Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Kamis, 16 September 2021

Cincin Untuk Acha #5

Cerita bersambung

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Arsalana Jundi Rasulina binti Rahmat dengan maskawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 50 gr dibayar tunai,"
Kata Adhitama lancar dalam satu tarikan nafas saat akad nikah dengan wali nikah kak Andre.
Gumaman dan jawaban sah terdengar nyaring saat kak Andre menanyakan kepada saksi dan hadirin yang hadir tentang keabsahan akad malam itu.
Acha sah menjadi Nyonya Adhitama, dengan digandeng oleh kak Ais dan mama Ayu,  Acha menuju ke ruang tamu tempat acara berlangsung untuk kemudian dilanjutkan dengan pemasangan cincin antara suami istri.
Untuk pertama kalinya Acha mencium tangan Adhitama dan Adhitama mencium kening Acha secara halal, kalau ciuman curian yang kemarin itu sudah jelas keharamannya.

Itulah indahnya menikah, karena dia menjadikan yang haram menjadi sesuatu yang bernilai pahala setiap kita melakukannya, bahkan berpegangan tangan antara suami istri pun dapat meluruhkan dosa diantara keduanya.
Acara kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah dan makan malam bersama untuk tamu undangan yang hadir.
Menikah itu sangat mudah dalam Islam tidak perlu dipersulit, dengan saksi yang berasal dari satu orang kerabat Andre dan satu orang kerabat Adhitama ditambah petugas KUA sebagai pencatat kelengkapan surat-surat yang menyusul kemudian.
Yangti yang baru pemulihan sakit tidak bisa hadir dan hanya menelpon mengucapkan selamat atas pernikahannya dan selamat datang sebagai cucu menantunya, Yangti berharap Acha mau berkunjung kerumah Yangti bersama Adhitama karena sekarang mereka telah menjadi keluarga, wajib menginap kata Yangti sambil tersenyum penuh arti.
Acha bahkan tidak tahu bagaimana kakaknya menyiapkan semuanya dengan cepat termasuk hidangan untuk walimatul ursy yang dihadiri tetangga dan kerabat juga bu Nyai yang terlihat bahagia karena akhirnya taaruf 6 tahun yang lalu itu berakhir bahagia.
Acara berlangsung dengan khidmad dan sederhana ditutup dengan shalat Isya berjamaah dan saat tamu terakhir pamitan, Acha merasa berdebar.
Kak Ais sudah menyulap kamarnya menjadi kamar pengantin yang elegan dan wangi dengan taburan mawar juga melati pada spreinya.
Dan Acha tidak tahu harus tertawa bahagia atau menangis sedih dengan ironi pernikahannya ini.
Ia ingin punya anak banyak dan Adhitama enggan untuk punya anak, jadi pemisahan tempat tidur ini akan jadi waktu untuk memikirkan apa yang akan mereka lakukan dimasa yang akan datang.
Acha terlonjak kaget saat ada yang menepuk bahunya, dan semakin merona saat melihat yang melakukannya adalah Adhitama.
"Kita sholat sunnah dulu Cha..."
Ah, sunnah yang hampir tidak Acha ingat, mungkin betul pilihan bu Nyai saat memilihkan Adhitama untuk dirinya, mungkin dirinya hanya perlu bersabar agar tahu kenapa suaminya itu takut dan enggan dengan anak kecil.
Jika mengorek dari Adhitama sepertinya tidak mungkin, karena pria itu sangat tertutup, mungkin esok saat bertemu dengan Yangti hal tersebut bisa ditanyakan, karena meskipun Adhitama enggan punya anak namun Yangti pasti menginginkan buyut.
Adhitama pernah kelepasan ngomong bahwa Acha adalah perempuan pertama yang ia lamar dan saat ini lamaran itu sudah menjadi pernikahan, jadi tidak mungkin Adhitama tidak punya rasa untuknya.

Dugaan itu melambungkan percaya diri Acha, karena dari sekian banyak wanita yang ada di orbit, suaminya itu memilihnya.
Acha tidak pernah merasa cantik hingga Adhitama memandangnya dan saat ini sosok menawan itu resmi jadi suaminya, sah di mata Allah, masyarakat dan juga negara.
Acha memakai baju pengantin yang dipakai Mama Ayu saat menikah dengan papanya, kebaya model klasik dengan potongan pas badan itu tersamarkan oleh jilbabnya yang menutup dada.
Kebaya itu lebih mudah dilepas karena berkancing didepan, setelah berganti pakaian dengan kilat karena mencuri waktu saat Adhitama masih di kamar mandi, sekarang waktunya tidur.
Acha tersenyum saat memegang cincin platina yang bersanding dengan cincin 700 juta itu dan mulai menata bantal di sofa panjang yang ada dikamarnya.
Matanya sudah setengah tertidur saat mendengar bunyi klik dari kamar mandi.
Adhitama menatap ke arah tempat tidur yang masih rapi bertabur bunga mawar dan melati itu, dia tidak berharap Acha tidur disana karena kalau Acha tidur disana besok pagi badannya yang akan pegal-pegal karena tidur disofa panjang yang ada diujung ruangan.
Dan saat menatap sofa itu, kelebat selimut warna ungu yang pertama menariknya untuk berjalan kesana, Acha tidur miring ke kanan dan rambutnya yang sebahu nampak bagai sutra hitam membingkai wajahnya.

Adhitama memandang wajah pengantinnya, baru kali ini ia melihat wajah Acha utuh, tanpa jilbabnya, dimana istrinya memiliki wajah mungil yang menggemaskan, bulu matanya cukup panjang, dengan hidung mungil dan bibir yang seakan penuh amunisi rentetan kata saat si empunya terjaga.
Adhitama teringat perjanjian untuk tidur terpisah dengan Acha tadi siang, namun tidak ada perjanjian tentang menyentuh dan mencium jadi dengan perlahan Adhitama mencium pelipis istrinya.
"Adhit."
Adhitama terlonjak kaget karena tidak mengira Acha masih tersadar.
"Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam."
"Tidak harus kan?"
"Yaah....tidak harus sih, aku hanya ingin melihatmu utuh tanpa khimar dan jilbabmu ,"
Ucap Adhitama sambil tersenyum canggung, jelas sekali malu karena mencuri ciuman barusan.
Acha mendesah dan merasa bersalah karenanya, Adhitama suaminya punya hak atas dirinya dan Adhitama bahkan hanya mencium pelipisnya dan memandangnya.
Kegiatan ini tidak akan berlanjut kemana-mana, toh Adhitama tidak ingin punya anak kan?
Dan pemisahan tempat tidur ini membuat keinginan Adhitama untuk ngeyel menikah dengannya namun tidak ingin punya anak menjadi sempurna, bisik hati Acha kecut.
Seakan mencoba keberuntungan dan pengaruh dirinya atas suaminya, Acha membalikkan badan kemudian tersenyum manis.
"Dan kau suka dengan yang kau lihat?"
Adhitama menyumpah-nyumpah dalam hati, kenapa dia menyetujui perjanjian tidur terpisah ini, melihat istrinya yang cantik disana dan tidak diperbolehkan menyentuh nya itu seperti memegang permen namun tidak dibolehkan membuka bungkusnya apalagi memakannya.
Acha tahu hal itu dan istrinya itu tengah menguji teorinya tentang kemampuan Adhitama melaksanakan janjinya setelah ia sempat mengingkari janji itu 6 tahun yg lalu.
Meski merutuk dalam hati Adhitama tersenyum.
"Suka sekali, istriku bahkan lebih cantik dan lebih seksi dari gadis yang tidak jadi aku nikahi 6 tahun yang lalu."
Pria itu membalikkan badannya dan berjalan menuju tempat tidurnya, mulai menyingkirkan bunga yang ada di bedcover, menurunkan suhu pendingin ruangan dan mencoba tidur di malam pertamanya sebagai suami.
Dan sekarang Acha yang gantian memandang punggung suaminya dengan perasaan bersalah.
Malam itu untuk pertama kalinya Acha tertidur sangat larut karena matanya tidak mau terpejam dan hanya menatap nyalang ranjang pengantinnya yang ditiduri suaminya sendirian.

==========

"Bangun cha, sholat subuh. Buruan bentar lagi syuruq lho,"
Adhitama membangunkan istrinya dengan lembut.
"Cha..."
Adhitama memperhatikan lingkaran hitam dibawah mata istrinya, jika tadi malam dia takut mencium istrinya karena dapat membangunkanya, maka pagi ini dia harus mencium istrinya agar dia bangun.
Dan benar saja tidak sampai 2 detik, Acha membuka matanya dengan lebar saat merasakan bibir hangat itu dipipinya.
Acha merona pias, dia kesiangan bahkan tidak mendengar adzan subuh untuk menunaikan sholat sunnah fajar seperti yang biasa ia lakukan selama ini.
Acha tergesa kekamar mandi untuk wudhu mengejar waktu subuh yang tengah beranjak pergi.
Acha bahkan tak punya waktu untuk mengecam tindakan Adhitama  barusan, Acha sangat malu dihari pertamanya sebagai istri bangunnya lebih siang dari suaminya.
Saat Acha keluar kamar terdengar suara Arkan yang tengah mengulang hafalan surat al Haqqah, Acha melongok dan melihat disana suaminya  tengah takzim terpekur didepan keponakannya  dengan AlQuran terbuka menyimak hafalan sang keponakan.
Saat sudah selesai Arkan mengucapkan terimakasih bahkan mencium tangan suaminya kemudian menggandengnya menuju teras samping tempat tercium bau kopi yang menggoda, sekejap kemudian sudah mulai terdengar gelak tawa dari sana.
Acha menarik nafas panjang sambil tersenyum melihat keakraban yang terjalin diantara keponakannya, kak Andre dan Adhitama.
Pengamatannya yang terlalu fokus membuat Acha tidak sadar bahwa ada langkah kaki mendekat dan Acha terlonjak kaget saat ada tangan  menyentuh punggungnya.
"Eh, pengantin baru nya baru nguping."
Terdengar suara kak Ais disebelahnya.
Acha tersenyum malu,
"Hehehe, iya kak...tadi sempat mendengarkan hafalan Arkan bagus banget."
"Iya ...kakak juga berterimakasih padamu, Alhamdulillah suamimu orang yang sangat sabar menghadapi anak-anak Cha, dari subuh tadi Arkan dan Afnan bahkan berebutan dekat dengan om nya. Oh iya ...hampir lupa, kak Ais belum kasih kado ke kamu,"
Kata kakak iparnya itu sambil menyerahkan bungkusan, sementara tangan yang satunya sibuk membetulkan letak gendongan Rahma, keponakannya yang terkecil.
Sambil menerima bungkusan dari kak Ais, Acha tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Berdua mereka berjalan menuju meja makan karena terdengar teriakan mama Ayu yang meminta semua orang sarapan.

Terkadang Acha masih tidak percaya dengan anugrah yang datang padanya dengan keluarga yang hadir setelah papa meninggal, Mama dan kakak tirinya sangat sayang padanya.
Acha bergegas mengemas barang yang akan ia bawa untuk pulang, dia tidak bisa mengajukan cuti mendadak ditengah keputusan menikah kilatnya.
Lagipula tidak ada yang perlu dirayakan, bisik hatinya sedih.
Bahkan pernikahan nya pun bukan pernikahan yang sebenarnya, jika dia ingin pernikahan ini berhasil ada banyak hal yang perlu ia bicarakan dengan suaminya.
Khayalan Acha terputus saat mendengar deruman mobil dan suara jeritan senang Arkan di teras depan, dengan bergegas Acha menuju kesana dan pemandangan yang ada disana membuatnya tersentuh.

Audi Spyder R8 berwarna hitam metalik terparkir diteras depan dan diatasnya duduk 2 pria dengan diskusi serius, wajah Arkan terlihat mengangguk-angguk mendengar penjelasan dari suami tantenya, dan Acha kian tersekat melihat betapa Adhitama begitu sabar menangani keponakannya itu, dia akan jadi ayah yang baik, bisik hati Acha.
Tidak mau kehadirannya diketahui, Acha bergegas masuk kedalam untuk menemui dan berpamitan dengan keluarganya.
Kakaknya sempat ingin mengantarkannya namun kemudian ingat jika kiriman mobil suami Acha sudah datang, tentu saja pengantin baru selalu ingin menikmati waktunya sendiri, gurau kak Andre dengan jahil.
Acha hanya tersipu malu dan matanya berkaca-kaca saat mobil yang disopiri suaminya itu berderum meninggalkan rumah Mama Ayu menuju rumah mungilnya dipinggiran kota  berjarak 2 jam dari sana.
***

Sepanjang perjalanan Acha terdiam seribu bahasa, sempat mengenakan earphone untuk mendengarkan murotal dan melalui ujung matanya Adhitama memandang istrinya.
Istrinya tidak bahagia, istrinya murung dan dia terlihat sangat tidak bahagia.
Beruntung pengamatan Adhitama disamarkan oleh kacamata hitam yang bertengger dihidungnya.
Adhitama merasa bersalah karena telah mencuri ciuman tadi malam dan pagi tadi, mungkin itu yang membuat istrinya terdiam karena biasanya Acha sangat suka mengobrol.
Adhitama sebenarnya berencana mengajak Acha  untuk pulang kerumah Yangti, namun  Acha masih mempunyai tanggungan tugas terkait baksos yang bahkan tidak bisa ia hadiri karena pernikahan kilatnya dan cuti menikah bisa diajukan seminggu sebelum hari H, sehingga Adhitama harus bersabar dengan hal itu.

Saat mobil memasuki jalan kerikil yang ada dihalaman rumahnya, Acha bahkan tidak sadar jika sudah sampai dirumah, saat Adhitama membuka pintu mobilnya barulah Acha menatap kearah pintu rumahnya.
Suasana  canggung yang dulu pernah melingkupi  diantara mereka berdua bahkan tidak secanggung siang ini, setelah sempat berhenti makan dan sholat dalam perjalanan tadi, mereka berdua tidak punya agenda apapun untuk menghabiskan akhir pekan ini.

Adhitama sudah menurunkan travel bag mereka berdua dan dengan sigap membawanya masuk rumah saat Acha sudah membuka pintu, setelah mengucap salam Acha berjalan menuju kamar seperti biasanya, dia lupa jika punya pengikut siang ini.
"Aku letakkan tasmu disini ya Cha?"
Kata Adhitama dengan luwes.
"Lalu harus kutaruh dimana tasku?'
Acha gelagapan, tersadar ada suaminya disana dan menoleh dengan malu, rumahnya sangat mungil karena hanya memiliki 2 kamar tidur dan kamar tidur satunya bahkan ia jadikan ruang kerja, jadi praktis tempat tidur dirumah ini hanya satu.
"Taruh disini saja,  maaf...kamarnya cuma ada satu."
"Oke,"
Adhitama nyengir dan bersorak dalam hati.
"Kalau kau ingin tidur disini, mungkin aku akan menginap dirumah Fitri."
"Dan apa yg akan kau katakan saat Fitri menanyakan kondisi kita?"
"Fitri tidak tahu kalau kita sudah menikah?"
"Dan akan tahu saat esok pagi kau mengajukan cuti."
"Kalau kau tak nyaman Cha, aku akan kembali ke kota dan menginap di hotel, lagi pula aku ada meeting besok pagi, jadi helikopter bisa langsung menjemputku dari helipad hotel."
"Emh, ..."
Acha terlihat bimbang, tapi dia perlu berbicara pada suaminya itu terkait kondisi mereka saat ini, apalagi pagi ini dia melihat sisi kebapakan Adhitama, suaminya itu jago menangani anak-anak bahkan yang super aktif seperti Arkan dan Afnan.
Mungkin suaminya hanya tak yakin jika dia sebenarnya mampu menjadi seorang ayah yang baik.
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu."
"Oke, tapi saat ini aku lelah, bolehkah aku beristirahat dulu?"
Dan sebelum Acha mengiyakan permintaan Adhitama, pria itu bahkan sudah menjatuhkan badannya ke tempat tidur.
"Kau boleh menemaniku kalau mau,"
Ucap Adhitama  dengan alis terangkat dan cengiran lebar.
Entah mengapa cengiran jail itu membuat Adhitama terlihat lebih tampan dan lebih muda.
Acha dengan muka merah padam karena malu, tanpa  ba bi bu melarikan diri keluar dari kamar itu.
Acha merasakan mukanya memanas membayangkan obrolan sambil lalu Adhitama, seandainya pernikahan mereka normal seperti pernikahan lainnya tentunya hal ini bukanlah hal besar.
Hanya saja jika Acha membuka kesempatan suaminya itu menyelinap dalam hidupnya, dia tidak siap untuk disakiti kembali seperti 6 tahun yang lalu.
Karena Acha sadar dia bermain-main dengan hatinya saat menyetujui pernikahan ini, bukan karena sakit hati, tapi entah mengapa hatinya memilih pria itu meski telah berkeping-keping dan terekat kembali saat ini, seakan Acha tengah mengujinya bahwa dia kebal pesona Adhitama.
Adhitama mengedarkan pandangannya kekamar Acha, sederhana dengan dinding warna krem yang sedikit gelap,  tempat tidur ukuran 120 yang dipastikan jika mereka berdua tidur disini tidak ada celah untuk memisahkan mereka berdua selain jatuh tergelincir ke lantai, Adhitama nyengir membayangkan hal itu.
Terhirup oleh hidungnya   bau strawberry dan vanila yang tertinggal di bantal Acha membuatnya mengantuk, tidak sampai sepuluh menit kemudian nafas Adhitama sudah teratur dan dadanya naik turun ritmis, tertidur.

Bersambung #6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER