Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Senin, 21 Juni 2021

Soto Untuk Kakak #7

Cerita Bersambung

"Hadduuuh pagi-pagi pake acara telanjang lagi, dikira aku gak napsu apa?" Meisya bergumam pelan menyeret langkahnya ke dapur.
James melotot ke arah Mei sambil geleng-geleng kepala.
"Siapa yang telanjang, aku pake celana pendek gini, Meiii Mei, badan kecil mungil mulut nggak kira-kira kalo ngomong," James tertawa dan segera memakai kaosnya, lalu kemeja putihnya.
"Lah kamu kan tadi nggak pake baju, mana badan kamu bagus gitu, aku kan normal meski rada-rada nggak nyambung gara-gara sakit, untung nggak langsung aku gigiti kamu," Mei menyeduh jahe hangat angar menghilangkan batuk dan pileknya.

Terdengar tawa James yang membahana memenuhi penjuru apartemen Mei.

"Kamu kalo ngomong kayak dah pengalaman bolak balik pacaran, padahal pacaran aja baru setengah jalan, LDR-an lagi, nggak asik kalo pas kangen," James memakai jasnya dan berkemas untuk balik ke apartemennya.
"Kangen ya tinggal vidcall kok repot," sahut Mei.
"Halah, mulai sembuh, mulai juga ngocehnya, ingat kemarin tuh, melek aja gak bisa, ya dah aku balik apartku dulu Meisya,"James berjalan ke arah pintu dan berlalu dari hadapan Meisya.
***

Sudah dua hari ini tumben Edwin tidak menelponnya. Ada rasa kangen dalam hati Meisya. Iseng-iseng Mei mengirim pesan singkat.

'Sudah bangun kakak ganteng?'

Lama tidak ada balasan, setengah jam kemudian saat Mei dari kamar mandi baru ada notif masuk

'Sudah sayang, kakak nggak enak badan'
'Lah kok sama, Mei juga, batuk, pilek'

Tak lama berganti pada panggilan video

"Trus gimana kamu, sudah minum obat sayang"
"Sudah kak, ini sudah mendingan, kemarin pas pusing-pusingnya, meriang lagi"
"Keliatan tuh wajah masih amburadul"
"Ih kakak, masa aku amburadul"
"Cantiiik, cantiiikkk, eh iya minggu depan kakak ke kamu Mei, ada rekanan bisnis di sana yang ngundang kakak, biasalah urusan bisnis"
"Oh yaaa, asik dah ada kakak lagi yang nemenin"
"Aku bawa bumbu soto ya Mei, tak nyuru bik Sum nyiapin"
"Sekalian Mei ajari bikin kakak ya"
"Nggak, biar kamu aja, lebih enak kalo calon istri yang masakin"
"Ih manjanyaaa"
"Hahahaha iya lah biar ada mesra-mesranya kalo kamu yang nyiapin, udah dulu ya sayang, mau ke kantor, mau siap-siap dulu, meski sakit tetep masuk."
"Iya kak, Mei mau tiduran lagi, masih agak lemes, mumpung kuliahnya ntar siang, baik kak muah"
"Bai Mei"

Meisya segera menutup sambungan vidcallnya dan merebahkan badannya lagi ke kasur. Mengeratkan selimut, mulai memejamkan matanya.
***

"Meisyaaaa...," suara pelan Gavin mengagetkannya.
"Ih apaan, bikin kaget aja," Mei memukul pundak Gavin.
"Hayooo ada hubungan apa sama dosen ganteng yaa?" Gavin menaik turunkan alisnya. Mei mengerutkan kening.
"Dosen ganteng, kamu jangan bikin gosip di kampus," Mei terlihat jengkel.
Dan Gavin mendekatkan mulutnya ke telinga Meisya.
"Tadi pagi-pagi, aku lihat Pak James ke luar dari apartemen kamu, ih aku kaget, mundur selangkah, sembunyi di balik tembok, ah ternyata dirimu menyimpan sebuah misteri Meisya cantik," Gavin merendahkan suaranya. Seketika Mei memukul pundak Gavin.
"Eh jangan jadi the nyinyir's man next door ya, aku itu nggak ada hubungan apa-apa sama pak James, kami hanya bersahabat, nggak lebih, cintaku cuma untuk kakak gantengku," Mei melotot pada Gavin.
"Alaaah alesan paling kamu jalan dua, iya kan, sono iya, sini iya, " Gavin semakin menggoda Meisya.
"Eh makhluk lidah tak bertulang, aku itu sakit ceritanya kemarin, makanya pak James ke apartemenku," Mei semakin ngotot menjelaskan.
"Hmmmm segitunye, masa ada dosen sampe nginep, demi mahasiswanya yang sakit, kamu servis apaan tuh dosen ganteng sampe bisa nempel ke kamu," Gavin menahan tawa melihat wajah Mei semakin memerah.
"Servis servis, bengkel kali servis, percuma nerangkan sama kamu, pokoknya cintaku cuma sama kakak ganteng," Mei mulai tidak mempedulikan Gavin.
"Itu lagi, manusia aneh, aku cuman mau ngasi buku yang mau kamu pinjam eeeh langsung ngenalkan diri sebagai calon suami Meisya, haduh siaaapa yang mau ngambil makhluk rumpi macam kamu," Gavin menggebu-gebu berbicara. Mei hampir saja tertawa tapi ia urungkan, dan tetap memasang muka jutek.

"Ya dah udahan ngomongin dua makhluk tak berguna itu, makan yuk Mei, tuh ada food truck, ada macam-macam masakan Indonesia, yang punya orang Indonesia Mei, yuk,.laaaah malah nyelonomg sendiri Meeei Meiii," Gavin mengejar Meisya menyebrangi jalan. Nih kalo pingin tahu wajah si Gavin, hehe
***

Berdua mereka terlihat duduk sambil makan cemilan khas Indonesia. Bukan cemilan sih lumayan mengenyangkan jadi seperti makan saja. Sate 10 tusuk sama lontong. Hmmm nyam nyam kayaknya.

"Eh Gav kenapa kamu menghindar terus setelah ketemu kak Edwin yang masalah buku tuh?" tanya Mei dengan mulut penuh.
"Mangkel aku, kamunya juga kok nggak bilang kalo ntar ada temen yang antar buku, jadinya aku gak hina-hina banget, nakutin bener kakak kamu itu," Gavin terlihat ngeri.

Saat mereka tertawa-tawa bersama, terlihat dari jauh James memandangi mereka, seolah-olah ingin memastikan Meisya atau bukan.

"Meiiii...Meiiii...lihat tuh kamu dicariin dosen gantengmu," Gavin mencubit lengan Meisya.
"Manaaa..Manaaa..eh iya, biarin aja Gav, pura-pura nggak tau, paling dia cuman sekedar liat aja," Meisya pura-pura asik minum dan sibuk dengan tasnya.
"Haduuu pasti nih aku kena semprot kayak kakak gilamu, kenapa juga aku ditakdirkan ketemu orang kayak kamu yang Meeei, huh paling karena aku ganteng jadi selalu dicemburuin sama om-om itu," Gavin tak henti-henti berkicau sambil menghabiskan minumannya.

"Ya ampun Gaaav aku nggak ngiraaa kamu secerewet ini, pertama liat kamu, aku pikir kamu pendiam, cuek, ternyataaaa adu duuu, lebih parah dari nenek-nenek," Mei geleng-geleng kepala.
"Pertama ya mestilah diam kan gak kenal, punya teman kayak kamu harus cerewet, kalo nggak, hmmm akan tertindas, dimarahin kakak gila, sama dosen gak waras," Gavin terbahak-bahak.

Mereka berdua tidak sadar jika ada tatapan yang memperhatikan keduanya. James sempat menghilang dari pandangan keduanya, lalu mencari jalan lain mengalihkan pandangan mereka, dan duduk tak jauh dari Mei dan Gavin.

Sejak awal James tak suka pada Gavin yang menurut James terlalu kurangajar pada Mei, karena sejak awal tangan Gavin menyentuh kepala,bahu dan lengan Mei, meski keduanya bergurau dan saling pukul.

"Bisa mengganggu kalian sebentar, saudara Meisya bisa ikut saya, ada yang perlu kita diskusikan sehubungan dengan tugas saudara," tiba-tiba James berdiri di hadapan Gavin dan Meisya saat Gavin menggetok kepala Meisya. Gavin menggangguk dengan sopan.
"Silakan," Gavin menjawab sambil melihat wajah James yang tanpa senyum.

Mei mengikuti langkah lebar James satengah berlari.
"Heh kamu gila ya, jalan kayak ngejar maling aja, aku nggak ikut aja kalo kamu ngambek kayak gini," Mei berhenti seketika dengan wajah ditekuk. Akhirnya James mengalah, melangkah mendekati Meisya dan memandangnya dengan lembut.

"Ikut aku ke apartemen, kamu harus dihukum," James menggandeng tangan Meisya berjalan menyusuri jalan menuju apartemen James.
***

"Nggak usah narik-narik tanganku James,  aku bisa jalan sendiri,  lagian gak usah pegang-pegang," Mei berusaha menarik tangannya dari genggaman James.8

James melepaskan tangan Meisya, mereka berjalan beriringan menuju apartemen James. Saat akan masuk Meisya menarik bagian belakang jas James.

"Apa salahku,  kenapa aku harus dihukum?" Meisya terlihat tidak suka. James menoleh dan menarik Meisya masuk.
"Duduk," suara James terdengar berat dan kaku.

Untuk pertama kali Meisya merasa takut melihat James. Mata Meisya mengerjab-ngerjab menatap James dan duduk di sofa.
James duduk di dekat Meisya menatap Meisya dengan pandangan menusuk meski dalam hati ia tidak tega melihat mata Meisya yang takut dan mengerjab dengan cepat.

"Aku tidak suka kamu dekat dengan anak itu,  sejak awal aku melihat kedekatan kalian, dia menyentuh hampir semua badanmu, meski dalam konteks bergurau, itu tidak dibenarkan, dia kurangajar, kalian beda jenis kelamin, harusnya kamu tahu itu, apakah dibenarkan jika terkadang dia menarik kuncirmu, menggetok kepalamu, mengguncang-guncangkan bahumu, mencubit kedua pipimu secara bersamaan, mencubit hidungmu, telingamu dan balasanmu atas perlakuan itu apa? kamu hanya menjerit tak karuan, kamu tidak menghargai tubuh kamu sendiri, jangan terlalu dekat dengan anak itu, mengerti !" wajah James terlihat menakutkan.

Meisya menunduk dan mengangguk, ia tidak mengira jika sampai seteliti itu James mengamati kelakuannya dengan Gavin.2

"Trus kenapa kamu marah sampe segininya, aku takut," suara Mei terdengar mencicit semakin tak terdengar. James terdengar berat menghembuskan napas.
"Tidak usah tanya alasanku,  aku hanya tidak suka kamu dipermainkan oleh anak itu, sekarang bantu aku masak," James melangkah masuk ke kamarnya.

Ih makhluk aneh marah-marah sesukanya,  merintah-merintah,.memang aku apanya? Mei terlihat mangkel dan menghentakkan kakinya ke lantai.

James ke luar dari kamarnya, menggunakan celana pendek dan kaos tanpa lengan.
Melihat Meisya yang masih duduk di sofa dengan wajah kesal dan mulut yang manyun aja.

"Ayo bantu aku di dapur, buka jaketmu," suara James terdengar melunak. Mei membuka jaketnya dan saat membuka kancing celananya James membelalakkan matanya.
"Hei ngapain kamu buka celanamu?" suara James terdengar aneh antara takut dan nggak jelas hehe
"Lah aku kan bantu kamu di dapur biar enak ya pake kaos dan celana pendek, heh kamu kira, aku gila apa bantiun kamu di dapur pake celana dalam,  bisa-bisa masak sambil di grepe-grepein kamu, nggak jadi masak makanan malah masak yang lain," Meisya masih terlihat dongkol.
"Sudah dimara-marain, dituduh yang nggak-nggak lagi, masi disuru masak, nih liat aku buka celanaku, di dalemnya pake celana pendek," Mei menurunkan celananya,.meletakkan di sofa.

Iyaaa tapi kan ketat gitu meski celananya selutut," James masih memandangi Meisya.

"Nggak usah diliat biar nggak mesum aja tuh pikiran," Mei melangkah ke dapur dengan kesal.
James menahan marah dengan mengatupkan gerahamnya, namun merasa geli dengan ocehan Meisya.

"Mau masak apa, mana bahannya,  keluarin,  cepet," perintah Mei dengan nada kesal.
"Chicken katsu,  yang simpel ajalah Mei,  tapi aku kok pingin makan sayur ya Mei," James terlihat bingung.
Mei tak menanggapi,  ia mengeluarkan ayam dan daging, wortel, jagung muda dan buncis dari kulkas.

"Itu ayamnya udah nggak tulangnya kok Mei tinggak ngasi tepung aja, ngapain kamu ngeluarin daging?" tanya James. Mei menatap James dengan pandangan kesal.
"Diem aja,  katanya pingin sayur, nih daging aku buat rolade ntar makannya sama wortel,  buncis, jagung muda, aku buatkan sausnya untuk disiramkan diatasnya, pokoknya tau jadi aja,  diem aja nggak cerewet," Mei menyiapkan semua bahan dengan cekatan, tiba-tiba pintu di ketuk, bel berbunyi berkali-kali.
"Aduh James siapa? Apa perlu aku sembunyi?" tanya Meisya bingung,  beberapa kali ke apart James nggak pernah ada yang gangguin.
James pun terlihat agak bingung.

"Iya yah tumben,  siapa ini,  santai ajalah,  sedikit orang yang datang ke apartku, hanya orang istimewa yang bisa masuk apartku," James melangkah ke pintu, sementara Mei menunggu dengan gelisah.
"Mama!" suara James lebih tepat disebut dengan teriakan kaget. Beberada detik kemudian.
"Oh Meisyaaaa,  ada di sini rupanya, ah kamu, kamu bisa masak aaah James sayaaang sempurnaaaa pilihanmu," mama memeluk lengan James.
James dan Meisya bertatapan bingung, namun sedetik kemudian Mei sadar mencuci tangannya,  mengeringkan dan segera menghampiri mama James.
Mencium pipinya dan berusaha bersikap wajar.
"Maaf tante kalo saya emm saya mengganggu kenyamanan tante dengan James,  saya,  saya bisa pulang kok tante kalo tante ada perlu dengan James," Meisya berusaha ramah meski dalam hati ia mengutuki kebodohannya mengikuti James ke apart hari ini.
"Oh tidak tidak sayang, tante memang jaaaarang ke apart James kalopun ke sini biasanya nelpon dulu, kebetulan ada sahabat dari Indonesia yang datang ke Sydney jadi tante menyempatkan diri bertemu meski sebentar, lanjutkan saja apa yang akan kalian kerjakan, ato tante nunggu masakan kamu siap,  tante ingin mencicipi masakan kamu," mama James menatap Mei dengan pandangan suka yang amat sangat.

Mei memasak dibantu James, keduanya memasak dengan kikuk,  sesekali mereka saling berpandangan tanpa bicara, Mei tampak menggigit bibir bawahnya karena bingung, bingung mau bicara apa dengan James.

James menata makanan di meja makan, lalu masuk ke kamarnya mengganti baju dan bercelana, sementara Mei mencuci tangannya dan menggunakan kembali celana panjangnya.
Menggunakan kamar sebelah untuk membetulkan riasannya dan tampak James dan mamanya menunggu Mei di ruang makan.
James tersenyum aneh pada Mei saat melihat Mei baru keluar dari kamar.
Mei pun melihat pada James, terlihat jika keduanya tidak siap dengan situasi seperti itu.
Namun saat mama James menoleh pada Meisya sambil tersenyum, secepatnya Mei membalas senyuman mama dengan manis dan melangkah ke kursi untuk duduk.

"Ayo Meisya,  persilakan mama mencicipi masakanmu?" James berusaha memecahkan kekakuan diantara mereka.
"Oh iya iya mari mama, barangkali suka masakan saya," ucap Meisya mendekatkan makanan pada mama.
Mei menyajikan rolade daging plus sayuran dan menuangkan saus diatasnya.

"Hmmm sausnya enak banget mama pingin belajar bikin ini, ini berarti dagingnga dihaluskan dulu ya sayang trus digulung sama telur dadar ya,  ribet bikinnya kayaknya," mama menghabiskan isi piring dengan cepat.
"Emmmm boleh nambah lagi?" tanya mama. James terbelalak.
"Lupa diet mama, tumben?" tanya James menahan senyum.
"Sekali-sekali lah James," mama tersenyum menahan malu dan menatap Meisya dengan lembut.
"Kapan main ke Pert,  mama menunggu, dan sangat berharap sayang?"
"Iiiya mama iya,  segera bersama James tentunya, dia sibuk terus mama," Mei berusaha mencari alasan.
"Sempatkanlah James,  mama menunggu," mama memegang lengan James dan James memansang Mei sambil tersenyum.
"Aku cari waktu dulu mama," akhirnya James menjawab dan Mei mendengarnya dengan lega.
"Ah terima kasih jamuan istimewanya,  mama pulang dulu kawatir papa menunggu," mama mencium pipi Mei dan James lalu menghilang dibalik pintu.

Meisya terlihat lega dan lemas di samping pintu apartemen James.
"Kenapa?" tanya James bingung.
"Heh kenapa,  kenapa masih tanya lagi aaaaahhhhh kenapa aku terjebak dalam keadaan seperti iniiiiiii, ah aku jadi binguuuung," Mei berteriak sekencangnya dan James membekap mulut Mei.
"Hei ngaco kamu,  ntar aku dikira ngapa-ngapain kamu lagi, mama belum jauh tau,  ntar dia balik kita dikira ngapa-ngapain lagi," James memandang Mei dengan kesal.

Mei menghentak-hentakkan kakinya.
"Benci, benci,  benciiiii, aku pulang aja," Mei melangkah ke sofa mengambil tasnya dan melangkah ke arah pintu. James menarik Mei karena tak siap Mei menubruk dada James, menatap James dari jarak dekat dan menengadah.

"Sengaja kan, sengaja, ntar kalo aku gigit badan kamu sama bibir kamu, aku lagi yang salah." James menahan untuk tidak mencium Mei,  bibir penuhnya yang terbuka seolah menantang James untuk melumatnya.
James mendekatkan bibirnya ke bibir Mei,  tampak Meisya yang ketakutan memundurkan wajahnya dan James akhirnya menempelkan keningnya pada dinding di samping Mei.

"Jangan memancingku, aku laki-laki normal Meisya," James menatap Mei lagi dan menarik tangannya ke ruang makan.
"Duduk,  makanlah,  ato kalo kamu nggak mau makan,  temani aku sampe selesai makan," pinta James, Mei duduk dengan patuh.
"Trus sampe kapan kita kayak gini James, aku tidak mau melukai mamamu,  bukan ge-er tapi mamamu seperti sangat berharap besar pada hubungan pura-pura kita, aku lelah juga kalo kayak gini terus James," Mei terlihat hampir menangis.
"Biarkan aku makan dulu,  bentar lagi kita bahas sampe selesai," pinta James mulai mengunyah chicken katsunya.

==========

Meisyaa menunggu sampai James selesai makan, ia pandangi James yang menikmati masakannya. Hmmm orang aneh, cueknya minta ampun sama mahasiswa, tapi kalo sama aku kok amit-amit tingkahnya. Pikiran Mei berhenti berkelana saat James tiba-tiba mengangkat wajahnya dari piring yang ia hadapi.

"Mulai sadar kan,  kalo aku lebih menarik dari kakakmu?" James tersenyum sambil meraih gelas minumnya.
"Bener,  mulai sadar kalo kamu nggak waras," ujar Mei sewot. Terdengar tawa James yang melangkah ke dapur.
"Ayolah cepat James,  carikan cara agar kita selesai bermain opera kayak gini, aku nggak mau nanti semakin banyak yang tersakiti," Mei menghentak-hentakkan kakinya ke lantai.

James hendak berbicara saat poselnya berbunyi nyaring. Ah dari mama pikir James.

"Halo mama"
"Mama ingin bicara pada Meisya, James, masih ada kan?" (James memberikan ponselnya pada Meisya)
"Yah tante, ini Meisya"
"Jumat malam ke Pert dengan James ya, tante tunggu, bai Meisya sayang"

Dan mama menutup pembicaraan lewat telpon.
"Aaaaahhh gimana ini James haduh mangkel aku sama kamu mangkel pokoknya, mana hari itu kak Edwin mau datang lagi, terserah kamu dah aku mau pulang, aku lebih milih nunggu kak Ed pokoknya," Mei meraih tasnya dan berjalan ke pintu. James melangkah lebar dan menahan lengan Meisya.
"Apa lagiii?" Mei membentak James.
"Belum cukup kamu nyiksa aku, nggak di kampus, nggak di sini, kamu bahagia melihat aku tersiksa, aku mencintai kak Ed, aku akan memilih menunggunya, tapi aku bukan orang yang terbiasa membuat orang kecewa apalagi seusia mamamu, dia pasti sangat berharap aku datang," Air mata Mei mengalir dengan deras.
James menarik kepala Meisya ke dadanya dan membiarkan kemejanya basah.
Mei mendorong dada James perlahan dan membuka pintu, melangkah cepat dan menghilang di lorong apartemen James.

James masih tertegun di samping pintu. Kejadian begitu cepat.
Ia masih merasakan harum rambut Meisya di hidungnya. Kemejanya pun masih basah.
James menyadari semua ini salahnya. Seandainya ia tidak membawa Meisya ke acara itu, seandainya ia biarkan dirinya dicemooh jomblo seumur hidup oleh kerabatnya, tapi ia tidak tega membiarkan mamanya, selalu menatap dengan sedih tiap dirinya menjadi bahan tertawaan.
Kanker ovarium yang diderita mamanya, hanya menunggu waktu menjemputnya ke surga,  dan James ingin membuatnya bahagia di sisa hidupnya.
***

Dua hari ini James membiarkan Meisya menghindarinya. Tatapan sedihnya saat ia mengajar kemarin meyakinkan James bahwa Mei betul-betul tersakiti.
Kembali James mengutuki dirinya yang melibatkan Meisya dalam kemelut masalah dirinya.
***

Matahari hampir menuju ke peraduannya,  semburat warna jingga mengikuti langkah pelan James meninggalkan kampus.
James memilih jalan memutar, ingin menikmati kesendiriannya di taman belakang kampus yang asri meski malam hampir datang.
James berjalan menunduk menatap ujung sepatunya,membiarkan tasnya bergantung di pundaknya.

Sesaat langkahnya terhenti saat melihat sosok mungil Meisya, yang duduk sendiri di taman itu, menatap lurus ke depan, memunggunginya.
Ada rasa sakit yang tiba-tiba menjalar di dada James. Ia menyesal telah menyakiti Meisya,  membuatnya melamun, bersedih dan dijam seperti ini masih mematung di sini.
Meisya adalah gadis ceria, jika sampai ia bersedih berarti ada yang tak biasa terjadi pada anak itu.

James melangkah pelan berusaha tidak membunyikan langkahnya. Dan duduk di sisi Meisya. Mei terkejut dan menatap lurus kembali.

"Maafkan aku, undangan mama tidak usah kamu hiraukan, aku akan mencari alasan," James berdiri, menarik lengan Meisya.
"Pulanglah, aku antar, sebentar lagi malam datang,  berbahaya kamu sendirian di sini," James menunggu Meisya berdiri.
Keduanya melangkah pelan, berjalan menuju apartemen.

Saat akan masuk ke apartemennya, Meisya menoleh ke samping.
"Aku akan memenuhi undangan mamamu, aku tidak terbiasa mengecewakan orang tua, aku ingat kedua orang tuaku yang tak sempat aku bahagiakan, kita tak pernah tau, sampai kapan mereka akan ada di sisi kita," Mei membuka pintu dan melangkah masuk, saat membalikkan badannya ia melihat mata James yang berkaca-kaca.
"Terima kasih Mei," ucap James pelan. Dan mei menutup pintu apartemennya.
***

Mei merasa telah mengambil keputusan yang tepat. Ia akan datang memenuhi undangan mama James,  di waktu yang sama pula ia akan jujur pada mama James,  akan ia ceritakan semua sandiwara mereka berdua, Mei akan menyudahi semuanya. Ia lelah bersandiwara.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi nyaring,  dengan malas Mei berjalan menuju sofa tempat tasnya tadi ia lemp'arkan.
Nomor siapa ini pikir Mei... Perlahan Mei angkat

"Haloo siapa ini"
"Halo Meisya,  ini tante Melda, jangan lupa ya besok malam tante tunggu, ada acara dikit di rumah ngundang sahabat sekaligus relasi bisnis papanya James, jangan lupa sayang yah bai sayang"
"Iya tante,  Mei pasti datang"

Pasti mama James meminta nomornya pada James, ya besok, besok akan ia akhiri semuanya. Maafkan saya tante, bisik hati Meisya.

Yang ada dalam pikiran Mei apa yang akan ia katakan pada Edwin jika datang ke apartemennya dan tidak menemukannya.
Mei membalik-balikkan badannya di kasur.
Mengapa ia dapat hukuman seperti ini,  apakah ia pernah menyakiti seseorang,  membuat bingung seseorang sehingga ia menanggung akibatnya kini? Entahlah.
***

Saat akan tidur,  ada notif masuk ke ponsel Mei. Dengan malas diraihnya ponsel yang ada di meja. Dari James.
'Besok jam 9 pagi aku jemput kamu ke apartemenmu, jam 10 pesawat takeoff, perjalanan ke Perth 4 jam lebih.'
'Ya'
'Belum tidur?'
'Mau akan'
'Tidurlah'
'Ya'
'Masih marah'
'Nggak'
'Kok pendek jawabnya'
'Ya'
'Hmmm ya sudah, tidurlah'
'Ya'

Mei meletakkan ponselnya di meja dan ia mulai memejamkan matanya.
***

Pagi saat Mei menata baju yang akan dibawa ke Perth.
Ponselnya berbunyi kakak ganteng is calling..... Ya Tuhan apa yang harus aku katakan Meisya ingin menangis rasanya, ia akan berbohong lagi pada orang yang ia cintai.
Tangan Mei bergetar saat mengambil ponsel. Berusaha menenangkan diri agar suaranya terdengar wajar.

"Halo kakak"
"Mei, Meisya sayaaang jangan marah ya please jangan marah,  kakak belum bisa ke kamu, kakak janji minggu depan, kakak janji deh, Mei Meisya...aduh kok kamu nangis gitu, maafkan kakak ya Mei"

Tangisan Meisya terdengar lirih, Edwin merasa bersalah, padahal tangisan Mei adalah tangisan kelegaan, ia tidak perlu berbohong pada Edwin

"Meisyaaa maafkan kakak, ada pertemuan dengan klien yang cukup alot sayang, ini ada perusahaan pailit, kakak akan mengambil alih perusahaan itu, butuh waktu beberapa hari untuk menyelesaikan masalah administrasinya."
"Iya nggak papa kak, Mei kangen kakak, kangen meluk kakak."
"Meisyaaa kakak juga kangen, minggu depan sayang ya, kakak janji, kamu jangan nangis, kakak jadi merasa bersalah."
"Iya"
"Tuh suaranya masih gitu, ya dah jaga kesehatan ya sayang, bai"
"Bai kakak"

Meisya merebahkan badannya di kasur, ada rasa capek yang berlebihan, lelah fisik dan pikirannya.2
***

Pintu apart Mei ada yang mengetuk, pasti James, ia buka pintu dan James melihat Mei dari atas ke bawah.
"Make baju apa kamu Mei,  kok dressnya di atas lutut?" tanya James.
"Nggak papa kan bootsku hampir nyampe lutut," jawab Mei cuek
"Lah kamu ngapain sampe bawa apaan itu di pasang semua ketelinga, buka dulu, ntar di pesawat pasang lagi, ada-ada aja," Meisya terlihat masih marah.
"Iya iya aku buka,  haduuh ngambek kok berhari-hari," Mei menutup pintu apartemennya dan sempat melihat kepala Gavin nongol dan sembunyi lagi.
'Ya Tuhan cobaan apa lagi ini, kok ya paaaas the nyinyirs man next the door ngeliat aku mau keluar sama James, apaaa yang akan aku katakan pada monyet sialan itu.' Mei jadi semakin pusing.

"Aku bawakan travel bagmu," James mendorong travel bag mungil Mei.
***

Mei mulai memejamkan matanya sesaat setelah pesawat takeoff.
Mei terlihat tidur nyenyak dan tanpa sengaja kepalanya menyentuh bahu James. James membetulkan posisi kepala Meisya agar nyaman di bahunya.

James pun memejamkan matanya yang mulai terasa ngantuk.
Satu jam kemudian Mei bangun, membuka matanya perlahan, dan kaget mengetahui kepalanya ada di bahu James, dengan cepat mengangkat kepalanya, dan duduk menyandarkan punggung dan kepalanya pada kursi pesawat.

"Kenapa, tidurlah, masih tiga jam lagi Mei, nggak papa tidurlah dibahuku," James memandangnya dari samping. Mei diam saja.
"Nggak, sudah nggak ngantuk, maaf tadi nggak sengaja," sahut Mei pelan.
"Sengaja pun nggak papa," sahut James tetap memandang Mei.
"Aku nggak mau gurau males," Mei menekuk wajahnya.
"Aku kan sudah minta maaf Mei,  aku harus gimana lagi biar kamu nggak marah?" tanya James memelas.
"Ya sudah diam saja," jawab Mei ketus.
"Ya aku nggak mau kalo kamu diam aja, masa di depan mama ntar kita kaku kan aneh Mei," James memelankan suaranya dan mendekati telinga Mei. Mei menoleh dengan wajah ketus...
"Itu masalahmu." James menghela napas berat.
Perjalanan terasa menjemukan bagi James karena Meisya hanya mengeluarkan satu dua kata saja tiap dia tanya. Mei sebenarnya tidak tega melihat wajah memelas James, tapi biarlah James tahu bahwa Meisya tidak suka situasi seperti ini.

Perjalanan membosankan berakhir juga setelah menempuh penerbangan empat jam lebih.
Mereka mendarat di bandara internasional yang terletak di sebelah barat Guildford, Australia Barat,  yang merupakan bandara komersial utama yang melayani ibu kota Australia Barat, Perth.5

Meski cuaca cerah menyambut mereka berdua, tidak menjadikan wajah Meisya ikut cerah.
James memegang tangan Meisya, yang sejak tadi berusaha lepas dari genggaman James.

"Apa-apan sih," Mei berusaha melepaskan namun justru James semakin menggenggam jemari Mei.
"Kamu tidak lihat apa, mama dan papa menyambut kita, tuh lihat, sedemikian sukanya mereka padamu, sampe bela-belain jemput kamu,  padahal aku yang jadi anaknya 28 tahun tak pernah di jemput ke bandara," James berusaha menjelaskan pada Mei dan Mei melemaskan tangannya bahkan berubah memeluk lengan James dan mendekatkan badannya pada badan tegap James.

"Meisya sayang, terima kasih telah memenuhi undangan kami," mama James mencium pipi Meisya dan memeluknya sangat lama.
"Ayo kita segera ke mobil, biar mereka beristirahat dulu," papa James mengingatkan mama.

Mareka berjalan beriringan menuju mobil, James menarik tangan Meisya kembali dan Meisya hanya memandang James dengan tatapan tak suka.
***

"Ini kamarmu Meisya, beristirahatlah di sini sayang, James kamu bisa menempati kamarmu, di sebelah kamar Meisya, selamat beristirahat ya," mama ke luar kamar yang ditempati Meisya.
"Kamu nggak mau ke luar?" tanya Meisya pada James yang malah merebahkan badannya di kamar Meisya.
"James, ke luar aku mau ganti baju," Mei merengek menarik-narik tangan James agar bangun.

Sekali sentakan tangan James, Meisya langsung jatuh menimpa tubuh James. Meisya ingin berteriak tapi ia kawatir mama James mendengar.

"Apa-apan kamu, aku semakin benci sama kamu, cuma kak Edwin yang boleh giniin aku," Mei berusaha memberontak melepaskan pelukan James.

James membalik badan Mei sehingga, James menindih badan Mei yang mungil, menatapnya dari jarak dekat dan berkata...
"Berkali-kali aku minta maaf,  aku tidak mengira jika keadaan akan seperti ini, aku tidak ingin menyiksamu, aku tidak ingin membuatmu luka, tapi apa dayaku jika keadaan malah berbalik menyerangku seperti ini, jika kau merasa sakit karena masalah ini, aku lebih terluka lagi saat melihatmu menangis, mengerti..," di saat yang bersamaan mama James hendak memberi sebuah anting cantik agar dikenakan Meisya nanti malam, namun berbalik saat melihat pemandangan di depannya...mama James menghentikan langkahnya dan langsung berbalik sambil tersenyum.
James berdiri dan menatap Mei sekali lagi sebelum ke luar.
"Aku menyukaimu sejak pertama aku melihatmu Mei," James meninggalkan Meisya yang masih tertegun.
***

Meisya memberikan sentuhan akhir pada riasan wajahnya saat mama James memberikannya sebuah anting cantik.

"Pakailah, tante khusus membeli ini untukmu," ujar tante Melda memakaikan anting itu ke telinga Meisya.
"Tapi tante....," Mei ragu menatap wajah mama James.
"Tidak ada tapi-tapian, pakailah," mama James tersenyum.
"Kamu semakin cantik dengan anting itu Meisya," mama James memandang Mei dengan kagum.
"Tante saya ada perlu dengan tante nanti, ada yang akan saya sampaikan," ujar Mei dengan wajah ragu.
"Yah, nanti setelah acara ini selesai kita akan bicara di ruangan tante, sudah dulu ya Mei, tante akan menerima tamu. Panggil James jika ia sudah selesai dan bergabunglah dengan kami di samping  rumah ini ada hall luas di sana," mama James meninggalkan Mei yang masih mematung bingung.

James masuk ke kamar Mei menatap tak berkedip.
"Bajumu terlalu terbuka, tidak ada baju lain?" tanya James terlihat kurang suka.
Mei menggeleng.
James menghembuskan napas memberikan lengannya pada Mei dan Meisya menggandeng lengan James menuju tempat jamuan makan malam, yang diadakan papa untuk relasi bisnis dan sahabatnya.
***

Mama menatap dengan tatapan bahagia saat James melangkah masuk ke ruangan bersama Meisya,  segera mama memperkenalkan Meisya sebagai calon menantunya pada tamu-tamu yang hadir.
Meisya berusaha tersenyum dengan ramah meski dalam hati ia mengutuki kebodohan dirinya yang terjebak dalam ketidaknyamanan ini.

"Mau makan, akan aku ambilkan, " ujar James pada Meisya. Mei menggeleng. James menatap kawatir
"Kamu belum makan apapun, aku ambilkan ya?"

Tiba-tiba ada perempuan cantik tinggi semampai dengan dress yang ketat membungkus badannya mencium pipi James sambil memegang pundak James.

"Lama tak bertemu James, tidak lupa kan padaku, teman kecilmu yang takkan pernah berhenti mencintaimu," ujarnya dengan suara manja. James kaget dan memeluk pinggang Meisya mendekatinya.
"Hai Scarlett, kenalkan ini calon istriku, Meisya," James tersenyum pada perempuan itu dan memandang Meisya dengan tatapan mesra.
"Aaah calon, berarti masih ada kesempatan bagiku, bai James, undangan yang menjemukan bagiku, aku lebih memilih ke club saja," perempuan itu berlalu dari hadapan James.
James menghela napas lega.

Tiba-tiba wajah Meisya berubah ceria,  ia menarik James menjauh dari keriuhan acara. Ke sudut yang aman.
"Ada apa kamu menarikku ke sini?" tanya James bingung.
"Aku ada ide James, ini akan sama-sama menguntungkan, ini kan mama ngira kita pacaran, nah kita nanti ya putus ceritanya, trus kamu jadian tuh sama si cewek uler tadi, dia kayaknya napsu banget sama kamu, pasti mau," ujar Mei dengan wajah polos.

James membelalak dan marah.
"Aku yang tidak mau, ngerti!" ucap James jengkel.
Mei mengehentakkan kakinya ke lantai.
"Ya ayo dong cari cara agar kita bisa gak terjebak terus, aku sudah bilang ke mamamu, kalo setelah acara ini selesai aku ada perlu, akan aku katakan semuanya, akan aku akhiri James," Mata Mei mulai memerah, Mei kaget saat mama sudah ada di antara mereka.
"Kenapa Mei, kamu marah pada James karena Scarlett tadi menciumnya, dia menyukai James sejak dulu,  tapi percayalah,  James tidak pernah mencintainya," mama James mengusap lembut bahu Mei,  Mei dan James sama-sama diam.

"James tidak akan meninggalkanmu hanya karena Scarlett, Mei, percayalah," mama James tersenyum lembut dan meninggalkan mereka berdua.
"Tuh kaaan tambah kaco deh James, ah gimana ini," Mei menarik tangan James ke luar dari ruangan dan duduk di taman.
"Ngapain ke sini, kamu belum makan, aku ambilkan ya, tunggu bentar," James menghilang dan tak lama kembali lagi.
"Nih makanlah," James menyuapi Mei dan Mei menurut.
"Aku capek James, bener, aku takut menghadapi kedepannya kayak apa, kalopun aku pura-pura cuek nggak negur kamu, itu aku berusaha menenangkan diriku sendiri," Mei mengunyah makananya dengan malas.
"Sifatmu berubah-ubah dengan cepat, aku bingung Mei," ujar James memasukan makanan ke mulutnya, menatap Mei dengan lekat.
"Lebih bingung aku James, aku nggak mau kayak gini, tau nggak, yang ada di pikiranku, segera menyelesaikan kuliah, pulang ke Indonesia, nikah dengan ka Edwin, bikin anak yang banyak," Mei menerawang.
James memandang wajah Mei dengan tatapan sendu.

"Kamu nggak mikir perasaanku pas ngomong kayak gitu Mei," James menghela napas, menyuapkan lagi makanan ke mulut Mei.
"Lah aku kan jujur James, aku menganggapmu seperti kakakku, nggak ada perasaan apapun, tiap kali aku memandangmu yang aku rasakan kekaguman layaknya perempuan kalo liat laki-laki ganteng, setelah itu ya sudah selesai, tapi kalo dengan kak Edwin aku merasakan debaran dan gairah sebagai perempuan normal pada laki-laki," Mei menatap James dengan pandangan memelas.
"Terima kasih kamu sudah jujur, meski aku merasa sakit," James tetap berusaha tersenyum.

Tiba-tiba ponsel James berbunyi, mama menelpon bahwa para tamu sebentar lagi akan pulang,  mereka harus kembali ke tempat jamuan makan berlangsung.
***

Mei dan James berdiri di sisi papa dan mama James menyalami tamu yang akan pulang. Saat semuanya selesai,  mama James menggamit lengan Meisya.

"Ikut tante, katamu akan mengatakan sesuatu pada tante." Dada James bergemuruh dengan keras, ia tidak membayangkan hancurnya hati mamanya jika ia tahu bahwa Meisya dan dirinya hanya berpura-pura menjadi sepasang kekasih.

Pelan James mengikuti langkah keduanya. Mama mengajak ke ruang kerja papa. Di sana mereka duduk berdua. James berada di luar pintu, berdiri dengan perasaan tak menentu.

Bersambung #8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER