Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Rabu, 09 Februari 2022

Aku Disini Menunggumu #26

Cerita Bersambung

Setelah menyelesaikan semua urusan untuk mempertegas kepada semua orang tentang kepemilikannya terhadap Irin, akhirnya Arya dan kedua orangtuanya segera kembali ke Jakarta.
Ada rasa lega yang sangat, saat yang telah lama ia tunggu akhirnya tiba walaupun belum sempurna seperti yang seharusnya. Tapi Arya sudah sangat berbahagia. Ia akan sabar menunggu Irin kembali untuk menyempurnakan kepemilikannya.

Vita yang melihat kedatangan Arya ke Global Cell dengan wajah berseri-seri, ikutan berbahagia. Sang bos pasti lagi happy banget karena proyek design pertamanya menang di tender pembangunan apartemen butik PT. Mahakarya.

"Congratulation, Pak Arya."
Arya menatap Vita dengan penuh selidik. Congratulation untuk apa? Apa Vita tau tentangnya dan Irin? Ah, impossible!

"Nggak nyangka ya, tender pertama langsung menang. You're the best," sambung Vita sambil mengacungkan jempolnya. Ia ikut bangga karena juga terlibat di rempongnya mempersiapkan dokumen tender.

Arya tertawa kecil. Ah, tenyata congratulation untuk itu? Ia pikir buat momen yang lain. Kenapa ia jadi kegeeran begini? Tentu saja tidak ada yang tau tentangnya dan Irin. Pihak luar belum waktunya untuk tau. Ia ingin menikmati masa-masa PDKT dengan Irin seperti layaknya pasangan kekasih lainnya.

"Thanks, Vita. You are also a part of the team. Jangan lupa cek ke HR kenaikan gaji kamu mulai bulan ini."
"Beneran, Pak Arya?" Vita surprised banget. Arya mengangguk. Vita pantas mendapat lebih karena dia juga tak pernah mengeluh dengan banyak tambahan kerja diluar tugasnya sebagai sekretaris.
"Thank you, bos."
"I need you to discuss something. Kita ke dalam?"
"Baik, Pak." Vita mengikuti Arya ke ruangan kerjanya.
"Aku ingin menata ulang ruang meeting sebelah kanan menjadi ruang kerja, trus ada connecting door ke ruangan ini." 2

Arya bicara sambil menggerakkan tangannya yang membuat fokus Vita beralih ke jari manis Arya yang tersemat cincin silver bermata berlian kecil. Itu seperti cincin pertunangan atau malah cincin kawin.

"Kamar dan dapur akan diperluas. Design ruangan ini akan ditata ulang semuanya. After lunch, anak-anak arsitek akan kemari. Tolong temani mereka ya." Vita bengong.
"Tapi untuk apa ada 2 ruang kerja disini Pak Arya? Apa Pak Zulfan akan pindah kemari?"
"No! Bukan untuk Pak Zulfan. Kita butuh yang lebih seger-seger biar kerjanya makin semangat," jawab Arya lalu tertawa sendiri. Wajahnya bahagia sekali.
"Oh, kita akan punya staf baru?" Arya tersenyum penuh arti.
"Nyonya Baru." Vita mendelik, apa maksudnya itu? Apa ada hubungannya dengan cincin di jari manis si bos? Tapi kenapa Nyonya Baru harus ngantor disini juga?
"Nyonya..."
"No more question! Ntar gitu Nyonya Baru tiba disini, kamu akan ngerti sendiri."

Arya mengerdipkan sebelah matanya yang membuat Vita mendelik. Apalagi itu maksudnya? Kenapa Arya bertingkah sangat aneh? Seperti tak bisa mengontrol perasaannya. Sosoknya berbeda jauh dari Arya yang selama ini dikenalnya.
***

Sementara nun jauh disana, Aerin menikmati liburan ala backpacker bersama 3 orang teman hackernya, termasuk Robert, best friend yang selama ini mengatur job hacker untuknya. Mereka sudah menjelajah Jepang dan sekarang bersiap untuk menikmati penerbangan selama hampir 24 jam menuju ke Cape Town. Rencananya mereka akan menghabiskan 2 minggu berkeliling disana.
Ini liburan sambil bekerja. Di siang hari, mereka akan menjelajah dan di malam hari mereka akan bekerja menyelesaikan beberapa proyek IT yang dilead langsung oleh professor mereka dari Massachusetts.
Bagi Aerin, ini mungkin akan menjadi liburan bebas terakhirnya sebelum menikah dengan pria yang telah melamarnya. Makanya Aerin benar-benar sangat menikmati liburan ini. Tak sedetikpun ia mau menghabiskan waktu untuk mengingat cintanya yang tak kesampaian.
Ada kalanya bayangan Arya melintas sesaat tapi cincin di jari manisnya sangat ampuh untuk mengusir bayangan Arya. Cincin itu seperti punya kekuatan magis yang membuat hatinya tenang walaupun ia tak bisa membayangkan seperti apa wajah pria yang telah melamarnya.
***

Arya membawa orangtuanya ke rumah Irin. Passwordnya ternyata masih bisa digunakan. Farah dan Ferdinand tertawa geli mendengar Arya mengucapkan 'Aerin, I am sorry' 10 kali di pintu gerbang, dan 9 kali di pintu utama.

"Kamu...seharusnya kamu lebih peka! Untuk apa coba dia kasih kamu password seperti itu?" Arya menaikkan bahunya tanda tak tau.
"Itu mewakili 19 lembar kartu ucapan ulang tahun yang dia kirim ke kamu dan tak satupun kamu balas. Itu juga mewakili 19 tahun dia menunggu kamu."
"Dia ingin kamu meminta maaf untuk itu!" sambung mamanya.

Arya terpaku. Kenapa ia tak pernah mempermasalahkan password yang cukup aneh yang dibuat Irin untuknya? Dan selama ini, kenapa ia tak menaruh sedikitpun kecurigaan atas sikap Irin kepadanya yang sangat berbeda? Padahal di banyak momen pertengkaran mereka, ia sering melihat Irin bersedih terlalu dalam.
Nama orangtua Irin yang tercantum di biodata kantor, mungkin itu yang membuat Arya tak pernah menyangka bahwa Aerin adalah Irin. Irin hanya menulis Broto dari yang seharusnya Bramantio Subroto. Sedangkan untuk nama ibunya, dia menulis Purnama Sari dari yang seharusnya Saraswati Purnama Sari. Disitu kecurigaan terhadap Aerin yang saat itu selalu memakai kalung berliontin blue diamond, sirna.

"Liat, bahkan dia menanam banyak pohon mangga karena dia tau kamu penggemar maniak mangga."

Mata Farah berkaca-kaca begitu mereka keluar ke halaman belakang. Ada banyak sekali pohon mangga disana. Arya mengangguk. Ia ingat, bahkan Irin juga memesan puding mangga saat mentraktir lunch di kantor.

Setelah kembali dari Surabaya, Arya memang sering sekali datang ke kamar istirahat Irin di kantor, ke kamar Irin di rumah keluarganya dan juga kesini, ke kediaman pribadi Irin. Ia ingin lebih mengenal Irin sebelum Irin kembali. Sekarang setidaknya ia tau musik favoritnya, buku-buku yang dibacanya, merk sabun yang dia gunakan dan masih banyak hal-hal kecil lainnya. Tak ada seharipun yang ia lewati tanpa mencari tau tentang Irin. Ia ingin menebus waktu yang berlalu diantara mereka.
***

4 bulan berlalu. Prestasi Arya dalam dunia arsitek tanah air semakin dikenal. Keindahan Apartemen Butik yang masih dalam proses pembangunan, mendongkrak reputasi Global Architect. Begitu juga dengan Global Cell. Staf IT yang sangat berkompetensi tinggi telah melahirkan ide-ide inovatif dalam pengembangan usaha selular mereka.

Sementara Aerin menghabiskan jatah cuti bulan terakhirnya di Massachusetts, bergabung dengan professornya untuk merampungkan proyek IT mereka. Kehidupan disini sangat damai dan menyenangkan tapi tetap saja ia sudah kangen berat untuk kembali ke Jakarta.

Kembali ke Massachusetts, berarti kembali ke apartemennya yang pernah ia huni selama 6 tahun saat ia berusia 19 tahun sampai kembalinya ia ke Jakarta di usia 24 tahun. Banyak sekali kenangan sedih di apartemen ini, terutama karena Arya.
Saat itu usianya sudah cukup matang untuk menyadari kalau ia hanya tertarik pada seorang pria saja yang ia tidak tau ada dimana. Ia hanya tau Arya ada di Amerika. Hampir semua kota di Amerika pernah ia kunjungi dengan harapan bisa bertemu dengan Arya.
Ia juga mengerahkan kemampuannya sebagai hacker untuk melacak Arya, tapi tak pernah berhasil. Saat itu ia sempat berpikir kalau Arya dan keluarga mungkin saja memakai identitas lain. Mungkin itu ada hubungannya dengan kepergian mereka yang mendadak ke Amerika. Suatu saat nanti, ia ingin menanyakan itu kepada Arya untuk menjawab rasa penasarannya, walaupun mereka tidak mungkin lagi bisa bersama.

==========

Hampir pukul 7 malam saat Aerin bisa keluar dari Terminal Kedatangan Bandar Udara Soekarno Hatta. Penerbangan dari Boston ke Jakarta menghabiskan waktu 26 jam lebih yang membuat tulang-tulangnya terasa mau patah, walaupun sepanjang perjalanan ia lebih banyak tidur.
Aerin melihat sekeliling, mencari sosok yang dikenalnya. Ada Mas Anton yang tampak serius banget menatap penumpang yang lalu lalang tapi Mas Anton seperti tak mengenalinya.

"Jemput aku, mas?" Tanyanya setelah beberapa saat berhenti di depan Mas Anton, tapi tetap tak menggubrisnya.

Anton kaget sekali. Ia melihat dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Kalau tak kenal suara Aerin, pasti ia tak percaya bahwa itu adalah Aerin. Tadinya ia pikir itu adalah salah satu turis karena Aerin keluar sekalian dengan rombongan turis.

"Sorry non, pangling saya." Aerin tertawa. Apakah penampilannya begitu aneh?

Mereka menuju ke Restoran Padang Garuda, tempat Aerin akan berjumpa dengan kedua orangtuanya sebelum mereka kembali ke Surabaya. Sebenarnya Aerin ingin langsung pulang, berendam air hangat untuk membersihkan tubuhnya yang sangat tak nyaman, lalu tidur nyenyak. Tapi karena papa mama besok ada meeting penting di Surabaya, jadi setelah dinner bersama koleganya, mereka langsung menuju ke airport tanpa balik ke rumah.

Restoran Padang Garuda full pengunjung malam itu. Aroma ayam yang sedang digoreng membuat perut Aerin berteriak kelaparan. Kemunculan sosok cantik dengan penampilan agak wow, membuat semua mencurahkan perhatian kesana. Aerin menahan senyum. Iya, penampilannya memang terlihat sangat norak disini. Aerin yang menenteng paper bag besar berisi banyak cokelat buat para keponakannya di Surabaya, langsung memasuki ruangan VIP.

"Papa..." Sapaannya terhenti begitu yang ada di dalam ruangan serentak melihat kearahnya. Oh No! Jangan sekarang! Tampangnya terlalu kucel untuk berjumpa dengan Arya sekarang dan penampilannya juga agak terlalu ngenjreng. Ia sudah siap memberitahukan Arya kalau ia adalah Irin, tapi tidak sekarang!

Suasana hening, Aerin jadi salah tingkah sendiri. Farah dan Ferdinand tersenyum penuh arti menatap Aerin yang tampak sangat wah, penampilannya beda 360° dari Aerin yang sebelumnya mereka kenal. Sementara Arya hanya melirik sekilas, lalu melanjutkan makan malamnya.

"Ini Irin, sudah pada kenalkan?" Tanya Diana memecah kesenyapan. Aerin tersenyum malu, pasti sekarang ini pipinya udah kayak kepiting rebus.
"Tante Om, maaf aku tidak berterusterang selama ini." Aerin memeluk keduanya.
"Kamu menyembunyikan diri dengan sangat baik," ucap Ferdinand yang membuat Aerin tertawa.
"Dan kamu tau tante pasti akan kenal kamu kalau kamu pakai kalung itu, makanya kamu tidak pakai." Aerin tertawa lagi. Tentu saja, ia mengatur sedetail mungkin untuk menyembunyikan identitas dirinya.
"Mas Arya, glad to see you again. I'm Irin, your pretty neighbor." Semua tertawa mendengar ucapan perkenalan Aerin kepada Arya yang sok cuek.

Mau tak mau, Arya melihat ke sosok yang sangat dirindukannya itu. Aerin tersenyum manis, senyum yang begitu tulus. Rambut baru berwarna rose gold, campuran pink dengan gradasi pirang walaupun sangat norak tapi pas di wajahnya. Rambutnya juga dikepang cornrow, kepang ala gadis Afrika. Irin memakai long coat hitam dengan tshirt agak pendek dan ripped jeans yang menampakkan warna indah pahanya.
Arya menyambut uluran tangan Aerin yang memakai cincin berlian pink di jari manisnya. Ada kebanggaan yang ia rasakan saat melihat cincin itu tersemat manis di jari Aerin.

"My stupid neighbor," ucap Arya pelan sambil menambah kekuatan pada genggamannya yang membuat Aerin meringis. Arya pasti marah karena ia telah membohonginya selama ini.

Bramantio dan yang lain menahan senyum melihat tingkah keduanya. Yang satu masih sok jual mahal walaupun rindu berat, sementara yang satunya masih sangat merasa bersalah karena tak berterusterang. Ah, biarkan saja mereka menyelesaikan kesalahpahaman dengan cara mereka sendiri. 3

Aerin duduk di kursi depan Arya, ia makan dengan sangat pelan.
Kenapa setelah jati dirinya terbongkar, ia menjadi sangat kikuk di depan Arya? Sementara Arya yang sebelumnya menatapnya dengan penuh cinta, sekarang malah cuek. Bukan seperti ini yang ia impikan. Ia ingin dirinya dan Arya menjadi teman masa kecil yang punya hubungan baik dan menjadi tetangga yang setidaknya saling perduli.

Soal cinta yang tak kesampaian, Aerin sudah pasrah. Ia tak bisa melawan takdir, memilih ikhlas adalah jalan terbaik yang membuatnya sangat merasa damai saat ini. Benih-benih cinta mulai tumbuh buat pemilik cincin yang dipakainya saat ini, walaupun ia tak tau siapa.

"Arya, tolong antar Irin ya. Kami harus pergi sekarang, teman lama sudah menunggu di Hilton," ucap Bramantio sambil bangkit. Aerin ikutan bangkit.
"Papa, aku bisa naik taxi. Jangan ngerepotin Mas Arya."
"No! Kamu diantar Arya. Arya, om titip Irin ya. Tolong jaga dia." Arya mengangguk. Aerin melotot kearah papanya yang hanya tersenyum. Apa-apaan ini pakai acara titip-menitip segala!
"Papa..." Protesnya lagi. Bramantio langsung memeluknya erat.
"Jaga diri baik-baik." Aerin mengangguk, lalu memeluk mama, Om Ferdinand dan Tante Farah.

Dan sekarang hanya tinggal mereka berdua di ruangan. Tak ada yang memulai bicara, Arya yang masih bertahan dengan kecuekannya melanjutkan makan.

"Mas Arya masih marah?" Tanya Aerin sambil menatap Arya yang tak juga menatapnya.
"Mas Arya, I'm sorry...okay?" Arya menangkap nada sedih dari ucapan itu. Ia akhirnya menatap mata Aerin yang berkaca-kaca. Ah, ia tak sanggup melihat mata sedih itu lagi.
"Dulu Mas Arya sangat membenci aku, makanya aku takut Mas Arya masih benci aku saat kita ketemu lagi. Aku banyak melakukan kesalahan, aku sering mempermalukan Mas Arya dengan kata-kataku dan aku sangat posesif. Sorry, aku hanya anak kecil yang kurang kasih sayang. Anak kecil yang tak ingin apa yang dia sayangi, diambil orang lain." Aerin tak sanggup menahan airmatanya.

Arya bangkit, ia juga tak sanggup melihat Aerin menangis lagi karenanya. Arya mengambil backpack Aerin.

"Kita pulang," ucapnya sambil melangkah ke pintu. Aerin menghapus airmatanya dan mengikuti Arya.

Tiba di tempat parkir, Arya membukakan pintu untuknya. Aerin langsung masuk dan tak juga memasang seat belt. Arya yang hendak menjalankan mobil, berpaling melihat ke samping. Gadis itu menatap kosong kedepan tanpa sadar kalau ia sedang menatapnya.

Arya memasangkan seat belt buat Aerin yang membuat posisi keduanya begitu dekat. Aerin merasakan dadanya berdebar kencang, ah...ia benci sekali bila rasa seperti ini hadir kembali. Rasa seperti ini membuat semua usahanya untuk melupakan Arya, kembali ke titik nol.

"I'm engaged," ucap Aerin pelan. Arya menatapnya, lalu tangannya menyeka airmata yang masih ada di pipi Aerin. Dan Aerin melihat cincin yang ada di jari manis Arya.

"Mas Arya, are you married?" Tanyanya dengan rasa yang sukar dilukiskan. Please God, jangan buat ia ambruk kali ini. Arya mengangguk.
"Aku sudah sampai di akhir tujuan perjalananku, dan kamu...sebentar lagi juga akan sampai kesana," ucap Arya sambil tersenyum. Ia menyeka lagi airmata yang mengalir di pipi Aerin yang tampak sangat menyedihkan, menahan agar tangisnya tak bersuara. Ah, dari dulu dia memang suka sekali menangis.

Perjalanan 1 jam lebih membuat Aerin tertidur sangat pulas. Arya berhenti sebentar, mengambil selimut dari bagasi mobil dan menyelimutinya.

"You're mine! Sorry membuat kamu menangis lagi," bisiknya pelan, lalu mencium kening Aerin.

Sampai mereka tiba di tujuan, Aerin masih tertidur. Bahkan sampai Arya menggendongnya memasuki lift ke lantai paling atas, meletakkannya diatas tempat tidur, melepaskan long coat, celana jeansnya yang agak sempit dan sepatu ketsnya...Aerin masih belum terbangun.
Arya menutup tubuh indah Aerin dengan bed cover, mematikan lampu utama, lalu ia keluar dari kamar. Saatnya belum tiba, ia memilih tidur di kamar lain walaupun ia yakin ia tidak akan bisa tertidur.

Bersambung #27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER