Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Senin, 21 Februari 2022

Ketika Hati Tersakiti #1

Cerita Bersambung
Karya : (un-known)

“Nada kau sangat cantik nak. Ibu sangat bersyukur bisa melihatmu menikah. Semoga Alloh menjaga selalu pernikahan kalian.” ucap ibuku sambil memelukku dan terdengar mulai menangis.

Aku tersenyum sembari membalas memeluk tubuhnya dengan erat, wanita ini telah berjuang membesarkan aku dengan sendirian, Ayahku meninggal kecelekaan ketika aku duduk di bangku SMP, sehingga dia harus menjadi Ibu dan Ayah bagiku.

Namaku Nada, aku wanita yang bekerja di sebuah toko buku setelah lulus SMA.Aku sebenarnya ingin kuliah, namun kondisi keuangan kami yang membuat aku memupuskan harapanku itu.

Di toko buku itulah aku berkenalan dengan calon suamiku ini, namanya Mas Faiz, dia juga sama sepertiku, karyawan di toko tersebut.
Singkat cerita setelah tiga bulan kami sering bersama di toko, munculah perasaan cinta di hati kami hingga akhirnya kami memutuskan menjalin hubungan.
Tak banyak yang aku tahu tentangnya, dia bercerita kalo dia sebatang kara dan tak memiliki orang tua lagi dan keluaraga.
Aku sangat bahagia memiliki Mas Faiz, dia sangat tampan, hingga beberapa karyawan wanita menyukainya, dan aku tak tahu kenapa dia melilihku. Jawabnya selalu sama, kalo aku berbeda dari lainnya.
Satu lagi dia cukup dewasa, ya mungkin karena dia lebih tua tiga tahun diatasku. Baru tiga bulan hubungan kami dia sudah berani melamarku. Alasannya dia sudah ingin ada yang menemaninya katanya, karena dia hidup sendiri.
Aku awalnya ragu mengingat umurku yang masih sangat muda dan juga hubungan kami yang juga masih baru, namun dia lagi-lagi bisa meyakinkan aku bahkan ibuku juga mempercayainya.
Aku akhirnya menerimanya dengan senang begitupun ibuku, ya karena memang aku juga mencintainya.
Dan kini, ini aku telah menggunakan gaun pengantin untuk menjemput masa depanku.

“Nak, ibu keluar dulu ya, mau lihat apa Nak Faiz udah datang belum? Soalnya tadi penghulunya juga sempat tanya.”

Aku tersenyum dan melepaskan pelukannya. Aku menatap ke cermin, ya hari ini aku terlihat sangat cantik, meskipun aku hanya menggunakan baju pengantin bekas yang di beli di toko baku bekas, namun aku sangat bahagia bisa menggunakannya.

Setelah satu jam menunggu, aku mulai khawatir kenapa aku tak di jemput untuk di bawa keluar. Aku mulai gelisah, namun aku berusaha tenang. Pintu kamar perlahan terbuka.

“Nak, coba telpon Nak Faiz, akad harusnya udah dimulai dari satu jam yang lalu, namun dia belum datang juga.” ucap ibu dengan wajah khawatir.

Aku terkejut mendengar ucapan ibuku, Mas Faiz belum datang? Kemana dia? Apa terjadi sesuatu padanya? Aku segera meraih Hpku dan berusaha menghubunginya, berdering namun tak diangkat.
Aku mulai gelisah dan kembali menelponnya berulang-bulang dengan wajah cemas, nampak ibu juga mulai tak tenang, namun hasilnya sama, telpon itu tak diangkat. Jika Mas Faiz tak mau mengangkat telponku setidaknya dia akan membaca pesanku.

[Mas, kamu di mana? Penghulu sudah menunggu Mas, tolong cepatlah]

Pesan masuk namun tak dibaca. Akupun mengirimkan beberapa pesan lagi, namun aku mendapati hal sama, pesan masuk namun tak dibaca dan dibalas.
Aku berusaha menelponnya lagi, namun hanya berdering tanpa diangkat.

“Bagimana kalo Nak Faiz gak datang?” ucap ibuku mengejutkan aku yang sedang sibuk menelpon Mas Faiz.
“Gak, Bu. Mas Faiz pasti datang, mungkin dia terjebak macet, atau mungkin ada sesuatu.” ucapku berusaha tenang, namun di dada bergejolak semua rasa menjadi satu, pikiranku mulai kacau. Kemana kamu Mas Faiz?

Tiga jam berlalu, dan Mas Faiz belum juga menunjukan kehadirannya. Ibu bolak balik ke kamarku dengan wajah gelisah.
Sementara aku bingung apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika Mas Faiz mengalami kecelakaan dan gak ada yang mengabari karena dia sendirian, eh tapi kalo dia mengalami kecelakaan minimal orang-orang yang menolongnya pasti akan mengangkat telponnya, sepertinya aku harus memastikannya ke sana.

“Nak, penghulunya mau pulang, katanya dia gak bisa berlama-lama karena harus ketempat yang lain.” ucap ibuku pelan.

Aku terkejut mendengar ucapan ibu.

“Gak bu, tolong katakan pada pak penghulu untuk menunggu sebentar lagi, aku akan mencarinya.” ucapku yang perlahan mulai meneteskan air mata.
“Sepertinya gak bisa nak, mereka sudah di depan pintu dan siap pulang. Beberapa tamu juga nampak gelisah dan sepertinya ingin pulang.”

Hatiku begitu sakit mendengar semua ini.
Ya, meskipun pernikahan kami hanya sederhana karena kondisi keuangan kami yang memang tak mampu melakukan pernikahan besar, namun kami tetap mengundang beberapa teman-teman di toko dan teman dari dirinya serta beberapa tetangga dekat, namun semua terasa begitu menyakitkan ketika mendengar mereka akan pulang tanpa melihat pernikahanku.
Dan yang pasti semua ini telah menyakiti hati ibuku. Ibuku sangat berharap dengan pernikahan ini, karena dia juga ingin ada yang menjagaku.
Dan satu lagi, rasa malu yang harus aku dan ibu hadapi kelak jika pernikahan ini batal. Mataku semakin menetes dengan deras.
Aku mengangguk dan membiarkan ibu untuk keluar menyampaikan maaf pada mereka.
Aku merebahkan tubuhku di kasur dan memandang kamar ini, kamar yang di hiasi dengan bunga-bunga yang indah yang wangi.
Kamar yang aku sudah impikan akan menjalin kasih dengan laki-laki yang aku cintai. Aku menenggelamkan wajahku di bantal dan menangis dengan sekeras-kerasnya.

Cukup lama aku menangis hinggal Aku kembali tersadar kalo aku harus memastikan keadaan Mas Faiz. Kubuka baju pengantin bekas ini, kemudian ku lemparkan ke tempat sampah, dan mengganti bajuku dengan jeans dan kaos.
Aku perlahan keluar dan mendapati ruang tamu yang telah kosong, hanya bersisa janur kuning yang masih segar.
Ku tatap di pojok ruangan dan mendapati ibu yang sedang menangis terisak. Aku mendekati dirinya dengan perasaan bersalah.

“Bu, maafkan Nada yang telah menyakiti ibu.” ucapku yang langsung memeluknya. Ibu nampak terkejut melihatku, dia kemudian buru-buru menghapus air matanya.
“Gak nak, mungkin dia memang bukan jodohmu.” jawabnya pelan.
“Bu, aku ingin memastikan semuanya, aku akan ke kostnya dan mencari tahu, mungkin dia sedang mengalami masalah tapi kita gak tahu.”

Ibu mengangguk dan membenarkan apa yang aku ucapkan.

“Ya, kau benar Nak, pergilah dan periksa ke sana, bukankah kau bilang dia hidup sendiri.”

Aku mengangguk dan perlahan berdiri meninggalkannya.
Keluar dari rumah nampak beberapa tetangga sedang memandangku dan berbisik-bisik, entah apa yang dibicarakan mereka, menertawaiku atau kasihan padaku. Namun saat ini aku tak peduli, aku hanya ingin cepat mengetahui tentang Mas Faiz.
Aku memacu motor maticku menyusuri jalan menuju rumah kostnya.

Tiba di sana aku langsung ke tempat pemilik kost dan bertanya, dan yang kudapat adalah jawaban yang sangat mengejutkanku.
Mas Faiz semenjak dua hari kemarin gak pulang sampai saat ini. Trus dia kemana? Dua hari kami tidak bertemu karena persiapan pernikahan, aku masih bisa berbicara dengannya semalam, dan dia bilang dia berada di kostnya, bearti dia telah berbohong dua hari ini.
Mas Faiz kenapa kau lakukan itu? Aku langsung meraih HPku dan berusaha ingin menghubungi, namun aku sedikit terkejut karena semua pesan yang ku kirim telah terbaca tapi tak ada balasan satupun.
Mas Faiz telah membaca pesanku dan dia mengacuhkan aku. Aku langsung menelponnya kembali, namun hanya dering tersambung yang terdengar tanpa di angkatnya.
Aku pamit dan berjalan kembali ke motor, pikiranku kacau dan tak percaya Mas Faiz melakukan ini padaku.

Tak beberapa lama sebuah pesan masuk, aku melihat nama Mas Faiz yang mengirim pesan, aku langsung membukanya dengan perasaan tak menentu.

[kau tak perlu menunggu Mas Faiz, dia bersamaku sekarang. Kau hanya wanita taruhan dia dan teman-temannya]

Tubuhku perlahan lemas membaca pesan itu. Aku sebagai taruhan? Apa maksudnya? Tapi siapa yang mengirim pesan ini dari Handphone Mas Faiz. Jika dia mengatakan telah bersamanya, apa dia seorang wanita? Apa Mas Faiz punya kekasih lain? Tidak, tidak, aku tak boleh percaya begitu saja, aku harus mendengar langsung dari Mas Faiz.
Aku kembali menelpon Mas Faiz namun lagi-lagi gak diangkat, kemudian sebuah pesan masuk kembali lengkap dengan sebuah foto.

[sudah ku katakan, gak usah menghubunginya lagi, Mas Faiz akan pergi bersamaku meninggalkan kota ini]

Aku menatap terkejut pada sebuah foto yang dikirim, dimana Mas Faiz sedang duduk di sebuah kursi, nampak dia sedang menyandarkan tubuhnya di kursi dan menutup matanya, di atas kursinya aku bisa membacanya dengan jelas, tulisan jalur keberangkatan.
Aku memandang wajah di foto itu dengan air mata, Mas Faiz kenapa kau tega lakukan ini padaku?
Aku lemas dan jatuh ke tanah di samping motorku, menangis dan menyesali kenapa bisa cepat percaya dengan laki-laki itu, lelaki yang hanya aku kenal dalam beberapa bulan.
Aku menangis cukup lama namun perlahan aku teringat Ibu yang sedang menungguku. Aku berdiri dan memacuhkan motorku kembali untuk pulang ke rumah.

Ketika hendak masuk ke Rumah, aku mendengar beberapa tetangga sedang berbisik-bisik yang membuat telingaku panas.

“Kasihan ya si Nada, calonnya gak datang.”
“Iya, aku sih mikirnya mungkin, ini cuma mungkin ya ibu-ibu, apa mungkin calonnya adalah suami orang terus ketahuan istrinya.”

Tampak beberapa ibu mengangguk membenarkan ucapan ibu tersebut.
Aku menatap mereka yang sedang asyik menggosipkan aku dengan wajah marah, ingin rasanya aku kesana dan memarahi mereka, namun seketika aku sadar, apa mungkin ucapan mereka benar? Apa mungkin Mas Faiz sudah beristri? Bukankah tadi yang mengirim foto dan pesan adalah seorang wanita.
Wanita itu pasti punya hubungan dekat dengan Mas Faiz karena dia bisa memegang Hpnya dengan leluasa. Aku kembali mengacuhkan mereka dan perlahan masuk, ibu yang melihatku langsung memelukku dan bertanya.
Aku manatap wajahnya berkeriput, nampak wajah sedih, kecewa dan lainnya. Aku menjadi tak tega untuk menceritakan apa yang ku alami tadi. Aku hanya bilang, Mas Faiz gak di situ lagi dan gak tahu kabarnya.

Ibu kembali memelukku dengan erat dan berusaha menguatkan aku yang nampak tenang, namun wanita ini sangat tahu kalo aku hanya berusaha tegar di hadapannya.
Aku perlahan masuk ke kamar itu dan memandang kembali hiasan bunga di kamar, terbayang kembali wajah Mas Faiz di foro tadi yang nampak tenang, seperti tidak melakukan kesalahan.
Darahku seketika mendidih, Mas Faiz kau sangat menyakitiku. Aku meraih semua hiasan di kamarku dan merobek kemudian membuangnya.

Selesai melakukannya aku terkulai lemas dengan perasaan kacau, air mataku terus menangis, kenapa aku bisa mengalami hal seperti ini.

Perlahan mataku menatap pada sebuah kotak merah di atas nampan, ya kotak berisi sepasang cincin yang harusnya aku telah memakainya saat ini. Aku hendak membuangnya, namun ibu menahan tanganku dan tersenyum sembari menggeleng dan mengambilnya dari tanganku.
Aku menatapnya dan langsung memeluknya. Tangisanku kali ini sangat deras, namun ibu membiarkan aku melakukan itu agar aku bisa mengeluarkan kekecewaanku.
Malam terasa panjang, teringat kembali semua kenangan bersama Mas Faiz, hatiku begitu sakit, sungguh aku tak percaya Mas Faiz yang begitu sopan dan baik padaku tega melakukan ini padaku. Aku hanya terus menangis hingga tertidur.

Keesokan harinya, aku tak berani ke toko, perasaan hancur dan malu menjadi satu. Aku tak mampu untuk menatap wajah-wajah mereka, aku malu. Rasa malu itu ternyata tak hanya terjadi padaku, tapi ternyata itu terjadi pada ibuku juga.
Ibupun malu untuk keluar rumah karena tetangga semakin gencar menggosipkan kami. Akupun merasa kasihan pada ibu dan itu berlangsung selama hampir sebulan, kami hanya keluar jika hendak beli makanan, itupun kami harus buru-buru karena sindiran-sindiran pedas tetangga sungguh membuat kami ingin menangis.
Hingga akhirnya keuangan kami menipis karena aku benar-benar tak punya pendapatan lagi. Melihat keadaan ini, ibu memutuskan untuk mengajakku pulang ke kampung dan menjual Rumah ini.
Aku menyetujui karena aku rasa cuma ini jalan satu-satunya keluar dari tempat ini. Meskipun berat karena Rumah ini peninggalan Ayah, namun kami tak punya pilihan lain.

Di kampung, kami tinggal dengan saudara jauh ibu, namun karena ekonomi yang sangat memprihatinkan, kami berniat pindah dan membeli tanah dan rumah di sini jika Rumah di Kota telah laku terjual.

Sebulan kemudian, Alhamdulillah Rumah itu akhirnya laku terjual, ibu langsung membeli tanah dan membangun Rumah kecil, dia juga membuka usaha kecil menjual jajanan anak, sementara aku masih tenggelam dengan kesedihan.

Tiga bulan berlalu dan hatiku perlahan mulai bisa menerima semua ini. Hingga suatu hari ketika ibu melihat perubahanku yang nampak mulai tersenyum, dia kemudian menyuruhku untuk kembali ke kota dan kuliah.

“Bu, aku gak mau meninggalkan ibu sendiri di sini.” ucapku pelan menolak permintaannya.
“Nada, dengar. Sampai kapan kau akan seperti ini, lanjutkan kehidupanmu Nak, bukankah dulu kau sangat ingin kuliah? Uang sisa penjualan Rumah masih cukup untuk biaya kuliahmu. Pergilah dan buat ibu bangga.”

Aku menangis dan memeluknya dengan erat, hatiku begitu berat meninggalkannya, namun semua ucapannya benar, selama ini aku selalu membuatnya sedih, namun kali ini aku harus membuatnya bangga.

Beberapa hari kemudian aku berangkat kembali ke kota. Akupun langsung mendafatarkan diri. Aku juga mencari kost-kostan yang dekat agar lebih hemat. Agar tak menyusahkan ibu, aku bekerja sambilan di sebuah cafe.
•••

LIMA TAHUN KEMUDIAN

Lima tahun telah berlalu, aku telah menyelesaikan kuliahku dan bahkan setahun ini aku sudah mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan besar. Sungguh aku sangat bahagia, meskipun gajiku belum sangat besar, namun aku perlahan sudah bisa mengumpulkan sedikit uang untuk membeli Rumah dan bisa mengajak ibuku tinggal bersama. Sungguh aku sangat menikmati hidupku saat ini, aku bisa membahagiakan ibuku dan membuatnya kembali tersenyum. Aku benar-benar lupa akan masa laluku yang menyakitkan.

Di kantor aku dianggap salah satu wanita yang cantik, ya itu bisa terlihat dari beberapa pegawai laki-laki yang berusaha mendekatiku, bahkan beberapa sudah menyatakan cintanya, namun rasa trauma mempercayai cinta membuat aku menutup hatiku dan diriku dari laki-laki.

Di kantor pagi ini terjadi kehebohan, aku datang dengan perasaan bingung. Beberapa pegawai nampak berbisik-bisik dan tertawa, membuat aku semakin bingung dengan keadaan ini.

“Ada apa sih, kok pada rame? tanyaku pada Ayu sahabat di kantorku.
“Oh kau baru datang rupanya, ada berita heboh, Pak Adi Direktur kita akan berhenti dan itu akan di gantikan anaknya yang baru kembali dari luar negri.”
“Oh ya? Trus kenapa pada heboh, kan wajar, pak Adi sudah tua, jadi anaknya pasti yang akan menggantikannya.” ucapku bingung.

Ayu memandangku sambil tersenyum.

“Yang bikin heboh, karena ternyata anak pak Adi sangat tampan, kalo kau melihatnya, aku yakin kau akan menyukainya.”
“Oh walah, gara-gara itu. Gak mempan bagi aku, laki-laki sama aja semua.” ucapku sambil melepas tasku di meja kerja dan mulai memasang komputerku dan bersiap bekerja.
“Yee, kau belum lihat sih, jadinya bisa ngomong seperti itu. Awas aja kalo kau jatuh cinta padanya, aku orang pertama yang akan menertawaimu.” ucap Ayu sambil tertawa.

Aku menantapnya sambil balas menertawainya.

“Gak bakal.”
“Aku heran, kau begitu cantik tapi sangat anti dengan laki-laki. Apa kau ...”
“Husss sembarangan, aku wanita normal, cuma saat ini aku masih fokus membahagiakan ibuku, laki-laki urusan belakangan.” balasku yang mengerti maksud ucapannya.

Pintu ruang Direktur tiba-tiba terbuka, nampak para pegawai langsung berdiri berkumpul seperti sedang siap menyambut. Aku cuma tersenyum, tak ada sedikitpun niatku untuk mencari perhatian-perhatian seperti pegawai wanita-wanita itu.
Sebelum pak Adi dan anaknya keluar, Aku langsung bersembunyi di balik komputer agar tak terlihat, toh aku hanya pegawai biasa tak penting untuk di ketahui, kalo anak bos, entar juga aku tahu sendiri.
Terdengar suara pak Adi mulai berbicara.

“Hari ini, aku sangat bersyukur karena anakku telah kembali dari studynya di luar negri dan bersedia menggantikan aku. Maka dari itu mulai hari ini, anakku akan menjadi Direktur utama di perusahaan ini. Ayok nak perkenalkan dirimu.”

Aku sedikit mendengar bisik-bisik wanita yang nampak senang dengan keberadaan anak bos tersebut. Sementara aku masih terus menyembunyikan kepalaku di depan komputer dan berniat akan melakukan itu sampai acara perkenalan itu selesai.

“Hallo semua.” ucap laki-laki itu.

Aku yang sedang merunduk bersembunyi terkejut mendengar suara itu. Entah kenapa aku merasa mengenal suara itu. Aku perlahan mengangkat sedikit kepalaku untuk meyakinkan perasaanku. Mataku seketika membesar, jantungku berdegub kencang, bahkan tubuhku seluruh bergetar. Aku menatapnya dengan pandangan tidak percaya.

“Aku Faiz, karena Ayahku akhir-akhir ini sedang sakit, maka aku akan di sini mengantikannya. Semoga kita semua bisa saling bekerja sama.” ucapnya sambil tersenyum.

Lidahku terasa keluh begitu mendengar namanya, dia benar-benar Mas Faiz. Laki-laki yang telah meninggalkan aku di pelaminan, laki-laki yang telah membuat aku dan ibuku harus menahan malu.
Aku terus menatapnya, kenapa aku dipertemukan lagi dengannya setelah bertahun-tahun aku berusaha melupakannya, kenapa dia hadir di hadapanku setelah aku tak butuh lagi penjelasannya.
Ya, dulu aku ingin bertemu dengannya dan meminta penjelasannya, namun melihat foto itu dan sikapnya yang tak mencariku waktu itu membuat aku tak membutuhkan lagi penjelasannya. Sungguh aku sangat membencinya waktu itu, dengan susah payah aku melupakanya dan kini aku dipertemukan kembali dengannya.
Airmataku tertahan di pelupuk mata, aku berbalik dan hendak ke toilet namun tanganku menyentuh gelas minum hingga jatuh, dan membuat semua berbalik dan memandangku. Begitupun dengan Pak Adi dan Mas Faiz. Sesaat kami saling memandang, dan nampak mata laki-laki itu menatapku dengan wajah terkejut.

==========

Aku langsung menundukan kepalaku dan berbalik. Langkah kakiku ku percepat agar aku bisa masuk ke tempat di mana aku bisa meluapkan tangisku.
Aku masuk ke dalam toilet dan menangis. Apa ini, kenapa dia kembali lagi setelah lima tahun kuanggap laki-laki itu tak pernah ada. Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi. Apakah belum cukup waktu yang lama itu aku berusaha melupakannya, dan kini dia hadir tepat di hadapanku disaat aku sudah bisa melangkah maju dan menikmati hidupku.
Tidak, dulu aku ini wanita bodoh yang bisa mempercayainya begitu saja, tapi kali ini aku tak akan mudah jatuh lagi, akan aku tunjukan kalo aku telah melupakannya dan tak peduli dengannya. Ini aku saat ini, dan aku tak akan terjebak lagi dalam permainan masa lalu.
Entah berapa lama aku di toilet, setelah menyelesaikan tangisku, aku perlahan keluar dan mencuci tanganku dan wajahku untuk menghilangkan mata sembabku.

“Nada.” ucap sesorang memanggil pelan di belakangku.

Aku seketika mengangkat wajahku dan menatap ke cermin, nampak laki-laki itu sedang berdiri dan menatapku. Kakiku perlahan gemetar melihatnya. Laki-laki ini sekarang berada begitu dekat denganku dan Dia masih berani menyebut namaku setelah apa yang dia lakukan dulu?

“Maaf, anda salah orang.” ucapku sembari membuka pintu dan berusaha keluar. Namun pintu rupanya telah dikunci olehnya.

“Nada ...”
“Apa-apaan ini. Aku ingin keluar. Sudah aku bilang anda salah orang.” ucapku sambil terus berusaha membuka pintu.
“Nada, aku mohon aku ingin bicara.”
“Berapa kali harus aku bilang kalo anda salah orang.”

Sekuat aku berusaha membuka pintu itu, aku tahu sangat jelas pintu itu takkan terbuka dengan mudah. Aku perlahan berbalik dan menatapnya.
Dia terlihat perlahan mendekat membuat aku sangat terkejut.

“Jangan macam-macam padaku, apakah karena anda seorang bos di sini, jadi anda bisa sesuka hati melakukan apapun.”
“Nada, aku mohon tenanglah, aku hanya ingin bicara.” jawabnya yang perlahan kembali mundur.
“Berhenti terus memanggil namaku. Nama itu tak ingin dipanggil oleh laki-laki penipu sepertimu.”
“Ternyata kau benar Nada. Kau benar-benar sangat berubah sekarang. Sangat cantik dan ...”
“Diamlah, aku tak butuh rayuanmu lagi. Dengar, aku tak akan mempan lagi dengan rayuan dan ucapan apapun yang keluar dari mulutmu.”
“Baiklah, aku tahu. Tapi beri aku waktu untuk berbicara.”

Aku menatapnya dengan wajah sangat marah.

“Tapi aku tak ingin bicara dengan Mas.” ucapku tegas, nampak suaraku bergetar berusaha menahan tangis.
“Nada...”
“Untuk apa bicara saat ini? Aku tak butuh penjelasan Mas saat ini!!! Kemana Mas waktu itu saat aku butuh penjelasan. Mas menghilang, pergi dan meninggalkan aku begitu saja. Jika Mas berharap aku memberikan kesempatan bicara saat ini, maaf, silakan Mas bicara pada tembok sebagaimana dulu aku melakukannya ketika tak mendapatkan penjelasan dari Mas.”
“Nada, Aku tahu ...”
“Mas laki-laki pembohong, melihat keadaan Mas saat ini, jelas dulu Mas membohongiku. Mas bukan orang miskin sepertiku, Mas nampak seperti orang lain, orang yang sangat berbeda dengan yang aku kenal. Entah apa tujuan Mas melakukan ini padaku.” ucapku dengan pandangan sinis.
“Kau benar Nada, maka beri aku waktu untuk menceritakan semua ini.”
“Waktu Mas untuk bicara denganku telah habis lima tahun yang lalu. Sekarang Tolong buka pintunya atau aku akan berteriak karena Mas mengunciku di sini.” ucapku dengan suara tegas.

Ya, Akan aku tunjukan aku tak hancur ketika dia meninggalkanku dulu.
Laki-laki itu nampak bingung, namun dengan tatapn wajahku yang sangat marah membuat dia akhirnya membuka pintu dan membiarkan aku keluar.
Aku langsung keluar ketika pintu terbuka dan terkejut melihat Diva wanita tukang gosip di kantorku yang akan masuk ke toilet. Aku mengacuhkan dia dan berjalan meninggalkannya.
Dari jauh aku mendengar dia terkejut mendapati Mas Faiz berada di toilet wanita.

Aku kembali duduk di mejaku, menatap komputerku dan bersiap bekerja, namun entah kenapa, pikiranku tak tenang. Aku sulit berkonsentrasi, padahal pekerjaan hari ini bagian aku yang harus mempresentasikannya di depan klien.
Rasanya saat ini aku ingin pulang dan menangis, namun mengingat pekerjaan ini penting, mau tak mau aku harus mengerjakannya.
Kau harus kuat Nada, lima tahun waktu yang cukup untuk terluka, jadi jangan pakai hatimu lagi, gumamku untuk menguatkan hatiku.

“Tuh, Pak Faiz, udah lihat kan?” ucap Ayu mengangetkan aku.

Aku sedikit menatap ke arah yang di maksud, laki-laki itu sedang berjalan hendak masuk ke ruangannya, sebelum masuk dia sempat melihat ke arahku. sungguh aku tak yakin apa sanggup bertemu dengannya setiap hari.

“Hei, kok bengong. Ganteng kan?”
“Gaakkk.”
“Ha? Kau serius? Seganteng itu kau bilang gak? Apa kau perlu pake kacamata.”
“Ayu, dengar. Jangan mudah percaya dengan tampilan luar, kau gak tahu dia dalamnya seperti apa.”

Ayu menatapku dengan perasaan bingung.

“Kau bicara, seolah-olah kau mengenalnya.”
“Oh itu, aku gak kenal dengannya, dan gak pernah ingin kenal.” ucapku berbohong.

Ayu mengangguk bingung, akupun meminta dia untuk membantu aku menyelesaikan pekerjaan presentasiku.

Selang beberapa jam, Fira sekretaris Pak Adi keluar dan memanggilku. Syukur Ayu membantuku hingga selesai tepat waktu.

“Nada, kau ditunggu Pak Adi dan klien di ruangan Rapat. Dan tolong jangan lambat harus cepat.” ucap Fira dengan wajah sinisnya yang membuatku mendengus dengan jengkel.

Fira sekretaris pak Adi, memang dia lebih lama di sini, namun sikapnya sangat sombong, ada yang bilang karena dia iri padaku.
Dulu sebelum aku masuk pegawai laki-laki banyak yang mengejarnya, tapi setelah ada aku, dia merasa para laki-laki itu tak mengejarnya lagi.
Hmm, padahal kalo dilihat-lihat aku gak ada apa-apa dibanding dia. Bajunya, make upnya semuanya serba mahal, bahkan akupun merasa dia sangat cantik, entah apa yang buat dia iri padaku.
Aku masuk ke ruang rapat dan mempersiapkan semuanya. Nampak pak Adi sedang berbicara di sofa dengan klien kami Pak Gardi dan beberapa bawahannya.

Setelah melihatku selesai menyiapkan, pak Adi langsung mengajak Pak Gardi untuk duduk di meja Rapat.

Selang beberapa lama, pintu terbuka dan terlihat Mas Faiz dan Fira masuk hingga membuat aku sedikit menelan air liurku karena tiba-tiba tubuhku kembali lemas dan tak bisa melakukan apa-apa. Kenapa laki-laki ini ada di sini saat ini, memang dia akan mengantikan ayahnya, tapi jangan saat aku akan mempresentasikan kerjaanku.

“Baiklah, pak Gardi. Seperti yang aku ceritakan tadi. Mulai hari ini semua akan di kerjakan oleh anakku Faiz.”

Pak Gardi tersenyum dan mengangguk.

“Ayuk Nada, dimulai presentasinya.” ucap Pak Adi sambil tersenyum. Aku sedikit menatap pada laki-laki itu, dia sedang menatapku dengan pandangan yang aku tak mengerti.

Aku perlahan berdiri dan memulainya. Dan seperti yang kutakuti, aku benar-benar tak mampu bicara, hari ini sangat membuat aku shock hingga aku tak bisa berkonsentrasi dengan semua ini.
Semua mata sedang menatapku dan menunggu aku bicara, namun aku benar-benar tak bisa melakukan ini, semua ini gara-gara laki-laki di hadapanku yang datang dan mengorek luka hatiku. Sepertinya aku harus keluar dari ruangan ini dan meminta Ayu untuk melanjutkannya.

“Aku ...”
“Mungkin Nada sedang tidak enak badan, jadi biar aku yang mempresentasikannya.” ucap Mas Faiz tiba-tiba.

Aku menatap dirinya dengan tidak percaya, apa ini? Dia mencoba menolongku? Tidak aku tak butuh bantuanya, dia hanya ingin menyakiti hatiku lagi.

“Tapi Mas, eh Pak, aku ...”
“Tak apa-apa Nada, kau duduklah aku yang akan melakukannnya.” lanjutnya lagi sembari mendekat ke tempatku. Aku seketika langsung duduk untuk menjaga jarak darinya. Aku tak bisa menolaknya karena Pak Adi mengangguk dan membiarkan anaknya melakukannya.

Presentasi berjalan dengan baik, Mas Faiz melakukannya dengan sangat bagus dan lancar, entah bagaimana dia bisa sangat mengerti tentang semua ini, padahal bukan dia yang mengerjakannya. Selesai presentasi, aku melanjutkannya dengan menjelaskan lebih detail lagi pada pak Gardi. Namun ada yang aneh, Pak Gardi terus menatapku dengan pandangan yang membuat aku bingung.
***

“Nada namamu bukan? bisa kita bicara sebentar?” ucap Pak Gardi sambil tersenyum.

Aku menatap bingung sembari mengangguk karena tak mungkin aku menolaknya. Aku perlahan mengikutinya menuju sofa, nampak Mas Faiz menatap kami dengan wajah bingung.

Pak Adi dan Fira telah keluar terlebih dulu, namun Mas Faiz masih duduk di kursi dan mengutak atik laptopnya.

“Apa ada yang salah Pak dengan presentasinya?” tanyaku bingung.

Pak Gardi menatapku sambil tersenyum

“Gak ada yang salah kok, oh iya panggil aku Mas Gardi aja ya, apa aku terlalu tua hingga harus dipanggil Pak?” ucapnya sambil tertawa. Aku sedikit menatap bingung padanya, namun benar, Pak Gardi masih muda, wajahnya juga lumayan tampan, murah senyum dan sepertinya baik.

Eh kenapa aku jadi menganguminya. Gak, saat ini gak boleh lagi ada cerita laki-laki.

“Gak Pak, bukan begitu. Pak Gardi kan klien kami jadi panggilan Pak untuk lebih menghormati.”
“Gak pa-pa. Aku gak suka di panggil pak. Panggil aja Mas Gardi. Oh ya aku suka hasil presentasimu, meskipun tadi harapanku kau yang mempresentasikannya, tapi entah kenapa tadi kau hanya diam. Apa kau benar sakit?”
“Eh, gak pak. Aku gak pa-pa, aku tadi cuma gugup.” ucapku berbohong.

Setelah cukup lama berbincang dengannya, dia pamit karena semua telah selesai dikerjakan di sini.

“Kita akan sering bertemu Nada. Aku senang bekerja dengan wanita sepertimu.” ucapnya sambil pamit dan meninggalkan aku dan Mas Faiz. Aku bergegas langsung berdiri untuk menghindari keadaan seperti pagi tadi, namun lagi-lagi laki-laki itu begitu cekatan dan langsung mengunci pintunya.

“Mas mau apa lagi sekarang?!!!”ucapku dengan suara meninggi sembari menatapnya.
“Nada, aku cuma ingin bicara dan meminta maaf padamu.” ucapnya dengan wajah bersalah.

Aku menatapnya dengan pandangan sinis.

“Maaf? lima tahun aku melewati semua ini dan segampang itu kata Maaf Mas ucap dan berharap aku terima?”
“Nada, waktu itu aku ...”
“Waktu itu apa? Waktu itu Mas meninggalkan aku di hari pernikahan!!!” ucapku yang mulai menangis.
“Iya, aku tahu Nada, aku memang jahat meninggalkanmu saat itu.”
“Jahat? Label jahat, pembohong, bre***ek, itu cuma sebuah label di luar, tapi hatiku yang sakit dan hancur semua berada di dalam dada ini.” ucapku sambil memegang dadaku yang terasa sakit.
“Nada, aku tahu itu memang sangat menyakitkanmu. Aku tak menyangka niatku malah ternyata menyakitiku juga.”
“Niat??? Apa maksud Mas dengan niat?”

Kutatap wajahnya yang nampak merasa bersalah.

“Iya Niatku untuk ...”
“Oh aku ingat, aku nenerima pesan di hari pernikahanku dan katanya, aku adalah taruhan Mas dan teman Mas? Apa itu benar?” ucapku dengan wajah menyeledik, ya aku masih ingat dengan jelas semua kejadian pada hari itu.

Mas Faiz nampak menarik nafas panjangnya.

“Nada itu ...”
“Jawab saja pertanyaanku!! Apa aku taruhan Mas dan teman-teman Mas?”
“Nada, maafkan aku, itu semua benar. Kau adalah objek taruhan aku dan teman-temanku waktu itu.”

Seketika darahku mendidih mendengarnya, tega-teganya ada manusia seperti ini mempermainkan perasaan wanita hingga ke pernikahan. Sungguh aku tak percaya mendengar ucapannya, bagaimana mungkin laki-laki ini menjadikan aku objek taruhan selama berbulan-bulan.

Terbayang kembali semua kenangan kebersamaan kami, semua kata-kata cintanya dan ucapan mesranya dulu ternyata semua palsu. Dia benar-benar manusia tak punya perasaan.
Aku menatapnya dengan perasaan marah dan benci, kemudian perlahan mendekat padanya.

Plaaak!!

Sebuah tamparan mendarat di wajah putihnya, dia terkejut melihat apa yang aku lakukan namun dia hanya diam dan tak berbuat apa-apa.

“Mas tahu, di seumur hidupku aku tak pernah menyesal bertemu dengan orang, tapi kali ini, Mas adalah orang pertama yang membuat aku sangat menyesal telah mengenal Mas.”
“Nada, aku tahu aku pantas mendapatkan tamparanmu.”
“Pantas? Itu belum seberapa dengan semua yang Mas lakukan padaku!!!”
“Tolong dengarkan aku.”
“Laki-laki macam apa Mas ini? Yang tega menyakiti perasaan wanita dan seorang ibu? Kenapa Mas tega menjadikan aku objek permainan Mas, padahal aku tak mengenal Mas sama sekali.”
“Iya aku tahu, maka dari itu kau harus mendengarkan kenapa aku mau melakukan itu?”
“Aku baru mendengar sedikit penjelasan Mas, hatiku sudah begitu sakit. Bagaimana jika aku telah mendengar semuanya?”
“Nada, ayuk kita duduk dan berbicara. Akan aku ceritakan semuanya padamu.”
“Gak Mas, Aku menyesal telah membuang waktuku mendengar alasan ini. Sungguh ini bukan membuatku menjadi lebih baik, namun ini membuat aku semakin terluka. Aku membencimu Mas. Kau dengar aku semakin membencimu!!!”
“Nada, dengarkan dulu ...”
“Buka pintunya, aku mau keluar atau aku akan berteriak.” ucapku menatap tajam sembari menghapus air mataku.

Kulihat dia menatapku dengan wajah sedih, namun aku tak peduli, dia perlahan membuka pintu dan membiarkan aku keluar.

Aku kembali ke kursiku dan duduk sembari membanting berkas-berkas Rapat tadi ke meja. Sungguh kejujurannya semakin membuat aku terluka.
Kenapa semua terjadi padaku. Aku hanya wanita taruhan baginya? Jadi dulu semua cinta yang diucapnya adalah bohong. Laki-laki macam apa dia tega mempermainkan aku dan ibuku hingga sampai ke pernikahan, alasan apapun aku tak terima. Bagiku laki-laki itu tak pantas untuk dimaafkan.

“Hei ada apa? Bagaimana presentasinya?” tanya Ayu yang tiba-tiba muncul.

Aku terkejut dan menatapnya dengab wajah malas.

“Berhasil, tapi bukan aku yang mempresentasikannya, Pak Faiz yang melakukannya.”
“Apa? Kok bisa?”
“Ya, tadi aku agak pusing jadi dia berusaha membantuku.”
“Hmm Pak Faiz membantumu. Baik ya dia padamu, apa ada hubunganya dengan cerita si Diva?”
“Cerita apa?”
“Katanya tadi dia melihat kau keluar dari toilet dan diikuti Pak Faiz. Apa benar?”

Sial, wanita itu memang biang gosip. Entah ke siapa aja dia sudah menceritakannya, dan pasti dia sudah membumbuhinya lebih dulu.

“Oh itu, tadi Pak Faiz hanya sekedar membantuku, pintu Toilet tadi rusak dan dia menolongku.” ucapku berbohong yang bingung harus beralasan apa.
“Oh ya? Berati benar yang dikatakan Diva kau bersama Pak Faiz tadi.”
“Kau jangan begitu percaya dengan wanita itu.” ucapku yang mulai jengkel.
“Sebenanrnya semua ceritanya benar, cuma ya itu, bumbunya yang gak benar.” ucap Ayu sambil tersenyum.

Aku mengangguk dan menyandarkan tubuhku di kursi, kepalaku sekarang benar-benar terasa pusing. Ayu yang melihatku seperti itu menyuruhku istirahat sebentar, tapi sepertinya pulang dan berbaring adalah hal paling tepat saat ini.
Dan kesempatan itu benar-benar datang di waktu yang tepat, ku lihat Pak Adi keluar dan bilang akan pulang.
Sungguh aku begitu lega, setidaknya aku bisa kabur setelah kepergiannya. Berlama-lama di sini hanya membuat luka hatiku semakin terbuka.

“Aku pulang dulu, mau istirahat, mumpung pak Adi sudah pulang.” ucapku pada Ayu setelah selang beberapa saat kepergian Pak Adi.
“Lho, tapi kan ada Pak Faiz.” ucap Ayu.
“Gak pa-pa. Dia kan bos baru, jadi belum punya hak sepenuhnya di sini.”
“Ih kau jangan bercanda begitu. Kalo dipecat bagaimana. Kita ini team inti perusahaan lho, bukan pegawai biasa seperti yang lain.”
“Bodoh amat, mau dia pecat kek, atau dikeluarkan. Aku gak peduli.”
“Kau jangan bercanda begitu. Aku gak mau kehilangan teman sepertimu.” ucap Ayu khawatir.

Aku menatap Ayu yang sedang cemberut.

“Tenang aja, Pak Faiz gak akan pernah bisa memecatku.” ucapku sembari pamit dan meninggalkannya yang nampak bingung mendengar ucapanku.

Motorku tiba di Rumahku, entahlah kenapa hari ini, Rumah dan Kamarku sangat aku rindukan, ya karena kejadian tadi membuat aku hanya ingin berbaring.
Aku mengetuk pintu namun tak ada jawaban dari dalam. Kemana ibu jam segini? Biasanya dia akan bilang kalo keluar.
Aku berusaha mengintip dari jendela namun aku tak menemukan sosok ibu. Aku mencari kunci duplikat dan membuka pintu dengan wajah khawatir.

Ketika aku masuk aku langsung menuju kamarnya dan ternyata ibuku sedang sholat hingga dia tak menjawab panggilanku.
Aku sedikit tersenyum tenang, kemudian berbalik hendak mengunci pintu karena tadi aku begitu panik dan lupa menguncinya, namun di pintu aku terkejut mendapati sesorang yang sangat jelas aku kenal sedang berdiri menatap ke arahku.

“Mas Faiz?” Apa kau membuntutiku?”
“Boleh aku masuk? Selama aku belum menceritakan semuanya, aku tak akan tenang.”
“Pulanglah Mas, kau sudah cukup membuatku terluka.”
“Siapa di luar Nak?” ucap ibuku tiba-tiba keluar.

Seketika wajah ibuku berubah pucat, dia memandang Mas Faiz dengan tatapan yang akupun tak mengerti. Dia hanya diam mematung dan terus menatap ke arah laki-laki.

Bersambung #2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER