Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Senin, 07 Februari 2022

Aku Disini Menunggumu #24

Cerita Bersambung

Berita pindahnya Arya sebenarnya sangat membuat Aerin terpukul. Apa kata-kata kasarnya tadi telah membuat Arya tak ingin lagi melihat wajahnya sehingga memilih untuk pindah? Tapi sedalam apapun kesedihannya, ia telah membuat keputusan yang saat ini ia pikir adalah yang terbaik untuk mereka berdua.
Memang sangat sakit, bahkan kalau ia tidak ingat janjinya kepada papa untuk tidak ambruk untuk ketiga kalinya, mungkin tadi saat keluar dari ruangan Arya, ia akan ambruk.
Ia berusaha sekuat tenaga untuk bisa berjalan tegak keluar dari ruangan Arya dan berlari ke kamar istirahatnya di lantai 14. Begitu sampai, ia menghempaskan tubuh lemahnya ke atas tempat tidur. Perlu 2 jam sampai ia bisa berkompromi dengan keputusannya sendiri setelah tak terhitung derai airmata yang tumpah. Bahkan ia harus memakai riasan make up setelah itu untuk menyembunyikan matanya yang sembab.
Tapi ia tidak boleh larut dalam kesedihan karena keputusan yang telah ia ambil dalam keadaan sadar. Ia segera mengatur rencana untuk menyelesaikan semua PR dari Arya sebelum ia pergi. Bila semua sesuai seperti yang ia perkirakan, dengan lembur sampai pukul 12 malam dari Senin ke Sabtu, seharusnya semua bisa selesai.
***

Tak terasa 1 minggu telah berlalu. Walaupun sangat lelah tapi Aerin sangat puas dengan hasil yang ia capai dengan lembur sampai jam 12 malam setiap harinya kecuali Hari Minggu.

Hari Minggu ia akan terkapar diatas tempat tidurnya tanpa mau menyentuh sarana komunikasi apapun. Ia harus sangat strict dengan waktu dan jam istirahatnya kalau mau semua berjalan sesuai rencananya. Bahkan, ia juga tak sempat memikirkan Arya. Sudah seminggu ini ia juga tak punya keinginan untuk membuka sedikit gorden kamarnya untuk sekedar melihat kearah balkon kamar Arya, seperti yang selalu ia lakukan.

Kabar lemburnya Aerin setiap malam akhirnya sampai juga ke telinga Arya. Ada rasa khawatir tapi Arya menahan diri untuk tidak memikirkannya terlalu dalam. Ia dalam seminggu ini juga sangat sibuk mengurusi kantor baru dan orang-orang baru yang kebanyakan fresh graduate. Bekerja di Global Architect memberikan suasana baru yang lebih fresh dan full energy karena disinilah sebenarnya ketertarikannya, inilah dunianya.
***

🎵I'm a big big girl, in a big...🎵

"Iya, ma," jawab Aerin di sela-sela menghabiskan makan malamnya yang hanya berupa spaghetti. Sudah jam 10 malam, ada apa mama menelponnya?
"Sri bilang kamu selalu pulang kerja tengah malam. Kamu baik-baik saja?" Tentu saja, semua orang di rumah sangat mengkhawatirkannya.
"I'm okay, ma. Mama gak usah khawatir, I'm tired tapi kondisi kesehatanku baik-baik saja."
"Apa harus selalu lembur? Irin, jangan berkorban terlalu banyak."

Diana sengaja menjauh dari suaminya untuk bisa berbicara dengan Aerin. Kalau suaminya sampai tau Aerin selalu pulang kerja tengah malam, bisa-bisa saat itu juga dia akan mengirim anak buahnya untuk membawa pulang Aerin ke Surabaya.

"Mama, aku akan cuti panjang. Ini bagian dari menyelesaikan kerjaan disini. I will leave soon. Ini bukan untuk Arya. Aku melakukan ini sebagai rasa terimakasih karena sudah diterima dengan sangat baik disini."
"Baiklah, tapi tetap jaga kesehatan ya. So, masih ada waktu buat blind date? Anaknya Om Firman ada di Jakarta, baru balik dari Brisbane." Tentu saja, usaha mencari calon suami masih terus berlanjut.
"Sorry, ma. No blind dates until the end of December. Aku gak punya waktu. Bahkan sekarang untuk memikirkan Arya pun, aku tak sempat." Terdengar suara tawa mama.
"Wow itu pertanda bagus! Kamu bisa segera move on," ucap Diana dengan nada sangat optimis. Aerin tersenyum, banyak orang-orang terdekatnya yang sangat mendukung ia untuk segera melupakan Arya.
" I hope so. Bantu doa, ma."
"Pasti, cinta. Oke, take care ya. I love you." Hubungan terputus. Aerin segera mengalihkan fokusnya ke komputer besar di dinding ruangan. Malam ini ia harus mengfinalkan PR untuk database Global Bank.
***

Arya memasuki Caribou Coffee, tempat ia akan bertemu dengan beberapa teman kuliahnya di Amerika yang kebetulan lagi berada di Jakarta.

"Hi, apa kabar?" Sapanya ke beberapa orang yang sudah duluan hadir.

Renno salah satu teman nongkrongnya, langsung bangkit menyambut kedatangan Arya.

"Waah, big boss sudah datang. How is life bro?" Tanyanya sambil memeluk Arya, diikuti oleh yang lain.
"Good. Kamu apa kabar? Gimana kerjaan disana? Bentar-bentar balik Jakarta."
"Mamaku agak ribet belakangan ini. Dia mau aku balik ke Jakarta, mencari calon istri...of course, harus warga +62, menikah, setelah itu baru aku free buat tinggal di Amrik." Semua tertawa. Hal yang sangat umum, hampir semua orangtua mereka khawatir dengan status lajang mereka.

Arya ingat sesuatu, sudah lama ia ingin bertanya ke Renno. Kesibukannya dan Renno membuat mereka jarang berkomunikasi.

"Aku mau tanya sesuatu."
Renno mendelik. "Apaan?"
"Di pesta ultah mama kamu, aku jumpa dengan seorang gadis bernama Aerin."

Renno dan beberapa yang lain, yang tahu tentang Aerin langsung senyum-senyum.

"Giliran dia yang kena sekarang. Lu sih, telat banget balik ke Jakarta," ledek Arka yang diikuti tawa yang lain. Arya tau apa yang dimaksud temannya.

Tentu saja, mereka tau sosok Aerin yang sangat eksklusif dan sama sekali tak perduli seganteng dan setajir apapun pria yang menggodanya. Dia seperti hidup di dunianya sendiri. Sosoknya hadir tiba-tiba saja dan menarik minat banyak pria, tanpa tau dia siapa. Tapi dari apa yang dia pakai, mereka tau gadis itu kelasnya tinggi banget.

"Well, dia anaknya sahabat mamaku. Mamanya sudah meninggal. Tapi jangan tanya dia anak siapa, bahkan mamaku gak mau kasih tau."

Arya mendelik. Kenapa bisa ada banyak hal yang disembunyikan tentang Aerin?

"Mamaku sangat sayang dia. Aku gak tau kenapa, tapi dia sangat melindungi Aerin. Aku sempat menebak-nebak siapa Aerin. Mulai dari anak haram pengusaha kaya, gadis simpanan, istri pejabat...tapi mamaku bilang, bukan. Mamaku malah marah besar, aku bahkan langsung disuruh balik ke Amrik."

Arya ikutan tertawa.

"Ya iyalah, tebakan lu juga syerem amat," protes Daniel yang juga pernah sangat nervous saat melihat sosok Aerin pertama kalinya.
***

Suara candaan pengunjung yang cukup terdengar, tiba-tiba menjadi sunyi senyap. Arya dan teman-temannya yang saling meledek, serentak melihat ke pintu masuk.

"Panjang umur dia, baru aja lu tanyain," ucap Raymond suprised. Pantas saja pada diam bengong, ada sosok cantik yang baru masuk dengan dikawal 2 pria bertubuh tegap dan berwajah garang.

Aerin yang berjalan dengan Mas Anton dan Mas Hendra, menatap lurus saja ke depan seiring dengan langkahnya. Dia tak perduli dengan kesenyapan dan tatapan dari kebanyakan pria di sekitarnya. Selama lembur ini, ia memang selalu diantar jemput oleh kedua bodyguardnya. Dan ini Sabtu malam, ia ingin santai sejenak menikmati kopi bersama mereka walaupun jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari.

Arya menatap sosok Aerin yang duduk di pojokan ruang, agak jauh dari posisinya. Mungkin itu yang dimaksud oleh Andy sebagai bodyguard Aerin. Aerin tampak agak kurusan, dia lebih banyak diam menikmati kopinya. Sementara kedua pria itu duduk dengan siaga menemaninya.

Sudah sebulan lebih Arya tidak ke Global Cell dan ini kali pertama ia melihat Aerin setelah pertengkaran mereka. Arya tak tau bagaimana melukiskan apa yang ia rasakan saat ini. Masih ada kerinduan yang sangat, tapi ia selalu menahan diri untuk tidak menemui Aerin.
Ah, rasanya ia ingin berlari kesana dan memeluk gadis itu dengan erat. Lalu menanyainya, apa dia baik-baik saja? Apa dia punya sedikit saja kerinduan kepadanya? Pelariannya ke Global Architect sama sekali tak bisa mengusir rasanya kepada Aerin.
***

Setelah 1 bulan lebih Vita ngebased di Global Architect, akhirnya hari ini ia kembali ke Global Cell. Vita, Andy dan Wiwid sudah berkumpul di cafetaria buat lunch bareng. Mereka menunggu Aerin.

"Ririn apa kabar? Masih banyak diamnya?" Selidik Vita yang secara berkala memang sering ngecek keadaan Aerin pada Andy.
"Yaaa, gitulah. Tak seceria dulu, tapi aku salut sama dia. Kalau dia sudah fokus, kerjaan yang deadlinenya mepet banget, tetap bisa selesai."
"Pak Arya disana juga kerjanya gila-gilaan, sangat serius dan fokus. Aku hampir nyerah ngikutin schedule dia. Untungnya....tetap ada untungnya..." Vita terkekeh sendiri. Andy dan Wiwid jadi ikutan tertawa. Ah, mereka sudah lama tak mendengar candaan Vita.
"Disana itu banyak daun muda, seger-seger." Ketiganya tertawa lagi.
"Beneran, mbak?" Tanya Wiwid semangat. Vita mengangguk.
"Semuanya daun muda, kecuali Pak Arya yang udah mateng dikit." Tertawa lagi.

Aerin muncul dengan wajah yang tampak lelah. Vita segera bangkit dan memeluknya.

"Kangen, tau!" Aerin tertawa, betapa ia merindukan Mbak Vita yang meriah dengan lipstik merah hadiah darinya.
"Gimana PR kamu? Hampir selesai?" Aerin mengangguk.

Selama ini ia melapor hasil kerjanya kepada Arya, melalui Vita. Begitu juga Arya, bila ada pertanyaan...Arya akan bertanya melalui Vita. Aerin tak ingat, entah siapa yang memulai duluan memakai Vita sebagai perantara.

"Tinggal Global Property dan Global Architect, mbak. Dikit lagi," jawab Aerin dengan optimis.
"Ingat dear, kesehatan kamu lebih utama."
"Sure, mbak. Thanks." Keempatnya pun menikmati lunch dengan penuh candaan.

==========

Aerin membuka undangan berwarna ungu muda dari Nadine, teman Arya. Nadine akan launching design pakaian terbarunya Sabtu sore dan ia diundang untuk datang. Entahlah, apa ia mau datang?

🎵I'm a big big girl
In a big big world
It's not a big big thing if you leave me
But I do do feel
That I do do will
Miss you much
Miss you much🎵

Telepon masuk dari nomor tak dikenal. Aerin membiarkan saja sampai nada dering berhenti. Bila perlu, ia pasti akan dihubungi kembali. Aerin menekan beberapa tombol di hpnya, dengan kecanggihan ilmunya...ia bisa melacak nomor tersebut terdaftar atas nama siapa. Eh, rupanya Mbak Nadine.

🎵I'm a big big girl, in a big...🎵

Berdering kembali, Aerin segera menjawab.

"Sore, Mbak Nadine," sapanya ramah. Nadine yang di seberang merasa suprised banget.
"Hai, gimana kamu tau ini nomorku?" Tanyanya dengan keheranan yang tak bisa disembunyikan. Aerin tertawa.
"Aku bahkan bisa tau isi notebook mbak, saldo tabungan dan lain-lain," canda Aerin.
"Ah, stop it! Kamu membuat aku parno." Kedua tertawa.
"Hai, sudah terima undanganku?"
"Sudah, mbak. Makasih."
"Kamu harus datang, oke? Kamu salah satu tamu kehormatan." Ada nada harap yang begitu dalam. Aerin jadi tak sampai hati.
"Baik, mbak. Aku akan datang, makasih sudah undang aku."
"Sampai jumpa Sabtu sore ya. Pukul 16wib, jangan telat."
"Sure, mbak. See you." Aerin menarik napas panjang. Semakin orang berbuat baik kepadanya, semakin susah ia menolak.
***

🎵Twinkle twinkle Little star...🎵

Vita yang sudah hampir tertidur, melihat ke layar Hpnya. Oh, no! Baru sehari aja ia berpisah dari Arya, Arya sudah menelponnya lagi di pukul 10 malam. Ia pikir dengan kembalinya ia ke Global Cell, teror telpon dari Arya akan segera berakhir. Ternyata...

"Iya, Pak Arya," sapa Vita ramah sambil melirik suaminya yang sudah tidur dan mendengkur dengan keras. Vita terpaksa buru-buru keluar dari kamar.
"Hm...sorry masih gangguin kamu," ucap Arya dengan nada sedikit bercanda. Ia tau Vita sangat lelah membantunya dalam 1 bulan ini walaupun tak pernah mengeluh. Membuka perusahaan baru memang sangat melelahkan.

"Ah, it's okay. Ada apa Pak Arya?" Walaupun lelah tapi Vita sangat suka bekerja untuk Arya.
"Kontrak dengan PT. Mahakarya masih kamu reviewkan? Sudah selesai? Draft kontraknya dimana? Aku butuh malam ini." Global Architect mengikuti tender design boutique apartment milik PT. Mahakarya. Bila mereka lolos, ini akan menjadi proyek pertama mereka.
"Sudah selesai aku cek, rencananya besok pagi aku antar ke Pak Arya. Sekarang dokumennya ada di kantor."
"Oh, oke. Aku gak jauh dari Global Cell. Text me dimana posisi dokumennya ya, biar aku ambil."
"Baik, Pak Arya." Vita menutup hp dan mulai menulis chat WA buat Arya. Untung saja punya bos pengertian, kalau tidak ia yang harus datang ke kantor.
***

Arya membelokkan Hammer putihnya memasuki Global Cell. Sepi sekali, di halaman depan hanya ada Range Rover Aerin yang terparkir dan tak jauh dari situ ada 2 pria yang pernah dilihatnya di Caribou Coffee, sedang memainkan hp masing-masing. Arya memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Aerin.
Kedua pria itu menatapnya dengan penuh selidik begitu ia turun dari mobil. Arya hanya tersenyum. Tampang keduanya yang cukup sangar membuat ia memilih untuk tak menyapa.

Anton dan Hendra tau siapa Arya. Mereka tau Arya adalah pria yang tengah malam itu mendatangi kediaman Aerin, tinggal disana sampai pagi dan Aerin ambruk tak lama setelah dia pergi.
Sebagai bodyguard tentu saja mereka tidak bisa melarang siapa yang boleh menemui Aerin dan malam itu Arya mempunyai password untuk memasuki rumah Aerin yang artinya pasti sudah mendapat izin dari Aerin.
Mereka juga tau Arya adalah bos Aerin dan juga tetangga sebelah rumah kediaman Pak Bramantio.
***

Setelah mengambil dokumen dari lemari besi dengan password yang diberikan oleh Vita, Arya segera turun ke lobby. Begitu keluar dari lift, ia diam sejenak sambil kembali melihat ke pintu lift yang hampir tertutup.
Haruskah ia menyapa Aerin? Bila ia singgah sebentar ke ruangan Aerin, apakah mereka akan terlibat pertengkaran lagi? Arya ingat sesuatu, ia langsung kembali masuk ke lift dan berhenti di lantai 4 tempat Control Room berada.
Petugas yang berjaga di Control Room sangat kaget melihat kedatangan Arya yang tiba-tiba.

"Tidak ada yang darurat, pak. Aku hanya ingin melihat layar monitor sebentar," terang Arya karena melihat kepanikan mereka.
"Oh iya, Pak Arya. Silahkan," ucap salah satu dari mereka sambil melangkah ke tempat lain biar Arya leluasa melihat layar monitor.

Arya melihat dengan teliti satu per satu monitor sampai ia menemukan monitor cctv ruangan Aerin. Hanya ada Aerin seorang disana dan dia sepertinya sedang tertidur dalam posisi duduk dengan wajah tertelungkup diatas meja kerjanya. Sementara monitor komputer di depannya menyala dengan kode-kode yang bergerak cepat.

Arya segera meninggalkan Control Room dan menuju ke lantai 14. Menemui Aerin saat tertidur mungkin akan lebih baik untuk menghindari pertengkaran yang mungkin terjadi.
Gadis itu tertidur begitu nyenyak, melihatnya dari jarak begitu dekat membuat kerinduan Arya sedikit terobati. Arya membelai lembut rambut Aerin, lalu menyibak sedikit poni yang menutupi keningnya. Luka jahitan itu sudah agak memudar.
Dia pasti begitu lelah hingga tertidur begitu lelap dan ia merasa jahat sekali karena telah memberinya banyak sekali pekerjaan. Posisi tidurnya dalam posisi duduk, besok pasti akan membuat tubuhnya sakit. Akhirnya Arya memutuskan untuk memindahkan Aerin ke kamar istirahatnya agar bisa tidur dengan nyaman.

Arya menggendong tubuh Aerin yang masih tak terjaga. Ia tak lepas menatap wajah Aerin yang begitu dekat dengan wajahnya, seiring langkahnya menuju ke kamar. Ia melepaskan flat shoes yang dipakai Aerin, lalu menyelimutinya.

"Sleep well, I love you," bisiknya sambil mencium kening dan rambut Aerin, lalu melangkah pergi.
***

Suara deringan hp yang berulang-ulang, akhirnya membuat Aerin terjaga. Dan ia sangat kaget mendapati dirinya tertidur di atas tempat tidur di kamar istirahatnya dan dengan selimut menyelimuti tubuhnya. Aerin segera bangkit, melangkah ke meja kerjanya.

"Iya, mas. Sorry aku ketiduran. Aku segera turun ya," ucapnya buru-buru menutup hp. Ia memang sudah berpesan kepada bodyguardnya untuk menelponnya bila sampai dengan pukul 1 dini hari, ia belum turun kebawah.

Aerin memeriksa sesaat layar monitor didepannya, lalu mematikan semua komputer sebelum keluar dari ruangannya. Ia benar-benar tak habis pikir bagaimana ia bisa pindah tidur ke kamar.
Itu sebenarnya hal yang sangat dihindarinya selama ini karena bila ia istirahat sebentar diatas tempat tidur, ia pasti akan tertidur sangat lama dan kerjaannya terbengkalai.

Bersambung #25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER