadi malam tidak datang ke acara itu pasti Mei tidak akan sakit.
Posisi tidur Mei yang tidak enak membuat James segera menggendong Mei ke dalam kamar. Sesaat dipandangnya wajah Mei.
Mengapa ada rasa aneh tiap memandang Mei. James menggelengkan kepalanya dan melangkah ke kasur menidurkan Mei dan menarik selimut sampai ke leher.
"Tidurlah Mei aku akan menjagamu, seperti kamu yang menjagaku waktu aku sakit," James merebahkan badannya di sisi Mei.
***
Malam hari James bangun ia meraba kening Mei. Lumayan turun panasnya, cepat sembuh Mei aku akan merasa bersalah selama kamu belum sembuh.
Pergerakan badan James membuat Mei bangun dan kaget menemukan dirinya ada di kasur dan James ada di sisinya.
"Pulanglah James, aku sudah mendingan," ujar Mei membetulkan selimutnya.
"Kau mengusirku di jam dua dini hari?" tanya James.
"Oh yaaa, ya tidurlah sana, aku ngantuuuk banget," Mei memejamkan matanya lagi.
"Aku laper Mei, aku ke dapur ya, mau bikin mi instan, lama dah nggak makan mi instan, ada stok kan Mei?" tanya James.
"Haduh kayak anak kecil aja makan mi instan, ada kayaknya lihat di dapur sana, tapi cuma dua paling, goreng nugget ayam sajalah James, ato bikin omelet aja, aku tidur yaaa," Mei menutup selimut sampai ke kepalanya.
James bergerak ke dapur, entah apa yang di masaknya, James hanya menggunakan kaos tanpa lengan dan celana pendek, terlihat jas, kemeja dan celana bahannya tergeletak rapi di sofa.
Harum masakan James menguar ke segala arah. James membawa masakannya ke meja ruang tamu. Saat menikmati omelet dan kentang goreng muncul Mei.
"Kamu masak apa, harum banget, minta dong," Mei duduk di dekat James dan duduk menaikkan kakinya meringkuk di kursi. James menyendokkan omelet ke mulut Mei. Mei mencomot kentang goreng dan mencocol ke saus tomat.
"Jangan banyak-banyak ya, kamu batuk masalahnya Mei," James memasukkan omelet ke mulutnya.
"Aku mau tidur lagi James besok aku ada jam kuliah, tapi rada siangan," Mei mulai meringkuk di sofa lagi.
"Tidurlah, aku nggak ada jam besok, aku akan menjagamu biar nggak telat," James membetulkan bantal yang dibawa Mei, Mei tidur di sofa, di sisi James, meringkuk seperti bayi dalam perut ibu.
Bersambung #7
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel