Izin Penerbitan

PERNYATAAN & IZIN PENERBITAN

Seluruh cerita disini adalah cerita fiksi belaka. Tidak ada unsur kesengajaan apabila terdapat nama atau tempat atau waktu yang sama dengan ...

Jumat, 29 Oktober 2021

MADU PAHIT 1 - 14

Cerita Bersambung
Oleh: Euis AsSaeri


* Madu Pahit #1- Selepas sholat isya ponselku berbunyi, rupanya ada pesan masuk dari Mbak Ratih, dia mengabarkan bahwa rombongan pengantin sedang dalam perjalanan menuju rumahku. Jantungku semakin berdebar, aku kembali berdiri di depan meja riasku yang sejak tadi terus ku hampiri.
* Madu Pahit #2- Malam telah berlalu, dan fajarpun mulai menjemput. Ku jalani pagiku seperti biasa, mengerjakan semua yang harus ku kerjakan, dan menikmati sarapan bersama Mas Tedi.

* Madu Pahit #3- "Tante ke situ sekarang" Tanpa menunggu jawaban Tania, aku langsung menutup teleponnya dan segera bersiap ke rumah Mbak Ratih. Sebelum pergi tak lupa ku titipkan kunci rumah kepada tetangga yang tak lain adalah Kakakku sendiri, sekalian pamit dan minta tolong menjaga Zaki saat dia pulang sekolah nanti, sebelum aku kembali ke rumah.

* Madu Pahit #4- Setelah beberapa saat, aku berbalik kembali ke kamar Tania. Di sana ku dapati Mas Tedi tengah duduk di sisi ranjang, benar benar tanpa rasa bersalah.
"Sebenarnya maksud Mas apa?" Ku luapkan amarahku dengan tumpahan air mata yang sulit ku hentikan.

* Madu Pahit #5- Sampai di rumah, ku lihat Mas Tedi sudah berbaring di tempat tidur, sepertinya dia memang sedang punya masalah, tapi aku tak begitu menghiraukannya.
Setelah makan malam bersama Zaki, aku memutuskan untuk tidur besamanya.

* Madu Pahit #6- Tubuhku limbung, saat mendengar secara langsung pengakuan Mas Tedi yang memang tak menghendakiku. Tapi aku tak mau di kalahkan takdir, ku sejajarkan kedua kakiku, berdiri tegak di teras rumah ini, berusaha menguatkan hati untuk mendengar kenyataan pahit yang sedang tersaji.

* Madu Pahit #7- Aku bangkit dari tidurku, duduk sambil memijat pangkal hidungku yg terasa berat. Melihat Zaki yang kecewa, karena Mas Tedi tak bisa datang, aku hanya bisa menenangkan.
"Ayahnya mungkin lagi sibuk, biarin aja. Bunda gak apa apa kok." Ucapku, meyakinkan Zaki.
"Tapi kan Ayah udah lama gak ke sini Bunda." Rajuknya.

* Madu Pahit #8- Hari hariku kini terasa lebih berwarna, membersamai Dita yang sedang mengandung benihku, membuatku merasa menjadi lelaki yang sempurna. Hingga aku lupa akan kewajibanku kepada Ratih juga Avi. Tapi sudahlah, mereka tidak lebih membutuhkan kehadiranku di banding Dita.

* Madu Pahit #9- [POV Mirza]
"Kamu gak apa apa kan?"  Aku cukup mengkhawatirkan Avi, setelah pertengkaran kecil yang baru saja terjadi.
"Aku gak apa apa, Kak," dia melirikku sekilas.
Kami masih berdiri di depan kasir, menunggu petugas kasir tersebut menghitung belanjaan Avi.

* Madu Pahit #10- Di Bengkel. Aku hanya memperhatikan para pekerjaku yang sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Aku punya lima pekerja, dalam kondisi sepi seperti ini, aku tidak perlu ikut kotor-kotoran dengan mereka.
"Mirza!"
Teriak seorang pria yang baru turun dari sebuah mobil pick up.

* Madu Pahit #11- Tazki Putri Gumelar, nama yang kusematkan pada putri kecilku. Setelah melalui perdebatan kecil dengan putraku, akhirnya tercetuslah nama itu.
Zaki memaksa untuk memberikan nama Tazki, agar adiknya memiliki nama yang terdengar sama dengan namanya.

* Madu Pahit #12- [POV.Avi]
Keluar dari ruangan dokter Nancy, aku dan Mbak Ratih hanya saling tatap. Sementara Mbak Yana, wajahnya terlihat penuh dengan amarah. Seperti ada emosi yang sedang meledak-ledak di dadanya.

* Madu Pahit #13- [POV.Avi]
Aku duduk di depan televisi, sambil memeluk Tazki yang mulai terlelap di pangkuanku. Adzan isya sudah terdengar dari beberapa menit yang lalu, sepertinya sebentar lagi putraku pulang.
Sekarang dia sudah tidak perlu dijemput saat pulang mengaji, malu katanya.

* Madu Pahit #14- Langit senja menegaskan bahwa hari ini sudah berakhir, hembusan nafas kasar menjadi saksi sesak di dada yang mulai gusar dengan perasaan yang sulit dicerna.
Aku sadar, sebenarnya bukan perasaan yang sulit dicerna, tapi gengsi yang enggan diakui.

--- oo ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar secara santun dan simpel

POSTING POPULER