Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Sabtu, 16 April 2022

Duren Cinta #1

Cerita bersambung
Karya : (un_known)

“Kaaaak Anaaaaaaaa,”
“Apa sih dek kok kamu teriak-teriak gitu ?”
“Liaaatt... ganteng bengeeeeet.”

Anna menghentikan kegiatannya sebentar. Matanya yang sedari tadi fokus di laptop, kini beralih pada Rasya, adik bungsunya. Nampak Rasya sedang memandang takjub sebuah majalah remaja terbitan terbaru. Wajah Rasya nampak berbinar cerah, seolah apa yang dilihatnya saat itu sebagai suatu keajaiban.

“Apa sih ?” ulang Anna sambil kemudian duduk mendekat ke sebelah Rasya.
“Ini kak, liat. Ini kan boss kakak?” sahut Rasya sambil memperlihatkan lembar majalah yang ia baca.

Anna kemudian meraih majalah yg disodorkan Rasya, dan sejenak ia melihat foto pemuda ganteng yang sedang tersenyum manis. Anna hanya tersenyum. Ya.. jangankan Rasya. Di kantornya pun lelaki ini jadi pujaan hampir setiap wanita yang bekerja di kantor itu. Bahkan tak sedikit juga pekerja lelaki yang mengaguminya.
Maheswara Gathan Faraz. Lelaki berusia 32 tahun ini adalah direktur utama di Faraz Multimedia Agency (FMA). Satu perusahaan multi yang menaungi sejumlah production house dan studio entertainment. Meski tergolong masih muda, tapi Gathan sudah meraih posisi puncak sebagai direktur utama. Dan ini bukan kerena ia adalah semata-mata anak dari Ramundash Faraz, pendiri sekaligus owner dari FMA. Tapi karier Gathan justru di mulai dari bawah. Mulai dari designer sampai akhirnya kariernya merangkak naik menjadi direktur utama. Saingan terberatnya adalah adiknya sendiri, Gitardja Mara Faraz.

Meski mereka berdua kakak adik, tapi perbedaan sifat kedua nya sangat mencolok. Gathan meskipun sosok pria yang supel dan ramah, tapi dia juga sosok yg pendiam dan serius. Dia hanya akan berbicara seperlunya saja. Jika ada hal-hal yang dianggapnya hanya buang-buang waktu, maka dengan sopan ia akan meninggalkannya. Berbeda dengan Mara. Adiknya ini bertingkah gesit dan sedikit urakan. Terkadang egonya muncul disaat ia merasa terdesak. Dan ia selalu membanggakan dirinya sebagai anak konglomerat. Mara juga terkenal sedikit playboy dalam urusan asmaranya. Bertolak belakang dengan Gathan yg harus kandas dengan pernikahannya.

“Ganteng ya kak?” tanya Rasya yang menuntut jawaban dari Anna.
“Iya ganteng. Trus kenapa?” sahut Anna sambil tersenyum menggoda Rasya.
“Kenalin Rasya dong kak...” terdengar rengek Rasya dan membuat Anna langsung melotot.
“Enak aja. Pak Gathan itu direktur utama dek. Sementara kak Ana ini cuma pegawai biasa,” protes Anna. Memang kadang Rasya ini aneh-aneh kemauannya.
“Yaaah kak Anna, pliiiis deh kak. Ntar uang jajan Rasya sebulan boleh kakak ambil deh,” rayu Rasya sambil mengedip- edipkan matanya.
“Yeeee... emang kak Anna bisa disogok gitu ? Tak usah ya,” tolak Anna sambil merengut melihat adiknya yang masih ngotot dengan kemauannya itu.

Tapi bukan Rasya namanya jika harus menyerah begitu saja. Ia tau betul kak Anna tak pernah bisa menolak kemauannya. Apa kali ini ia harus mengeluar kan trik jitunya, biar kak Anna memenuhi permintaannya.

“Ayo dong kak, kalo kak Anna gak mau ngenalin Rasya sama pak Gathan, biar dek Rasya mogok makan aja,” ancam Rasya yang mulai mengeluarkan trik jitu merayu Anna.

Anna cuma mendelik sewot, ia tau ini cuma gertak Rasya, karena itu dia cuma menjawab, “Sebodo amat. Emang siapa yang lapar nanti ?”
Rasya makin cemberut, tapi ia tak kenal menyerah, “Ya udah, Rasya mau mogok kuliah, mogok mandi, dan mogok semuanya.”

Anna makin mendelik. Adiknya ini kalau ada maunya pasti keras kepala dan ngotot biar diturutkan. Salah-salah nanti dia ngadu sama papa dan mama yang memang memanjakan Rasya. Anna sering pusing oleh tingkah adik bungsunya ini. Rasya tak seperti Risty yang kalem dan penurut. Risty juga adik Anna, kakaknya Rasya. Cuma Risty jauh beda sifatnya dengan Rasya. Rasya memang selalu di manja. Karena sewaktu masih kecil Rasya sering sakit- sakitan. Jadi ia sering di istimewakan baik oleh mama dan papa mereka, maupun oleh kakak- kakanya seperti Anna dan Risty. Anna sendiri sangat memanjakan Rasya. Meski kasih sayangnya tak beda pada Risty.Tapi memang rasanya terhadap Rasya, Anna tak bisa menolak semua keinginannya. Lagi pula menurut Anna, kemanjaan Rasya selama ini masih dalam batas-batas yang wajar.

Anna mendengus kesal. Lagi-lagi ia harus menuruti keinginan Rasya. Meski ia sendiri belum tau apakah bisa memperkenalkan Pak Gathan pada Rasya. Tapi ia akan berusaha untuk mencobanya.

“Iya deh nanti kakak coba cari peluangnya. Tapi gak janji ya. Kamu kan tau sendiri pak Gathan itu sibuk. Bukan hanya mengurus satu perusahaan saja,” ucap Anna sambil menghela napas panjang.
“Betul kak ??? Swear ???” tanya Rasya dengan mata yang berbinar karena kak Anna sudah menyanggupi untuk mengenalkannya pada Pak Gathan.

Anna tersenyum terpaksa dan mengangguk kesal. Ia sendiri merasa aneh. Kenapa setiap kali ia harus menuruti kemauan Rasya. Padahal ia bisa saja menolak dan pura-pura tidak tau. Tapi itulah sifat seorang kakak pada adiknya. Apalagi Anna adalah anak tertua ia harus menjadi contoh bagi adik-adiknya. Ia juga harus belajar mengayomi adiknya. Sebab dialah yang nanti akan menjadi pengganti orang tua bagi adik-adiknya, apabila nanti orang tua mereka sudah tidak ada lagi.
***

[Gathan POV]

Pagi yg cerah. Aku baru saja selesai menjalan kan sholat subuh saat pintu kamarku sudah di ketuk dengan kerasnya. Aku menghempaskan napas kesal. Siapa lagi perusuh di pagi hari ini kalau bukan Mara, adikku satu-satunya. Dengan malas aku melangkahkan dan membuka pintu kamar ku. Dan benar saja, wajah yg menyebalkan tampak cengengesan dan langsung nyelonong masuk kedalam kamarku.

“Heh... mau ngapain kamu disini? Sudah sholat subuh belum?” tegurku pada Mara.
“Cieeeee... yg kemaren terpilih sebagai top ten executive muda,” ucap Mara tanpa memperduli kan teguranku.

Aku langsung meraih bantal dan melemparkannya dengan kesal pada Mara Dia memang suka sekali menggangguku. Sedari dulu memang begitulah sifat Mara. Tak pernah serius. Dan yang paling buruk dia juga takpernah serius dengan wanita. Pacarnya entah sudah berapakali gonta-ganti. Malah pernah ada yang sampai berurusan dengan polisi.

“Itukan cuma berdasar kan survey. Yg penting itu hasil kerja. Percuma dapet top ten tapi hasil kerja nol besar,” sahutku. Sengaja aku ucapkan itu untuk menyindir Mara yang kerjanya di kantor tak pernah beres.

Mara hanya cengengesan, seolah bukan ia yg aku maksud. Padahal akutau ia sudah paham maksud dari ucapanku. Tapi dasar memang orangnya tak pernah serius, ya beginilah jadinya.

“Bagaimana project iklan dari Angkasa Gemilang itu? Sudah berapa persen pelaksanaannya ?” tanyaku pada Mara.
“Bereslah.... gampang itu,” jawabnya sambil mengobrak-abrik meja kerjaku.
“Jangan bilang gampang, giliran time limitnya sudah habis nanti malah kelabakan,” ujarku memperingatkan.
“Kak.... tau Sieska kan yang sekretarisnya pak Budi kan?” tanya Mara yang justru mengalihkan pembicaraan.
“Iya tau. Kenapa?” tanyaku penuh selidik.
“Cantik ya... aku baru tau saat kemarin main ke ruangan pak Budi,” sahut Mara.
“Jangan macem-macem kamu, istri orang tuh,” sergahku, aku sudah pengalaman dengan watak Mara, jika dia bilang cantik, pasti jadi mangsanya yg kesekian.

Mara hanya tertawa terbahak-bahak. Aku paling kesal dengan tingkah lakunya yang mempermainkan perempuan. Dia tidak sadar sudah berapa banyak perasaan wanita yang tersakiti olehnya. Mungkin memang ada sebagian yang cuma memanfaatkan Mara. Tapi juga tak sedikit yg memang jatuh cinta pada Mara. Mungkin sifat Mara ini sebagai wujud balas dendam dari perbuatan mama mereka sendiri. Mara sangat kecewa saat memergoki mama selingkuh dengan Om Bowo di sebuah villa. Dan sejak saat itu Mara seolah benci pada semua perempuan. Perempuan hanya dianggapnya sebagai bahan permainan saja. Padahal tidak semua perempuan sebejat mama mereka, yang membuat papa mereka akhirnya meninggal kerena serangan jantung.

“Ah....kak Gathan jangan terlalu apatis sama perempuan. Meski dia sudah punya suami, tapi kalau dia tergoda, itu bukan salahku,tapi salah dia sendiri yang tidak setia,” ucap Mara santai.
“Gila kau. Jangan main- main dengan istri orang. Bisa celaka nanti,” ancamku pada Mara.
“Lalu bagaimana dengan mbak Hesti? Mengapa ia menghianati kak Gathan?”sahut Mara

Aku terdiam. Kenapa Mara malah mengingat peristiwa yang menyakitkan itu. Aku memang kadang tak begitu menyalahkan Mara. Dua wanita di dalam hidupnya dan hidupku sudah menghianati kepercayaannya.
Hesti, mantan istriku pun main gila dengan seorang artis muda. Dan celakanya justru Mara yang menangkap basah perselingkuhan itu.

“Tapi memang ada juga sih wanita yg menurutku baik. Dan aku gak akan mengganggunya,” celetuk Mara kemudian.
“Siapa?” desisku ragu.
“Riyana.”

==========

“Apa maksudmu dengan Riyana?” tanyaku sedikit heran. Tak biasanya Mara melirik perempuan berhijab. Selama ini yg menjadi mangsanya justru mereka yg modis dan berstyle westernisasi.

“Kak Gathan tentu heran karena aku ngomongin Riyana. Karena menurut kakak selama ini pasti seleraku itu cewek yang pakaian serba mini. Iya kan?” Mara sudah menjawab sendiri pertanyaanku yg belum sempat aku lontarkan.
“Kak... coba kakak perhatikan Riyana. Kalo dilihat dari wajah, mungkin Riyana itu cuma dapet nilai enam setengah atau maksimal tujuh lah. Tapi coba lihat penampilannya sehari- hari. Dikantor kita hanya Riyana yang berjilbab. Yang lain mana ada. Kakak boleh bilang aku buayanya para cewek. Tapi aku masih mempunyai rasa hormatku pada cewek. Terutama Riyana,” ucap Mara.

“Kenapa bisa begitu?” tanyaku penasaran.
“Kak... coba kakak bandingkan jika kakak beli permen lolipop. Yg kakak beli yang masih di bungkus atau yg sudah dibuka?” tanya Mara. Aku jadi sedikit tergelitik dengan argumen dari Mara. Jarang sekali aku dengar ia beragumen tentang wanita. Kecuali itu soal seksi atau blablabla yg gak jelas itu

“Ya pasti beli yg masih dibungkus lah,” jawabku.
“Nah tepat !” ucap Mara sok menjadi ustadz dia kali ini,“ Begitu juga cewek. Kalau cewek itu sudah terbuka, apalagi yang dikerubutin semut atau laleran, mana mau orang belinya. Paling cuma buat maenan. Sudah puas ditinggal pergi. Tapi coba lihat yg tertutup rapi dan sopan, jangankan buat maen- maen, iseng mencolek dan menggoda pun jadi segan.”

Aku mengangguk- angguk. Gak nyangka juga kalau adikku ini bisa waras otaknya. Kesambet jin dimana dia? Biasanya yang diomongin soal cewek pasti tidak jauh-jauh dari paha dan dada. Sudah mirip pelayan KFC saja dia.

“Jadi menurutmu Riyana itu baik? Belum tentu. Kan banyak tuh cewek berjilbab tapi kelakuan sama kayak setan,” aku mencoba menantang lagi argumen dari Mara. Apalagi jawabnya kali ini
“Itu kembali pada orang nya kak. Sama dengan permen tadi. Bisa jadi yg terbungkus itu isinya jelek karena kadaluarsa atau gagal produksi. Nah begitu juga cewek berjilbab. Meski ada juga yang cuma sebatas pakaian tapi kelakuan nya bejat. Tapi gak semuanya begitu. Bisa jadi itu cuma 10 berbanding 1,” jawab Mara santai.
“Ahhhhh... sok jadi ustadz lo,” sahutku sambil melemparkan bantal padanya. Dan Mara hanya tertawa-tawa saja.
“Any way Riyana boleh tuh di pertimbangkan kak,” ucap Mara kemudian.
“Maksudnya? Awas jangan macem-macem sama Riyana. Bisa kusembelih kau nanti,” ancamku sambil pura-pura melotot.
“Eits jangan salah sangka dulu kak. Maksudku bukan di pertimbangkan untuk aku. Tapi untuk kak Gathan,” sahut Mara sambil tersenyum jahil.
“Alaah... urus saja urusanmu tuh. Aku bisa urus diri sendiri. Mau Riyana kek atau siapa, ntar aja,” sahutku jengkel. Kali ini aku bener-bener mendorong Mara keluar dari kamarku. Dan tentu saja Mara hanya tertawa terbahak-bahak.
***

[Riyana POV]

Hari ini aku betul-betul gelisah.Berulangkali aku mondar-mandir di depan ruangan direktur utama. Ruang pak Gathan. Semua ini gara-gara Rasya yg ingin kenalan dengan pak Gathan. Semula aku ingin mengarang cerita saja pada Rasya, bahwa pak Gathan menolak karena sibuk atau dengan alasan apapun lah. Tapi aku malah tak tega membohongi adikku sendiri. Lagi pula apa salahnya dia ingin berkenalan dengan orang yang dianggapnya sukses dan ganteng.

“Kenapa An ?” Dessy menegurku. Mungkin ia heran melihatku yang dari tadi cuma mondar- mandir di depannya. Oh iya, Dessy ini adalah sekretaris pak Gathan. Jadi segala sesuatu yang berurusan dengan pak Gathan harus melalui dia.

Ah... bodohnya aku. Kenapa aku tidak minta tolong Dessy saja. Siapa tau dia bisa mengusaha kan sedikit waktu luang agar Rasya bisa datang kesini dan bertemu dengan pak Gathan.
Segera kuhampiri Dessy yang memang sedang memandang aneh kearahku.Meski awalnya ragu, tapi aku ceritakan juga apa yang menjadi masalahku. Dan sudah bisa di tebak, Dessy malah tertawa.

“An... An adekmu ada- ada saja ya. Lagi pula pak Gathan itu bukan artis,” ucap Dessy masih dalam tawa kecilnya.
“Namanya juga masih anak ABG Des. Dia betul- betul tertarik saat profile pak Gathan dimuat dalam majalah remaja,” sahutku.

Dessy nampak manggut-manggut. Mungkin dia juga paham maksud dari Rasya yang sebenarnya.

“Nanti aku coba deh ngomong-ngomong dengan pak Gathan. Tapi kalau cuma buat kenalan rasanya alasan itu kurang tepat deh. Bagaimana kalau kita katakan saja bahwa adikmu itu dapat tugas dari kampusnya untuk mewawancarai seorang eksekutif muda yang sukses,” saran Dessy.

Aku menimbang- nimbang sejenak. Dan rasanya saran Dessy itu cukup tepat. Aku pun setuju. Tak lupa aku mengucapkan terima kasih sama Dessy yang akan mencoba menbantuku. Sebab tanpa bantuan Dessy sulit rasanya untuk bisa dengan bebas bertemu pak Gathan.
***

Anna sedikit kaget sore harinya saat akanpulang Dessy menelponnya dan diminta menemui pak Ghatan di ruangannya. Anna jelas agak grogi juga. Kalau masalah yang di hadapi adalah masalah kerja, tentunya Anna tak perlu grogi lagi Tapi kali ini masalahnya tidak berhubungan dengan pekerjaannya. Lagi-lagi Anna harus mendesah panjang, “Ini gara-gara Rasya,” gerutunya pelan.

Sebelum masuk ruangan pak Gathan, terlebih dulu Anna menghampiri Dessy, ia ingin tau dulu apa kira- kira yg akandisampaikan oleh pak Gathan.

“Des, gimana? Apa aku dipanggil pak Gathan karena persoalan yang tadi siang?” tanya Anna. Tapi Anna harus menelan kecewa sekaligus kesal karena Dessy cuma mengangkat bahunya.

Akhirnya Anna pasrah saja saat ia duduk di depan pak Gathan. Apalagi ia harus menunggu agak lama, karena pak Gathan sedang menerima telpon. Dan saat pak Gathan selesai dengan telponnya, Anna makin tegang. Entah kali ini pertemuannya dengan pak Gathan menjadi agak canggung.

“Oh iya Riyana, apa betul adik kamu dapat tugas dari kampusnya untuk wawancara dengan saya?” tanya Gathan santai.
“I... iya pak,” jawab Anna agak gugup. Ia tidak biasa berbohong,jadinya sekali ia berbohong nampak jelas kegugupannya.

“Adik kamu kuliah di jurusan apa?” tanya Gathan kembali, sedikit ia melihat kegugupan Anna. Padahal selama ini yang ia tau Anna adalah salah satu pegawai yang pembawaannya tegas saat bicara dengannya.

“Jurusan menejemen pak,” sahut Anna. Ia berusaha menghilang kan rasa groginya.

Nampak Gathan hanya mengangguk-angguk seakan sedang menimbang keputusan apa yg akan ia lakukan. Tapi berikutnya ia berkata, “Baik, saya akan menerima adik kamu. Nanti diskusikan saja sama Dessy masalah waktunya.”

Ah..... Anna merasa sedikit lega. Ternyata pak Gathan mengizinkan Rasya untuk bertemu. Cuma yg pasti ia harus melatih Rasya agar benar-benar nampak seperti sedang ada tugas wawancara. Ia takut yg ada nanti malah adiknya itu ngobrol ngalor ngidul gak karu- karuan. Bisa ketauan kalau ini wawancara bohong-bohongan.

“Terima kasih banyak pak atas kesediaannya,” ucap Anna seraya berdiri, ia mengira tentu pembicaraan ini sudah selesai.
“Eh... sebentar Riyana,” Gathan buru-buru menahan Anna yang sudah berdiri. Sementara Anna sendiri langsung duduk lagi saat mendengar pak Gathan masih ada keperluan dengannya.

“Kamu tidak sedang buru-buru kan?” tanya Gathan. Dan di jawab Anna dengan gelengan kepala.
“Tidak pak, saya tidak buru-buru kok,” jawab Anna mempertegas sikapnya.

Gathan memandang Anna agak lekat. Dan Anna sendiri merasa sedikit heran saat pak Gathan memandanginya seperti itu. Apa ada yang salah pada penampilannya saat ini. Gathan jadi teringat pembicaraannya dengan Mara tadi pagi. Memang Riyana agak berbeda dengan pegawainya yang lain. Di kantor ini Riyana satu-satunya pegawai wanita yang menggunakan jilbab. Meski kantor ini tak pernah melarang pegawai wanitanya menggunakan jilbab, tapi dengan satu- satunya Riyana di kantor ini, cukup memiliki kesan tersendiri.

“Kamu cantik dengan jilbab itu. Sejak kapan kamu berjilbab?” pertanyaan itu meluncur saja dari mulut Gathan tanpa ia sadari. Untung ia bertanya masih dengan intonasi yang jelas, hingga bagi Anna sendiri itu tetap pertanyaan yang wajar. Meski mukanya sedikit merah dengan kata ‘Cantik’ yang keluar dari mulut pak Gathan.

“Sejak SMP pak,” jawab Anna singkat.
“Oh... sudah lama juga ya. Apa gak pernah ada masalah?” tanya Gathan lagi.
“Maksud bapak?” tanya Anna kurang mengerti maksud pertanyaan Gathan.
“Maksudnya apa selama ini ada yang keberatan kamu berjilbab atau dari diri kamu sendiri yang merasa risih dengan jilbab kamu?” lanjut Gathan.
“Oh... hanya saat masih sekolah saja pak. Namanya juga masih labil. Kadang jilbab saya buka tutup. Terus masih suka aksesori yang aneh-aneh, tapi saat saya kuliah sudah lebih mantap pak. Saya malah merasa nyaman dengan jilbab ini. Kemana saja saya bisa pergi. Bayangkan kalau saya tidak berjilbab, kepesta harus pakai baju ini, ke mall harus cari baju lagi, kepasar juga ganti kostum, itu malah lebih ribet pak,” jelas Anna. Kali ini ia bisa lebih santai.
“Saya mau pake kamu sebagai model iklan salah satu klien kita. Kamu mau ?”

Haah.... model ?????

Bersambung #2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER