Cerita Bersambung
Aerin terbangun dari tidur lelapnya. Ia melihat ke plafon kamar, ia tau itu bukan kamar di kediaman orangtuanya, bukan kamar di rumah pribadinya dan juga bukan kamar di Mount Elizabeth Hospital. Menyadari ia berada di tempat asing, membuat Aerin segera duduk dan melihat sekeliling ruangan yang walaupun asing tapi design interiornya sangat familiar.
Bagian pahanya yang tersibak, membuat ia sadar kalau ia tidak memakai jeans belelnya. Aerin meraba bagian bawah tubuhnya, benar saja ia hanya memakai celana dalam dan itu seketika membuat ia panik. Ia berbalik dan memeriksa sprei yang ditidurinya, tidak ada sesuatu yang aneh. Sprei berwarna abu-abu muda itu sangat bersih.
Aerin segera bangkit, menutupi bagian bawahnya dengan bed cover. Ia harus ke kamar mandi untuk memeriksa bagian intimnya. Ia buru-buru melangkah ke pintu di bagian kiri ruangan yang ia tebak sebagai kamar mandi. Dan ternyata benar. Kamar mandi yang sangat luas dan mewah, bahkan ia melihat ripped jeans dan long coatnya ada di keranjang laundry. Aerin mengambil celana jeans dan memakainya.
Ia memeriksa sekeliling kamar mandi dan cukup suprised melihat semua pernak pernik wanita yang ada disana, adalah brand dan varian seperti yang ia pakai. Mulai dari body wash, facial wash, sikat gigi, shampoo bahkan set perawatan wajah lengkap. Ada perlengkapan pria juga disana. Diantaranya Calvin Klein Euphoria Men Body Wash. Aerin membuka tutup body wash dan mencium aroma jahe bercampur buah-buahan. Ia tau itu milik siapa.
Aerin segera keluar, ia harus segera mencari seseorang itu untuk meminta penjelasan. Tapi langkahnya terhenti begitu melihat ruangan di sebelah kamar mandi yang posisinya agak ke dalam. Ada ruang ganti yang tersekat kaca sehingga ia bisa melihat ke dalam. Rasa penasarannya membuat ia memutuskan untuk masuk. Di sebelah kanan ada deretan jas dan kemeja dengan model yang biasa dipakai seseorang itu. Di sebelah kiri ada deretan pakaian wanita yang bahkan price tag nya masih belum dicopot dan lagi-lagi persis seperti selera pakaiannya. Aerin yang semakin penasaran, membuka laci-laci besar dibawah gantungan baju yang biasanya tempat underwear disimpan. Ada banyak set underwear keluaran terbaru dari Calvin Klein, brand underwear yang juga ia pakai.
Aneh sekali! Apa maksudnya ini? Kalau benar tebakannya bahwa ini adalah rumah atau mungkin apartemen Arya, seharusnya semua perlengkapan wanita yang ada disini adalah milik istri Arya. Tapi kenapa selera istrinya Arya dan ia bisa sama persis? Memang banyak orang yang seleranya sama, tapi sama identik mungkingkah ada?
Aerin menuju ke pintu terbesar yang ada di ruangan itu. Benar saja, itu pintu keluar. Pemandangan atap gedung dari jendela kaca besar yang gordennya terbuka, membuat ia tau kalau ia sekarang setidaknya berada di ketinggian 200m lebih.
Ada 2 kamar lainnya selain ruang tamu, ruang makan dengan dapur minimalis. Semuanya seperti di dalam kamar tadi, didominasi warna putih, hitam dan abu muda plus ada beberapa perabotan dan hiasan berwarna ceria. Desain interior ini hampir mirip dengan design rumah pribadinya tapi yang disini didesain dengan lebih professional.
Kamar kedua yang berukuran agak kecil ternyata kosong, tapi selimut diatas tempat tidur tampak agak berantakan. Seseorang pasti tidur disini tadi malam yang membuat Aerin merasa sedikit lega. Aerin menuju ke kamar paling ujung yang pintunya terbuka dan ia melihat Arya disana yang tampak sangat serius sedang menggambar. Arya berpakaian sangat santai, hanya memakai celana pendek dan kaos tanpa lengan yang memperlihatkan lengannya yang berotot.
"Hi, you!" Suara Aerin yang tampak sangat marah dan kesal, memecah keheningan. Arya berbalik, Aerin menatapnya dengan sorot marah.
"What happened last night?" Arya mengerti kearah mana pertanyaan Aerin. Ia tersenyum dan melangkah mendekati Aerin.
"Stay away from me and don't touch me!" Arya menghentikan langkahnya, bahkan ia mundur beberapa langkah dengan wajah masih tersenyum. Aerin kesal banget. Hal yang sangat serius baginya tapi bagi Arya seperti bukan masalah besar.
Kamu tertidur, trus aku gendong kemari. Aku yang lepasin coat dan sepatu kamu, housekeeper wanita yang lepasin celana jeans kamu." Tentu saja Arya berbohong. Kalau ia mengatakan yang sebenarnya, perang besar diantara mereka akan terjadi lagi. Dan ia sudah capek bertengkar terus. Penjelasan Arya membuat ekspresi Aerin berubah.
"Really? Awas kalau bohong!" Arya tertawa.
"I swear by the moon and the stars in the sky," goda Arya dengan bersenandung. Suaranya yang ngebass terdengar merdu sekali. Aerin menahan senyum.
"Kita ada dimana?" Wajah Arya berbinar-binar mendengar kata 'kita' diucapkan oleh Aerin. Ia tersenyum menggoda yang membuat Aerin sadar kesalahan dalam pertanyaannya.
"Kita ada di rumah."
Aerin mendelik, lalu tertawa miris. Menertawakan takdir yang kurang bersahabat dengannya.
"So, this is our home?" Ledeknya sambil menatap Arya penuh arti. Arya mengangguk.
"Mas Arya, bercanda itu...boleh. Tapi jangan kelewatan. Disini masih perih, tau!" Arya langsung memeluk erat Aerin yang tak menolak. Baginya pelukan itu lebih seperti pelukan seorang teman dekat.
"I'm sorry," ucap Arya pelan sambil mengusap-usap punggung Aerin.
"Aku lapar." Arya melepaskan pelukannya.
"Kamu bisa masak apa?" Aerin tertawa.
"Spaghetti, telur mata sapi..."
"Oh, no! Kamu harus mulai belajar masak Indonesian Food. I love Indonesian Food," ucap Arya pasrah.
Ia ingat di dapur Aerin memang hanya ada stok spaghetti. Nantinya, sepertinya ia yang harus sering memasak.
"Ask your wife, aneh banget!" Arya tertawa. Beginilah kalau yang mengerti hanya satu pihak, kagak nyambung.
Akhirnya Arya memilih untuk memasak makan siang buat mereka. Aerin hanya duduk manis di meja makan sambil memperhatikan Arya yang tampak sangat serius. What an ideal husband! Pikirannya yang ngawur kemana-mana membuat Aerin tersadar dan langsung menyentuh cincin di jari manisnya. Ia harus segera meminta papa untuk segera mengirim pria itu untuk menemuinya, sebelum hatinya menyerah kalah lagi kepada Arya.
Arya menghidangkan Sup Kepiting Jagung untuknya beserta salad sayur dan nasi. Aerin sangat menikmati saat-saat Arya mengambilkan sup untuknya.
"For my loved Irin, wishing you a wonderful life. Mulai sekarang, tidak akan ada lagi airmata yang tumpah karena cinta. I feel so bad, you cry too much because of me. I'm sorry," ucap Arya tulus yang membuat airmata Aerin kembali mengalir. Arya mengusap pipi Aerin dengan tangannya.
"No more tears, okay? Ayo makan! Setelah ini kita pulang." Aerin mengangguk, ia pun menghabiskan makanannya dalam diam.
***
Dua jam kemudian, mereka sampai di kompleks rumah. Arya melewatkan rumahnya dan mengantar Aerin terlebih dulu. Pak Rahmat yang membuka pagar otomatis, tersenyum bahagia menyambut kedatangan keduanya.
"Mas Arya, makasih." Arya membukakan pintu buat Aerin. Arya mengangguk.
"Kamu ke kantor besok?"
"Ya." Arya diam sesaat, ada yang mengganggunya sebenarnya dari saat kemarin ia bertemu Aerin. Ia ingin mengatakannya tapi khawatir Aerin akan tersinggung.
"Irin, model dan warna rambut seperti ini... kurang cocok disini," ucap Arya sangat hati-hati.
Aerin tau, Arya mengatakan dengan tulus. Memang benar, walaupun warna dan model rambut seperti ini cocok buat wajahnya, tetap saja banyak orang yang melihatnya dengan aneh.
"But I love it!" Arya menarik napas panjang. Sikap keras kepala Aerin muncul lagi.
"You look like a seductive woman."
"What! Itu jahat banget! How can you say that to me?" Aerin yang kesal sampai memukul-mukul dada bidang Arya. Posisi keduanya yang begitu dekat, membuat Arya tak tahan untuk tidak memeluknya.
"So, this is our home?" Ledeknya sambil menatap Arya penuh arti. Arya mengangguk.
"Mas Arya, bercanda itu...boleh. Tapi jangan kelewatan. Disini masih perih, tau!" Arya langsung memeluk erat Aerin yang tak menolak. Baginya pelukan itu lebih seperti pelukan seorang teman dekat.
"I'm sorry," ucap Arya pelan sambil mengusap-usap punggung Aerin.
"Aku lapar." Arya melepaskan pelukannya.
"Kamu bisa masak apa?" Aerin tertawa.
"Spaghetti, telur mata sapi..."
"Oh, no! Kamu harus mulai belajar masak Indonesian Food. I love Indonesian Food," ucap Arya pasrah.
Ia ingat di dapur Aerin memang hanya ada stok spaghetti. Nantinya, sepertinya ia yang harus sering memasak.
"Ask your wife, aneh banget!" Arya tertawa. Beginilah kalau yang mengerti hanya satu pihak, kagak nyambung.
Akhirnya Arya memilih untuk memasak makan siang buat mereka. Aerin hanya duduk manis di meja makan sambil memperhatikan Arya yang tampak sangat serius. What an ideal husband! Pikirannya yang ngawur kemana-mana membuat Aerin tersadar dan langsung menyentuh cincin di jari manisnya. Ia harus segera meminta papa untuk segera mengirim pria itu untuk menemuinya, sebelum hatinya menyerah kalah lagi kepada Arya.
Arya menghidangkan Sup Kepiting Jagung untuknya beserta salad sayur dan nasi. Aerin sangat menikmati saat-saat Arya mengambilkan sup untuknya.
"For my loved Irin, wishing you a wonderful life. Mulai sekarang, tidak akan ada lagi airmata yang tumpah karena cinta. I feel so bad, you cry too much because of me. I'm sorry," ucap Arya tulus yang membuat airmata Aerin kembali mengalir. Arya mengusap pipi Aerin dengan tangannya.
"No more tears, okay? Ayo makan! Setelah ini kita pulang." Aerin mengangguk, ia pun menghabiskan makanannya dalam diam.
***
Dua jam kemudian, mereka sampai di kompleks rumah. Arya melewatkan rumahnya dan mengantar Aerin terlebih dulu. Pak Rahmat yang membuka pagar otomatis, tersenyum bahagia menyambut kedatangan keduanya.
"Mas Arya, makasih." Arya membukakan pintu buat Aerin. Arya mengangguk.
"Kamu ke kantor besok?"
"Ya." Arya diam sesaat, ada yang mengganggunya sebenarnya dari saat kemarin ia bertemu Aerin. Ia ingin mengatakannya tapi khawatir Aerin akan tersinggung.
"Irin, model dan warna rambut seperti ini... kurang cocok disini," ucap Arya sangat hati-hati.
Aerin tau, Arya mengatakan dengan tulus. Memang benar, walaupun warna dan model rambut seperti ini cocok buat wajahnya, tetap saja banyak orang yang melihatnya dengan aneh.
"But I love it!" Arya menarik napas panjang. Sikap keras kepala Aerin muncul lagi.
"You look like a seductive woman."
"What! Itu jahat banget! How can you say that to me?" Aerin yang kesal sampai memukul-mukul dada bidang Arya. Posisi keduanya yang begitu dekat, membuat Arya tak tahan untuk tidak memeluknya.
Keduanya saling menatap.
"Kamu aslinya udah cakep banget, udah sangat sempurna. So, jangan aneh-aneh. I don't like it, okay?" Aerin segera melepaskan pelukan Arya, keanehan apa lagi ini?
"Aku rasa, ada yang salah dengan isi otak Mas Arya," ejek Aerin lalu tertawa lebar. Arya mau tak mau ikutan tertawa. Dulu, ia yang sering sekali mengatakan itu kepada Aerin. Terutama saat-saat ia tak tau lagi harus marah seperti apa.
"Hei, aku serius!"
" It's too late to worry about me. Mas Arya, jangan perlakukan aku seperti ini lagi. I'm engaged and you are married. Status kita sudah sangat jelas dan masing-masing kita harus menjaga perasaan pasangan kita. Kalau Mas Arya benar sayang aku, you have to help me to move on from you. Perlakukan aku sewajarnya saja, bisa?"
Arya langsung menggeleng dengan wajah menahan senyum. Aerin melotot dengan sebel. Sudah panjang lebar ia bicara dan dengan penuh perasaan, reaksi Arya membuatnya marah.
"I hate you, I really hate you!" Ucapnya sambil melangkah pergi, tanpa melihat lagi ke Arya yang tertawa sendiri.
==========
Kembali ke Global Cell membuat Aerin bahagia. Wiwid, Vita dan pasukan IT menyambut kedatangannya di lobby. Aerin sangat terharu, ah...bagaimana mungkin ia sanggup meninggalkan mereka dalam waktu yang tak lama lagi.
"Cie...cincin di jari manis," goda Vita yang tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Aerin jarang banget memakai cincin, kalaupun dia pakai... itu pasti cincin blue diamond peninggalan maminya. Nah, sekarang ada cincin bermata pink diamond di jari manis Aerin yang pasti ada sesuatu yang istimewa.
"I'm engaged," ucapnya dengan wajah berseri-seri yang membuat semua memberinya selamat. Vita memeluknya erat.
"Akhirnya...hi, siapakah pria yang sangat beruntung itu?" Tanya Bagas menggoda.
Aerin tertawa, lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri. Bahkan ia belum tau siapa pria itu. Papa menjanjikan pria itu akan segera menemuinya.
"He is busy, ntar pasti aku kenalin." Alasan yang mungkin saja benar.
***
Weekly meeting dipimpin oleh Pak Zulfan. Aerin baru tau rupanya besok ada acara Anniversary FF Group yang ke 37 tahun. Wow! Ia kembali di saat yang tepat. Ia selalu menyukai event itu, event dimana akan banyak wajah-wajah bahagia yang mendapatkan bonus khusus dan promosi jabatan.
Arya muncul 30 menit kemudian. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan mencari sebuah sosok. Senyumnya terkembang begitu melihat Aerin yang duduk di pojokan paling belakang dengan rambut yang sudah berubah warna. Aerin yang sepertinya sengaja tak melihatnya tampak pure banget dan sangat cantik dengan warna rambut kecoklatan.
"Maaf, telat. Pak Zulfan pasti sudah membahas semuanya. So, pastikan semuanya hadir besok bersama keluarga. Any questions?"
"Nyonya Baru juga akan hadir besok, Pak?"
Pertanyaan Andy membuat semua tertawa kecuali Aerin yang diam membisu. Ia sudah mendengar rumor tentang Nyonya Baru itu, bahkan Arya sudah menyiapkan ruangan kerja khusus di sebelah ruangannya buat Nyonya Baru yang membuat semua orang penasaran. Itu membuat ia merasa agak tidak nyaman, ada bagian dirinya yang masih merasa tak rela.
"Well, ya. Nyonya Baru akan hadir besok," jawab Arya dengan senyum bahagianya.
"Any more questions?" Semua menggeleng.
"Aerin Alessandra, welcome back!" Semua melihat ke Aerin yang tak begitu ceria, padahal baru balik dari liburan panjang. Aerin hanya melihat Arya sekilas, lalu mengangguk.
"Meet me after meeting."
"Yes, big boss!" Jawab Aerin tanpa melihat ke Arya yang membuat semua menahan senyum.
Aerin menunggu semua keluar, baru ia keluar dan langsung menuju ke lantai 15. Ntah apa lagi yang perlu dibahas, bahkan menurut info dari Vita...Arya jarang sekali datang ke Global sejak ia cuti. Itu artinya, urusan IT tidak ada masalah.
"Hai, senyum dikit. Dari tadi manyun terus," goda Vita yang membuat Aerin tersenyum. Vita sedang menikmati sekotak cokelat oleh-oleh darinya.
"Aku ke dalam dulu mbak." Vita mengangguk.
***
Aerin langsung masuk, ia malas banget buat mengetuk pintu. Pasti juga sudah ditungguin. Sikap Arya yang agak luar biasa dan berbeda 360° dari saat jati dirinya belum terbongkar, membuat Aerin harus mau mengikuti permainan ala Arya. Setidaknya sampai masanya disini selesai.
Tidak ada Arya di mejanya. Aerin melihat ke sekeliling, mungkin dia sedang di toilet. Kamar kerja buat Nyonya Baru, membuat Aerin tak bisa mengontrol rasa penasarannya. Seperti apa sih? Kenapa semua pada heboh membahasnya.
Aerin melangkah ke ruang samping yang terhubung dengan connecting door. Ia terpaku sesaat melihat bagian dalam ruang kerja buat Nyonya Baru. Cantik dan stylist sekali. Semua perabotan dan pernak-perniknya sangat kekinian, minimalis dengan warna-warna ceria.
"Kamu suka?" Bisik Arya sambil memeluknya dari belakang. Aerin hendak melawan, tapi Arya memeluknya dengan erat. Ia bahkan bisa merasakan debaran kencang dada Arya.
"Pak Arya, what are you doing!" Protesnya dengan nada tinggi.
"I'm hugging my woman." Arya membalikkan tubuh Aerin untuk berhadapan dengannya. Keduanya saling menatap.
"Kamu suka ruangan ini? Aku mendesain khusus buat kamu karena kamu yang akan menempati ruangan ini. You're my Nyonya."
"Mas Arya, let me go. I'm done with you!"
"But I'm not done with you yet, and will never be done." Aerin tak tau lagi harus bilang apa.
"Kamu aslinya udah cakep banget, udah sangat sempurna. So, jangan aneh-aneh. I don't like it, okay?" Aerin segera melepaskan pelukan Arya, keanehan apa lagi ini?
"Aku rasa, ada yang salah dengan isi otak Mas Arya," ejek Aerin lalu tertawa lebar. Arya mau tak mau ikutan tertawa. Dulu, ia yang sering sekali mengatakan itu kepada Aerin. Terutama saat-saat ia tak tau lagi harus marah seperti apa.
"Hei, aku serius!"
" It's too late to worry about me. Mas Arya, jangan perlakukan aku seperti ini lagi. I'm engaged and you are married. Status kita sudah sangat jelas dan masing-masing kita harus menjaga perasaan pasangan kita. Kalau Mas Arya benar sayang aku, you have to help me to move on from you. Perlakukan aku sewajarnya saja, bisa?"
Arya langsung menggeleng dengan wajah menahan senyum. Aerin melotot dengan sebel. Sudah panjang lebar ia bicara dan dengan penuh perasaan, reaksi Arya membuatnya marah.
"I hate you, I really hate you!" Ucapnya sambil melangkah pergi, tanpa melihat lagi ke Arya yang tertawa sendiri.
==========
Kembali ke Global Cell membuat Aerin bahagia. Wiwid, Vita dan pasukan IT menyambut kedatangannya di lobby. Aerin sangat terharu, ah...bagaimana mungkin ia sanggup meninggalkan mereka dalam waktu yang tak lama lagi.
"Cie...cincin di jari manis," goda Vita yang tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Aerin jarang banget memakai cincin, kalaupun dia pakai... itu pasti cincin blue diamond peninggalan maminya. Nah, sekarang ada cincin bermata pink diamond di jari manis Aerin yang pasti ada sesuatu yang istimewa.
"I'm engaged," ucapnya dengan wajah berseri-seri yang membuat semua memberinya selamat. Vita memeluknya erat.
"Akhirnya...hi, siapakah pria yang sangat beruntung itu?" Tanya Bagas menggoda.
Aerin tertawa, lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri. Bahkan ia belum tau siapa pria itu. Papa menjanjikan pria itu akan segera menemuinya.
"He is busy, ntar pasti aku kenalin." Alasan yang mungkin saja benar.
***
Weekly meeting dipimpin oleh Pak Zulfan. Aerin baru tau rupanya besok ada acara Anniversary FF Group yang ke 37 tahun. Wow! Ia kembali di saat yang tepat. Ia selalu menyukai event itu, event dimana akan banyak wajah-wajah bahagia yang mendapatkan bonus khusus dan promosi jabatan.
Arya muncul 30 menit kemudian. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan mencari sebuah sosok. Senyumnya terkembang begitu melihat Aerin yang duduk di pojokan paling belakang dengan rambut yang sudah berubah warna. Aerin yang sepertinya sengaja tak melihatnya tampak pure banget dan sangat cantik dengan warna rambut kecoklatan.
"Maaf, telat. Pak Zulfan pasti sudah membahas semuanya. So, pastikan semuanya hadir besok bersama keluarga. Any questions?"
"Nyonya Baru juga akan hadir besok, Pak?"
Pertanyaan Andy membuat semua tertawa kecuali Aerin yang diam membisu. Ia sudah mendengar rumor tentang Nyonya Baru itu, bahkan Arya sudah menyiapkan ruangan kerja khusus di sebelah ruangannya buat Nyonya Baru yang membuat semua orang penasaran. Itu membuat ia merasa agak tidak nyaman, ada bagian dirinya yang masih merasa tak rela.
"Well, ya. Nyonya Baru akan hadir besok," jawab Arya dengan senyum bahagianya.
"Any more questions?" Semua menggeleng.
"Aerin Alessandra, welcome back!" Semua melihat ke Aerin yang tak begitu ceria, padahal baru balik dari liburan panjang. Aerin hanya melihat Arya sekilas, lalu mengangguk.
"Meet me after meeting."
"Yes, big boss!" Jawab Aerin tanpa melihat ke Arya yang membuat semua menahan senyum.
Aerin menunggu semua keluar, baru ia keluar dan langsung menuju ke lantai 15. Ntah apa lagi yang perlu dibahas, bahkan menurut info dari Vita...Arya jarang sekali datang ke Global sejak ia cuti. Itu artinya, urusan IT tidak ada masalah.
"Hai, senyum dikit. Dari tadi manyun terus," goda Vita yang membuat Aerin tersenyum. Vita sedang menikmati sekotak cokelat oleh-oleh darinya.
"Aku ke dalam dulu mbak." Vita mengangguk.
***
Aerin langsung masuk, ia malas banget buat mengetuk pintu. Pasti juga sudah ditungguin. Sikap Arya yang agak luar biasa dan berbeda 360° dari saat jati dirinya belum terbongkar, membuat Aerin harus mau mengikuti permainan ala Arya. Setidaknya sampai masanya disini selesai.
Tidak ada Arya di mejanya. Aerin melihat ke sekeliling, mungkin dia sedang di toilet. Kamar kerja buat Nyonya Baru, membuat Aerin tak bisa mengontrol rasa penasarannya. Seperti apa sih? Kenapa semua pada heboh membahasnya.
Aerin melangkah ke ruang samping yang terhubung dengan connecting door. Ia terpaku sesaat melihat bagian dalam ruang kerja buat Nyonya Baru. Cantik dan stylist sekali. Semua perabotan dan pernak-perniknya sangat kekinian, minimalis dengan warna-warna ceria.
"Kamu suka?" Bisik Arya sambil memeluknya dari belakang. Aerin hendak melawan, tapi Arya memeluknya dengan erat. Ia bahkan bisa merasakan debaran kencang dada Arya.
"Pak Arya, what are you doing!" Protesnya dengan nada tinggi.
"I'm hugging my woman." Arya membalikkan tubuh Aerin untuk berhadapan dengannya. Keduanya saling menatap.
"Kamu suka ruangan ini? Aku mendesain khusus buat kamu karena kamu yang akan menempati ruangan ini. You're my Nyonya."
"Mas Arya, let me go. I'm done with you!"
"But I'm not done with you yet, and will never be done." Aerin tak tau lagi harus bilang apa.
Pria di hadapannya ini benar-benar luar biasa tak tau diri. Bagaimana dia mempertanggungjawabkan tindakannya kepada istrinya dengan memeluk gadis lain?
"Huh...19 tahun ternyata bisa membuat seseorang menjadi super idiot, tidak tau diri, sok dicintai, sok..."
Arya tertawa lebar yang membuat Aerin berhenti mengumpat. Apa yang diucapkan nya sama sekali tidak berpengaruh pada Arya.
"Aku menjadi bego gini karena kamu. Dadaku berdebar kencang terus kalau liat kamu." Hadeuh! Aerin speechless.
"Irin, I love you...walaupun aku tak membalas satupun kartu ulang tahun dari kamu. Aku kembali ke Jakarta untuk mencari kamu. Kamu masih ingat saat kita pertama kali berciuman, aku bilang aku sudah punya seseorang yang aku cintai? Itu kamu! Bahkan saat kita terakhir ketemu sebelum kamu liburan, seseorang yang aku ingin kamu bantu lacak...itu juga kamu! Aku sudah sangat putus asa saat itu. Aku belum punya kepercayaan diri untuk langsung datang ke Surabaya menjumpai papa kamu."
Aerin merasa tak bisa bernapas, ia tak sanggup menerima kenyataan yang sangat menyesakkan dada. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Kesalahpahaman telah membuat mereka ditakdirkan untuk tak bisa bersama. Dan ia adalah pihak yang memulai kesalahpahaman itu dengan menyembunyikan identitasnya.
Aerin tak sanggup berkata apa-apa, ia menyadari kesalahannya. Ia hanya bisa menangis tersedu-sedu di dada bidang Arya. Arya memeluknya dengan erat.
"Irin, maaf sudah membuat kamu menunggu begitu lama. Aku tau, kamu pasti mencari aku. Kamu tidak mungkin diam saja, menunggu. Dua pamanku terbunuh karena dendam masa lalu pada opa kami. Papa kemudian mendapat surat ancaman, karena itu kami pergi buru-buru dari Jakarta. Papa menyewa jasa hacker untuk menyembunyikan identitas kami selama di Amerika."
Aerin melepaskan pelukan. Ia menyentuh pipi Arya.
"Sejak aku sekolah di London, setiap liburan aku pasti akan ke Amerika. Aku mengunjungi negara bagian yang berbeda, dengan harapan bisa ketemu Mas Arya. Aku bahkan memilih kuliah di Amerika, juga supaya lebih mudah mencari Mas Arya. Mas Arya tau kisah tentang mamiku?" Arya mengangguk.
"Karena itu...Aku menyerah saat Mas Arya bilang sudah punya seseorang yang Mas Arya cintai. Bahkan aku kemudian memutuskan untuk resign dengan alasan akan menikah yang aku tak tau menikah dengan siapa." Aerin menarik napas panjang, ia sudah tidak menangis lagi.
"Papa mengharuskan aku untuk menikah sebelum usiaku menginjak 30 tahun. Itu janji yang aku setujui sebagai syarat aku boleh bekerja di Jakarta." Arya tau tentang perjanjian itu. Orangtua Aerin sudah menceritakan kepadanya
"Aku belum bisa menerima pria lain karena itu aku pada akhirnya menyerahkan semuanya ke papa mama. Pria itu datang melamar saat aku baru saja tiba di tempat liburan dan papa menerimanya."
"Kamu sudah bertemu dia?" Aerin menggeleng, kini ia sudah bisa tersenyum.
"Bagaimana kalau dia jelek, gendut dan sudah tua?" Aerin terdiam, ia yakin papa mama pasti tidak akan tega memilihkan sosok yang dilukiskan Arya, untuknya.
"Gendut boleh...jelek dan tua, jangan!" Arya tertawa.
"Aku tidak pernah membayangkan sosok Mas Arya yang seperti ini. Dalam bayanganku, Mas Arya masih seperti dulu, gendut!" Arya tertawa lagi.
"Jadi kalau dulu kita ditakdirkan bertemu, aku pasti gak bisa mengenali Mas Arya."
"Kamu juga berubah terlalu banyak. Tidak ada yang bisa mengenali kamu."
"Mas Arya, ayo berteman baik mulai dari sekarang."
"No way! Gak mau! I love you and I want you to be mine. Bagaimana mungkin hanya berteman baik?" Protes Arya cepat. Suasana damai langsung berubah panas.
"Idiot! Udah panjang lebar, ujung-ujungnya itu lagi, itu lagi. Capek deh..." Ucap Aerin tak habis pikir. Arya menahan diri untuk tidak tertawa. Ia menatap kepergian Aerin yang berwajah kesal.
Bersambung #28
"Huh...19 tahun ternyata bisa membuat seseorang menjadi super idiot, tidak tau diri, sok dicintai, sok..."
Arya tertawa lebar yang membuat Aerin berhenti mengumpat. Apa yang diucapkan nya sama sekali tidak berpengaruh pada Arya.
"Aku menjadi bego gini karena kamu. Dadaku berdebar kencang terus kalau liat kamu." Hadeuh! Aerin speechless.
"Irin, I love you...walaupun aku tak membalas satupun kartu ulang tahun dari kamu. Aku kembali ke Jakarta untuk mencari kamu. Kamu masih ingat saat kita pertama kali berciuman, aku bilang aku sudah punya seseorang yang aku cintai? Itu kamu! Bahkan saat kita terakhir ketemu sebelum kamu liburan, seseorang yang aku ingin kamu bantu lacak...itu juga kamu! Aku sudah sangat putus asa saat itu. Aku belum punya kepercayaan diri untuk langsung datang ke Surabaya menjumpai papa kamu."
Aerin merasa tak bisa bernapas, ia tak sanggup menerima kenyataan yang sangat menyesakkan dada. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Kesalahpahaman telah membuat mereka ditakdirkan untuk tak bisa bersama. Dan ia adalah pihak yang memulai kesalahpahaman itu dengan menyembunyikan identitasnya.
Aerin tak sanggup berkata apa-apa, ia menyadari kesalahannya. Ia hanya bisa menangis tersedu-sedu di dada bidang Arya. Arya memeluknya dengan erat.
"Irin, maaf sudah membuat kamu menunggu begitu lama. Aku tau, kamu pasti mencari aku. Kamu tidak mungkin diam saja, menunggu. Dua pamanku terbunuh karena dendam masa lalu pada opa kami. Papa kemudian mendapat surat ancaman, karena itu kami pergi buru-buru dari Jakarta. Papa menyewa jasa hacker untuk menyembunyikan identitas kami selama di Amerika."
Aerin melepaskan pelukan. Ia menyentuh pipi Arya.
"Sejak aku sekolah di London, setiap liburan aku pasti akan ke Amerika. Aku mengunjungi negara bagian yang berbeda, dengan harapan bisa ketemu Mas Arya. Aku bahkan memilih kuliah di Amerika, juga supaya lebih mudah mencari Mas Arya. Mas Arya tau kisah tentang mamiku?" Arya mengangguk.
"Karena itu...Aku menyerah saat Mas Arya bilang sudah punya seseorang yang Mas Arya cintai. Bahkan aku kemudian memutuskan untuk resign dengan alasan akan menikah yang aku tak tau menikah dengan siapa." Aerin menarik napas panjang, ia sudah tidak menangis lagi.
"Papa mengharuskan aku untuk menikah sebelum usiaku menginjak 30 tahun. Itu janji yang aku setujui sebagai syarat aku boleh bekerja di Jakarta." Arya tau tentang perjanjian itu. Orangtua Aerin sudah menceritakan kepadanya
"Aku belum bisa menerima pria lain karena itu aku pada akhirnya menyerahkan semuanya ke papa mama. Pria itu datang melamar saat aku baru saja tiba di tempat liburan dan papa menerimanya."
"Kamu sudah bertemu dia?" Aerin menggeleng, kini ia sudah bisa tersenyum.
"Bagaimana kalau dia jelek, gendut dan sudah tua?" Aerin terdiam, ia yakin papa mama pasti tidak akan tega memilihkan sosok yang dilukiskan Arya, untuknya.
"Gendut boleh...jelek dan tua, jangan!" Arya tertawa.
"Aku tidak pernah membayangkan sosok Mas Arya yang seperti ini. Dalam bayanganku, Mas Arya masih seperti dulu, gendut!" Arya tertawa lagi.
"Jadi kalau dulu kita ditakdirkan bertemu, aku pasti gak bisa mengenali Mas Arya."
"Kamu juga berubah terlalu banyak. Tidak ada yang bisa mengenali kamu."
"Mas Arya, ayo berteman baik mulai dari sekarang."
"No way! Gak mau! I love you and I want you to be mine. Bagaimana mungkin hanya berteman baik?" Protes Arya cepat. Suasana damai langsung berubah panas.
"Idiot! Udah panjang lebar, ujung-ujungnya itu lagi, itu lagi. Capek deh..." Ucap Aerin tak habis pikir. Arya menahan diri untuk tidak tertawa. Ia menatap kepergian Aerin yang berwajah kesal.
Bersambung #28
Cerita yang mangharukan
BalasHapus