Cerita Bersambung
Meisya benar-benar tidak bisa mengikuti perkuliahan dengan baik. Pikirannya bercabang antara kondisi mama James dan wajah Edwin yang bermain di matanya. Selesai perkuliahan dia segera mengambil ponselnya dalam tas dan menelpon Edwin. Lamaaa tidak ada sahutan, setelah panggilan ketiga barulah terdengar suara Edwin.
"Halo sayang, ada apa?"
"Kaaaak"
"Apaaaa, kangeeen?"
"Itu apah tadi pagi-pagi papa James nelpon aku pake ponsel mamanya James trus bilang kalo mama James masuk rumah sakit, trus nyariin aku terus, trus aku harus gimana kak, aku nggak mau sembunyi-sembunyi lagi dari kakak"
"Huuuufff...datangi saja sayang, nggak papa, dengan catatan kalo ada James kamu jangan memberi peluang buat dekatin kamu, kasihan juga tante Melda, aku ingat wajahnya saat hampir jatuh."
"Iya dah bentar lagi aku ke sana, lagian James itu nggak mungkin bisa pulang, dua minggu dia full kok di Korea."
"Ok deh, waduh sampe segitunya hafal sama jadwal dosen ganteng."
"Ih kakak mesti, dijawab malah jadi salah".
"Iya iya nggak deh, nggak salah".
"Iya dah kak, aku berangkat dulu ya ke rumah sakit".
"Iya dah hati-hati bai Meisya."
"Bai kakak".
Meisya menutup ponselnya dan memasukkan ke dalam tasnya. Ia melangkah pelan meninggalkan kampus.
***
Sesampainya di rumah sakit, Meisya menelpon ke ponsel tante Melda, ia tahu pasti yang memegang ponsel pastilah papa James.
Tak lama setelah menelpon ia melihat sosok papa James yang melambaikan tangan di sudut koridor rumah sakit.
Meisya bergegas mendekat dan papa James menggenggam tangan Meisya.
"Terima kasih sudah datang Mei, mari om antar ke ruang perawatan," terlihat papa James yang menuntun tangan Meisya.
Meisya hampir menangis melihat wajah pucat tante Melda. Alat bantu pernapasan menempel di lubang hidungnya.
Tante Melda memejamkan mata dan terlihat lemah.
Mei menyentuh tangan tante Melda hati-hati, kawatir mengenai jarum infus ditangan tante Melda.
Perlahan tante Melda membuka mata,menatap Mei yang ada di dekatnya dan tersenyum pelan. Mata tante Melda terlihat berkaca-kaca.
Meisya masih memegang tangan tante Melda.
Tiba-tiba ponsel papa James berbunyi, cepat ia ke luar kamar dan terdengar bercakap-cakap entah dengan siapa.
Tak lama papa James masuk dan memberikan ponselnya pada Meisya.
"James ingin berbicara denganmu Mei," ujar papa James menyodorkan ponselnya pada Meisya.
Mei menerima dengan ragu, ia melangkah ke luar kamar dan mendekatkan telinganya pada ponsel.
"Halooo"
"Aku titip mama" (terdengar suara James yang berat dan bergetar)
"Ya, aku usahakan ke sini sebisaku"
"Terima kasih Meisya, maaf merepotkanmu"
"Nggak papa, selagi aku bisa....eeemmm kamu jahat, nggak pamit"
"Maaf, aku selalu menyiksamu, aku akan berusaha menormalkan perasaanku padamu Mei, maaf jika nanti setelah kembali ke Aussie, aku menjaga jarak."
"Nggak papa, itu lebih baik, tapi kita nggak perlu terlihat bermusuham James".
"Yah"
"Ya sudah aku mau masuk kamar mamamu lagi"
"Tunggu"
"Apa?"
"Nggak papa, bicaralah, aku suka mendengar suaramu"
"Nggak ah, katanya mau mematikan perasaanmu padaku, sudah ya James, mamamu menungguku".
"Ya, masuklah, sekali lagi makasih".
""Ya sama-sama".
"Mei".
"Loh lagi, udah ah".
Meisya menutup sambungan telponnya. Dan masuk ke kamar tante Melda.
Tante Melda terlihat memejamkan mata. Mei memberikan ponsel pada papa James. Dan kembali duduk dekat tante Melda, yang kembali membuka matanya saat mendengar tempat duduk bergeser perlahan.
"James tadi ya?" suara tante Melda terdengar lemah.
"Iya tante," jawab Mei sambil mengangguk.
"Tetaplah berteman baik, meski kalian tidak bersatu dalam cinta," pinta tante Melda.
"Iya tante, kami tetap akan berteman," Meisya mengiyakan. Tante Melda kembali memejamkan mata dan terlihat semakin lemah.
***
Menjelang sore Meisya pamit pada papa James dan tante Melda, berjanji akan kembali besok jika ada waktu luang.
***
Sesampainya di apartemen, Mei segera berganti baju dan melangkah ke luar kamar saat ponselnya berbunyi. Kakak ganteng is calling.....
"Halo kakak"
"Gimana tadi?"
"Ya gitu kak, tente Melda puceet banget, dia pengen besok aku ke sana lagi".
"Kalo kamu ada waktu gak papa, tapi kalo kamu sibuk ato capek nggak usah, artinya jangan sampe kamu bela-belain, sementara kamu punya keperluan yang lebih penting, tadi kamu sudah ke sana itu sudah cukup."
"Iyah".
"Eeeemmm si James ada?"
"Ya di Korea lah kak".
"Oh"
"Ttaaapiii pas aku lagi nungguin tante Melda kan ada yang nelpon papanya James, nah ternyata si Jamesnya juga pengen bicara ke aku kak".
"Trus kamu terima?"
"Ya iyalah kak, kan aku gak enak sama papa mamanya".
"Dia ngomong apa?"
"Bilang makasih".
"Gitu aja?"
"Iyah"
"Nggak bilang cinta sama kamu" (Edwin menggoda Meisya)
"Ih kakak, nggak lah, eh iya, dia bilang ntar kalo balik ke Aussie, dia akan jaga jarak sama aku, nggak akan deket-dekat lagi."
"Ya baguslah berarti dia ngerti kalo kamu ada yang punya, lah berarti kamu lama dong nelponnya sama si James?"
"Ya nggak lah, aku bilang mau nemui tante Melda lagi."
"Trus"
"Ya udahan nelponnya"
(Terdengar tawa Edwin) "Makasih sudah mau jujur sama kakak, jangan biarin ada orang lain yang mau bikin hubungan kita jadi gak enak lagi, aku sudah pengen kita cepat-cepat nikah sayang (suara Edwin tiba-tiba berubah pelan dan parau) kamu mau ya"
"Iyah kak nggak papa, aku mau, aku nggak enak sama bu Minda kalo aku nolak"
"Sayaaaang jangan karena mama dong masa kamu nggak pengen"
"Iyaaaa pengen (suara Meisya terdengar pelan) eh ini kakak di mana sih?"
"Masih di kantor sayang, ntar lagi aku ada meeting, paling nanti ntar sekitar jam 7-8 malam lah baru pulang......ke luaaar siapa yang menyuruhmu masuk...Zizi bawa dia ke luaaar"
Meisya kaget mendengar suara Edwin yang mengerikan di seberang sana tapi ponsel tetap Meisya dekatkan ke telinganya, tak lama terdengar lagi suara Edwin
"Sayang, masih dengar aku kan"
"Kak apaan sih kok teriak-teriak?"
"Bikin jengkel aja, wanita uler itu nerobos masuk ke ruanganku, dia bisa ngelabui satpam dan resepsionis, mengabaikan larangan Zizi seketarisku dan tiba-tiba nerobos masuk, huuuffff bikin marah, bentar lagi akan aku panggil semua, masa cuman nanganin satu wanita aja bagian depan gak bisa."
"Ih nakutin wanita kayak gitu kak"
"Makanya Meisya menikahlah deganku, kalo kita ada ikatan, orang nggak akan sembarang ganggu kita."
"Tapi kak kalo emang dasar gatel, meski kita sudah nikah tetep aja gangguin"
"Setidaknya dia akan malu gangguin suami orang, status suami orang kan yang bikin penilaian dia jadi rendah kalo tetap gangguin aku".
"Iya dah Kak Mei mau kita nikah, bilang sama ibu Minda aku mau."
"Makasih, nggak papa ya aku sama mama mulai nyiapin segala sesuatunya". (terdengar kelegaan pada suara Edwin)
"Iyah nggak papa".
"Ok sayang aku mau persiapan meeting dulu ya, ntar aku sambumg lagi, bai Mei sayang"
"Bai kakak"
Mei menutup ponselnya dan menghembuskan napas dengan berat.
***
Selama kurang lebih seminggu mama James di rumah sakit, Meisya selalu menyempatkan diri membesuk.
Sampai saat ke luar dari rumah sakitpun dan bersiap menuju bandara saat akan ke Perth Mei berada di sisi tante Melda.
Ada kebahagiaan pada sorot mata mama James tiap menatap Meisya. Dan memeluknya erat saat akan kembali ke Perth.
"Kapan-kapan jika Edwin ke sini lagi, sempatkan ke Perth, tante akan sangat senang jika kalian berkunjung," tante Melda memeluk dan mencium pipi Meisya.
"Iya tante, akan saya usahakan," jawab Mei membalas pelukan tante Melda.
"Makasih sudah menemani tante, tante pamit dulu ya Meisya," tante Melda melepas pelukannya dan melangkah pelan dituntun oleh papa James.
Ada kelegaan dalam mata Meisya melihat tante Melda terlihat baik-baik saja.
Meisya hendak melangkah meninggalkan rumah sakit saat ponselnya berbunyi... Ah dari James
"Ya James"
"Aku telpon papa kok nggak diangkat ya".
"Mereka dalam perjalanan ke bandara, baruuu saja, ini aku mau balik ke apartemenku".
"Oh iya iya, makasih sudah nemenin mama."
"Iyah sama-sama".
"Mei".
"Hmmmm.."
"Aku masih sulit ngelupain kamu, semakin aku mau ngelupain, justru semakin aku ingat kamu"
"....."
"Mei masih di situ?"
"Yah, aku akan nikah James, empat bulan lagi?"
"......"
"James Jaaaames"
Tidak ada sahutan, Meisya berteriak-teriak memanggil James tak ada sahutan.
Meisya memasukkan ponselnya dalam tas dan melangkah pelan meninggalkan rumah sakit.
Mengapa tak ada sahutan, ada apa dengan James? Pikiran Meisya mengembara entah ke mana
==========
Sampai di apartemen, Meisya merebahkan badannya di kasur tanpa mengganti bajunya.
Ada apa dengan James? Mengapa ia tidak menjawab panggilan dan teriakannya yang berulang? Apakah ada yang salah dengan kata-katanya? Ia hanya mengatakan akan menikah itu saja...
Sampai satu jam kemudian barulah Meisya bangun mengganti bajunya dengan baju rumah.
Hari ini Mei merasa beruntung tidak ada perkuliahan, namun besok, seharian ia di kampus.
Seminggu lagi James akan datang, Mei mutuskan untuk menuruti kemauan James yang akan menjaga jarak, itu akan lebih baik dari pada James merasa tersakiti dan Mei merasa telah menyakiti James.
Benar-benar hal yang tak pernah Meisya duga jika sejak awal James telah menyukainya.
Karena Meisya tidak pernah melihat sinyal itu sejak awal.Mei tidak pernah melihat James menatapnya dengan mesra atau mengumbar kata-kata yang memabukkan padanya, tidak, tidak pernah.
Hanya perhatian-perhatian kecil biasa yang ia terima itupun selalu ditemani tatapan datar James.
Mei baru sadar saat semuanya telah terlambat, ciuman dan pengakuan James di Perth telah menjelaskan semuanya.
Mei merasa ia terlalu bodoh, ia tidak pernah tahu jika perasaan cinta kadang tidak perlu diungkapkan dan diperlihatkan, itulah James.
Mei menyeret langkahnya ke dapur, menuangkan air minum ke gelas dan meneguknya sampai habis. Ia benar-benar merasa pusing, dunia cinta baginya benar-benar aneh, menyakitkan, menyesakkan.
Mei kembali menyeret langkahnya ke kamar saat panggilan telepon berbunyi nyaring dari kamarnya. Ah kak Edwin...
"Halo kak...."
"Kenapa? Kok suaramu lemas gitu"
"Nggak papa.... Kakak masih di kantor?"
"Iyah, ini baruuu aja makan siang, kamu udah?"
"Belom, males, tadi dari rumah sakit, mama James dah kembali ke Perth, sukur deh kak tante Melda dah mendingan."
"Lah harusnya kamu senang, bakal calon mertua dah sembuh".
"Ih lagi nggak mau gurau".
"Lah lalu kenapa sayaaaang"
"Si James aneh kak, tadi dia nelpon, tanya papanya kok ditelpon gak bisa ya aku bilang paling pas lagi otw ke bandara, sampek akhirnya aku bilang ke dia kalo akunya mo nikah eh dianya ngilang pas aku panggil-panggil...aneh."
"Hmmmm sayaaang sayang, ya jelaslah dia kaget, kamu juga tanpa mukadimah langsung bilang, tapi itu lebih baik, jadi dia akan berhenti berharap sama kamu."
"Tapi jadi aneh kak, tiba-tiba aja dia ngilang".
"Ya iyalah sayang, dia kaget".
"Hmmmm gitu ya, kasian James ya kak?"
"Ya nggak lah, kenapa kasian? Kamu cinta dia apa?"
"Eh si kakak, siapa yang cinta sama James, aku cuman kasian aja dia jadi mikir, aku kok ya bego ya heheheh enak-enak ngomong yang lain kok tiba-tiba bilang empat bulan lagi aku nikah, trus dianya ilang".
"Ya nggak lah, nggak bego, cerdas malah hahahah Mei Mei masih aja mikir perasaan orang lain, nggak mikir perasaan kak Ed yang kangen di sini".
"Mei juga kangen kak, cepat ke sini sama bu Minda".
"Iya iyaaa seminggu lagi, sabar, udah ya, aku lanjut mau kerja lagi, ada tamu yang mau aku temui."
"Siapa? Si uler?".
"Hahahahha nggak lah, udah dulu ya sayang, bai Meisya"
"Bai kakak".
Meisya menutup ponsel dan kembali ke dapur untuk menyiapkan makan, sejak pagi perutnya belum terisi apapun sampai siang seperti ini.
***
Meisya membersihkan apartemennya, sprei ia ganti berikut bedcover, lantai ia bersihkan dengan vacuumcleaner.
Dua hari lagi bu Minda dan kak Ed akan datang dan kembali pikirannya mengembara mengingat James yang juga datang di saat yang sama.
Biarlah..biarlah Tuhan yang mengatur segalanya, apapun yang terjadi ya biar saja terjadi...sampai tanpa sadar Meisya sudah menyelesaikan pekerjaannya.
Ia merebahkan badannya di sofa. Mengatur napas dan membuka kaosnya.
Perlahan ia melangkah ke kamar mandi dan mulai membasahi badannya dengan menghidupkan shower.
Selesai mandi ia edarkan pandangannya ke seluruh ruangan, bersih dan nyaman, Meisya tersentak saat pintu diketuk berulang dan bel berbunyi tak henti, pasti si Gavin, tidak ada cara konyol bertamu selain dia.
Mei buka pintu dan tampak wajah menggelikan dengan tatapan sok sadis.
"Apaan?" tanya Mei acuh.
"Nih dari mamah, kamu suru kasih katanya," ujar Gavin acuh. Wajah Mei berubah riang.
"Ah macam-macam kripik khas Indonesia, makasih, mama kamu datang?" tanya Mei. Gavin mengangguk dan melongokkan kepalanya ke dalam apartemen Mei.
"Masuk lah," ujar Mei menepi dan berjalan mendahului Gavin.
"Hmmmm bersih dan harum, makanya dosen ganteng betah kemari," Gavin mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
"Mulut apa tempat sampah?" tanya Mei judes.
"Eh kok marah, kan bener, malah yang kapan hari, pokok lama dah kamu ke mana sama si dosen ganteng, kayak mau melakukan perjalanan jauh, hmm dibooking deh lo ya?" mulut Gavin mulai nyerocos.
"Heh makan cabe berapa, kok pedes banget tuh mulut, nggak tahu ya kalo aku mengalami hal memusingkan, nggak bantu malah menghujat, dasar kutu, busuknya lo sebar kemana-mana," tak kalah sengit sahutan Mei dengan mata berkaca-kaca. Gavin merasa bersalah dan mendekatkan wajahnya.
"Eh emang ada apa? Apa karena ada masalah sama kamu kok tiba-tiba dia diganti dosen lain?" tanya Gavin.
"Maaf deh aku nggak tahu masalahmu, emang ada apa sih, cerita dong Mei, maaf aku jarang ke sini, abis aku trauma, sejak tau dimarahi kakakmu jadi takut bener mau ke sini lagi," ujar Gavin mulai melunakkan nada bicaranya.
Mei mendesah pelan dan mulai bercerita lengkap semuanya tentang James, dirinya dan Edwin. Mulut Gavin terbuka lebar.
"Bener kaaaan, aku dah ngira kalo tuh dosen suka sama kamu Mei," ujar Gavin terlihat bernapsu.
"Tapi Gav, dia nggak pernah mesra ato apalah kata-kata rayuan pulau kelapa lah, nggaaaak nggak ada, ngakunya juga tiba-tiba dan semuanya kacau," mata Meisya menerawang. Gavin menggeleng pelan.
"Kamu lugu banget sih," ucap Gavin sambil menatap Mei.
"Cara orang kan lain-lain Mei, dia termasuk tipe yang nggak perlu ngumbar kata-kata," ujar Gavin lagi.
"Tau nggak, malah kak Ed ngajak aku nikah empat bulan lagi,"suara Mei terdengar mengambang. Gavin kaget dan membuka mulutnya lebar.
"Waduh Mei, trus?" Gavin terlihat penasaran.
"Aku mencintainya Gav, sangat, tapi kalo untuk nikah ya aku maunya nanti aja setelah selesai magisterku," jawab Mei. Gavin menggeleng pelan.
"Tapiiii aku pikir bener kak Ed, mending kalian nikah aja, aman dah," Gavin menganggukkan kepalanya.
"Aman gimana?" tanya Mei penasaran.
"Ya aman dari segalanya, pasti dosen ganteng akan mundur teratur dan yang penting lagi aman pas kak Ed ke sini, aku nggak jamin deh kalian nggak ngapa-ngapain, cuma berdua selama beberapa hari, hadeh pasti dah grepe-grepe iya kaaaan?" mata Gavin membelalak pada Mei. Dan wajah Meisya merona merah.
"Hmmm nggak ngaku nggak papa, wajah kamu dah mengiyakan," Gavin menangkis pukulan Mei sambil tertawa.
"Mau makan Gav, aku masak nih," Meisya beranjak ke dapur menawarkan masakannya.
"Masak apaan sih, bisa dimakan nggak?" tanya Gavin menengok isi dapur dan meja makan, mencomot satu tempura dan mendesis keenakan, ia bawa piring ke ruang tamu. Meisya terbelalak.
"Hei, kucing kamu bawa semua tuh sepiring?" Meisya menahan marah.
"Halah kamu kan pinter masak," Gavin masih mengunyah dengan semangat. Dan mencari-cari sesuatu di dapur, ia mengambil saus tomat dan kembali menikmati tempura, cumi goreng tepung dan jamur krispi.
Meisya geleng-geleng kepala.
"Hmmmmm kripik ditukar sama lauk sehari..ck...ck...ck...," Meisya menggelengkan kepalanya.
"Bener-bener deh istri idaman, enak masakanmu Mei, sayang aku kok nggak tertarik sama sekali sama kamu, heran deh apaaaa yang diperebutkan dua om-om ganteng itu. Wahahahah," Gavin semakin meracau tak jelas.
"Om-om kepalamu, mereka laki-laki tampan yang memperebutkan putri cantik nan anggun," Meisya melototkan matanya pada Meisya. Keduanya berhenti berdebat saat pintu apartemen Mei ada yang mengetuk.
Keduanya saling berpandangan.
"Weh, siapa ya Gav?" tanya Mei heran. Gavin mengedikkan bahunya dan melanjutkan menghabiskan lauk Meisya yang harusnya untuk makan malam.
Meisya beranjak ke pintu membuka pelan dan setengah menjerit ia mundur.
"Jaaameees...."
Bersambung #11
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel