Cerita bersambung
Acha sudah selesai memasak untuk makan malam saat adzan Ashar terdengar, dari dulu Acha tidak pernah makan malam diatas jam 5 sore.
Setelah mandi dan sholat ashar barulah Acha membangunkan suaminya, karena sore ini mereka harus lapor ke RT setempat, lapor jika ada warga menginap apalagi salinan surat nikah mereka berdua belum jadi.
Pertemuan dengan pak RT berjalan lancar, Adhitama memang pelobi yang ulung karena sore itu pulang dari pak RT senyum pak RT sangat lebar karena suaminya itu membayar pekarangan pak RT berupa padang kosong penuh ilalang dengan harga yang sangat pantas.
Meski uang tidak menjamin kebahagiaan, namun ternyata punya uang bisa sangat menguntungkan.
Mereka melewatkan makan malam pertama mereka dalam hening, melakukan sholat berjamaah maghrib dan isya dimasjid terdekat berdua.
Meski Acha tahu seorang wanita lebih utama sholat dirumah namun hari itu ia ingin menunjukkan letak masjid terdekat dari rumah kepada suaminya.
Berjalan kaki pulang dari masjid diisi dengan keheningan, dan saat pintu ruang tamu itu tertutup Acha merasa harus memulai pembicaraan.
Ada banyak hal yang harus ia bahas dengan suaminya, karena sebenarnya suaminya ingin melaksanakan tugasnya sebagai suami namun dia tidak ingin punya anak.
Adapun Acha bersedia melakukan kewajibannya sebagai istri hanya saja ia ingin anak yang banyak.
Sehingga jika mereka tidak bisa menegosiasikan hal ini dan membuat kedua belah pihak tidak merasa diuntungkan, maka Acha tidak melihat kemana arah dari rumah tangganya yang baru berumur 2 hari ini.
Ah, kenapa masalah ini menjadi lebih rumit dari yang kelihatan.
Masih memakai mukena komplit saat Acha menyedekapkan tangannya didada dan menunggu hingga Adhitama duduk diruang tamu.
Acha menarik nafas panjang sebelum memulai diskusi malam ini, karena bahkan sebelum memulainya Acha merasa ruang tamu nya menyempit dengan kehadiran suaminya disana yang langsung sibuk dengan ponselnya begitu duduk dan mengabaikan Acha yang ada disana.
"Dhit, aku mau ngomong."
"Tentang pembagian tempat tidur?"
Kata Adhit sambil menaikkan kedua alis matanya dengan lucu.
Acha mendelik keki melihat hal itu, bisa-bisanya Adhitama memandang apa yang ia bicarakan sesuatu untuk diolok-olok.
"Ha..ha..ha..." balas Acha bahkan tanpa ekspresi tertawa dan hal itu membuat ekspresi Adhitama menciut.
Istriku tidak bahagia, bisik kecut hati Adhitama.
"Oke," kata Adhitama sambil menaruh gawainya di meja.
"Kenapa kau ingin menikah ?"
"Karena menikah menggenapkan separuh iman."
"Dan tidak ingin punya anak?"
"Ingat doa setelah menikah?
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Barakallahu laka, wa baraka ‘alayka wa jama’a baynakuma fii khayr.”
yang artinya :
“Mudah-mudahan Alloh memberkahimu, baik ketika senang maupun susah dan selalu mengumpulkan kamu berdua pada kebaikan.”
"Yups, tapi itu tidak menjawab pertanyaanku."
"Disitu tidak ada wa dzuriyyatina....jadi menikah itu tidak harus punya anak."
"Tapi salah satu tujuan menikah adalah untuk meneruskan keturunan."
"Rasulullah dan bunda Aisyah juga tidak punya keturunan," jawab Adhitama ngeyel.
Acha menarik nafas,
"Rasulullah dan bunda Aisyah tidak punya anak karena tidak dikasih sama Alloh ... Bambank …
Bukan karena mereka tidak ingin punya anak."
"Siapa bambank ?"
"Panggilan dariku untukmu kalau kau menyebalkan."
"Aku menyebalkan? Hei, aku yang menyetujui perjanjian tidak masuk akal tentang pemisahan tempat tidur."
Jawab Adhitama dengan mimik jenaka yang membuat wajah Acha merah padam.
"Yang berarti aku tidak bisa punya anak."
"Dan aku tidak bisa mendapatkan hakku sebagai suami."
"Kenapa kau menyetujui permintaan ku kalau kau merasa itu merugikan mu?"
"Karena aku menginginkanmu."
Menginginkanmu Acha, catat itu baik baik, kata hati Acha culas.
"Aku merasa seperti mainan yang dimiliki, mengapa kau menginginkanku?"
"Aku tidak tahu, kau wanita pertama yang kulamar dan ingin kujadikan istriku."
"Kau memaksaku menikahimu." jawab Acha cemberut.
"Dan mengapa kau tidak menolaknya, seingatku kau yang memutuskan bahwa malam itu juga untuk menikah denganku."
"Karena aku takut kau tidak akan datang seperti 6 tahun yang lalu."
"Jadi sekarang aku pihak yang disalahkan," jawab Adhitama dengan suara mendengkur.
"Apakah itu artinya kau akan menceraikan ku?"
"Tidak ada yang akan bercerai, surat nikah pun bahkan belum kita terima," suara Adhitama mulai meninggi.
"Kau tahu apa yang salah dari dirimu?" tanya Acha sengit.
"Kau mau memberitahuku?" jawab Adhitama sambil mengalihkan pandangan dari istrinya.
"Hidupmu terlalu mudah, sehingga kau mudah menghakimi, egois dan tidak peka,"
Tandas Acha tanpa ampun.
"Kau akan jadi boss payah, semua orang melakukan kesalahan tapi kadang-kadamg mereka melakukan kesalahan dengan alasan bagus seperti yang kulakukan. Aku ingin melindungi kakakku dan aku tidak menyesal untuk itu, ....hati dan kepalamu tidak ada bedanya dengan batu ...itu semua bisa aku simpulkan dari yang kau lakukan padaku selama ini."
"Jadi katakan padaku, bagaimana kau ingin menjalani pernikahan ini denganku."
Kata Acha dengan mata mulai berkaca-kaca, kemudian berbalik menuju kamar tidurnya.
Diseretnya tas Adhitama keluar dari sana kemudian ditutupnya pintu kamarnya.
Dia tidak peduli dimana suaminya itu akan tidur, semoga tidurnya tidak nyaman disofa ruang tengah atau silahkan pergi ke hotel seperti yang ia katakan tadi siang, ia tidak peduli, ia hanya ingin menangis malam ini.
Adhitama menarik nafas panjang dan terhenyak bersamaan suara bantingan pintu Acha.
"Kau akan menemukan kebahagian dan ketenangan dengan menikah Dhit, seperti dulu Yangkung dan Yangti rasakan meski hanya bertemu dua kali sebelum kami menikah, kau bahkan diberi kesempatan mengenal terlebih dahulu pada gadis ini,"
Itu yg dikatakan neneknya dulu saat mengangsurkan foto dan data diri Acha untuk dirinya sebagai proposal taaruf, dan Adhitama langsung terpesona dengan mata coklat bulat gadis yang kini menjadi istrinya.
'Istrimu sangat tidak bahagia,' bisik hati kecilnya dan entah mengapa kenyataan itu begitu menganggunya.
Acha terlalu sibuk dengan menangis hingga tidak mendengar derum mobil suaminya meninggalkan rumah, dan dia baru tersadar saat bangun untuk sholat malam melihat sofa di ruang tengah kosong melompong, meski travel bag suaminya itu masih disana bahkan tidak bergeser sama sekali dari semalam.
"Bodo amat, Adhitama memang selalu kabur sejak 6 tahun yang lalu dan mengapa itu harus membuatnya heran,” desah hati Acha masih dengan sebal tingkat Dewa.
***
Pagi harinya Acha harus mengompres bengkak matanya karena menangis semalaman dengan dua kantong teh celup sebelum berangkat mengajar.
Melewatkan pagi dengan ceria bersama anak-anak dan laporan Fitri terkait bakti sosial yang terlaksana sukses kemarin membuat suasana hati Acha membaik.
Drrt....drrrt...gawainya bergetar.
[ Maaf, tidak sempat pamitan semalam]
[ Ada masalah urgent yang harus diselesaikan]
Dari sebuah nomor yang bahkan tidak bernama, nomor suaminya saat melihat foto profile dan dia meminta maaf.
Acha tersenyum simpul.
Namun senyumnya segera menghilang saat Fitri mengacungkan amplop tebal padanya dengan kop surat kantornya kak Andre.
Sempat menimbang-nimbang untuk menunda membukanya, namun rasa penasarannya menuntun dirinya mengambil pembuka amplop, dan Fitri melalui ekor matanya mengeluarkan suara terkesiap saat melihat dua buah buku nikah warna coklat dan hijau itu juga selembar surat.
"Buku nikah siapa Cha? "
Kata Fitri sambil berbisik seperti takut terdengar oleh teman yang lain.
Acha tersenyum kemudian mengulurkan tangannya.
Mata sahabatnya itu membulat melihat cincin platina polos dan cincin bermata tunggal itu di jari manisnya, sebelum kemudian tertawa bahagia.
Mendapat ucapan selamat dan doa dari seluruh koleganya siang itu menambah kebahagiaan Acha berikutnya.
Meski tidak mengagendakan bulan madu, namun Acha tetap mengajukan cuti karena dia merasa ada banyak hal yang harus diselesaikan.
Acha ingin istirahat namun kecintaannya pada anak-anak selalu menarik nya kembali kesekolah, melihat wajah polos, ceria dan senyum dari seluruh anak didiknya.
==========
Matahari terik sekali siang ini. Namun tidak demikian dengan hati Acha, meski suaminya hanya menghubunginya sekali lewat wapri namun kedatangan dua buku nikah milik suami dan istri yang ada dalam satu paket itu cukup menyejukkannya.
Apalagi sepekan terakhir ini murid muridnya sangat menyenangkan, hari Jumat sore Acha ingin sekali menelpon kak Andre, dan saat kakaknya memberikan kabar mereka ada family gathering dengan karyawan mereka, Acha mengurungkan niat untuk berkunjung kesana.
Saat motor matiknya masuk kehalaman rumah secara tidak sengaja Acha mencium parfum Adhitama di udara, apakah dirinya mulai berhalusinasi dengan keberadaan suaminya, namun pintu rumahnya bahkan masih terkunci rapat.
Membuka pintu depan kemudian berjalan menuju dapur dan mendengar gemericik orang mandi, hah...apakah ada pencuri dirumahku? kata hati Acha waspada.
Acha menengok kembali pintu depan dan saat ini kuncinya bahkan masih tergantung disana, Acha bergegas menuju kamarnya bermaksud untuk memeriksa mahar nikahnya emas 50 g itu belum sempat ia titipkan dideposit box.
Namun saat masuk kamarnya Acha dikejutkan dengan 4 bungkus kado dengan kotak kado yang satu sudah terbuka dan semua kado itu tertulis namanya.
Acha membuka kotak kado terkecil dan menemukan kotak jam disana dari sebuah merk jam terkenal... sebuah jam yang mirip dengan jam tangan yang ia kenakan, kalau jam yang ia pakai sudah terlihat buluk karena ia mendapatkannya saat kenaikkan SMA dari papa, jam tangan yang disana itu terlihat mahal dan elegan.
Membuka kotak kedua menemukan tas yang mirip dengan tas kerjanya hanya saja yang ini masih terbungkus kertas tisu.
Kotak ketiga berisi tas tangan nya yang ia simpan di atas meja rias, tas yang jarang ia gunakan, namun tas dalam kotak itu bertuliskan salah satu merek tas yang biasa dipakai artis-artis itu.
Acha baru membuka kotak keempat saat pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dan disana ada suaminya setengah telanjang dengan rambut masih basah, terlihat segar dan tampan meski hanya terlilit handuk dan tengah mengeringkan rambut nya dengan handuk yang satunya.
Acha terpaku kemudian menundukkan mukanya yang merah padam karena malu …
seumur umur dia belum pernah melihat pria setengah telanjang kecuali mungkin melihat pak Tani yang tengah mencangkul disawah, itupun biasanya dari kejauhan dan itupun tidak pernah sedekat ini.
Adhitama sempat berhenti mandi tadi saat mendengar bunyi kunci dibuka dan langkah kaki mendekat, namun kemudian melanjutkan mandinya karena bunyi itu menghilang dan ternyata bunyi itu berhenti dikamar tidur, saat ini disana dirinya melihat istrinya tengah membuka kotak oleh-oleh yang ia bawa.
Sambil menunduk Acha berbisik lirih,
"Maaf, aku membuka kadonya..."
Suara Acha bergema di suasana yang canggung itu.
Adhitama ingin tertawa melihat istrinya yang menunduk malu, tapi segera menahannya karena misinya hari ini adalah membawa istrinya ke tempat Yangti, dan membuat istrinya malu juga jengkel tentu tidak akan membantunya sama sekali.
"Kadonya memang untukmu, maaf tidak mengabarimu," jawab Adhitama sambil meringis.
"Lanjutkan saja membuka kadonya, aku hanya akan mengambil bajuku, aku bisa ganti baju dikamar sebelah,"
Jawab Adhitama sambil keluar dan menyeret travel bagnya menuju kamar sebelah.
Saat Adhitama keluar kamar, Acha juga bergegas menuju kedapur, dia malu, tidak mengira akan melihat suaminya hari ini karena tidak ada kabar berita bahkan mobil nyapun tak ada.
Bukan salahnya jika dirinya berencana tidak masak hari ini dan tidak berbelanja.
Sedikit panik karena rumahnya cukup jauh dari keramaian, namun bau harum dari 3 kotak makanan dengan label rumah seafood terkenal di Jogya itu membuatnya ternganga, suaminya memanjakannya.
Mungkinkah sebagai permintaan maaf?
Acha baru saja meminum air putih untuk meredakan debaran jantungnya, teringat kemarin dalam marah ia mengatakan suaminya egois dan tidak peka, namun hari ini suaminya bahkan mengingat semua barang yang ia butuhkan, bahkan dia membawa makan malam.
"Cha, aku tidak tahu apakah kau suka pesmol, aku beli pesmol gurami dan udang bakar madu untuk makan malam."
Sapa suaminya yang terlihat tampan memakai kaos polo dan celana panjang jeans.
Adhitama bahkan ingat kalau ia sangat suka udang bakar madu, Acha mengerjap-ngerjapkan matanya yang tiba-tiba penuh air mata.
"Heiii, ..."
Kata Adhitama dengan lembut sambil mendekap kepala Acha di perutnya kemudian mengusap kepala itu pelan.
Sekarang apa yang membuat istrinya yang cantik ini menangis, bisik Adhitama bingung.
Kemarin disela-sela kunjungannya ke Paris dalam rangka perluasan kerja sama dengan kolega yang ada disana dia mampir untuk berbelanja barang-barang yang mungkin dibutuhkan oleh istrinya karena ia melihat meskipun sudah butut istrinya tetap memakainya, itulah yang membuat ia mencari barang yang modelnya mirip dengan yang biasa dipakai istrinya.
"Maafkan aku, karena kemarin mengataimu dengan egois dan tidak peka,"
Kata Acha dengan muka masih tersembunyi di perut suaminya.
"Biasanya aku tidak pernah berkata kasar kepada orang, tapi didekatmu entah kenapa semua keluar begitu saja "
Adhitama tersenyum, Acha bisa merasakan dari getaran perutnya.
"Apakah itu artinya aku dimaafkan? Maafkan aku juga karena sering memprovokasimu,"
Jawab Adhitama sambil mendongakkan wajah istrinya.
Saat melihat istrinya mengangguk semangat, Adhitama tertawa lebar dan spontan mencium hidung istrinya dengan sayang.
"Aku membawa tiramisu, maaf ku buka kotaknya karena aku takut kalau mencair,"
Kata suaminya sambil membuka kulkas.
Wow, kejutan yang menyenangkan...inikah dulu yang dilakukan suaminya untuk merayu kekasih kekasih nya?
Suara jahat itu meragukan hati Acha.
Bukan apa-apa Cha, move on, tidak ada orang yang tidak punya masa lalu, bisik hati menenangkan Acha.
Acha tersenyum setidaknya hari ini Adhitama hanya memanjakan dirinya.
"Aku berencana mengajakmu kerumah Yangti, kalau kau tidak keberatan."
"Sekarang?"
"Kau boleh mandi dulu kalau merasa kurang nyaman."
"Sekarang sudah jam setengah lima, kita nyampe Jakarta jam berapa?"
"Jadi kau mau?"
Dan Acha pun mengangguk sambil tersipu karena belum mandi sore itu.
Ternyata hari ini terjawab kenapa Adhitama bersikeras membeli tanah pekarangan kosong punya pak RT, karena disana bertengger helikopter lengkap dengan pilotnya, suara deru helikopter memecah suasana sore itu, menderu memecah langit Jogya selatan menuju Jakarta.
Membawa travel bag saat ia menikah yang belum sempat ia bongkar karena tidak ingin terlalu lama membuat suaminya menunggu, lagi pula suaminya sepertinya tidak begitu peduli baju apa yang akan ia pakai.
Acha tersenyum, angannya melayang bertemu dengan Yangti dan dia akan tahu kenapa suaminya itu tidak mau punya anak meski mau menikah.
Bersambung #7
Izin Penerbitan
PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN
Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
POSTING POPULER
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Setangkai Mawar Buat Ibu #01 - Aryo turun dari mobilnya, menyeberang jalan dengan tergesa-...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari * Dalam Bening Matamu #1- Adhitama sedang meneliti penawaran kerja sama dari sebuah perusa...
-
Cerita Bersambung Karya : Tien Kumalasari * Kembang Titipan #1- Timan menyibakkan kerumunan tamu-tamu yang datang dari Sarangan. Ada s...
-
Cerita Bersambung Oleh : Tien Kumalasari Sebuah kisah cinta sepasang kekasih yang tak sampai dipelaminan, karena tidak direstui oleh ayah...
-
Cerita bersambung Karya : Tien Kumalasari Maruti sedang mengelap piring2 untuk ditata dimeja makan, ketika Dita tiba2 datang dan bersen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar secara santun dan simpel