Cerita Bersambung
Suara merdu Andmesh Kamaleng membuka acara Anniversary FF Group yang ke 37 tahun. Suasana yang semula heboh karena semua staf dan keluarganya berkumpul dalam satu ruangan, langsung sunyi senyap. Semua terpana, meresapi setiap kata yang dinyanyikan dengan penuh perasaan.
Aerin yang baru pertama mendengar lagu itu, juga ikut terbawa suasana. Lirik lagu itu membuat ia nelangsa. Kesedihan tiba-tiba kembali menghampiri dirinya. Ah, kenapa harus lagu dengan lirik seperti ini? Padahal sejak ia menyiapkan diri untuk hadir dalam acara ini, ia sudah sangat percaya diri untuk melupakan cinta yang tak mungkin.
Hari ini, sesuai dengan janji papa... ia akan bertemu dengan pria itu. Ia sudah memakai gaun terbaik yang ia punya beserta set perhiasan bermata pink diamond pemberian pria itu. Aerin menarik napas berat, dadanya terasa sesak. Kenapa hatinya tak pernah bisa berdamai dengan kenyataan? Berada dalam suasana begini akan semakin melemahkan hatinya. Ia memutuskan untuk keluar ruangan, setidaknya sampai lagu itu berakhir.
"Sorry, aku ke restroom sebentar," pamitnya pada Vita dan Andy yang duduk disampingnya. Vita baru sadar kalau wajah Aerin begitu pucat. Ia terlalu hanyut menikmati suasana syahdu, tanpa melihat perubahan wajah Aerin.
"Are you okay?" Tanya Andy yang juga baru menyadari kalau Aerin tidak baik-baik saja. Gadis yang memakai gaun malam berwarna navy dengan bagian dada agak rendah...menampakkan keindahan kalung bermata pink diamond itu, mengangguk.
"Aku hanya ke restroom sebentar, Mas." Aerin berusaha tersenyum semanis mungkin, sebelum melangkah pergi.
Ia baru bisa bernapas dengan lega begitu tiba di luar ballroom. Jarak dari kursi barisan depan tempat ia duduk ke luar ballroom terasa begitu jauh, tangisnya hampir pecah. Ia bingung harus kemana untuk menenangkan dirinya. Ah, mungkin secangkir Lavender Tea bisa mengurangi kecemasannya karena akan bertemu pria itu sementara hatinya belum bisa move on. Ia ingin menenangkan pikiran dan juga membuat tubuhnya menjadi rileks. Aerin langsung menuju ke lift, cafe ada di lantai 5.
Pintu lift terbuka, sepasang pria dan wanita keluar dengan bergandengan tangan mesra. Aerin langsung membalikkan badan saking shocknya. Oh, no! Kenapa semua harus terjadi dalam waktu bersamaan? Ia menunggu sampai pasangan itu menjauh. Tapi...
"Irin...?" Ah! Arya ternyata mengetahui keberadaannya. Aerin menarik napas berat, berusaha tersenyum semanis mungkin sebelum berbalik. Gadis yang memakai gaun hitam pendek itu, masih bergelayut manja pada lengan Arya. Pasti itu istri Arya. Arya sudah bilang di rapat kalau Nyonya Baru akan datang.
"Hai," sapanya kikuk. Arya tersenyum. Ia tau Aerin pasti tak nyaman melihat Tasya sepupunya. Dan ia juga merasa sangat tak nyaman melihat gaun Aerin yang berleher agak rendah, menampakkan keindahan leher dan dadanya. Gadis itu memakai set lengkap perhiasan yang ia berikan.
"Waah...kebetulan, semua ada disini..." Suara Tante Farah yang datang bersama rombongan, memecah kekikukan. Aerin suprised banget melihat anggota keluarganya datang lengkap bahkan keponakannya. Ia mencari sosok asing di dalam rombongan itu, tapi tak ada. Padahal papa menjanjikan pria itu juga akan hadir di acara ini.
"Papa...mama." Aerin memeluk Bramantio, Diana, Farah, Ferdinand, Chandra, Ricky, Vania, Alissa beserta para keponakannya. Tumben sekali, kenapa bisa semuanya ada disini?
Arya menarik tangan mamanya dan membisikkan sesuatu. Farah melirik Aerin sesaat lalu tersenyum geli. Ia mengeluarkan selembar syal Hermes dari tasnya. Arya mengambilnya lalu mendekati Aerin.
"Irin, pakai ini. Di dalam sangat dingin, ntar kamu masuk angin." Aerin mendelik dan hendak protes, tapi ia segera mengurungkan niatnya begitu papa memberi isyarat anggukan. Arya memasangkan syal sambil sesekali menatap Aerin yang menundukkan wajahnya. Ia bisa mendengar debaran dada Aerin.
"Makasih," ucap Aerin tanpa melihat Arya.
"Kalungnya cakeep karena yang pakai, kamu!" Goda Arya yang membuat semuanya tertawa.
"Idiot!" Akhirnya kata-kata itu lepas juga. Arya tertawa geli sambil merapikan rambut Aerin yang agak berantakan.
"Mas Arya, don't play me," ucapnya dengan geram, setengah berbisik yang hanya didengar oleh Arya. Arya tertawa lagi. Aerin melirik gadis bergaun hitam yang tadi bersama Arya, tapi gadis itu malah senyum-senyum. Hei, kenapa dia tidak marah melihat suaminya menggoda gadis lain? Ah, entahlah!
"Ayo kita masuk," ajak Ferdinand yang membuat semuanya beranjak.
Bramantio menggandeng tangan Aerin. Arya melihatnya dengan agak cemburu. Huh...seharusnya ia yang lebih berhak menggandeng tangan itu. Tasya yang melihat arah pandangan Arya, langsung menggandeng tangan Arya. Aerin melihat keduanya yang berjalan di depannya.
"Pa, dia dimana?" Bramantio tersenyum.
"Ada..." Bramantio melihat Arya yang sudah memasuki ballroom.
"Dia sudah ada di dalam," jawabnya dengan senyum lebar. Ekspresi Aerin tampak suprised banget.
"Papa bikin penasaran aja, jangan sampai aku pingsan saat liat dia," ancamnya manja.
Dan tentu saja, kemunculan Aerin yang bergandengan tangan dengan Bramantio, sang pengusaha sukses...membuat semua yang hadir mencurahkan pandangan ke mereka. Rombongan itu berhasil membuat semuanya penasaran. Aerin menggandengkan tangan kirinya ke Diana yang menyambutnya dengan wajah gembira. Sudah saatnya ia memperkenalkan keluarganya kepada teman-temannya.
Vita dan Andy saling melihat. Pasukan Aerin yang duduk di barisan kursi tengah, juga sangat penasaran.
"Selamat datang Pak Arya, Ibu Farah dan Bapak Ferdinand. Selamat datang Bapak dan Ibu Bramantio Subroto beserta keluarga besar..." Rachel staf PR yang memang sering didaulat menjadi MC diam sejenak. Tentu saja ia melihat Aerin di dalam rombongan itu. Seseorang datang membawakannya selembar kertas kecil. Rachel membacanya sesaat sebelum senyumnya terkembang.
"Sebenarnya Keluarga Bapak Bramantio ini sudah lama menjadi keluarga besar FF Group...mau tau kenapa?" Suara riuh terdengar, pancingan pertanyaan dari Rachel telah mewakilkan rasa penasaran semuanya.
"Mbak Ririn sudah 5 tahun bergabung di Global Cell dan Mbak Ririn yang kita semua cintai ini adalah putri satu-satunya dari Keluarga Bramantio." Semua terdiam dan tak lama terdengar keriuhan. What a big suprised!
Seorang waiter memberikan microphone kepada Aerin. Aerin melihat ke Rachel yang memberinya isyarat untuk berbicara. Aerin berdiri, matanya tampak berkaca-kaca.
"My dear friends, akhirnya hari ini aku bisa mengenalkan keluargaku kepada kalian semua. Maaf telah sangat tertutup selama ini. Terimakasih untuk 5 tahun yang sangat menyenangkan. Papa, can you please stand up and say hello to my friends?" Bramantio mengangguk, lalu berdiri.
"Ini papaku, Pak Bramantio Subroto. Mamaku, Ibu Diana Bramantio. Kakak pertamaku, Mas Chandra Bramantio beserta istri, Mbak Alissa Rinaldi. Ini kakak keduaku, Mas Ricky beserta istri, Mbak Vania Sugondo. Dan para keponakanku, say hello dear." Semuanya berdiri sesaat.
"Thanks for the time, Rachel," ucap Aerin, lalu mematikan microphone. Ia sejenak melihat kearah Andy dan Vita yang juga melihat kearahnya. Keduanya mengerdipkan mata dengan serentak yang membuat Aerin tertawa.
Bramantio mengusap-usap kepala Aerin. Ia bangga sekali hari ini. Diperkenalkan oleh Aerin kepada teman-temannya sangat membuatnya tersanjung. Putri yang pernah sangat ia hindari karena selalu membuatnya mengingat pengalaman terpahit dirinya sebagai lelaki, ternyata benar-benar dicintai semua orang. Bahkan dulu ia sampai harus mengubah nama Aerin Saraswati menjadi Aerin Alessandra Bramantio karena ia pernah sangat membenci nama Saraswati.
Acara berlangsung dengan sangat meriah. Satu-persatu nama yang mendapat bonus khusus karena pencapaian kerja yang luar biasa, hadir di panggung. Semua bersorak girang begitu ada salah satu dari timnya dipanggil.
Aerin tak begitu menikmati suasana, ia sangat sibuk melihat sekeliling ruangan mencari sebuah sosok. Dan tentu saja itu sangat sulit karena kelemahannya dalam mengingat wajah pria. Ia hanya familiar dengan wajah-wajah staf Global karena sudah 5 tahun lebih bersama. Sedangkan dengan staf Global Bank, Global Property dan Global Architect...ia hanya ingat beberapa saja.
Sementara di deretan undangan, ia mengenal beberapa dari mereka. Ada beberapa yang tak ia kenal, namun sepertinya tak mungkin. Mereka sudah berumur semua, tidak mungkin papa menerima lamaran dari mereka. Arya yang melihat Aerin celingak-celinguk, menahan senyum. Ia tau siapa yang sedang dicari Aerin. Sabar, bentar lagi...
"Ma, yang mana pria itu?" Tanya Aerin ke mama karena papa sedang berbincang serius dengan Arya. Diana tersenyum.
"Bentar mama liat...dimana orangnya ya? Sepertinya dia malu ketemu kamu." Aerin mencibirkan bibirnya. Ia ikut melihat kearah mama memandang, dan yang ia lihat malah Arya yang sedang mengerdipkan mata kearahnya, lalu tertawa. Arya udah seperti virus, sangat meresahkan hati. Aerin cepat-cepat mengalihkan pandangannya.
"Special thanks untuk seseorang yang sangat berjasa menyelamatkan Global Bank dari serangan hacker dan membangun sistem pertahanan database buat semua perusahaan FF Group. Please welcome our goddess Aerin Alessandra." Aerin yang masih sibuk celingak-celinguk tak sadar namanya disebutkan.
Mama menyenggolnya.
"Kamu dipanggil." Aerin melihat ke sekeliling, semua menatapnya. Ia segera tersenyum dan bangkit menuju ke panggung.
Farah dan Ferdinand menyambut kedatangannya di atas panggung.
"Irin, terimakasih untuk segalanya. Maaf, pengunduran diri kamu, ditolak!"
Loh...! Aerin bengong, gak tau harus menanggapi seperti apa. Dalam keadaan normal, pasti ia akan langsung protes keras. Tapi sekarang ia ada diatas panggung berhadapan dengan dua orang yang dihormatinya dan dalam pandangan semua orang, termasuk keluarganya. Ia tidak mungkin bisa sembarang protes.
"Om, apa ini maksudnya?" Tanyanya pelan.
"Kamu bagian dari Keluarga Ferdinand."
Aerin mundur beberapa langkah saking kagetnya. Apa ini maksudnya? Apa ada rahasia tentang jati dirinya yang disembunyikan oleh keluarganya? Bagian dari Keluarga Ferdinand...apa itu maksudnya ia dan Arya bersaudara? Tiba-tiba ia merasa sangat pusing memikirkan kemungkinan itu. Ia hendak berlari, pergi dari sini. Ia tak sanggup menghadapi kenyataan bila itu benar.
Aerin menabrak seseorang di tengah ketergesaannya melangkah. Suasana begitu hening. Airmatanya mulai tumpah saat ia menyadari kalau yang ia tabrak adalah Arya. Arya langsung memeluknya.
"It's over."
"Maksudnya apa? Apa kita bersaudara?" Ia sudah tak bisa menahan tangisnya. Arya tersenyum, kedua orangtuanya juga tersenyum. Tebakan Aerin sangat jauh dari skenario yang mereka bayangkan.
Arya melepaskan pelukannya dan menghadapkan tubuh Aerin ke layar lcd besar di belakang panggung. Aerin melihat ke gambar yang muncul yang di layar. Itu ruang keluarga rumahnya di Surabaya dan ada Arya dan papa yang sama-sama memakai koko dan peci putih, duduk saling berhadapan yang dipisahkan oleh meja kecil.
Papa menjabat tangan Arya dan...
"Saudara Arya Ferdinand Bin Ferdinand Muammar, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya Aerin Alessandra Bramantio Binti Bramantio Subroto dengan mas kawinnya berupa seperangkat perhiasan berlian tunai."
Suasana begitu hening, seolah semua larut dalam khidmatnya prosesi akad nikah yang tampak sangat sederhana itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Aerin Alessandra Bramantio Binti Bramantio Subroto dengan mas kawinnya yang tersebut tunai," jawab Arya dengan sangat lancar dalam satu napas.
Suara sorak gembira terdengar. Banyak yang menangis terharu.
Aerin yang menyadari apa arti dari video yang baru saja ditontonnya, merasa seperti melayang-layang di udara. Sepertinya ia akan pingsan. Kebahagiaan ini terlalu banyak dan datang begitu tiba-tiba. Arya segera memeluk tubuh Aerin yang seperti tak seimbang.
"Jangan pingsan! We have a lot of work tonight," goda Arya yang membuat kesadaran Aerin kembali lagi. Farah dan Ferdinand geleng-geleng kepala melihat kejahilan Arya.
"Idiot! Seharusnya aku sudah hamil saat ini. You waste too much time," bisik Aerin dengan wajah pura-pura sebel yang membuat Arya tertawa lebar. Arya mencium kening Aerin.
"Hm...can you do that at home?" Tegur Farah yang membuat keduanya tersadar kalau semua mata memperhatikan setiap gerak-gerik mereka. Wajah Aerin memerah, ia malu sekali. Bagaimana mungkin ia bisa lupa kalau ia sedang ada diatas panggung?
Semua memberi mereka ucapan selamat dan doa terbaik. Resepsi pernikahan akan dilangsungkan minggu depan di Jakarta.
***
Malam itu mereka menuju ke apartemen yang khusus Arya beli untuk Aerin. Aerin melihat wajah Arya yang senyum-senyum terus dan tampak sangat bersemangat. Bahkan mereka tidak menunggu sampai acara cocktail berakhir. Ah, apakah ia harus mengalami malam pertama yang sama sekali tanpa persiapan? Aerin mencoba mengingat kapan ia terakhir cukuran, kapan ia terakhir luluran. Tentu saja ia sudah lama sekali tidak melakukan itu. Aerin jadi tak percaya diri. Bagaimana mungkin malam pertama, malam yang sangat penting buatnya dan Arya...dilakukan tanpa persiapan?
Arya langsung menggendongnya begitu mereka keluar dari lift di lantai paling atas.
"Mas Arya, can we do it tomorrow night?" Arya langsung menggeleng.
"No! Aku sudah menunggu sangat lama," protes Arya dengan wajah tak perduli. Ia tau Aerin dari sejak di mobil tadi banyak termenung, ia tau Aerin mungkin nervous, tapi ia sudah tidak kuat menahan hasratnya yang sudah terpendam 5 bulan lebih sejak ia resmi menjadi suami Aerin.
Arya membawanya ke kamar dan meletakkannya diatas tempat tidur yang sebelumnya pernah ia tiduri. Dada Aerin berdebar sangat kencang, ia sudah lama menginginkan ini tapi saat ini akan terjadi, kenapa ia merasa sangat takut?
"Mas Arya, can you turn off the lights?" Arya mematikan lampu besar dan menghidupkan lampu tidur dengan cahaya agak redup. Ia menggenggam tangan Aerin yang sangat dingin, memberinya kehangatan dan ketenangan agar Aerin bisa relax. Setelah menunggu sesaat, Arya mulai mencium lembut kening, pipi, hidung dan berhenti di bibir ranum istrinya yang sangat ngangenin.
"I love you, sayang," ucapnya sebelum memindahkan ciuman ke bagian lain. Aerin yang sudah bisa mengatasi rasa nervousnya, menikmati setiap sentuhan suaminya. Ia tau malam ini akan sangat indah. Malam pembuktian cinta mereka.
"Kamu dipanggil." Aerin melihat ke sekeliling, semua menatapnya. Ia segera tersenyum dan bangkit menuju ke panggung.
Farah dan Ferdinand menyambut kedatangannya di atas panggung.
"Irin, terimakasih untuk segalanya. Maaf, pengunduran diri kamu, ditolak!"
Loh...! Aerin bengong, gak tau harus menanggapi seperti apa. Dalam keadaan normal, pasti ia akan langsung protes keras. Tapi sekarang ia ada diatas panggung berhadapan dengan dua orang yang dihormatinya dan dalam pandangan semua orang, termasuk keluarganya. Ia tidak mungkin bisa sembarang protes.
"Om, apa ini maksudnya?" Tanyanya pelan.
"Kamu bagian dari Keluarga Ferdinand."
Aerin mundur beberapa langkah saking kagetnya. Apa ini maksudnya? Apa ada rahasia tentang jati dirinya yang disembunyikan oleh keluarganya? Bagian dari Keluarga Ferdinand...apa itu maksudnya ia dan Arya bersaudara? Tiba-tiba ia merasa sangat pusing memikirkan kemungkinan itu. Ia hendak berlari, pergi dari sini. Ia tak sanggup menghadapi kenyataan bila itu benar.
Aerin menabrak seseorang di tengah ketergesaannya melangkah. Suasana begitu hening. Airmatanya mulai tumpah saat ia menyadari kalau yang ia tabrak adalah Arya. Arya langsung memeluknya.
"It's over."
"Maksudnya apa? Apa kita bersaudara?" Ia sudah tak bisa menahan tangisnya. Arya tersenyum, kedua orangtuanya juga tersenyum. Tebakan Aerin sangat jauh dari skenario yang mereka bayangkan.
Arya melepaskan pelukannya dan menghadapkan tubuh Aerin ke layar lcd besar di belakang panggung. Aerin melihat ke gambar yang muncul yang di layar. Itu ruang keluarga rumahnya di Surabaya dan ada Arya dan papa yang sama-sama memakai koko dan peci putih, duduk saling berhadapan yang dipisahkan oleh meja kecil.
Papa menjabat tangan Arya dan...
"Saudara Arya Ferdinand Bin Ferdinand Muammar, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya Aerin Alessandra Bramantio Binti Bramantio Subroto dengan mas kawinnya berupa seperangkat perhiasan berlian tunai."
Suasana begitu hening, seolah semua larut dalam khidmatnya prosesi akad nikah yang tampak sangat sederhana itu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Aerin Alessandra Bramantio Binti Bramantio Subroto dengan mas kawinnya yang tersebut tunai," jawab Arya dengan sangat lancar dalam satu napas.
Suara sorak gembira terdengar. Banyak yang menangis terharu.
Aerin yang menyadari apa arti dari video yang baru saja ditontonnya, merasa seperti melayang-layang di udara. Sepertinya ia akan pingsan. Kebahagiaan ini terlalu banyak dan datang begitu tiba-tiba. Arya segera memeluk tubuh Aerin yang seperti tak seimbang.
"Jangan pingsan! We have a lot of work tonight," goda Arya yang membuat kesadaran Aerin kembali lagi. Farah dan Ferdinand geleng-geleng kepala melihat kejahilan Arya.
"Idiot! Seharusnya aku sudah hamil saat ini. You waste too much time," bisik Aerin dengan wajah pura-pura sebel yang membuat Arya tertawa lebar. Arya mencium kening Aerin.
"Hm...can you do that at home?" Tegur Farah yang membuat keduanya tersadar kalau semua mata memperhatikan setiap gerak-gerik mereka. Wajah Aerin memerah, ia malu sekali. Bagaimana mungkin ia bisa lupa kalau ia sedang ada diatas panggung?
Semua memberi mereka ucapan selamat dan doa terbaik. Resepsi pernikahan akan dilangsungkan minggu depan di Jakarta.
***
Malam itu mereka menuju ke apartemen yang khusus Arya beli untuk Aerin. Aerin melihat wajah Arya yang senyum-senyum terus dan tampak sangat bersemangat. Bahkan mereka tidak menunggu sampai acara cocktail berakhir. Ah, apakah ia harus mengalami malam pertama yang sama sekali tanpa persiapan? Aerin mencoba mengingat kapan ia terakhir cukuran, kapan ia terakhir luluran. Tentu saja ia sudah lama sekali tidak melakukan itu. Aerin jadi tak percaya diri. Bagaimana mungkin malam pertama, malam yang sangat penting buatnya dan Arya...dilakukan tanpa persiapan?
Arya langsung menggendongnya begitu mereka keluar dari lift di lantai paling atas.
"Mas Arya, can we do it tomorrow night?" Arya langsung menggeleng.
"No! Aku sudah menunggu sangat lama," protes Arya dengan wajah tak perduli. Ia tau Aerin dari sejak di mobil tadi banyak termenung, ia tau Aerin mungkin nervous, tapi ia sudah tidak kuat menahan hasratnya yang sudah terpendam 5 bulan lebih sejak ia resmi menjadi suami Aerin.
Arya membawanya ke kamar dan meletakkannya diatas tempat tidur yang sebelumnya pernah ia tiduri. Dada Aerin berdebar sangat kencang, ia sudah lama menginginkan ini tapi saat ini akan terjadi, kenapa ia merasa sangat takut?
"Mas Arya, can you turn off the lights?" Arya mematikan lampu besar dan menghidupkan lampu tidur dengan cahaya agak redup. Ia menggenggam tangan Aerin yang sangat dingin, memberinya kehangatan dan ketenangan agar Aerin bisa relax. Setelah menunggu sesaat, Arya mulai mencium lembut kening, pipi, hidung dan berhenti di bibir ranum istrinya yang sangat ngangenin.
"I love you, sayang," ucapnya sebelum memindahkan ciuman ke bagian lain. Aerin yang sudah bisa mengatasi rasa nervousnya, menikmati setiap sentuhan suaminya. Ia tau malam ini akan sangat indah. Malam pembuktian cinta mereka.
--- The End ---
Alhamdulillah sampai tamat......mau baca dr awal ragu2 ceritanya sampai tamat gak ya, tp alhamdulillah sampai tamat, tidak seperti cerbung2 yg lain banyak yg ceritanya yg gak sampai selesai.....di cari2 gak ketemu. Terima kasih author yg baik hati, smg sukses ya
BalasHapus