Cerita bersambung
Edwin menatap wajah James dan Al bergantian.
"Aku titip Mei selama aku tidak di sisinya," ujar Edwin sambil memegang bahu James, dan James mengangguk tanpa tersenyum.
"Tentu Ed, tanpa kamu minta, kami pasti akan selalu ada untuk Mei," jawab Al sambil menatap Mei yang terlihat menatap tak suka pada Edwin.
"Kak, aku nggak usah dititip-titipin, aku nggak sakit, aku ini hamil kaaak, sejak kecil aku biasa hidup susah, jadi nggak masalah kalo ada apa-apa dah biasa ngurus sendiri," Mei menatap Edwin sambil cemberut.
"Sayang, ini beda kasus, meski selama awal hamil ini kamu nggak ada halangan tapi ya harus tetep hati-hati,iya kan ma?" tanya Edwin.
Dan bu Minda menangguk, ia menyadari pandangan om Ben padanya yang terlihat bersedih seolah-olah menyesal telah menelantarkan dan tidak mendampinginya saat hamil dulu.
"Jaga asupan gizi dan emosimu Mei, karena akan sangat berpengaruh pada perkembangan bayimu," hanya itu yang terucap dari mulut bu Minda, lalu menunduk menikmati makan malam.
"Makasih Meisya sudah ngasi kado terbaik untuk om, akan om temani kamu kalo merasa kesepian," om Ben tersenyum pada Meisya.
"Kamu sudah seperti anak bagi om, anakmu nanti ya cucu om," om Ben menatap Mei yang akhirnya bisa tersenyum manis padanya.
"Iya om makasih juga, eh udah deh nggak usah ngomongin itu terus, inikan dalam rangka ngerayain ultah om Ben, gembira kek ato apalah," ujar Mei menatap pada semuanya.
"Ini om sudah bahagia dan gembira kok Mei, melihat James dan Al, kamu sama Edwin dan kehamilan kamu saat ini,membuat om ingin hidup lebih lama," om Ben menatap bu Minda yang masih saja menikmati makanannya tanpa menoleh pada Om Ben.
"Dan khusus untukmu Minda, aku akan meminta kado ulang tahun, kapan kau memenuhi janjimu, berjalan-jalan di kampus berdua denganku?" om Ben melihat bu Minda yang menoleh padanya dan meletakkan supitnya.
"Tahun depan, saat Mei sudah lahir, kita rame-rame jalan-jalan Ben, saat itu aku yakin kamu sudah sehat, anak Mei dan Ed masih lucu-lucunya, James dan Al yang baru menikah, eh iya Edwina, anak dan suaminya yang tambah bikin rame ah senangnya membayangkan itu," bu Minda memejamkan matanya sambil tersenyum.
Terlihat Mei yang sangat gembira.
"Iya iya bener ibu, asik banget deh kayaknya," Meisya tiba-tiba bertepuk tangan kegirangan.
Sedangkan Edwin tiba-tiba saja memeluk dan menggigit bibir Mei seketika, bu Minda menepuk bahu Edwin.
"Ih mesti, itu bibir bukan krupuk, asal gigit aja."
Om Ben dan Al tertawa mendengar kata-kata bu Minda, sedangkan James terlihat tersenyum sambil menunduk menatap minumannya.
"Ih mama, aku tuh seneng banget ngebayangin aku sama Mei jalan-jalan sama anak kami yang lucu, makanya aku reflek nyium Mei mama, kalo aku nyium Al weeeh bisa kena bogem James ntar, iya nggak James?" Edwin memainkan alisnya naik turun.
Terlihat pipi Al yang memerah dan James yang bingung menanggapi gurauan Edwin.
***
Hari-hari selanjutnya memang benar-benar menjadi hari yang menyebalkan bagi Mei. James bisa bolak balik menelponnya lima sampai enam kali dalam sehari, alasannya ia dititipi Edwin untuk menjaganya.
Ia merasa tidak ada masalah dengan kehamilannya, bahkan seperti tidak hamil saja karena tidak ada gangguan apapun, hanya entah mengapa jika ada bau bawang bombai, isi perutnya seolah akan ke luar semua.
Mei hanya merasa bahwa nafsu makannya yang mengerikan. Ia bisa makan dua atau tiga kali lipat dari biasanya. Herannya badannya nggak gendut-gendut juga, sampai Mei heran, ini beneran hamil apa gimana?
Kandungan Mei memasuki bulan keenam, memasuki bulan keenam ini ia mulai merasakan ada sesuatu di perutnya, kadang Mei mengelusnya sambil tersenyum sendiri, meski Mei masih bisa menggunakan celana jinsnya namun ia mulai kesulitan untuk menutupnya, terpaksa Mei membeli beberapa celana dengan ukuran yang lebih besar dari biasanya.
Mei ditemani Al berbelanja di mall, sementara James menemani om Ben untuk general checkup karena akan melakukan pengobatan lanjutan.
***
Malam hari setelah berbelanja Mei menerima telpon dari James yang seperti biasa hanya sekadar memantau Mei saja.
Mei menyarankan James mendatangi Alice karena tadi saat jalan-jalan Al terlihat kurang sehat bahkan saat Mei makan, Al hanya menemani saja.
James segera menuju apartemen Al dan menemukam wajah pucat Al saat ia membuka pintu.
"Kamu sakit?" tanya james sambil memegang dahi Al yang terasa panas.
"Aku hanya kecapean saja, persiapan pemeran tunggal kelimaku menyita pikiranku, masuklah," Al berjalan pelan dan menyandarkan kepalanya di sofa sambil memejamkan mata.
"Ini aku bawa makanan, makanlah," James memberikan bungkusan pada Al dan Al menatap James dengan mata berkaca-kaca.
James berjalan ke dapur dan mengambil piring serta supit dan terlihat menjerang air. Lalu ia membuatkan teh hangat untuk Al.
Duduk kembali di sisi Al dan menyodorkan teh yang ia buat.
"Hmmm minumlah, atau ini, kamu makanlah bentonya."
Tiba-tiba Al memeluk James dan menangis. James diam saja, lalu dengan ragu ia memeluk Al.
"Aku tidak memintamu mencintaiku secepatnya, karena sejak awal aku sadar, pesona Mei akan lama berada di hati dan pikiranmu, terima kasih James kamu sudah memperhatikan aku," Al masih saja menangis.
James melepaskan pelukannya, menatap wajah Al dari dekat.
Al mengusap bibir James dan melumatnya perlahan, Al dapat merasakan James yang membalas ciumannya.
Dan saat tangan Al mengusap leher James, ia merasakan ciuman James menjadi lebih dalam.
"Al," suara James terdengar serak saat Alice mengigit bibirnya. Alice menjatuhkan kepalanya ke dada James.
"Maafkan aku James," suara Al, terdengar lirih, James hanya mengusap kepala Al dan merasa menyesal telah hanyut terbawa suasana.
"Minumlah tehnya Al, mumpung masih hangat," ujar James saat melepas pelukan Al.
Al menurut dan minum teh buatan James.
Lalu membuka bento yang dibawa James,.makan dengan pelan dan sesekali melihat James yang memejamkan matanya bersadar pada sofa.
"James, kamuuu....kamu menyesal ya sudah membalas ciumanku?" Al bertanya pelan, saat James tak juga berbicara apapun. James menoleh pada Al dan tersenyum.
"Sudahlah nggak usah dibahas," James masih menatap Al yang malam itu terlihat cantik meski wajahnya terlihat lelah.
Al masih menatap James yang akhirnya James menunduk kalah dan tersenyum perlahan.
"Jangan balas memandangku, aku akan kalah jika kamu menatapku seperti itu," James mendengar Al yang tertawa dengan suara hampir tak terdengar.
Al tersenyum lalu menuju ke dapur mencuci gelas teh dan kembali ke sofa menemukan James yang sudah memejamkan mata.
Al pandangi wajah yang sejak awal ia lihat, mampu membuatnya percaya bahwa ia akan merasa nyaman berada di dekatnya, meski awal pertemuan ia merasakan penolakan James, namun hati kecilnya selalu berkata bahwa James akan bisa membuatnya bahagia.
***
Pagi-pagi udara sangat dingin, James bangun dan segera merapatkan jaketnya, ia melihat Al yang sudah mandi dan terlihat membawa dua mug besar yang ternyata berisi coklat hangat.
"Minumlah," ujar Al mendekatkan mug ke sisi James dan Al menyesap minumannya perlahan.
Rambut basah Al masih menyisakan air yang menetes, baru kali ini James menatap Al agak lama sambil tersenyum.
"Lama-lama kamu sadar kan James, kalo aku cantik," Al bergurau dan wajah James jadi memerah.
"Ah kamu, aku pulang dulu ya Al, kasian papa, aku cuma kirim pesan singkat semalam, aku mandi di rumah aja," James menghabiskan coklat hangatnya sekali teguk.
Mereka berjalan beriringan menuju pintu, saat mencapai pintu, Al menarik leher James dan mengecup bibirnya dan bersamaan dengan pintu terbuka muncul wajah Kent yang terbelalak.
"Wah waaaaah kemajuan banget, sepagi ini menemukan kalian berciuman dengan rambut Al yang basah, aku kok ketinggalan berita kalian, udah berapa ronde kakak ipar?" dan James langsung nimpuk kepala Kent dengan kunci mobilnya.
"Al, nanti kamu ubah passwordmu, jangan sampai orang gila ini memata-matai kita lagi, aku pulang Al," James melangkah meninggalkan Kent yang masih terdengar keras tawanya.
"Eh dia nginep di sini Al, kemajuan banget, kamu apain aja tuh badak mau nginep di apartemen wanita jadi-jadian?" Kent terlihat sangat bahagia waktu kakaknya tersenyum menahan malu.
Mereka menuju sofa dan duduk berhadapan.
"Aku pinjam mobilmu ya Al, nggak tau kenapa mobilku, masih di bengkel sejak kemarin, eh Al jawab dong, kok dia nginep, kamu apain aja dia?" tanya Kent lagi.
Al masih belum menjawab, ia hanya meraih kunci mobil dan menyerakannya pada Kent.
"Aku nggak enak badan, dia ke sini, nungguin aku, kami nggak ngapa-ngapain, cuman ciuman aja, tapi paling nggak, tadi malam dia nggak nyebut nama Mei lagi saat kami berciuman,".ujar Al pelan dan tawa Kent tiba-tiba membahana.
"Oh ya, dia sempat gitu, wah tapi aku salut sama kegigihanmu Al, akhirnya dia takluk juga sama kamu, " Kent masih saja tertawa dan memperlihatkan dua jempolnya.
"Belum Kent, belum, tapi aku bersyukur, papa James, Mei, Edwin dan mamanya Edwin selalu berusaha mendekatkan kami, itu yang membuat aku tak berhenti berharap," Al menghembuskan napas dan menatap adiknya yang masih saja tersenyum memandangnya.
"Ya dah, aku bawa mobilmu ya, ntar aku telpon James, biar dia antar kamu ke galeri," Kent menuju pintu dan berlalu dari hadapan Al.
***
Memasuki tujuh bulan kehamilannya Mei habiskan di Indonesia. Liburan semester kali ini lumayan agak lama sehingga ia bisa dimanjakan oleh bu Minda dan Edwin.
Hanya Mei mulai pusing dengan tesis yang harus mulai ia kerjakan, jika mengingat kehamilannya dan kemungkinan besar ia melahirkan di Sydney, maka bisa jadi agak molor menyelesaikan kuliahnya kali ini, paling tidak dari satu setengah tahun targetnya, menjadi hampir dua tahun.
Mei ingin segera menyelesaikan kuliahnya dan bekerja di salah satu perusahaan milik Edwin.
***
"Meeei, Mei, jangan lari-lari kalo turun dari tangga, kamu ini hamil Mei," bu Minda kembali mengingatkan saat Mei turun dengan cepat dari kamarnya menuju ruang makan.
Mei hanya tertawa dan bergabung dengan bu Minda, menyiapkan piring untuk Edwin.
"Mana Edwin, Mei kok nggak turun-turun, masih mandi ibu," ujar Mei mulai menyendokkan nasi ke piring Edwin dan piringnya. Tak lama Edwin turun dan duduk di samping Meisya.
Bu Minda menatap kedunya yang sama-sama tampil dengan rambut basah lalu menggelengkan kepalanya. Edwin menyadari tatapan mamanya sambil menahan tawa.
"Kalian ini makin jadi, hampir tiap hari, kamu tuh Ed ya ngertilah dikit, Mei itu hamil, takut capek," bu Minda menatap Edwin yang kembali tertawa dan Mei yang terlihat malu.
"Dia nih ibuuuu, mesti," ujar Mei setengah merengek. Edwin tertawa semakin keras. Bu Minda menepuk lengan Edwin.
"Lah Meinya juga mau, dan yang jelas, sejak hamil Mei malah lebih seksi ma, bener," Edwin masih saja tersenyum menikmati sarapannya, dan sesekali terlihat menahan tawa.
"Ya ndak papa nyah, semakin sering ditengokin ya semakin lancar nanti melahirkan," tiba-tiba bik Sum ikut nimbrung dari arah dapur.
Dan Edwin mengacungkan dua jempolnya untuk bik Sum.
"Tuuuh kan bener maaa, aku ini malah membantu proses melahirkan," dan Edwin kembali tertawa.
"Heessyy sudah lanjutkan sarapanmu dan berangkat, dulu awal nikah ninggal-ninggal istri terus, eh sekarang sejak Mei pulang haduh malah maunya nggak masuk kantor," bu Minda membawa piring kotornya ke dapur dan terdengar kembali tawa Edwin.
"Memanfaatkan waktu terisa ma, ntar kan Ed harus ngalah sama anak," sahut Edwin menyudahi sarapannya.
"Iiih kakak, memanfaatkan tiap malem, haduuuh," Mei bergidik ngeri dan Edwin mengacak rambut basah Mei, lalu mencium pipi istrinya dan berangkat ke kantor.
***
Mei mendengar ponselnya berbunyi saat senja menjelang malam, ia melangkah pelan, terasa lucu karena perutnya yang mulai membuncit, ia lihat ponselnya, ah kak Edwin, tumben mau pulang dari kantor pakek acara nelpon segala, kemarin dia janji mau pulang awal....
"Halo kak"
"Kok lemes sayang"
"Hmmm apa"
"Semangat dong ini aku bawa kejutan, sudah mau nyampe rumah nih, tunggu di ruang tamu ya, kejutannya gede banget ..."
Edwin menutup ponsel dan Mei berdecak sebal, pasti Edwin cuman mau ngerjain, pikir Mei, namun Mei tetap turun dan bertemu bu Minda di ruang makan.
"Mau ke mana sayang?" tanya bu Minda.
"Ini ibu mau nunggu kak Ed di ruang tamu, suru nungguin, ada kejutan katanya, ih paling Mei dikerjain lagi," Mei melangkahkan kakinya dan terdengar suara tawa bu Minda.
"Sejak kenal kamu dia jadi agak usil Mei, padahal dia nggak pernah gitu loh," kata bu Minda ikut menemani Mei di ruang tamu.
Tak lama terdengar suara mobil Edwin memasuki rumah megah itu, pintu terbuka dan Mei berteriak dan berlari, lupa bahwa ia hamil, bu Minda kembali mengelengkan kepalanya.
"Aaaal ah kalian kok nggak ngasi kabar sih kalo mau berlibur ke sini," Mei memeluk dan mencium Al serta meninju lengan James yang baru saja meletakkan travel bagnya.
James hanya tersenyum dan mengacak rambut Mei.
Bu Minda mencium keduanya dan menyilakan masuk ke ruang makan.
"Ayo di ruang makan saja, sekalian makan malam dan cerita-cerita eh tapi kalo mau ke kamar mandi dulu nggak papa," ujar mama menyilakan James dan Al.
"Aku bilang emang sama James dan Al, jangan nginep di hotel, di sini banyak kamar, iya kan ma?" ujar Edwin saat mereka duduk dan bik Sum mulai menyajikan makan malam.
"Iya bener, Al bisa nempati kamar Mei yang dulu, James kamar di sebelahnya, cuman ya agak tersembunyi dikit James, terhalang taman, nggak papa ya James?" ujar bu Minda sambil membantu bik Sum menata makanan.
"Terus terang kami ingin di hotel biar, biar nggak ngerepoti, kami ingin reksreasi yang dekat-dekat sini saja, kalo ke Bali kami sudah pernah," ujar James sambil menatap Al yang tiba-tiba menggeleng.
"Eh aku belum pernah ke Bali James," ujar Al dan semuanya tertawa.
"Terserahlah kalian rencanakan ke mana, besok kan sabtu, kita ke puncak aja dulu sampe minggu, setelah itu kita bikin rencana lagi," ujar Edwin membuka jas dan dasinya serta melipat lengan kemejanya sesiku dan mulai menikmati makan malamnya.
Selesai makan malam, Meisya mengantar Al dan James ke kamarnya untuk beristirahat.
***
Edwin baru saja mandi saat Mei hendak ke luar dari kamarnya.
"Mau ke mana sayang?" tanya Ed.
"Mau ngingatkan bik Sum agar jangan lupa ngantar air minum ke kamar Al dan James."
"Kita aja yang antar sayang yok," Edwin akhirnya memeluk pinggang Mei yang mulai berisi dan turun menuju ruang makan.
Saat akan mengetuk kamar Al samar terdengar suara James yang tertahan..
"Aaal jangan..."
Edwin dan Meisya berpandangan dengan menahan tawa ...
==========
Edwin menarik lengan Mei yang membawa air botol besar, keduanya melangkah sambil menahan tawa. Lalu terdengar pintu kamar terbuka dan James yang berteriak memanggil Edwin.
"Eeed, Meeeiii.. ngapain kalian jalan sampek kayak mau lari aja," James benar-benar merasa tidak enak karena ia keluar dari kamar Al dan bajunya yang kancing bagian atasnya terbuka.
Mei dan Edwin kembali menghampiri Al dan James sambil tertawa.
"Nggak papa lanjutkan aja, mumpung di sini, itu kamar penuh kenangan bagi kami," Edwin melihat telunjuk James yang berdarah.
"Ah kamu ini, nggak, ini loh telunjukku kena duri tadi, ituuu pohon yang dekat kamarku, aku nggak sengaja nyentuh, ternyata berduri, aku ke Al mau minta apalah untuk menyembuhkan ini, eh sama Al malah telunjukku langsung dimasukkan ke mulutnya, makanya aku larang," James menjelaskan dengan wajah memerah dan Al yang masih saja tertawa di samping Edwin.
"Aku cuman mau bantuin ngeluarin darahnya nanti ya aku ludahin, soalnya kalo dibiarkan bisa semakin sakit," ujar Al memberi alasan.
"Suara James mengerikan kedenganrannya ya sayang, Aaaal jangan.. nah kami pikir kalian ituuu..," Edwin kembali tertawa. Wajah James dan Al memerah, sedang Mei tertawa melihat James yang hanya menggaruk kepalanya dan meninju lengan Edwin.
Mei memberikan botol air agar diletakkan di kamar Al.
"Ayo James ke ruang makan saja, ada obat merah atau bersihkan dulu pakai antiseptik," Mei mengajak James dan mereka berempat menuju ruang makan.
***
Pagi-pagi terlihat persiapan untuk ke puncak. Mereka akan menuju ke vila milik Edwin, peninggalan turun temurun dari mamanya.
Setelah semua terlihat siap mereka menuju mobil, tentunya bersama bu Minda juga.
Awalnya bu Minda enggan, namun Edwin mengajak serta mamamya, lama sekali bu Minda tidak mengunjungi vila milik keluarganya yang sudah ia serahkan kepemilikannya pada Edwin.
Perjalanan yang melelahkan karena weekend seperti ini pasti jalanan macet. Hampir tiga jam akhirnya mereka sampai.
Dengan dibantu supir mereka menurunkan travel bag dan barang bawaan lainnya.
Meski siang hari udara di puncak sangat dingin. Bu Minda segera menuju ke dapur untuk menyiapkan maka siang, dibantu oleh Meisya yang cekatan, untungnya Al dan James juga tidak sulit makan, Mei hanya mempersiapkan chines food saja untuk tamunya, untuk makan malam mereka sudah menyiapkan akan membakar ikan.
"Mei jika capek istirahatlah, biar ibu yang ngerjakan, toh ini ada bu Ningsih yang bantuin ibu, oh iya ikan-ikan untuk nanti malam sudah siap ya bu Ningsih?" tanya bu Minda pada orang yang selama ini ia percaya untuk menjaga vila milik keluarganya.
"Sudah bu, sudah siap, saya masukan ke dalam freezer, suami saya yang cari ke pasar, besar-besar bu ikannya, ada udang sama cumi juga sepertinya, saya sudah siapkan bumbunya untuk bakar-bakar ikan nanti malam," ujar bu Ningsih sambil memperlihatkan ikan-ikan yang sudah ia siapkan, lalu dimasukkan kembali ke dalam freezer.
Setelah siap semua, Mei masuk ke kamarnya, ia melihat Edwin yang tertidur, Mei duduk di samping suaminya dan menciumi wajah Edwin. Edwin membuka mata, membalas ciuman Mei.
"Ih malah kakak yang makin jadi, ayuk makan siang dulu, kasihan tamunya, mereka belum aku susul ke kamarnya," Mei mengganti bajunya dengan baju rumah namun tetap berbaju tebal karena dingin yang menusuk.
***
James mengetuk kamar Al, dan membuka sedikit pintunya, melihat Al yang sudah ganti baju dan terlihat memakai jaketnya. James mendekati Al dan berdiri di dekatnya.
"Ayuk kita ke ruang makan, tadi Ed nelpon aku," ujar James mengamati Al yang mengikat rambut panjangnya hingga terlihat lehernya yang jenjang, menoleh pada James dan tersenyum.
Dingin banget ya ternyata di sini, meski Indonesia tropis ternyata ada tempat-tempat tertentu yang dinginnya kayak gini," ujar Al yang tiba-tiba memeluk James.
James diam saja, sampai Al mendongak menatapnya.
"Aku kedinginan, kamu nggak peka, masak kamu nggak pengen meluk aku?" tanya Al. James hanya tersenyum dan memeluk Al.
"Kan kamu sudah pakai jaket," ucap James pelan menatap wajah Al dari dekat.
"Jaaames cium aku," Al terdengar merengek. James mencium kening Al dan Al memukul dada James pelan.
"Aaaah bukan di situ," rengek Al lagi.
"Kita makan dulu, sudah ditunggu sama mereka yuk, nanti kalo mau aku cium, jangan sekarang," James berbisik pelan bersamaan dengan Mei yang membuka pintu kamar Al dan terlihat kaget dan mundur beberapa langkah.
"Eh maaf, aku tidak tahu kalo ada James, aku masuk karena pintu kamar Al agak terbuka sedikit," Mei menahan tawa saat kedunya terlihat kaget melepas pelukannya.
James dan Al terlihat malu, mereka berjalan di belakan Mei menuju ruang makan tanpa berbicara.
Saat makan Al dan James terlihat diam saja.
"Eh ayolah nambah ini Al, James, kok kalian kayak malu-malu gitu," ujar Edwin yang makan dengan lahap.
Bu Minda mendekatkan lauk ke arah Al dan James. Dan menawari untuk menambah lauk.
"Iya nih kalian, ayolah makan, santai aja, nggak papa di sini kalian latihan pelukan dan ciuman, nggak ada yang liat kok, tadi aku nggak sengaja," ujar Mei sambil tertawa, Edwin melihat Al dan James lalu ikut tertawa menatap istrinya yang menutup mulut karena makanannya hampir berhamburan.
"Ah kalian selalu begitu," James menggelengkan kepalanya, melanjutkan makannya.
Setelah makan Mei dan Al membawa piring dan gelas kotor ke dapur.
Mereka menyusul Edwin dan James yang terlihat sudah duduk menghadap ke areal persawahan warga yang ada di bawah, pemandangan indah, karena mereka melihat semuanya dari balkon lantai dua.
"Duduk sini sayang, bentar lagi meski sore ntar kabut perlahan turun,James kamu di sana tuh sama Al, aku mau duduk sama istriku yang perutnya makin gendut ini," dan Mei menyandarkan badannya pada Ed yang disambut pelukan serta ciuman.
James pindah tempat duduk sambil tersenyum yang diikuti oleh Al yang duduk merapat di sampingnya. James terlihat kikuk merasakan Al yang merapat dan menyandarkan kepalanya kebahunya.
"James kamu kok nggak peka benget sih, ini udara dingin, tuh Al sampek merapatkan jaketnya dan merapat ke kamu, peluk bahunya apa gimana, duh ni anak perlu training dulu apa?" Edwin berlagak seolah mengancam James namun menahan tawa, dengan ragu James memeluk bahu Al dan merapatkan ke dadanya.
"Nah gitu dong, kamu ntar merasa hangat kok James," Mei menimpali ucapan Edwin.
Perlahan kabut turun, semakin tebal, membatasi pandangan dan dingin semakin menusuk, namun tidak bagi Edwin dan Mei karena keduanya benar-benar berpelukan, sementara Al semakin erat memeluk James dan James yang merasa tak nyaman dengan duduknya.
"Eeemmm Ed, apa sebaiknya kita masuk aja yuk, kayaknya kabut makin tebal dan makin dingin aja," ajak James yang diiyakan oleh semuanya dan beriringan masuk.
Al menarik lengan James dan menggenggam tangannya, James merasakan tangan Al yang dingin dan perlahan ia eratkan genggamannya, sambil berjalan menunduk dan Al semakin gemas menatap James dari samping sambil melangkahkan kakinya.
***
Kembali James mengetuk kamar Al saat akan makan malam. Tidak ada sahutan, terpaksa James buka dan masih melihat Al yang meringkuk di tempat tidur.
"Ayo kita makan, dari tadi harum ikan yang dibakar dah nyampe ke kamarku," ajak James. Al masih saja tiduran sambil menatap James.
"Kamu nggak pengen nyium aku?" tanya Al dengan wajah berharap. James menunduk dan mencium kening Al.
Al memukul lengan James pelan.
"Ih mesti, bukan di sana, di bibir," ujar Al jengkel.
" Jangan, aku laki-laki normal, meski aku belum sepenuhnya ngerti perasaanku padamu, tapi kalo dipancing-pancing aku takut melampaui batas, aku nggak mau nyakiti kamu lagi, kalo suatu saat aku benar-benar cinta sama kamu, kita nikah, aku akan melakukan apapun yang kamu minta," James memandang Al yang terlihat kaget lalu terlihat mata Al berkaca-kaca dan seketika memeluk James.
"Aku akan menunggu kamu mencintai aku, aku akan menunggu, sejak awal aku lihat kamu, aku yakin kamu bisa bikin aku nyaman dan tenang," terdengar isakan Al. James mengelus rambut Al. Dan melepas pelukannya, menatap wajah Al dari dekat dan menghapus air mata Al.
"Aku akan belajar mencintaimu Al, hanya aku tidak tau kapan benar-benar mencintai kamu," James mendekatkan bibirnya pada bibir Al dan perlahan ia usap bibir bawah Al lalu melumatnya dengan penuh perasaan, James merasakan bibir Al yang bergetar dan air mata Al yang mengalir.
Al melepaskan ciuman James dan memeluknya dengan erat, ia menangis sejadinya. James bingung dan merasa bersalah.
"Maafkan aku Al," bisik James kawatir. Al menggeleng pelan.
"Makasih James, makasih, kamu nggak papakan meski aku sudah pernah.. penah dengan yang lain, bahkan sampai keguguran?" James menutup bibir Al dengan jarinya.
"Sudahlah, itu masa lalu, kita akan hadapi masa depan bersama, asal kamu sabar menungguku, menunggu aku benar-benar yakin mencintaimu," James menghembuskan napasnya dengan berat.
James melepaskan pelukannya dan mengajak Al segera ke ruang makan.
***
Mei memandang Al dengan kening berkerut saat menyadari mata Al yang sembab, Mei memberi kode pada Ed dengan pandangannya yang mengarah ke Al. Edwin sejenak terpana dan mengedikkan bahunya.
Bu Minda pun terlihat kaget waktu melihat Al yang lebih banyak menunduk seolah menyembunyikan matanya yang sembab.
"Ayo ayooo dinikmati, ini ada udang, cumi, kerapu bakar, sama ikan apa ini yaaaa... hmmm enak loh bumbunya, ini sambelnya, ada yang pedas, ada yang nggak pedas, ayo Al sayaaang," bu Minda menawarkan macam-macam makanan pada Al yang terlihat enggan.
Al berusaha tersenyum dan James akhirnya menyambilkan nasi dan lauk untuk Al.
Edwin dan Mei saling melirik menahan senyum, tumben banget melihat James yang tanggap tanpa di suruh. Sesekali menatap Al yang juga menatap James saat makan.
Saat membereskan meja makan berdua dengan Al sementara James dan Ed sedang menyiapkan jagung untuk dibakar, Mei mencoba bertanya.
"Maaf Al, kamuu, kamu bertengkar sama James?" tanya Mei sambil duduk dan menarik Al duduk di sampingnya. Mata Al kembali berkaca-kaca.
"James mengatakan padaku akan belajar mencintaiku Mei, aku bahagiaaa banget, dan dia tadi untuk pertama kali menciumku dengan penuh perasaan, biasanya aku yang selalu memulai."
Mei terlihat bahagia dan menggenggam tangan Al.
"Aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, dia orang yang baik dan lembut Al, aku yakin kamu akan bahagia dengan James, berusahalah, bertahanlah," Mei melihat Al yang memgangguk lalu memeluk Mei.
Tiba-tiba James dan Edwin berdiri di depan mereka berdua.
"Ayo ibu-ibu, kita mulai membakar jagung, sudah siap olesan untuk rasa apa saja," Edwin mempersilakan sambil membungkukkan badan.
"Aku belum ibu-ibu Ed," ujar Al perlahan.
"Bentar lagi, bentar lagi Aaaal, aku bilang gini ini, menantang James agar segera menjadikanmu ibu dari anak-anaknya," dan tawa Edwin membahana memenuhi ruangan, bu Minda dan bu Ningsih hanya geleng-geleng kepala melihat dari dapur.
Dan malam itu dihabiskan dengan acara membakar jagung. Edwin dan Mei melihat James perlahan-lahan mulai memperlakukan Al lebih dari biasanya.
Karena terkadang baik Ed maupun Mei merasa mangkel dan gemas dengan sikap cuek James pada Al, sementara Al lebih sering terlihat menahan sedih dan kecewa karena perlakuan James.
***
Pagi-pagi mereka dikejutkan oleh Edwin yang tergopoh-gopoh menggedor kamar mamanya, bu Minda membuka pintu kamar dengan tatapan bingung.
"Ada apa Ed?"
"Mei maaaa, Mei mengerang memegang perutnya," Edwin menyeret mamanya ke kamar Edwin.
Bu Minda tergesa-gesa melangkah dan masuk mendekati Mei yang keningnya penuh dengan keringat.
"Sayaaang apa yang kamu rasakan, ini masih bulan ketujuh kan?" tanya bu Minda.
Meisya tidak mampu menjawab ia hanya mengatupkan bibirnya, menggeleng pelan sambil mendesis menahan sakit.
"Eeed cepat, ayo kita ke rumah sakit terdekat..
Bersambung #28
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel